Salah satu hal yang cukup menarik dalam biara adalah melakukan Lectio Divina bersama-sama. Biasanya, acara ini dilakukan bersama-sama di ruang terbuka dalam kelompok-kelompok yang telah ditentukan. Lumayan juga untuk penyegaran, karena udara terbuka dan pohon-pohon kebun membantu mengusir kejenuhan pelajaran dan rutinitas. Apalagi, hari ini Lectio Divina yang kelompokku lakukan cukup seru karena diramaikan oleh semut-semut merah (dan besar-besar!).

Kelompokku memilih sebuah titik di tengah kebun luas untuk melakukan Lectio Divina bersama. Jika terlalu dekat dengan kelompok lain, resikonya adalah saling mengganggu. Makanya, sekalian mencari tempat yang jauh. Awalnya, tempat itu terlihat pas, berada di bawah bayang-bayang teduh dan tempatnya rata. Ada beberapa semut merah yang berseliweran. Karena aku tidak mau bentol-bentol digigit semut, aku buat mereka menjadi semut-semut penyet, tanpa sambal penyetan. Sudah cukup bentol-bentol disengat lebah di edisi sebelumnya :D

Bacaan diambil dari Injil Lukas 15.1-10, yang bercerita bahwa Yesus, yang sedang makan dengan para pendosa, memberikan perumpamaan domba yang hilang dan dirham seorang wanita kepada ahli Taurat dan orang Farisi. Firman Tuhan dengan cepat menarik perhatianku kepada ayat kedua. Ayat tersebut mengatakan bahwa Yesus makan bersama para pendosa, yang kemudian dicibir oleh para orang Farisi dan ahli Taurat. Menurut budaya Yahudi, ketika kita makan semeja dengan seseorang, orang tersebut adalah orang yang kita anggap saudara. Cukup mirip dengan budaya Cina, kecuali tanpa mabuk karena arak.

Sambil merenungkan ayat tersebut, aku terkejut karena para semut ternyata malah muncul semakin banyak. Mungkin, mereka mencari pembunuh saudara-saudara mereka. Aku merasa geli karena mereka tidak tahu bahwa pelakunya jauh lebih besar daripada mereka, selain karena kerumunan mereka memperbesar resiko terkena bentol-bentol gigitan. Lucunya, ini serupa dengan gambaran betapa jauhnya Allah dari manusia, Pencipta dengan ciptaan. Jarak yang begitu transenden ini diseberangi oleh Yesus, bahkan ke tingkat yang lebih rendah, yakni menyamakan diri dengan ciptaan yang berdosa. Yesus menganggap pendosa sebagai saudara dengan makan semeja bersama mereka. Yesus makan bersama aku, si pendosa ini.

Aku, yang hina dan penuh dosa ini, tidak ditolak oleh Yesus. Ia mencintai pendosa ini, walaupun Ia membenci dosa yang ia perbuat. Ia mendekati pendosa untuk mendorongnya  untuk bertobat, bukan menghukumnya (Yoh 8.11). Sebaliknya, aku yang dicintai Allah ini terkadang tidak mampu membedakan pendosa dengan dosa yang mereka buat. Aku, dengan sok sucinya, terkadang membuat semacam “batasan” supaya aku tidak disamakan dengan mereka. Padahal, seharusnya aku mencintai pendosa dan membenci dosa, bukan sebaliknya.

Tidak ada yang membenci dosa seperti Allah, yang membenci dosa manusia. Namun, tidak ada pula yang mencintai pendosa sebesar cinta Allah pada para pendosa. Aku harus belajar untuk mencintai pendosa dan membenci dosa. Aku harus membagikan gulali cinta pada siapapun, sekalipun tangan mereka kotor. Paling-paling, aku meminta mereka mencuci tangan dulu sebelum makan supaya tidak sakit perut. Omong-omong, aku mencoba menerima semut-semut merah itu apa adanya, seperti Allah yang menerima aku yang cuma “semut” di hadapan-Nya. Hasilnya, aku bisa merenung hingga selesai tanpa digigit sama sekali. Malah, teman yang panik mengusiri dan memijit penyet para semut semakin dikerumuni oleh mereka.

2 COMMENTS

  1. Wir! Halo bro, gulalimu banyak memberkati aku, sering2 bikin gulali ya, sehingga kami tau kabarmu di sana dan semakin terberkati! gbu!

  2. Hi wir, semakin sering ya bagi2 gulalinya :)

    Terima kasih sudah menguatkan dengan sharing singkat ini,
    belakangan ini sering tidak bisa tidur karena terbayang2 oleh dosa yg dilakukan kerabat yg begitu aku percaya, sempet nggak habis pikir dan bingung bagaimana harus bersikap. dari tulisanmu diatas aku mengquote ” Aku harus belajar untuk mencintai pendosa dan membenci dosa”.
    semoga Allah memberi kekuatan untuk aku melakukan hal ini.

    salam buat semut2 nakal
    GBU

Comments are closed.