(Relevansi kann. 1083-1094)
Ada bermacam-macam halangan yang menggagalkan perkawinan
Kurangnya umur (bdk. kan 1083):
Syarat umur yang dituntut oleh kodeks 1983 adalah laki-laki berumur 16 tahun dan perempuan berumur 14 tahun dan bukan kematangan badaniah. Tetapi hukum kodrati menuntut kemampuan menggunakan akalbudi dan mengadakan penilaian secukupnya dan “corpus suo tempore habile ad matrimonium”. Hukum sipil sering mempunyai tuntutan umur lebih tinggi untuk perkawinan dari pada yang dituntut hukum Gereja. Jika salah satu pihak belum mencapai umur yang ditentukan hukum sipil, Ordinaris wilayah harus diminta nasehatnya dan izinnya diperlukan sebelum perkawinan itu bisa dilaksanakan secara sah (bdk kan. 1071, §1, no.3). Izin semacam itu juga harus diperoleh dari Ordinaris wilayah dalam kasus di mana orang tua calon mempelai yang belum cukup umur itu tidak mengetahui atau secara masuk akal tidak menyetujui perkawinan itu (bdk. kan 1071, §1, no.6).
Impotensi (bdk kan. 1084):
Impotensi itu adalah halangan yang menggagalkan, demi hukum kodrati, dalam perkawinan. Sebab impotensi itu mencegah suami dan istri mewujudkan kepenuhan persatuan hetero seksual dari seluruh hidup, badan dan jiwa yang menjadi ciri khas perkawinan. Yang membuat khas persatuan hidup suami istri adalah penyempurnaan hubungan itu lewat tindakan mengadakan hubungan seksual dalam cara yang wajar. Impotensi yang menggagalkan perkawinan, haruslah sudah ada sebelum perkawinan dan bersifat tetap. Pada waktu perkawinan sudah ada, bersifat tetap maksudnya impotensi itu terus menerus dan bukan berkala, serta tidak dapat diobati kecuali dengan operasi tidak berbahaya. Impotensi ada dua jenis: bersifat absolut dan relatif. Impotensi absolut jika laki-laki atau perempuan sama sekali impotens. Impotensi relatif jika laki-laki atau perempuan tertentu ini tidak dapat melaksanakan hubungan seksual. Dalam hal absolut orang itu tidak dapat menikah sama sekali, dalam impotensi relatif pasangan tertentu juga tidak dapat menikah secara sah.
Adanya ikatan perkawinan (bdk. kan 1085):
Ikatan perkawinan terdahulu menjadi halangan yang menggagalkan karena hukum ilahi. Kan 1085, §1: menghilangkan ungkapan “kecuali dalam hal privilegi iman” (Jika dibandingkan dengan kodeks 1917). Ungkapan ini berarti jika seorang yang dibaptis menggunakan privilegi iman walau masih terikat oleh ikatan perkawinan terdahulu, dia bisa melaksanakan perkawinan secara sah dan ketika perkawinan baru itu dilaksanakan ikatan perkawinan lama diputuskan.
Disparitas cultus (bdk. kan 1086):
Perkawinan antara dua orang yang diantaranya satu telah dibaptis dalam Gereja Katolik atau diterima di dalamnya dan tidak meninggalkannya dengan tindakan formal, sedangkan yang lain tidak dibaptis, adalah tidak sah. Perlu dicermati ungkapan “meninggalkan Gereja secara formal” berarti melakukan suatu tindakan yang jelas menunjukkan etikat untuk tidak menjadi anggota Gereja lagi. Tindakan itu seperti menjadi warga Gereja bukan Katolik atau agama Kristen, membuat suatu pernyataan di hadapan negara bahwa dia bukan lagi Katolik. Namun demikian janganlah disamakan tindakan itu dengan orang yang tidak pergi ke Gereja Katolik lagi tidak berarti meninggalkan Gereja. Ada dua alasan tentang norma ini: pertama karena tujuan halangan ini adalah untuk menjaga iman katolik, tidak ada alasan mengapa orang yang sudah meninggalkan Gereja harus diikat dengan halangan itu. Kedua, Gereja tidak mau membatasi hak orang untuk menikah.
Perkawinan yang melibatkan disparitas cultus (beda agama) ini, sesungguhnya tetap dapat dianggap sah, asalkan: 1) sebelumnya pasangan memohon dispensasi kepada pihak Ordinaris wilayah/ keuskupan di mana perkawinan akan diteguhkan. Dengan dispensasi ini, maka perkawinan pasangan yang satu Katolik dan yang lainnya bukan Katolik dan bukan Kristen tersebut tetap dapat dikatakan sah dan tak terceraikan; setelah pihak yang Katolik berjanji untuk tetap setia dalam iman Katolik dan mendidik anak-anak secara Katolik; dan janji ini harus diketahui oleh pihak yang non- Katolik (lih. kan 1125). 2) Atau, jika pada saat sebelum menikah pasangan tidak mengetahui bahwa harus memohon dispensasi ke pihak Ordinaris, maka sesudah menikah, pasangan dapat melakukan Convalidatio (lih. kann. 1156-1160) di hadapan imam, agar kemudian perkawinan menjadi sah di mata Gereja Katolik.
Tahbisan suci (bdk. kan. 1087):
Adalah tidak sahlah perkawinan yang dicoba dilangsungkan oleh mereka yang telah menerima tahbisan suci.
Kaul kemurnian dalam suatu tarekat religius (bdk. kan. 1088):
Kaul kekal kemurnian secara publik yang dilaksanakan dalam suatu tarekat religius dapat menggagalkan perkawinan yang mereka lakukan.
Penculikan dan penahanan (bdk. kan. 1089):
Antara laki-laki dan perempuan yang diculik atau sekurang-kurangnya ditahan dengan maksud untuk dinikahi, tidak dapat ada perkawinan, kecuali bila kemudian setelah perempuan itu dipisahkan dari penculiknya serta berada di tempat yang aman dan merdeka, dengan kemauannya sendiri memilih perkawinan itu. Bahkan jika perempuan sepakat menikah, perkawinan itu tetap tidak sah, bukan karena kesepakatannya tetapi karena keadaannya yakni diculik dan tidak dipisahkan dari si penculik atau ditahan bertentangan dengan kehendaknya.
Kejahatan (bdk. kan. 1090):
Tidak sahlah perkawinan yang dicoba dilangsungkan oleh orang yang dengan maksud untuk menikahi orang tertentu melakukan pembunuhan terhadap pasangan orang itu atau terhadap pasangannya sendiri.
Persaudaraan (konsanguinitas (bdk. kan. 1091):
Alasan untuk halangan ini adalah bahwa perkawinan antara mereka yang berhubungan dalam tingkat ke satu garis lurus bertentangan dengan hukum kodrati. Hukum Gereja merang perkawinan di tingkat lain dalam garis menyamping, sebab melakukan perkawinan di antara mereka yang mempunyai hubungan darah itu bertentangan dengan kebahagiaan sosial dan moral suami-isteri itu sendiri dan kesehatan fisik dan mental anak-anak mereka.
Hubungan semenda (bdk. kan. 1092):
Hubungan semenda dalam garis lurus menggagalkan perkawinan dalam tingkat manapun. Kesemendaan adalah hubungan yang timbul akibat dari perkawinan sah entah hanya ratum atau ratum consummatum. Kesemendaan yang timbul dari perkawinan sah antara dia orang tidak dibaptis akan menjadi halangan pada hukum Gereja bagi pihak yang mempunyai hubungan kesemendaan setelah pembaptisan dari salah satu atau kedua orang itu. Menurut hukum Gereja hubungan kesemendaan muncul hanya antara suami dengan saudara-saaudari dari isteri dan antara isteri dengan saudara-saaudara suami. Saudara-saudara suami tidak mempunyai kesemendaan dengan saudara-saudara isteri dan sebaliknya. Menurut kodeks baru 1983 hubungan kesemendaan yang membuat perkawinan tidak sah hanya dalam garis lurus dalam semua tingkat.
Halangan kelayakan publik (bdk. kan. 1093):
Halangan ini muncul dari perkawinan tidak sah yakni perkawinan yang dilaksanakan menurut tata peneguhan yang dituntut hukum, tetapi menjadi tidak sah karena alasan tertentu, misalanya cacat dalam tata peneguhan. Halangan ini muncul juga dari konkubinat yang diketahui publik. Konkubinat adalah seorang laki-laki dan perempuan hidup bersama tanpa perkawinan atau sekurang-kurangnya memiliki hubungan tetap untuk melakukan persetubuhan kendati tidak hidup bersama dalam satu rumah. Konkubinat dikatakan publik kalau dengan mudah diketahui banyak orang.
Adopsi (bdk. kan. 1094):
Tidak dapat menikah satu sama lain dengan sah mereka yang mempunyai pertalian hukum yang timbul dari adopsi dalam garis lurus atau garis menyamping tingkat kedua. Menurut norma ini pihak yang mengadopsi dihalangi untuk menikah dengan anak yang diadopsi, dan anak yang diadopsi dihalangi untuk menikah dengan anak-anak yang dilahirkan dari orang tua yang mengadopsi dia. Alasannya karena adopsi mereka menjadi saudara-saudari se keturunan.
Yth Romo Wanta,
Mohon bantuan untuk permasalahan saya sebagai berikut :
Saya katolik (30)
Belum pernah menikah
Calon istri saya islam (32)
Sudah pernah menikah secara islam, resmi cerai secara hukum, 2 anak
Dia pernah dibabtis katolik sewaktu kecil, namun sekarang beragama islam.
kami ingin sekali meresmikan pernikahan kami secara katolik.
Mohon petunjuk dari Romo,
Terima kasih Romo, Tuhan memberkati,
Andreas
Andreas Fobi Yth Caranya agar anda dapat menerima sakramen perkawinan adalah mengatasi halangan dalam diri calon pasangan anda hal mana pernah menikah meski sudah cerai sipil. Ikatan rohani perkawinan antara calon istri anda dan pasangan terdahulunya itu masih ada menurut pandangan Gereja Katolik, karena itu perlu diputuskan melalui proses permohonan ke Uskup di mana anda berdomisili. Mengapa dibutuhkan hal itu? Lalu apa hubungannya dengan Gereja Katolik padahal dia Islam? Karena dia akan menikah dengan orang Katolik maka mau tidak mau segala aturan Gereja Katolik harus dijalani (penyelidikan kanonik dll). Hal lain karena dia beragama Islam meski sudah pernah dulu dibaptis,… Read more »
Selamat malam Romo, Saya ada permasalahan di pernikahan saya , Saya dan suami menikah secara katolik tahun 2004, sebelumnya dia seorang Protestan dan jarak umur kami adalah 5 tahun , skg saya 42 th dan dia 47 th. Kami berkenalan cukup singkat, kenal di Juli 2003 dan menikah Feb 2004 dan hingga saat 2010 belum mempunyai anak . Kami bekerja sehingga waktu yang dihabiskan bersama adalah Sabtu Minggu. Karena kondisi financial saya lebih baik dari dia, maka saya tidak menuntut dia materi dan saya tidak mempermasalahkan hal itu , meskipun sebelum menikah dia bilang akan menyerahkan penghasilan setiap bulannya, namun… Read more »
Susan yth. Adalah hak setiap orang untuk mengajukan pembatalan perkawinan di Gereja, jika memang ada dasar yang mendukungnya. Namun sesungguhnya arternatif ini adalah pilihan yang terakhir, jika upaya rujuk apapun sudah tidak berhasil. Jika jalan memohon pembatalan perkawinan yang dipilih, maka yang harus ada, adalah dasar hukumnya dan bukti peristiwa yang menyebabkan perkawinan sebenarnya tidak sah sejak awal. Memang kalau sudah tidak berkomunikasi lama agaknya sulit untuk menumbuhkan kembali perasaan cinta dan mau membangun keluarga yang lebih baik. Karena itu jika tidak mau berpisah namun juga tidak dapat berkomunikasi, Gereja Katolik memberikan jalan keluar dengan mengijinkan pasangan untuk hidup pisah… Read more »
saya seorang wanita katolik yg sdh berpisah dengan suami selama 6 tahun, dan sdh resmi bercerai melalui pengadilan negeri sejak 6 bln yg lalu.. saya dulu menikah secara katolik karena kami mmg berasal dari keluarga katolik yg taat. yg ingin saya tanyakan..1. apakah perceraian saya tdk berlaku secara hukum katolik ? 2. apakah dengan menikah lagi nnt itu berarti saya akan melakukan perzinahan dgn suami saya meskipun saya menikah secara resmi nantinya ? 3. atau adakah hal2 laen yg harus saya lakukan supaya saya tdk salah melangkah maksud saya langkah apa yg harus saya ambil sebelum saya menikah lagi nntnya… Read more »
Dhian yth Perceraian secara sipil menurut hukum Gereja dianggap sebagai sebuah perpisahan saja dan tidak memutuskan ikatan perkawinan yang bersifat spiritual. Jika anda nanti menikah lagi secara sipil saja tanpa kanonik seturut norma hukum Gereja tentu dianggap hidup bersama tapi tidak dalam ikatan perkawinan yang sah Gereja. Tindakan itu melanggar aturan moral dan berzinah. Kalau perkawinan secara resmi Gereja tentu tidak dianggap berzinah. Jalannya yang ditempuh selain anda sudah resmi perceraian sipil perlu dilakukan yang namanya proses anulasi perkawinan (pembatalan perkawinan). Apakah perkawinan anda yang dulu (6 th yang lalu) ada cacat konsensus atau halangan atau secara forma canonica. Jika… Read more »
Shalom ibu Inggrid Terus terang saya pusing ketika menulis deskripsi masalah saya. Masalah ini begitu rumit untuk diurai. Ibu saya seorang perempuan Katolik berusia 58 tahun. Beliau cukup rajin ke Gereja. Namun pengetahuan beliau akan hukum Gereja sangat minim. Beliau telah menikah sebanyak 2 kali. Pernikahan pertama terjadi 40 tahun yang lalu. Beliau menikah dengan seorang pria Kong Hu Chu (ayah kakak saya) dan dikaruniai seorang putra (kakak saya). Pernikahan ini tidak dilangsungkan di dalam Gereja Katolik maupun di catatan sipil. Hal ini dikarenakan ayah kakak saya itu tidak mau menikah di Gereja dan mereka tidak paham urusan administrasi negara… Read more »
Stefanus Yth. Membaca cerita anda tentang perkawinan orang tuamu banyak lika-likunya dan tentu itulah kehidupan yang terjadi dalam keluargamu dan harus diterima. Jawaban saya sebagai berikut: 1. Status kakak anda sebagai umat katolik sah, karena baptisan kakak anda tidak memiliki halangan meski orang tua bermasalah dalam perkawinan namun pendidikan katolik terjamin di dalam keluarga mereka. Terbukti tetap menjadi pengikut Kristus hingga dewasa. 2. Baptisan tetap sah, jika yang membaptis adalah pastor Katolik yang sah dan memiliki kewenangan tindakan baptisan. Kakak anda tidak menerima turunan halangan dari orang tua anda. Ajaran Gereja (hukum lama) hal ini masih dimengerti sebagai halangan tapi… Read more »
terimakasih atas jawaban dan saran Romo Wanta. saya mohon dukungan doa dari romo agar permasalahan keluarga saya dapat segera terselesaikan dan semoga ibu saya mau menyadari dengan rendah hati segala dosa beliau dan mau diperdamaikan dengan Allah dan Gereja. terimakasih
Shalom Romo, Saya seorang gadis katolik, menjalin hub dengan duda cerai 2 anak-beragama kristen. Kami ingin menikah, tetapi saat ini saya sudah hamil 4 bulan. Saya bingung, bagaimana dengan proses perkawinan kami, karena kami sepakat untuk menikah scr katolik, saya harus menyelesaikan administrasi gereja dnan capil. Sementara yang saya tahu, proses administratif tsb membutuhkan waktu paling tidak 2-3 bulan. Sementara jika saya harus mengikuti prosedur yang normal, pd saat pemberkataan nanti usia kandungan saya sudah mencapai 7 atau 8 bulan.. Dilain sisi, keluarga saya menginginkan perkawinan secepatnya. sementara saya mau mengikuti prosedur normal. Yang ingin saya tanyakan: 1.Apakah kondisi ini… Read more »
Meti Yth Semua tindakan yang kita lakukan itu mengandung resiko. Resikonya positif atau negatif. Tindakan yang anda lakukan dengan memberikan diri dan menyatakan cinta untuk melangkah ke jenjang perkawinan dengan pasangan yang sudah pernah menikah memiliki resiko pula. Pertama prinsip perkawinan Katolik selalu dua orang yang memiliki status bebas tanpa ada ikatan perkawinan atau yang lain (kaul religius) sehingga bisa melakukan perkawinan. Jika kita menikah dengan orang yang sudah pernah menikah maka ada halangan karena meski sudah cerai sipil, tetap ikatan rohani itu ada di dalamnya. Jadi calon suami anda memiliki halangan untuk meresmikan perkawinanmu dengan dia. Maka ada proses… Read more »
Syalom Romo,
Terima kasih atas penjelasan yang diberikan di atas. Mungkin perlu dijelaskan lagi, bahwa calon suami dimaksud adalah seorang kristen yang dulunya menikah secara islam. Apakah tetap diperlukan untuk diajukan pembatalan perkawinan seperti yang telah dijelaskan oleh Romo sebelumnya?
Tuhan memberkati,
Meti & Rian
Meti dan Rian Yth,
Tetap diperlukan pemutusan ikatan perkawinan antara pihak Kristen dan Islam, meskipun menikah secara Islam. Kuasa itu ada di tangan Uskup. Bagi Gereja katolik perkawinan sipil (natural) adalah sah secara publik dan memiliki ikatan perkawinan meskipun belum sah kanonik. Nanti akan diinterogasi (diwawancarai) oleh pihak keuskupan perihal perkawinan yang gagal. Semoga semakin paham dan tetap semangat dalam mengurus persoalan ini.
salam
Rm Wanta
Dear Rm Wanta,
Mohon dijelaskan mengenai hukum gereja berikut, terutama pada istilah konkubinat.
Kelayakan publik (bdk. kan. 1093):
Halangan ini muncul dari perkawinan tidak sah yakni perkawinan yang dilaksanakan menurut tata peneguhan yang dituntut hukum, tetapi menjadi tidak sah karena alasan tertentu, misalanya cacar dalam tata peneguhan. Halangan ini muncul juga dari konkubinat yang diketahui publik. Konkubinat adalah seorang laki-laki dan perempuan hidup bersama tanpa perkawinan atau sekurang-kurangnya memiliki hubungan tetap untuk melakukan persetubuhan kendati tidak hidup bersama dalam satu rumah. Konkubinat dikatakan publik kalau dengan mudah diketahui banyak orang.
Sebelumnya saya ucapkan terimakasih.
Salam damai dalam Kristus.
Laura
Laura Yth
Yang dimaksudkan dengan konkubinat adalah hidup bersama dalam satu rumah (“kumpul kebo”) di luar pernikahan yang sah. Kelayakan publik dimaksudkan adalah nilai nilai moral dan etis masyarakat yang dianut dan dihidupi bahwa kehidupan bersama di luar pernikahan resmi atau sah tidak sesuai dan bahkan bertentangan dengan Allah dalam kehidup keluarga. Maka hal itu dilarang dan tidak diizinkan oleh masyarakat dan juga oleh Gereja Katolik.
salam
Rm Wanta
Saya ingin menanyakan tentang perceraian atau pembatalan nikah dalam gereja Katolik. Anak dosen saya telah menikah secara Katolik dan menjalani hidup perkawinan selama bbrp tahun (keduanya Katolik). Suatu ketika istri dosen saya mengatakan kalau anaknya sudah bercerai. Saya kaget karena mereka berdua(dosen saya+istrinya) adalah tokoh gereja dan terpandang dalam masyarakat. Ketika saya diberi tahu hal itu secara otomatis saya bertanya pada istri dosen saya itu:” Berarti ndak boleh komuni ya,. Bu?” Ibu itu dengan tegas berkata:”Boleh. Kata siapa tidak boleh?” Saya bingung dengan jawabannya tetapi melihat Ibu itu sewot maka saya tidak bertanya lagi. Setahu saya kalau sudah ratum consumatum… Read more »
Shalom Johan, Pertanyaan anda serupa dengan pertanyaan di bawah ini, maka silakan membaca jawaban saya di sini, silakan klik. Ya, tidak ada perceraian dalam Gereja Katolik; yang ada adalah pembatalan perkawinan, yaitu pernyataan bahwa perkawinan tidak sah sejak awal, dengan ketentuan yang telah saya sebutkan di link di atas. Dalam kasus anak dari dosen anda yang (mungkin) bercerai secara sipil, jika tidak memperoleh ijin pembatalan perkawinan, maka statusnya adalah pisah ranjang. Selama pasangan tidak menikah lagi, maka meskipun keduanya berpisah, masing- masing tetap boleh menerima Komuni. Lain halnya jika ada pihak yang menikah kembali (tanpa pembatalan perkawinan sebelumnya) maka ia… Read more »
Apakah pasangan suami istri (menikah secara katholik ),bisa di ceraikan ?mhn petunjuk.
Shalom Julie, Pasangan pria dan wanita yang menikah secara Katholik secara sah tidak dapat diceraikan. Jika ada kemudian yang disebut sebagai pembatalan perkawinan (Anulasi) itu bukan bermakna sebagai perceraian, tetapi untuk menyatakan bahwa perkawinan tersebut tidak sah dari awal mula. Nah, syaratnya perkawinan dinyatakan sebagai tidak sah dari awal, adalah jika ditemukan bukti- bukti:1) halangan kapasitas menikah, 2) cacat konsensus, 3) cacat forma kanonika (tidak dilakukan sesuai dengan cara yang disyaratkan oleh Gereja Katolik) Tentang halangan menikah, silakan klik di sini; tantang cacat konsensus, silakan klik di sini. Jika diperhatikan halangan menikah, cacat konsensus ataupun cacat forma kanonika, itu berkaitan… Read more »
Dear romo,
Suatu perceraian ketika belum dibereskan di tribunal gereja akhirnya pihak yang belum beres itu terkena ekskomunikasi Gereja bukan? Atas pihak yang terkena ekskomunikasi gereja ini seandainya ketika menghadapin sakratul maut sampai meninggalnya masih dengan status ekskomunikasi gereja, bolehkan pihak tersebut menerima sakramen pengurapan orang sakit? dan ketika meninggal apakah masih boleh menerima pemberkatan misa arwah dari seorang pastur atas seseorang yang terkena ekskomunikasi?
terima kasih pastur.
Benedict Yth Pihak yang belum beres atau masih menunggu proses pembatalan perkawinan di tribunal tidak terkena ekskomunikasi. Ekskomunikasi terjadi jika terdapat pelanggaran yang berat (kan. 1321, dan Kan 1331 dstnya). Dalam keadaan darurat sakrat maut semua hukuman berhenti dan keselamatan jiwa menjadi pilihan yang utama dilakukan maka dapat diterimakan sakramen baptis, pengurapan orang sakit. Misa arwah tetap seperti biasa, kini kodeks 1983 dan ajaran Gereja melayani umat ketika meinggal sama dengan yang lain tidak membedakan. Biarpun yang bunuh diripun tetap dilayani dengan pemberkatan, manusia (Gereja) tidak boleh menghakimi seseorang ketika sudah meninggal itu hak Allah maka Gereja sekarang harus menampilkan… Read more »
Dh, Romo Wanta
Yang ingin saya tanyakan adalah :
1. Apa saja yang harus disiapkan untuk melakukan proses pemberesan perkawinan???
2. Butuh waktu berapa lama untuk proses pemberesan perkawinan??
Terima kasih,
Anne Yth
Tulisan tentang Hukum Gereja perihal tribunal perkawinan yang disebut dengan anulasi adalah proses pernyataan pembatalan perkawinan bukan pemberesan perkawinan. Apa saja yang harus disiapkan? Banyak tapi mulailah dengan menulis surat ke Tribunal Perkawinan Keuskupan melalui pastor paroki lebih lanjut akan disampaikan kelengkapan lainnya. Waktu yang diperlukan minimal satu tahun jika organ tribunal dengan perangkatnya berjalan dengan lancar. Semoga dapat dipahami.
salam
Rm Wanta
slm damai romo…saya ada satu kemuskilan…saya asal dari malaysia…saya tau kesulitan yg tibul dlm pemerintahan negara saya jika menikah dengan pasngan yang bukan seagama…untuk pengetahuan romo pasangan saya berasal dari indonesia tetapi bukan beragama katolik…kami ingin menikah tetapi kerana maslah agama yang berbeza n undang2 negara saya yang tidak membenarkan perkahwinan campur saya ingin bertanya apakah saya boleh menikah d negara indonesia dan bagaimana prosedurnya..saya bercadang setelah saya berkahwin d negara indonesia saya akan mendaftarkan perkahwinan saya d GK tempat saya tinggal…apakah itu dibenarkan dan adakah sah perkahwinan saya d tempat lain ? mohon d perjelaskan kerna hal ini membingungkan… Read more »
Lyn Yth Anda bisa saja menikah di Indonesia, mencari paroki di Jakarta, mengurus dokumen gereja di paroki asal anda dibaptis atau domisili dilengkapi semuanya lalu kirim ke paroki di Jakata yang menjadi tempat pilihannya (beserta dokumen surat baptis, akte kelahiran, status bebas anda dan pasangan anda juga dari kantor pemerintahan, atau dari Gereja Katolik). Perlu ada surat delegasi dari pastor paroki anda ke pastor yang akan meneguhkan perkawinan anda di Indonesia. Perkawinan anda beda agama maka harus diurus untuk dispensasi ke pihak keuskupan dari perkawinan beda agama nanti akan diuruskan oleh sekeretariat Paroki. Silakan bicarakan hal permohonan dispensasi ini dengan… Read more »
salam damai romo…terima kasih atas penjelasan yang telah romo berikan kepada saya..ianya amat berguna dan saya menghargainya….doakan saya agar perjalanan perkahwinan ini seperti yang di rencanakan Nya…terima kasih
Romo Wanta,
Saat ini saya sedang ada kasus anulasi.
Akan tetapi setelah 3 tahun belakangan ini saya “di diamkan” oleh [edit: nama romonya dihapus] / KAJ.
Jalan apa yang harus saya tempuh jika begini ? Karena pertengahan tahun depan
saya akan menikah lagi…
Terima kasih,
Tuhan memberkati.
Herman Yth
Mohon kesabaran dan cari jalan keluar. Saya anjurkan bawalah ke Rm Andang SJ jalan Kramat VI no 22 Jakarta. Kemungkinan masih bisa ada jalan. Memang banyak keluhan dari umat beriman khususnya di tribunal KAJ karena lambat penanganannya. Semoga mendapat jalan terbaik.
salam
Rm Wanta
Terima kasih atas info nya Pastor Wanta.
Tuhan memberkati.
Romo Wanta Yth. Romo, saya mau melangsungkan perkawinan dengan duda cerai, tetapi perkawinan yg terdahulu dilangsungkan menurut agama Budha. Setelah becerai pasangan saya memeluk agama Kristen, tahun 2007 dia dibabtis di gereja Bethani. Dan sekarang pasangan saya mau mengikuti ajaran agama saya dan juga mau dibabtis. Menurut romo paroki, walaupun pasangan saya dibabtis katholik. Saya tetap tidak dapat melangsungkan pernikahan secara katholik, hanya dapat melangsungkan pernikahan secara sipil yang disaksikan/ direstui oleh romo paroki. Dan sebagai akibat dari pernikahan itu saya dan pasangan saya untuk selamanya tida boleh menerima komuni. yang saya tanyakan apakah tidak ada jalan lain agar saya… Read more »
Gabriella Yth Jalan satu-satunya adalah permohonan ke Bapak Uskup untuk memutuskan ikatan perkawinan Duda calon suami yang telah menikah. Dengan cara itu dia berstatus bebas dan dapat menikah secara sah dengan anda. Uskup sebagai wakil Kristus dan menerima kuasa ilahi dari Tuhan untuk memimpin umatNya, memiliki kuasa itu. Jika pemutusan ikatan perkawinan itu diperoleh, anda dapat menikah secara sah di Gereja Katolik dan tetap diperkenankan menerima Komuni Suci. Maka calon pasangan anda harus bisa terbuka dan mengemukakan persoalan ke Keuskupan dan motivasinya mau menikah dengan anda apa, juga bersedia memenuhi persyaratan yang dituntut untuk perkawinan di Gereja Katolik. Tulislah dan… Read more »
Romo Yth., saya dahulu beragaman kristen dan saya skrng sudah menjadi seorang katholik krn mengikuti suami..pertanyaan saya : saudara suami (laki2,beragama katholik) menikah kembali.,istri pertamanya meninggalkannya setelah mempunyai seorang anak,skrng si anak berumur 12 th..skrng saudara suami saya,sudah menikah dengan wanita lain dengan cara kristen sambil menunggu surat pembatalan pernikahan dr gereja katholik (dengan skenarionya dia menjatuhkan nama sang mantan istri,sehingga surat itu bisa didapat).stlh surat didapat,skrng mereka menikah secara katholik dan menyebut diri mereka masih berpacaran (tdk ada yg tahu status mereka yg telah menikah scr kristen,krn mereka menikah scr diam2)..surat keputusan dari gereja katholik yg menyatakan bahwa perkawinan… Read more »
Ruth Yth Tentang status anak perkawinan yang dibatalkan tetap sebagai anak biologis dari orang tua meski perkawinan bubar. Hukum sipil mengatur demikian dan Hukum Gereja mengikutinya (merujuknya). Tentang berbohong maka pernyataan pembatalan itu bisa ditinjau kembali oleh Tribunal. Jika memang benar ada saksinya. Perkawinan didasarkan pada kejujuran, kebenaran dan kebebasan, kesadaran akan apa yang diucapkan saat perkawinan. Hukum acara atau proses dalam KHK 1983 mengenal PK (peninjauan kembal)i. Kan 1645 menyatakan bahwa melawan putusan yang telah menjadi perkara teradili dapat dibuat peninjauan kembali secara menyeluruh saat nyata secara terbuka ada ketidakadilan dari putusan itu. Putusan itu didasarkan pada bukti-bukti yang… Read more »
Yth. Katolisitas, Rm. Wanta, Pr
Menyimak akan halangan perkawinan berikut :
Tahbisan suci (bdk. kan. 1087):
Adalah tidak sahlah perkawinan yang dicoba dilangsungkan oleh mereka yang telah menerima tahbisan suci.
Mohon penjelasannya, apakah sah pernikahan seorang Imam Katolik yang belum mendapat Laisasi melakukan pernikahan (di Gereja Lain). Dan akhirnya meminta Convalidatio setelah diterbitkannya surat Laisasinya, karena menurut saya, mencoba saja sudah tidak sah, apalagi melangsungkan/melaksanakan.
Kesan saya, hal ini dilakukan untuk melegalisasi perkawinan saja, daripada masuk kategori “Berzinah”.
Mohon kiranya sudi memberi penjelasan.
Terima kasih dan salam dalam Kristus.
B. Siahaan YTh
Gereja dengan hukumnya tidak bisa diakali, seperti pada peristiwa yang anda tanyakan. Meski persoalan hidup umat semakin sulit dipecahkan, Gereja Katolik semakin bijak dan cerdik mengatur hidup beriman umatNya agar kebaikan umum tercapai. Maka imam yang masih ada halangan publik tidak bisa dengan sah menerima peneguhan perkawinan di Gereja Katolik. Untuk kasus ini tidak menggunakan convalidatio. Hanya kalau sudah ada surat dispensasi kewajiban hidup sebagai Imam dari Kongregasi Imam dan menjadi awam, maka halangan berhenti; dan baru dengan kondisi ini ia memiliki status bebas halangan, dan dapat menikah secara sah.
Semoga dipahami.
salam
Rm Wanta
Yth. Rm. Wanta, Pr Terima kasih atas penjelasannya, memang benar yang romo sampaikan bahwa pernikahan seorang imam yang masih punya halangan publik tidak bisa menikah secara Katolik, karena itu, maka dilakukanlah di gereja lain, karena proses laisasi belum selesai, dan setelah surat laisasi keluar, barulah kembali ke gereja Katolik dan apakah prosesnya tidak dengan Convalidatio bila kejadiannya seperti itu?, atau apakah pernikahan di gerja lain itu menjadi sah dengan sendirinya (walau halangan tersebut belum dicabut atau diberi dispensasi) dan kembali ke gereja Katolik tanpa prosedur apapun, dan bagaimana tanggapan romo bila sang imam, yang mash dalam halangan itu menyambut tubuh… Read more »
B Siahaan Yth
Proses tidak menggunakan Convalidatio, halangan ini melekat dalam diri seseorang yang ditahbiskan, bukan karena adanya ketidaktahuan tentang halangan kemudian menikah di Gereja non- Katolik. Jadi kalau mau ya sabar menunggu sampai ada surat resmi dari Vatikan setelah bebas dari halangan baru menikah. Tidak diperkenankan sambut komuni kudus karena hidup dalam dosa. Kalau belum tahu harus diberitahu agar tidak menjadi batu sandungan umat.
salam
Rm Wanta
Selamat siang,
Romo, saya ingin menanyakan tentang sakramen pernikahan, di mana dikatakan bahwa sebenarnya yang memberikan sakramen pernikahan bukanlah seorang Imam/Romo akan tetapi kedua mempelai itu sendiri. Bisa minta tolong dijelaskan maksudnya ya Romo?
Terima kasih sebelumnya.. GBU
Salam,
Rosa
Rosa Yth
Essensi perkawinan terletak pada consensus antara laki-laki dengan perempuan, saat itulah lahir perkawinan dan rama wakil Gereja meneguhkan komitmen mereka dan dua orang menjadi saksi. Jadi benar sakramen lahir dari ketika mereka saling memberi dan menerima diri sebagai sebuah perjanjian cinta yang dipersatukan oleh Allah dan disaksikan umat beriman.
salam
Rm Wanta
Salam damai,
Romo, jika salah 1 keluarga dari pasangan tidak menyetujui pernikahan karena alasan suka atau tidak suka, mitos2 dan “ramalan” apakah dapat menggagalkan pernikahan?
salam
Aldi Yth Calon penganten yang sehat mental dan fisik itu juga syarat mutlak untuk perkawinan. Maka jika keluarga salah satu dari calon pasangan suka mitos, klenik, ramalan dan menuju ke arah tidak sehat dalam hidup kerohanian, dan hal itu sungguh mempengaruhi keadaan rohani calon pasangan itu, ini dapat dikatakan bisa menggagalkan perkawinan. Itulah benih yang bisa menjadi besar dan mengganggu relasi suami istri dalam realitas perkawinan nantinya. Jika demikian, untuk akuratnya, maka dapat periksa mental ke dokter jiwa untuk mengetahui apakah calon sehat mental, rohani dan jasmani. Namun ada kalanya, yang suka klenik itu hanya pihak orang tua saja, dan… Read more »
Shalom Rm. Wanta, Untuk perkawinan beda agama, kadangkala dijumpai kasus sbb: pihak keluarga dari kedua belah pihak ngotot untuk melangsungkan pernikahan anak2 mereka di lembaga agamanya masing2. Yang Katolik ngotot untuk melangsungkan pernikahannya di GK sedangkan yang non Katolik juga ngotot dilangsungkan di penghulu / vihara/yang lain (sesuai dengan agamanya), sehingga diambil kesepakatan untuk melangsungkan pemberkatan pernikahan itu di kedua tempat, yaitu GK dan non GK. Jadi setelah acara sakramen perkawinan di GK mereka melanjutkan acara di penghulu / vihara (atau sebaliknya di non Gk terlebih dahulu baru ke GK). Kata kedua keluarga tersebut biar adil (?). Apakah dibenarkan oleh… Read more »
Abin yth Sebagaimana telah saya jelaskan dalam jawaban atas pertanyaan umat tentang kasus perkawinan beda agama/gereja bahwa Gereja Katolik melarang peneguhan ganda. Hal itu dengan jelas dinyatakan dalam kan. 1127 #3: “dilarang baik sebelum maupun sesudah perayaan kanonik menurut norma #1, mengadakan perayaan keagamaan lain bagi perkawinan itu dengan maksud untuk menyatakan atau membarui kesepakatan nikah; demikian pula jangan mengadakan perayaan keagamaan, dimana peneguh katolik dan pelayan tidak katolik menanyakan kesepakatan mempelai secara bersama-sama, dengan melakukan ritusnya sendiri-sendiri”. Prinsip yang digunakan bila terjadi saling tidak mau mengalah dan ngotot mau menang sendiri adalah win win solution, dengan kebijakan pastoral yang… Read more »
Shalom Rm. Wanta,
Terima kasih atas jawabannya, namun mohon maaf masih ada yang kurang jelas, yaitu untuk kalimat: “… win-win solution, dengan kebijakan pastoral yang relevan …”
Apa maksudnya dan bisakah diberikan contohnya untuk kebijakan pastoral yang bagaimana yang biasanya diberikan?
Salam dan doa,
Abin
Abin Yth
Prinsip win – win solution digunakan untuk dapat memberikan jalan tengah yang baik antara kedua belah pihak misalnya: Sabtu malam upacara tukar cicin dengan ibadat yang dipimpin oleh Pendeta lalu Minggu pemberkatan perkawinan di Gereja Katolik dipimpin oleh Pastor Katolik, perlu diplomasi pembicaraan yang baik dan itu bisa diterima. Semoga dimengerti.
salam
Rm Wanta
Salam, Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan (mungkin ada beberapa pertanyaan yang tidak jelas, jika ada saya akan mencoba untuk memperjelas pertanyaan saya) : 1. Apakah yang dimaksud dengan menggagalkan perkawinan? Apakah hal yang menghalangi pernikahan terjadi ataukah hal yang membatalkan suatu pernikahan yang sudah terjadi (dengan kata lain : cerai) ? 2. [1084] Apakah seseorang yang impoten tidak boleh menikah? dalam keadaan seperti apakah ia mendapatkan pengecualian untuk menikah? (Bisakah diberikan contoh kasusnya?) 3. [1085] Apakah yang dimaksud dengan privilegi iman? Bagaimanakah hubungannya dengan perkawinan dalam penjelasan di atas? 4. [1087 dan 1088] Apakah mungkin bagi seorang pastor/romo… Read more »
Rain Yth Jawaban atas pertanyaan anda; 1. Menggagalkan perkawinan artinya adalah adanya unsur yang harus dipenuhi jika tidak akan membuat perkawinan itu tidak sah. 2. Impotens bisa menikah asalkan kedua belah pihak telah mengetahui sebelumnya dan menerima keadaan ini. Bahwa impotensi itu ada sebagai yang menghalangi karena salah satu tujuan perkawinan adalah melahirkan dan mendidikan anak. Namun itu bukan menjadi satu-satunya tujuan, Dalam penjelasan secara medis dapat ditanyakan ke dokter impotensi ada jenisnya. 3. Previlegi iman adalah kemurahan yang diberikan oleh Bapa Suci atau Uskup atas halangan suatu perkawinan sebelumnya karena ada kaitannya pemutusan ikatan perkawinan. Demi iman orang itu… Read more »
Romo Wanta yth, Kiranya saya mendapatkan masukan atas kejadian dibawah ini dan terimakasih banyak sebelumnya. Pernikahan saya dilakukan menurut tata-cara Gereja Katolik (GK), kedua pihak dibaptis katolik jauh sebelum kami menikah. Sebelum pernikahan kami secara GK dilaksanakan, sempat didengar bahwa calon pasangan saya itu pernah menikah siri (dibawah tangan) sebelumnya dan bagaimana hal itu terjadi tidak jelas. Dan juga mendengar bahwa ada anak, yang katanya lagi adalah ‘bukan’ anaknya. Saat pasangan saya menikah muda secara siri tersebut dia seharusnya adalah penganut agama katolik (karena dia dibaptis ketika kecil) . Kejadian tersebut tidak dipertanyakan lebih lanjut dengan alasan sudah menjadi bagian… Read more »
Ican Yth. Membaca cerita singkat anda saya memiliki kesimpulan sementara yang harus dibuktikan dengan akurat bahwa perkawinan siri itu juga menjadi halangan untuk perkawinan. Dari penjelasan oeang muslim yang mengerti hukum perkawinan agama Islam menyatakan bahwa perkawinan siri itu juga mengandung ikatan perkawinan, jadi bagi Gereja Katolik itu halangan untuk melangsungkan perkawinan. Jika ini dilanggar maka perkawinan tidak sah sejak permulaan. Kurang hati- hati dan terlalu cepat membaptis orang yang non katolik dan tidak teliti memeriksa status seseorang yang sudah menikah adalah kelalaian petugas Gereja (termasuk pastornya). Maka perlu diwaspadai bagi calon pengantin yang hendak menikah di Gereja Katolik. Status… Read more »
Romo, seandainya anulasi di Tribunal perkawinan dikabulkan, adakah pengaruh terhadap surat2 GK atas nama anak2 yang lahir dalam pernikahan secara GK, dimana mereka juga telah dibaptis Katolik? Baik terhadap surat2 GK yang telah dibuat maupun yang akan dibuat dimasa yang akan datang?
Dan dengan adanya anulasi, bagaimana pandangan hukum GK terhadap status anak2 tersebut?
Terimakasih atas masukannya. Dan untuk tim Katolisitas, Bravo! Situs ini membantu untuk membuka wawasan.
Salam Damai,
Ican
Ican Yth
Surat yang dikeluarkan Gereja Katolik atas nama anak-anak yang lahir hasil perkawinan sebelumnya yang tidak sah dan dibatalkan, tetap berlaku dan sah. Status anak tetap sah anak ayah/ibu yang mengandungnya, sedangkan untuk diasuh oleh siapa, hukum Gereja merujuk ke hukum sipil akan diasuh oleh siapa. Hukum Gereja mengatur disiplin dan hidup rohani umat Katolik.
Salam
Rm Wanta
Dear Rm. Wanta.. Saya mau menanyakan sesuatu yang beberapa bulan ini membuat saya selalu gelisah dan gundah sebelum pernikahan saya berlangsung dan setelahnya. Romo.. Saya dibabtis secara katolik… Dan telah mengikuti sakramen ekaristi selama 20thn, dan pada tanggal 28 des 2009 kemarin saya menikah, tetapi saya menikah tidak di gereja katolik melainkan di gereja HKBP, Hal ini dikarenakan desakan dari orngtua suami saya… Romo.. Yang ingin saya tanyakan.. 1. Apakah ini suatu kegagalan perkawinan? 2. Masih bolehkah saya bergereja di GK dan menerima sakramen ekaristi? 3. Apakah yang dapat mmbuat saya menjadi tenang.. Karena sejak keputusan ini saya ambil saya… Read more »
Bertina Yth
Ini bukan suatu kegagalan perkawinan tetapi kelalaian dalam meneguhkan perkawinan. Anda masih Katolik dan bisa dibereskan perkawinan yang tidak layak (licit) karena tanpa izin dari Uskup. Datanglah ke pastor paroki anda dan sampaikan rama saya meminta pengesahan convalidatio untuk perkawinan saya yang ada halangan beda gereja dan telah disahkan bukan di depan Imam katolik. Nanti rama paroki anda akan membereskannya dan anda bisa komuni seperti dulu kala. Jangan tunda segera memberitahukan kepada rama paroki. Doa dan berkat Tuhan
salam
Rm Wanta