Pertanyaan:

Numpang tanya : Luk 6:32 versus Yoh 15:13
Lukas
6:32 Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka.
6:33 Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian.

Yohanes
15:13 Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.

Saya kira Yoh tidak membaca Luk (dan sebaliknya) saat mereka menulis ayat-ayat diatas – tapi saya yang membaca keduanya merasa ada yang rada aneh.
Yoh mengajarkan bahwa menyerahkan nyawa pada sehabat (apakah sahabat bukan orang2 yang mengasihi kita?) adalah perbuatan yang layak diteladani – tetapi kata Luk, hal seperti itu adalah lumrah – karena dikerjakan semua orang.
Ada yang dapat memberi pencerahan ?
salam, Skywalker

Jawaban:

Shalom Skywalker,
Untuk mendapat pengertian yang menyeluruh tentang ajaran Kristus, memang kita perlu untuk melihat kaitan ayat-ayat di dalam Kitab Suci, karena ayat yang satu akan mendukung ayat yang lain. Maka ajaran Kristus untuk mengasihi musuh (lihat Luk 6: 27- 36) tidak bertentangan dengan ajaran-Nya untuk mengasihi sahabat (Yoh 15:12-17). Mari kita mengingat bahwa pengajaran ini bukan berasal dari Lukas atau Rasul Yohanes secara pribadi, melainkan mereka hanya menuliskan apa yang menjadi ajaran Kristus. Dan karena ‘Sumber’-nya sama maka tidak akan bertentangan. Ajaran Kristus ini adalah  ajaran mengasihi sesama sampai kepada titik kesempurnaan, yaitu kasih tanpa pandang bulu/ kepada semua orang dan kasih yang tanpa batas, sampai kepada tahap menyerahkan nyawa. Maka penjelasan tentang kasih yang sempurna tersebut adalah sebagai berikut:

1) Pada Injil Lukas, Yesus mau menekankan perintah mengasihi sesama tanpa pandang bulu, dan ini mencapai kesempurnaannya dengan mengasihi bahkan orang yang membenci kita.  Kristus berkata, “Kasihilah musuhmu , berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu…berdoalah bagi orang yang mencaci kamu. Sebab jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? ….(Luk 6: 27-28, 32) Yesus sendiri melaksanakan ajaran-Nya ini pada saat Ia mendoakan orang-orang yang menganiaya Dia di kayu salib, saat Ia berdoa kepada Bapa, “Ya Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Luk 23: 34)
2) Pada Injil Yohanes, Yesus mau menekankan perintah untuk mengasihi hingga titik yang tertinggi yaitu sampai pada titik menyerahkan nyawa. Kristus berkata, “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” (Yoh 15: 13) Dan ayat ini dipenuhinya dengan menyerahkan Diri-Nya di kayu salib.
3) Kita mengetahui bahwa Yesus menggenapi perintah mengasihi ini sampai pada kesempurnaannya, yaitu menyerahkan nyawa-Nya bahkan kepada para musuh-Nya, yaitu dengan wafat-Nya di salib demi menyelamatkan semua manusia yang hidup dalam dosa, karena dosa memisahkan manusia dengan Allah. Dengan perkataan lain, dosa menjadikan manusia sebagai ‘musuh’ Allah. Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma mengajarkan, “Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah. …Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, ketika kita masih berdosa….Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya! (Rom 5:6-10).
Sebab Yesus telah mati disalib bukan hanya demi sahabat-sahabat-Nya tetapi juga untuk semua orang, termasuk mereka yang telah membenci Dia dan menyalibkan-Nya.
Teladan Kristus ini seharusnya mengajar kita, walaupun kita pasti harus berjuang untuk sungguh dapat melaksanakannya. Kedua sisi dalam mengasihi ini memang sangat penting, yaitu pertama, mengasihi semua orang, termasuk orang-orang yang telah melukai hati kita, dan kedua, mengasihi dengan memberikan diri kita sepenuhnya, yang berarti rela berkorban demi kebaikan sesama. Semoga Tuhan mendapati kita bertumbuh dalam kasih, dan dengan demikian kita dibentuk-Nya untuk menjadi semakin serupa dengan-Nya.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati – https://katolisitas.org

10 COMMENTS

  1. [quote] maka penting kita ingat bahwa pasti ada penjelasan yang masuk akal untuk mempersatukan keduanya. Dan memang demikianlah adanya. [unquote]

    saya kira upaya “mempersatukan keduanya” perlu juga dicermati – karena IMHO kitab injil saat ditulis adalah kiranya indepen dari injil lain – dalam makna masing2 punya misi dan visi sendiri-sendiri. Tidak selalu dapat kita persatukan ke-4 injil menjadi narasi besar tentang Yesus – karena IMHO masing2 punya visi sendiri.
    misal -seperti pernah saya tulis dibagian lain- silsilah Yesus (luk ver Mat), hari Yesus di adili (Yoh ver sinoptik), dan mungkin hal remeh macam ‘jumlah keledai” yang dinaiki Tuhan saat masuk Yerusalem. Ingat saya Mat menyarankan Yesus naik dua ekor keledai pada saat yang sama (induk dan anak) – CMIWW

    salam

    • Shalom Skywalker,
      Benar bahwa ke 4 Injil kemungkinan dituliskan secara independen, namun, karena sumber-nya sama, maka sesungguhnya tetap ada penjelasan yang menghubungkan pernyataan yang berbeda yang dituliskan oleh masing-masing Injil. Setidaknya demikianlah sikap yang seharusnya dipegang oleh para exegete Katolik, atas dasar prinsip seharusnya ayat-ayat itu tidak untuk dipertentangkan satu sama lain.
      Mengenai perbedaan daftar silsilah Yesus, terdapat penjelasannya di link ini (silakan klik). Di sana terdapat penjelaasan bagaimana menghubungkan kedua silsilah tersebut. Mohon maaf saya tidak bisa menerjemahkannya sekarang, karena terbatasnya waktu, dan karena masih banyak pertanyaan yang masuk, dan harus dijawab.

      Mengenai beberapa detail cerita yang berbeda, memang kita perlu melihatnya lebih ke arah garis besar, sebab maksud utamanya-lah yang terpenting, misalnya bahwa Yesus masuk ke Yerusalem, dengan naik keledai. Satu atau dua keledai yang diminta oleh Yesus tidaklah mengubah kenyataan bahwa Ia memenuhi nubuat dari nabi Zakaria, bahwa Yesus akan datang sebagai Raja dengan mengendarai seekor keledai (Zak 9:9).
      Demikian pula dengan hari Yesus diadili, yang pada Injil Yohanes dikatakan pagi (Yoh 18:28), sedangkan di Injil Matius siang (Mat 27:1). Sebenarnya, menurut buku komentar Dom Orchard, kejadian itu adalah sekitar pukul 6 pagi hari Jumat, [di mana pada sorenya pukul 6 orang Yahudi merayakan Sabat/ Paskah Yahudi], sehingga memang matahari telah terbit. Bagi orang tertentu, itu masih pagi, bagi yang lain dapat dikatakan mulai siang karena matahari mulai nampak, mengingat kisah dari Yesus ditangkap, terjadi pada waktu malam hari/ masih gelap. Film the Passion of Christ menggambarkan runtutan kejadian ini dengan sangat baik.

      Detail perbedaan semacam ini juga terjadi misal, tempat Yesus mengajar delan Sabda bahagia: Matius mengatakannya di bukit (Mat 5-7), sedang Lukas di tempat yang datar (Luk 6:17-26). Jika anda pernah ke Holy Land, anda akan melihat mengapa demikian. Sebab secara keseluruhan memang tempat itu dapat disebut bukit, namun memang pada lokasi-lokasi tertentu ada tempat yang seolah relatif datar.
      Sehingga, sebenarnya ada relativitas di sini mau melihat dengan cara pandang yang bagaimana. Di sini terdapat unsur subjektivitas penulis Injil, tetapi hal ini tidak mengubah pesan utama Injil.
      Inilah maksud saya mengatakan bahwa sebenarnya terdapat apa yang disebut sebagai ‘benang merah’ antara ke-empat Injil, karena mereka mengambil sumber yang sama. Perbedaan- perbedaan yang ada tidak mengubah inti cerita. Hal ini malah membuat kita semakin kagum akan karya Allah melalui para penulis Injil tersebut. Bagaimana mereka yang tidak saling berhubungan, dapat menuliskan kejadian-kejadian yang relatif sama, dengan penjelasan yang sama atau hampir sama.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati

      • terima kasih link nya – cukup cerdas bagaimana perbedaan kedua silsilah ini diterangkan.
        Pula terima kasih untuk tambahan informasi tentang topografy Holy land (relatif datar versus bukit)

        yang agak ganjil bagi saya adalah statemen ini:
        [quote] Hal ini malah membuat kita semakin kagum akan karya Allah melalui para penulis Injil tersebut. Bagaimana mereka yang tidak saling berhubungan, dapat menuliskan kejadian-kejadian yang relatif sama, dengan penjelasan yang sama atau hampir sama. [unquote]

        menurut saya hal ini lumrah bukan ? setiap hari kita dapat membaca lebih dari satu koran yang [quote] menuliskan kejadian-kejadian yang relatif sama, dengan penjelasan yang sama atau hampir sama. [unquote]

        mestinya saya salah memahami hal kekaguman anda pada [quote] karya Allah [unquote] ini

        • Shalom Skywalker,
          Perlu kita ingat bersama bahwa terdapat perbedaan antara ‘peliputan berita’ jaman sekarang dengan cara peliputan kisah hidup Yesus oleh ke-empat pengarang Injil. Jaman sekarang ada alat foto/ kamera, ada alat perekam, dan jika tidakpun, wartawannya bisa menulis steno. Dengan alat-alat ini, maka besar kemungkinan kalau ada 4 orang meliput satu kejadian yang sama, maka laporannya bisa mirip. Tetapi penulisan Injil tidak demikian. Pada jaman Yesus mengajar, murid-murid-Nya tidak langsung meliput/ mencatat. Sebenarnya menurut catatan Bapa Gereja, ide untuk menuliskan Injil memang baru timbul setelah terbentuknya jemaat/ Gereja, di mana di dalam ibadat-ibadatnya, para murid bertekun dalam pengajaran para rasul dan memecahkan roti (Ekaristi). Menurut St. Irenaeus (180) Matius Rasul Yesus, adalah yang pertama memikirkan untuk menuliskan pengajaran tersebut dalam bahasa Ibrani, dengan tujuan untuk mengajarkan kepada umat Kristen Yahudi, dasar-dasar yang ada dalam Perjanjian Lama yang digenapi oleh Yesus. Kemudian, diikuti oleh Markus dan Lukas pada waktu yang hampir bersamaan. Markus dipercaya sebagai murid Rasul Petrus, dan merekam pengajaran Rasul Petrus dan Lukas sebagai murid Rasul Paulus. Dan yang terakhir Rasul Yohanes. Injil yang pertama, Matius, dituliskan sekitar 8 tahun setelah kebangkitan Kristus, sehingga jika dihitung sejak pertama Yesus mengajar adalah sekitar 11 tahun.

          Maka kejadian yang dituliskan oleh ke-empat pengarang Injil itu sebenarnya sudah lewat lama, dan jika secara umum ceritanya mirip saja, itu sudah menujukkan suatu keindahan karya Allah. Bagaimana setelah sekian tahun yang sudah lewat, para rasul masih mengingat dan menurunkan kisah Yesus itu dengan baik, dan dituliskan oleh orang ke-dua (murid mereka) dan jika dicocokkan mirip. Padahal, tidak ada alat perekam, tidak ada kamera. Keterbatasan inilah yang menjelaskan kenapa ada detail yang berbeda, pada ke-empat Injil, karena memang pada akhirnya Injil itu juga dituliskan oleh tangan manusia, sehingga unsur latar belakang manusianya juga memberikan pengaruh. Saya pikir beberapa perbedaan kecil yang secara teliti anda temui antara Injil Lukas dan Matius adalah beberapa contohnya.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

          • [quote] Bagaimana setelah sekian tahun yang sudah lewat, para rasul masih mengingat dan menurunkan kisah Yesus itu dengan baik, dan dituliskan oleh orang ke-dua (murid mereka) dan jika dicocokkan mirip.[unquote]
            IMHO – jika peristiwa itu penting bagi kita maka sampai kita tua pun kita masih akan tetap ingat – bisa di cek dengan kakek dan nenek kita sendiri – cukup wajar bukan ? Kalau sampai dilupakan tentu tidak penting bagi hidup kita. Bagaimana mungkin para murid melupakan peristiwa Yesus ? Tidak masuk akal bukan ? Maka tidak heran kalau mereka [quote] masih mengingat dan menurunkan kisah Yesus itu dengan baik [unquote]

            [quote] Injil yang pertama, Matius, dituliskan sekitar 8 tahun setelah kebangkitan Kristus, sehingga jika dihitung sejak pertama Yesus mengajar adalah sekitar 11 tahun.[unquote]
            versus
            [quote] A wide range of recent critical scholars believe that Mark was written at the earliest after the fall of Jerusalem and the destruction of the Second Temple in 70 [ quote]
            http://en.wikipedia.org/wiki/Gospel_of_Mark
            Apakah wikipedia telah sesat dalam hal ini

          • Shalom Skywalker,
            Jika keluarga anda mempunyai catatan tentang segala wejangan yang diberikan oleh kakek nenek moyang anda, dan ditulis oleh orang-orang yang berbeda namun secara garis besar mirip, dan yang lengkap dan detailnya mirip seperti kitab Injil, wah, saya rasa anda patut bersyukur. Luar biasa. Saya terus terang belum pernah mengetahui ada keluarga yang sedemikian. Itulah sebabnya, menurut hemat saya, secara objektif kita dapat melihat campur tangan Tuhan dalam penulisan Kitab Injil ini. Injil pertama (Matius) yang ditulis sekitar 8-11 tahun setelah pengajaran Yesus, secara jelas menceritakan hal itu dengan detailnya, meskipun pada saat itu belum ada alat perekam, dan kemudian isinya hampir sama dengan kitab Injil lainnya, yaitu Markus dan Lukas [bahkan Yohanes]. Hal ini harusnya mengundang rasa syukur dan kagum kita akan karya Allah yang menuntun para pengarang Injil tersebut.
            Lalu mengenai Injil pertama. Memang terdapat beberapa teori dalam hal ini: gereja Protestan beranggapan bahwa Injil pertama adalah Markus, berdasarkan studi yang dilakukan di Jerman, oleh Johann Gottfried von Herder, sesuai dengan semangat Kulturkampf (1870-1878), yang dipimpin oleh Otto von Bismarch, yang intinya menunjukkan penolakan umat Jerman untuk tunduk kepada Bapa Paus di Roma. Maka, salah satu dari bentuk penolakan ini adalah menolak Tradisi bahwa Injil Matius merupakan Injil pertama, yang telah berlangsung dari abad awal sampai abad ke- 19/ awal abad 20 ini.  
            Anggapan bahwa Injil Matius, Markus, dan Lukas baru dituliskan setelah tahun 70, itu adalah asumsi para exegete/ ahli kitab suci modern yang ingin ‘mengurangi’ peran pentingnya mukjizat dan hal supernatural yang ada dalam Injil, dalam hal ini adalah nubuat Tuhan Yesus yang menyebutkan dengan detailnya tentang kehancuran bait Allah di Yerusalem. Padahal jika kita renungkan, tentu saja bukannya tidak mungkin, Tuhan Yesus telah mengatahui segala sesuatunya dengan rinci dan memberitahukan hal itu kepada para rasul-Nya. Dan nubuat itulah yang dituliskan dalam Injil. Jangan lupa bahwa Kristus adalah Tuhan, yang melakukan banyak sekali mukjizat yang lebih besar, seperti berjalan di atas air, menyembuhkan segala penyakit, membangkitkan orang mati, dst, maka tak mengherankan, bahwa Ia menubuatkan kehancuran Yerusalem, sebab segala sesuatu sudah diketahui oleh-Nya dari semula.
            Maka, Tradisi Gereja Katolik, yang setia kepada Tradisi dari para rasul, menunjukkan bahwa Injil pertama dituliskan oleh Matius, berdasarkan kesaksian Bapa Gereja, yaitu St. Irenaeus (180), yang menjadi murid St. Polykarpus yang adalah murid Rasul Yohanes. Dalam buku III, bab 1, 1, St.  Irenaeus menulis asal usul Injil yang berasal dari para rasul (berikut ini saya terjemahkan): "Kita belajar tentang rencana keselamatan tidak dari siapapun kecuali dari mereka yang olehnya Injil diturunkan kepada kita, yang mereka umumkan pada suatu saat kepada publik, dan yang selanjutnya, oleh kehendak Tuhan, diturunkan kepada kita di dalam Kitab Suci, untuk menjadi dasar dan tonggak iman kita…. Sebab, setelah Tuhan kita bangkit dari mati [para rasul] dikaruniai kuasa dari atas ketika Roh Kudus turun [atas mereka], dan mereka dipenuhi oleh segala [karunia-Nya], dan mempunyai pengetahuan yang sempurna: mereka pergi ke seluruh dunia, mengabarkan/ mengajarkan tentang kabar gembira dari Allah kepada kita, dan mengabarkan damai dari surga kepada umat manusia… Matius juga menuliskan Injil di antara umat Yahudi di dalam bahasa mereka, sedangkan Petrus dan Paulus mengajarkan Injil dan mendirikan Gereja di Roma…. Markus, murid dan penerjemah dari Petrus juga meneruskan kepada kita secara tertulis tentang apa yang biasanya dikhotbahkan oleh Petrus. Dan Lukas, pembantu Paulus, juga meneruskan kepada kita Injil yang biasanya dikhotbahkan oleh Paulus. Selanjutnya, Yohanes, rasul Tuhan kita …juga menuliskan Injil ketika tinggal di Efesus, Asia kecil."
            Urutan ini, Matius, Markus, Lukas dan Yohanes, juga disebutkan dalam dokumen Konsili Vatikan II, tentang Wahyu Ilahi, Dei Verbum, 18 [mengutip St. Irenaeus, Against Heretics, III, 11, 8: PG 7, 885 Sagnard Edition, p.194].
            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  2. Numpang tanya : Luk 6:32 versus Yoh 15:13
    Lukas
    6:32 Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka.
    6:33 Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian.
    Yoh
    15:13 Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.
    Saya kira Yoh tidak membaca Luk (dan sebaliknya) saat mereka menulis ayat-ayat diatas – tapi saya yang membaca keduanya merasa ada yang rada aneh.
    Yoh mengajarkan bahwa menyerahkan nyawa pada sehabat (apakah sahabat bukan orang2 yang mengasihi kita?) adalah perbuatan yang layak diteladani – tetapi kata Luk, hal seperti itu adalah lumrah – karena dikerjakan semua orang.
    Ada yang dapat memberi pencerahan ?
    salam

      • Terima kasih atas penjelasannya – IMHO dibaca terpisah (Yoh, Luk, Rom) memang tidak akan mengantar pada pemahaman yang utuh. Dari sisi lain – sintesa seperti yang anda buat mengandaikan sebuah Kristologi tersendiri – dengan kata lain – saat kita membaca Injil atau surat2 perjanjian baru lain – kita tidak sungguh “membaca” namun men”cocok”an dengan Kristologi kita. Mungkin memang harus begitu ya “membaca” kitab suci. Tapi disisi lain – apa kita pernah akan temukan sesuatu yang baru ? Tidakkah yang akan kita jumpai hanya peneguhan dari keyakinan yang sudah kita miliki sebelumnya ?

        Tetapi, in any case, sekali lagi terima kasih – AMDG

        • Shalom Skywalker,
          Bagi orang Katolik, memang kita diharuskan membaca Alkitab dengan memperhatikan ayat yang satu dengan yang lain, agar kita dapat memperoleh gambaran yang lebih utuh tentang apa yang hendak disampaikan dalam Alkitab itu. Hal itu disebutkan dalam Katekismus, sbb:
          KGK 112  1. Memperhatikan dengan saksama "isi dan kesatuan seluruh Kitab Suci ". Sebab bagaimanapun bedanya kitab-kitab itu, yang membentuk Kitab Suci, namun Kitab Suci adalah satu kesatuan atas dasar kesatuan rencana Allah yang pusat dan hatinya adalah Yesus Kristus. Sejak Paskah hati itu sudah dibuka Bdk. Luk 24:25-27.44-46.

          Maka, menurut saya, semangat seperti inilah yang harus kita miliki pada saat membaca Alkitab. Bahwa ayat-ayat Alkitab tidak mungkin bertentangan, walau jika dibaca sekilas, atau dilepaskan dalam konteks, dapat terdengar seolah-olah bertentangan. Jika kita membaca ayat-ayat yang demikian seperti dalam contoh di atas, maka penting kita ingat bahwa pasti ada penjelasan yang masuk akal untuk mempersatukan keduanya. Dan memang demikianlah adanya.
          Dengan prinsip ini, maka kita akan lebih memahami pokok-pokok iman kita. Membaca Alkitab dengan seksama dan memperhatikan kesatuan ayat yang satu dengan yang lainnya, akan menjelaskan pokok-pokok iman Katolik kita, dan sebaliknya, apa yang sudah kita pahami dan kita dengar pada proses katekese, kita dapatkan peneguhannya dalam Alkitab.
          Jadi menurut pendapat saya, peneguhan ini terjadi dua arah, dan saya pikir, begitu kita menemukan ‘benang merah’ antara keduanya, kita perlu bersyukur kepada Tuhan. Membaca Alkitab bukan berarti untuk menemukan pengertian baru dalam arti Teologis, walaupun memang setiap kali kita membaca Alkitab, ayat tertentu dapat secara baru menyentuh hati kita. Namun pengajaran secara Teologis yang asli memang tidak beribah, sebab Yesus yang dituliskannya tetap sama, dahulu, sekarang dan selamanya.

          Di atas semua itu, saya berterimakasih juga atas pertanyaan anda, karena telah menunjukkan suatu contoh nyata bahwa kita semua harus lebih ‘jeli’ membaca dan lebih dalam lagi merenungkan ayat-ayat Alkitab dalam kesatuan dengan ayat yang lain.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

Comments are closed.