[Hari Minggu Biasa XIV: Yes 66:10-14; Mzm 66:1-20; Gal 6:14-18; Luk 10:1-20]
Menurut Annuarium Pontificum (Buku Tahun Kepausan) 2015 dan Annuarium Statisticum Ecclesiae (Buku Tahunan Statistik Gereja) 2013 yang dikeluarkan di Vatikan tanggal 16 April 2015 pagi, dikatakan bahwa jumlah umat Katolik di seluruh dunia sampai bulan Februari 2015 adalah 1.254.000.000 (sekitar 1.25 milyar) meningkat 139 juta umat dari tahun 2005. Dengan jumlah imam sekitar 400 ribu-an, membuat rasio perbandingan imam dan umat adalah satu orang imam melayani sekitar 3000 umat. Suatu perbandingan yang sepertinya sangat kurang. Maka sangat relevan sepertinya, pesan dalam Injil Minggu ini, “Tuaian memang banyak, tetapi pekerjanya sedikit! Sebab itu, mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, agar ia mengirimkan pekerja-pekerja ke tuaian itu…” (Luk 10:2) Pesan Tuhan Yesus jelas, tetapi apakah kita sudah melakukannya atau mengambil bagian di dalamnya, itulah yang menjadi persoalannya. Apakah kita sudah turut mendoakan dan mendorong bertumbuhnya panggilan untuk menjadi imam, biarawan atau biarawati? Bagaimana sikap kita jika Tuhan memanggil salah seorang dari anak-anak kita sendiri untuk menjadi imam atau bruder atau suster? Sebab sudah menjadi kehendak Allah bahwa panggilan religius tidak terpisahkan dari rencana Allah untuk mengalirkan rahmat keselamatan kepada umat-Nya, dan menyediakan bagi kita suatu tanda yang hidup tentang bagaimana menanggapi rahmat Allah itu dengan mengambil cara hidup yang sama dengan cara hidup Tuhan Yesus sendiri ketika Ia hidup sebagai manusia di dunia ini (lih. 1Yoh 2:6).
Bacaan Pertama hari ini mengisahkan betapa Allah akan “mengalirkan keselamatan seperti sungai” kepada umat-Nya di Yerusalem, yang menjadi gambaran akan Gereja-Nya. Tuhan sendiri akan menghibur umat-Nya; dan bagi semua orang yang menjadi milik-Nya, Tuhan akan menurunkan damai sejahtera dan rahmat (Gal 6:14-18). Bacaan Injil kemudian menjelaskan, bagaimana Yesus mengutus tujuh puluh murid-Nya secara berdua-dua untuk mendahului-Nya ke setiap kota yang hendak dikunjungi-Nya, untuk pertama-tama mengalirkan “damai sejahtera” kepada rumah yang mereka kunjungi. St. Agustinus mengatakan, “… Seperti tak ada yang meragukan bahwa keduabelas rasul menggambarkan golongan para Uskup, demikianlah juga kita mesti mengetahui bahwa ketujuhpuluh murid ini melambangkan golongan penatua, yaitu golongan kedua, yang adalah para imam” (St. Augustine, Catena Aurea, Luk 10:1-2).
Menanggapi Injil hari ini, marilah kita bertanya kepada diri sendiri, apakah yang dapat kita lakukan untuk mengambil bagian dalam pewartaan karya agung keselamatan Tuhan, sebagaimana yang telah kita nyanyikan dalam Mazmur hari ini. Walaupun memang kita—dengan cara yang berbeda-beda—dipanggil untuk membawa damai kepada sesama kita, kita tak boleh mengabaikan maksud yang lebih implisit yang dikehendaki oleh Tuhan Yesus dalam Injil ini. Yaitu, agar kita mengambil bagian dalam mendorong timbulnya atau bertumbuhnya panggilan imamat dalam Gereja. Kita bisa melakukannya dengan cara mendoakannya, memberikan kontribusi dana dan tenaga untuk mempromosikan panggilan dan pendidikan calon imam, atau memupuknya dalam keluarga kita sendiri, agar Tuhan berkenan memanggil dari antara anak-anak kita, untuk menjadi imam. Mungkin kita perlu belajar, misalnya dari paroki St. Agnes di St. Paul Minnesota USA, yang setiap Minggunya berdoa bersama dalam perayaan Ekaristi, agar memanggil dari antara kaum muda di parokinya untuk menjadi imam, maupun kaum religius. “…Lord, we need more priests… Give us holy priests. May You deign to call among the youth of our parish to be Your priests….,” demikian penggalan doa yang kuingat diucapkan oleh seluruh umat dalam setiap Misa hari Minggu. Tradisi paroki yang telah dimulai sejak 30 tahun silam telah membuahkan hasil. Rata-rata setiap tahunnya, dari paroki tersebut terpanggillah seorang dari kaum mudanya untuk menjadi imam, dan sejumlah lainnya menjadi bruder dan suster. Sejak tahun 2000 sampai 2007, ada 11 imam ditahbiskan dari paroki tersebut, yang merupakan ⅙ dari jumlah 61 imam yang ditahbiskan di keuskupan tersebut—yang mencakup 200 paroki. Namun memang panggilan ini, bukan hanya buah dari doa, tetapi juga dari kerja keras para imam dan biarawati yang mendidik anak-anak di sekolah Katolik yang menjadi kesatuan dengan paroki tersebut. Suatu permenungan mungkin, bagi para pemimpin Gereja Katolik di Indonesia, para pendidik dan umat Katolik sendiri, yang terpanggil untuk mengusahakan sekolah Katolik yang tidak hanya baik dari segi akademis, tetapi juga dalam menanamkan nilai-nilai iman Katolik yang meresap dalam keseluruhan sistem pendidikannya. Agar majunya pendidikan Katolik juga dibarengi dengan majunya panggilan imamat dan religius, sebab dunia tidak hanya membutuhkan kecerdasan, tetapi juga kekudusan.
Di akhir permenungan kita hari ini mari kita bersyukur kepada Tuhan atas karunia para imam bagi Gereja. “Ya, Tuhan, kami bersyukur atas karunia panggilan imamat yang Engkau berikan kepada para gembala kami. Sebab melalui mereka, kami menerima rahmat keselamatan dan dapat selalu dikuatkan dengan santapan rohani. Kami mohon, sertailah para imam dan para calon imam, agar mereka dapat hidup setia seturut panggilan-Mu, dan dapat menjadi teladan bagi kami. Tuaian memang banyak, namun pekerjanya sedikit. Ya Allah, kami mohon kirimkanlah kepada kami pekerja-pekerja kepada tuaian itu. Our heavenly Father, in Your mercy, hear our prayer, for more than ever, now we need, ‘Vocation Boom’. This we ask through Christ our Lord. Amen.”