Makin dekat ke sumber, makin jelas
Banyak orang mengatakan jika semakin dekat ke sumber air, maka airnya makin jernih, atau makin dekat ke sumber terang, maka terangnya makin jelas. Demikianlah, jika kita membaca tulisan- tulisan Bapa Gereja pada abad awal, kita dapat mengetahui dengan jelas keutamaan kepemimpinan para penerus Rasul Petrus, dalam mengatur dan mempersatukan Gereja.
Memang terjadi perkembangan dalam hal kepemimpinan Paus saat ini dengan Rasul Petrus dan para penerusnya pada abad- abad pertama, namun kita harus mengakui bahwa hakekat kepemimpinan Paus sudah ada sejak awal mula. Ini seperti halnya perkembangan organik suatu tumbuhan dari biji, lalu menjadi tumbuhan yang kecil dan lama- kelamaan menjadi besar; atau pertumbuhan manusia dari bayi menjadi dewasa.
Perkembangan Gereja mula-mula
Gereja mula-mula berawal dari dua belas rasul yang ketakutan setelah pemimpin mereka dihukum mati di kayu salib (Mrk 14:50), yang kemudian kembali berkumpul dalam ketakutan setelah kebangkitan Kristus, yaitu sekitar 120 orang (Kis 1:15). Kemudian pada saat Pentakosta, Roh Kudus turun atas para rasul (Kis 2). Selanjutnya Rasul Petrus berbicara dan mengajar yang menyebabkan 3000 orang dibaptis pada hari itu (Kis 2:5, 41). Sejak saat itu anggota Gereja terus bertambah (lih. Kis 2:47). Pada sekitar sepuluh tahun sesudah Pentakosta, Gereja mulai menerima orang-orang non- Yahudi yang bertobat sebagai anggota, dimulai dari Kornelius dan seluruh anggota keluarganya (Kis 10). Maka, Gereja terus bertumbuh dan “wajah” Gereja-pun berkembang, tidak persis sama dengan saat awal yang hanya melibatkan kalangan terbatas seputar para Rasul.
Maka kita ketahui, untuk mengatur jemaat/ Gereja, ditunjuklah beberapa orang sebagai pemimpin, karena tuntutan perkembangan ini (lih. Kis 6:1-6; 1 Tim 3:8). Uskup (penilik jemaat) pertama kali disebut pada surat Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi (Fil 1:1) dan Kis 20: 28, sekitar 30 tahun setelah peristiwa Pentakosta. Gerejapun mulai menyebar ke daerah-daerah dan negara-negara lain, seperti ke Antiokhia (Kis 11:19-26). Secara internal, Gerejapun mengalami perkembangan: Ibadah tidak lagi terbatas di sinagoga, tetapi juga ke rumah-rumah umat beriman (Rom 16: 5; 1 Kor 16:19), dan semakin menunjukkan perbedaan liturginya dengan penyembahan umat Yahudi. Melalui surat-surat Rasul Paulus kitapun mempelajari bahwa titik perhatiannya bergeser; dari keselamatan umat non-Yahudi oleh iman yang terlepas dari hukum Taurat (dalam hal ini sunat) kepada pengaturan kepemimpinan hirarki Gereja. Rasul Paulus bersama dengan para Rasul lainnya mulai mempersiapkan kepemimpinan generasi kedua untuk memastikan bahwa Tradisi para rasul dapat dilanjutkan dengan baik ke generasi berikutnya (lih. 2Tim 2:2; Kis 20:28; 1 Tim 3:2; Titus 1:5-9). Uskup (penilik jemaat) ditunjuk untuk menggantikan kedudukan para Rasul (Tit 1:5). Di sinilah kita melihat perkembangan Gereja menjadi semakin membesar, sehingga membutuhkan juga kepemimpinan yang mengaturnya dalam kesatuan.
Khotbah/ pengajaran lisan menandai hari- hari pertama Gereja awal. Pada saat itu tidak ada pengajaran tertulis, entah dari Yesus atau dari para Rasul-Nya. Pengajaran lisan ini adalah cara utama untuk meneruskan kebenaran Tuhan kepada umat-Nya (1 Tes 2:13). Perkataan lisan ini dianggap sebagai sesuatu yang mengikat umat. Ini sudah terjadi sebelum ajaran-ajaran tersebut dituliskan. Maka Rasul Paulus mengingatkan kepada jemaat pertama untuk berpegang teguh terhadap Tradisi para Rasul yang diajarkannya (lih. 1 Kor 11:2). Setelah ajaran- ajaran tersebut ditulis, maka tulisan tersebut juga mempunyai otoritas yang mengikat seperti halnya pengajaran lisan para rasul, “Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.” (lih. 2 Tes 2:15).
St. Klemens dari Roma dan St. Ignatius dari Antiokhia
Gereja kemudian tersebar ke seluruh daerah, dan Gereja kemudian mempunyai kata sifat, yaitu “Katolik”, untuk menjelaskan ke-universalannya, yang mencakup segala bangsa di semua daerah di sepanjang waktu. Gereja sejak awal sudah mempunyai ke-empat tandanya sejak awal mula, yaitu: satu, kudus, katolik dan apostolik, yang dinyatakan sekitar dua abad kemudian pada Konsili Nicea. Perkembangan Gereja secara organik ini tidak mengubah esensi Gereja pertama yang didirikan oleh Kristus. Di tengah tekanan- tekanan, entah dari tuntutan perkembangan, maupun dari berkembangnya ajaran- ajaran sesat ataupun penganiayaan di abad- abad awal, kepemimpinan Gereja malah menjadi semakin terbentuk. Ini seperti proses pendewasaan dari sebuah organisme yang hidup dan bertumbuh.
Berikut ini kita akan melihat dokumen Gereja yang ter-awal, yang dituliskan oleh dua orang murid rasul Petrus, yaitu yang ditulis oleh St. Klemens dari Roma dan St. Ignatius dari Antiokhia. Tradisi para Bapa Gereja mengatakan bahwa kedua orang ini ditahbiskan oleh Rasul Petrus sendiri. ((Tentang St. Klemens, Tertullian menuliskan, “Klemens ditahbiskan oleh Rasul Petrus” untuk menggantikannya sebagai Uskup Roma (Demurer against Heretics 32, 1-3, in William A Jurgens, The Faith of Early Fathers (Collegeville, Minnesota: Liturgical Press, 1970), 1:122). Tidak dijabarkan secara detail di sini, namun nampaknya St. Klemens setelah ditahbiskan oleh St. Petrus, tidak langsung menjadi Uskup Roma, namun Linus- lah yang menduduki posisi tersebut selama 24 tahun, dan baru kemudian St. Klemens melanjutkannya selama 9 tahun. Sedangkan St. Ignatius, adalah, menurut tulisan St. Yohanes Krisostom, adalah penerus Rasul Petrus di Gereja Antiokhia)). St. Klemens (96) adalah Uskup Roma urutan ke-4 yaitu ketiga setelah Rasul Petrus, yang juga adalah muridnya. Origen, Eusebius dan St. Jerome mengatakan bahwa St. Klemens ini adalah Klemens yang disebut oleh Rasul Paulus dalam Fil 4:3. St. Klemens menjadi Uskup di Roma, pada jaman Rasul Yohanes masih hidup, dan ia-lah yang menulis “Surat pertama Klemens kepada jemaat di Korintus” atas nama Gereja Roma pada tahun 96. Sedangkan St. Ignatius dari Antiokhia (35- 107), adalah penerus langsung Rasul Petrus di Antiokhia, yang diarak dari kota ke kota di Kerajaan Roma, sebelum akhirnya dibunuh sebagai martir di Roma. Di tengah kondisi yang memalukan ini, sebelum wafatnya ia menulis tujuh surat kepada Gereja- gereja ((New Advent Catholic encyclopedia: Tujuh surat St. Ignatius ditujukan kepada Gereja- gereja di Efesus, Magnesia, Tralles, Roma, Philadelphia, Smyrna, dan kepada Polycarpus)), sebelum akhirnya ia dengan lapang menyerahkan nyawanya demi kasihnya kepada Yesus Penyelamatnya.
Surat pertama St. Klemens kepada jemaat di Korintus
Surat St. Klemens ditujukan kepada jemaat di Korintus yang sedang menghadapi masalah yang serius. Kesatuan jemaat terancam oleh beberapa orang yang dengan sombong mengambil peran para tertahbis (klerus) dan menentang para klerus tersebut. St. Klemens menuliskan surat untuk menegur para pelanggar aturan itu, dan mendorong jemaat untuk tetap bersatu. St. Irenaeus (202) menulis, “Pada jaman Klemens terjadi pertengkaran yang tidak kecil di jemaat Korintus, dan Gereja Roma mengeluarkan surat yang sangat berkuasa kepada jemaat Korintus, mendorong mereka untuk berdamai, memperbaharui iman mereka dan menyatakan Tradisi yang mereka terima dari para rasul.” ((St. Irenaeus, Against Heresies, 3,3,3, ANF, 1:416)). Jemaat di Korintus tidak berkeberatan terhadap surat St. Klemens, surat ini malah dibacakan secara teratur di Gereja Korintus selama berabad- abad, dan juga di Gereja-gereja lainnya. ((Eusebius, Church History 3, 16, NPNF 2, 147)) Pada jaman surat St. Klemens itu ditulis, Rasul Yohanes sebenarnya masih hidup dan tinggal di Gereja Asia sekitar 240 mil dari Korintus. Namun Rasul Yohanes tidak diminta pendapatnya untuk mengatasi masalah di Gereja Korintus. Tugas ini diemban oleh Uskup Roma yang tinggal lebih dari 600 mil dari Korintus. Bahkan surat St. Klemens ini masih sering dibacakan sampai abad ke- 3 dan ke- 4 dan dianggap sebagai salah satu kitab kanonik dalam PB menurut codex Alexandrian. ((NPNF 1,1:147, n.1))
Berikut ini adalah surat Pertama St. Klemens kepada Gereja di Korintus (96) dan surat St. Ignatius kepada Gereja Roma (106): ((disarikan dari Stephen K Ray, Upon this Rock, (San Francisco: Ignatius Press, 1999) p. 124- 144))
A. Surat St. Klemens kepada Gereja di Korintus (96)
1. St. Klemens berbicara atas nama Gereja di Roma, dari kursi Rasul Petrus.
“Gereja Tuhan yang ada di Roma, kepada Gereja Tuhan yang ada di Korintus, kepada mereka yang dipanggil dan dikuduskan oleh kehendak Tuhan, melalui Tuhan kita Yesus Kristus: semoga dilipatgandakan kasih karunia bagimu, dan damai sejahtera, dari Tuhan yang Maha Besar melalui Yesus Kristus.”
2. St. Klemens memohon maaf kepada jemaat di Korintus.
“Saudara- saudara yang terkasih, karena bencana yang tiba- tiba meledak dengan cepat dan berturut- turut, dan karena pengalaman- pengalaman yang melanda kami, kami menjadi sepertinya lambat, kami pikir, dalam memberikan perhatian kepada perselisihan yang terjadi dalam komunitas-mu.”
Masa kepemimpinan Klemens sebagai Paus adalah dalam periode pemerintahan kaisar Domitian yang terkenal sangat kejam dalam penganiayaan umat Kristiani di Roma (sekitar 51-96). Memang tidak ditemukan bukti permohonan Gereja di Korintus kepada Gereja Roma untuk menyelesaikan perselisihan di antara Gereja Korintus. Namun sebagai Uskup Roma, St. Klemens menganggap hal ini sebagai tugasnya. Ia meminta maaf bukan karena ia mencampuri/ mengatur urusan Gereja Korintus, tetapi ia minta maaf karena tidak menulis surat lebih awal untuk mengatasi perselisihan ini.
3. St. Klemens mengajarkan tentang jalur apostolik.
“Para rasul mengkhotbahkan Injil yang mereka terima dari Kristus kepada kita, dan Yesus Kristus adalah Duta Tuhan. Dengan perkataan lain, Kristus datang dengan pesan Tuhan, dan para Rasul dengan pesan Kristus. Karena itu, kedua pengaturan ini terjadi atas kehendak Tuhan. Jadi setelah menerima perintah dan dijamin sepenuhnya melalui kebangkitan Tuhan Yesus Kristus…. mereka pergi… dari negeri ke negeri…dan dari kota ke kota, mereka mengajar, dan dari antara pengikut yang pertama para Rasul menunjuk mereka yang telah mereka uji dengan Roh Kudus, untuk bertindak sebagai para uskup dan diakon bagi umat. Dan ini bukanlah inovasi, sebab telah lama sebelum Kitab Suci berbicara tentang para uskup dan diakon; dikatakan bahwa: “Aku akan mendirikan kepemimpinan mereka dalam hal pelaksanaan hukum dan pelayanan mereka dalam kesetiaan.” Para rasul, juga telah diberi pengertian oleh Tuhan Yesus Kristus bahwa jabatan uskup dapat menimbulkan hal- hal yang penuh intrik. Untuk alasan ini, dilengkapi dengan pengetahuan, mereka menunjuk orang- orang seperti yang telah disebutkan di atas, dan kemudian memberlakukan ketentuan sekali untuk selamanya demikian: ketika orang- orang ini meninggal dunia; orang- orang lain yang telah disetujui harus melanjutkan tugas pelayanan suci mereka. Akibatnya, kami menganggapnya sebagai suatu ketidakadilan, [jika] orang-orang yang telah ditunjuk oleh mereka atau selanjutnya, dengan persetujuan seluruh Gereja, dikeluarkan dari pelayanan suci, untuk digantikan oleh orang- orang lain dengan reputasi yang tinggi.”
4. St. Klemens mengajarkan tentang otoritas dari Tuhan.
“Terimalah nasihat kami, dan kamu tidak akan menyesal. Sebab selama Tuhan hidup, dan Tuhan Yesus hidup, dan Roh Kudus, … demikianlah ia, yang dengan kerendahan hati dan bergegas dalam kelemahlembutan, tanpa menyesal, telah melaksanakan perintah- perintah yang diberikan oleh Tuhan [melalui kami], menjadi terdaftar dan namanya terletak di antara mereka yang diselamatkan melalui Yesus Kristus… tetapi jika orang- orang tertentu menjadi tidak taat akan kata- kata yang diucapkan oleh Dia [Yesus Kristus] melalui kami, biarlah mereka mengerti bahwa mereka akan menyusahkan diri sendiri di dalam pelanggaran yang tidak kecil dan bahaya; tetapi kami tidak bersalah atas dosa ini.”
5. Klemens mensyaratkan ketaatan terhadap suratnya ini.
“Sebab kamu akan memberikan suka cita yang besar dan kegembiraan, jika kamu memberikan ketaatan kepada hal- hal yang dituliskan oleh kami melalui Roh Kudus, dan cabutlah kemarahan yang tidak benar dari kecemburuanmu, sesuai dengan permohonan yang telah kami buat demi damai sejahtera dan perjanjian di dalam surat ini.”
Surat St. Klemens mengklaim bahwa ia berbicara dengan otoritas dari Roh Kudus. Ini menyerupai klaim yang dibuat oleh Rasul Paulus dalam 1 Tes 2:13. Surat Klemens ini merupakan bukti supremasi Paus di abad pertama. Tidak ada protes dari siapapun terhadap surat ini; sebaliknya, St. Irenaeus dan St. Ignatius memuji surat ini, dan jemaat Korintus menghargainya dan membacanya dalam Ibadah suci mereka pada hari Minggu (hati Tuhan) selama bertahun- tahun sesudahnya. ((lih. Luke Rivington, The Primitive Church and the See of Peter, (London: Longmans, Green and Co., 1894) p.9))
6. St. Klemens dan Gereja Roma mengirimkan utusan ke Korintus
Bergegaslah dan kirimkan utusan kami, Klaudius Efebus, Valerius Vito, dan Fortunatus, kembali kepada kami dengan damai dan suka cita, sehingga kabar tentang perjanjian dan kesatuan yang kami doakan dan kami rindukan dapat sampai kepada kami secepatnya, dan kami dapat segera bersuka cita karena kembalinya keteraturanmu. Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus bersamamu, dan dengan setiap dan semua orang di manapun yang telah dipanggil oleh Allah melalui Dia, dan melalui Dia, kemuliaan dan hormat bagi Tuhan dengan kekuatan, kebesaran, dan kekuasaan yang kekal dari segala abad, sekarang dan selama- lamanya. Amin.”
Beberapa komentar tentang surat St. Klemens
1. Buku The Shepherd of Hermas yang sering kali dianggap sebagai karya literatur Kristen yang sangat berharga di abad ke- 2 mengajarkan bahwa Gereja awal melihat Uskup Roma mempunyai tanggung jawab untuk kesejahteraan dam kesatuan komunitas Kristiani secara keseluruhan. Ia [Uskup Roma] adalah penerus Rasul Petrus dan memenuhi peran sebagai gembala di Gereja. ((lih. The Shepherd of Hermas, Vision 2,4, in The Apostolic Fathers, trans. Francis X Glimm, Gerald G. Walsh, SJ and Joseph M. F Marique SJ, The Fathers of the Church, vol. 1 (Washington, DC: Catholic Univ. of America Press, 1981), 241-242))
2. Dionysius menyatakan pentingnya surat St. Klemens yang masih dibacakan di hadapan jemaat Korintus sampai abad berikutnya. Pada akhir abad ke- 2, Dionysius menulis surat kepada Paus Soter, Uskup Roma, demikian:
“Hari ini adalah hari Tuhan, kami menguduskannya, dan membaca suratmu [Paus Soter], yang harus kami baca berkali- kali karena pengajaran yang berharga, seperti halnya surat yang dituliskan oleh Klemens atas namamu.” ((Eusebius, The History of the Church 4, 23, trans. G.A. Williamson (Harmondsworth, Middlesex, England: Penguin Books, 1965), 132)) Atas namamu” di sini maksudnya adalah atas nama Gereja Roma. Perkataan Dionysius ini menunjukkan adanya sikap dari uskup- uskup yang mengakui otoritas dan tanggungjawab Paus/ uskup Roma.
3. Eusebius, seorang sejarahwan, juga menuliskan pentingnya surat Klemens.
“Rasul ini (Paulus) di dalam suratnya kepada jemaat di Filipi memberitahukan pada kita bahwa Klemens adalah kawan sekerja-nya….”…bersama-sama dengan Klemens dan kawan-kawanku sekerja yang lain, yang nama-namanya tercantum dalam kitab kehidupan.” (Flp 4:3)… Ia (Klemens) menulis atas nama Gereja Roma kepada Gereja Korintus, ketika terjadi pemberontakan di Gereja Korintus…. dan [kejadian pemberontakan ini] mengacu kepada [kesaksian] Hegesippus, saksi yang dapat dipercaya. ((Eusebius, The Church History 3, 15-16, NPNF 2, 1:147)).
4. Sejarahwan Protestan, Philip Schaff menulis,
“Contoh pertama perihal otoritas Paus ditemukan pada akhir abad pertama di dalam surat Uskup Roma, Klemens … Adalah sukar dipungkiri bahwa dokumen tersebut menjabarkan superioritas tertentu di atas semua kongregasi biasa. Di sini, Gereja Roma, tanpa diminta (seperti kelihatannya), memberikan nasihat, dengan kebijaksanaan administratif yang superior, kepada sebuah gereja penting di Timur, mengirimkan utusan-utusannya, dan memerintahkan keteraturan dan kesatuan dengan nada yang tenang berwibawa dan penuh otoritas, seperti alat Tuhan dan Roh Kudus. Ini menjadi lebih mengejutkan jika Rasul Yohanes, seperti kelihatannya, masih hidup di Efesus, yang lebih dekat dengan Korintus daripada Roma.” ((Phillip Schaff, History of the Christian Church (Grand Rapids, Michigan: Eerdmans, 1980), 2:157-158)).
B. Surat St. Ignatius kepada jemaat di Roma (106)
Latar belakang surat ini dikisahkan oleh Eusebius. St. Ignatius adalah Uskup Antiokhia yang kedua setelah Rasul Petrus. St. Ignatius dikirim dari Siria ke Roma untuk menjadi mangsa/ korban binatang buas karena menjadi saksi Kristus. Pada saat ia dalam perjalanan di Asia di bawah pengawasan yang ketat… ia menguatkan paroki- paroki di kota-kota persinggahannya, di mana ia memberikan homili dan pengajaran, dan memperingatkan mereka secara khusus untuk melawan ajaran sesat yang marak pada saat itu, dan untuk secara khusus berpegang teguh pada tradisi para rasul. ((Eusebius, The Church History 3, 36, NPNF 2, 1: 166-169))
Potongan kutipan surat St. Ignatius di alinea terakhir yang menandai spiritualitasnya yang mendalam adalah sebagai berikut:
“… agar aku tidak hanya bicara tetapi sungguh akan dan tidak hanya dikatakan sebagai seorang Kristen, tetapi sungguh menjadi seorang Kristen… Aku menulis kepada semua Gereja… bahwa aku ingin mati bagi Tuhan… Aku menderita menjadi makanan bagi binatang buas, yang melaluinya aku akan mencapai Tuhan. Aku adalah gandum Tuhan, biarlah aku digiling oleh gigi- gigi binatang buas sehingga aku ditemukan sebagai roti Kristus….” ((St. Ignatius dari Antiokhia, Epistle to the Romans 3-6, ANF, 1:74-76))
1. Pendahuluan
“Ignatius, yang juga disebut Theoforus, kepada Gereja yang telah mengalami belas kasihan di dalam kebesaran Allah Bapa dan Yesus Kristus, Putera-Nya yang tunggal, yang mengatasi segalanya, Gereja yang dikehendaki oleh Dia yang menghendaki semua yang ada, yang terkasih dan yang diterangi melalui iman dan kasih Yesus Kristus Tuhan kita; yang memimpin di tempat terutama dalam kekuasaan Roma, sebuah Gereja yang layak bagi Tuhan, layak dihormati, layak diberi ucapan selamat, layak dipuji, layak menerima sukses, layak menerima pengudusan, dan memimpin di dalam kasih, mempertahankan hukum Kristus, dan mengemban nama Allah Bapa: kepadanya [Gereja Roma] aku memberi hormat di dalam nama Yesus Kristus Putera Bapa. Ucapan selamat dari hati karena sukacita yang tak tertandingi di dalam Yesus Kristus Tuhan kita, kepada mereka yang dipersatukan di dalam daging dan roh dengan setiap perintah-Nya; yang tetap menikmati kepenuhan kasih karunia Allah dan dijauhkan dari setiap noda asing.”
St. Ignatius menuliskan surat kepada tujuh Gereja, ((St. Ignatius menuliskan surat kepada Gereja- gereja di Efesus, Magnesia, Tralles, Roma, Philadelphia, Smyrna, dan kepada Polycarpus)) namun pembukaan surat kepada Gereja Roma sungguh menunjukkan kata pujian yang tidak dapat dibandingkan dengan surat- suratnya yang lain. Di sini St. Ignatius mengakui bahwa Gereja Roma memimpin dengan kasih atas Gereja- gereja yang lain. Gereja Roma juga dihormati karena bebas dari ajaran sesat. Hal ini disebabkan tidak saja karena Gereja Roma menghindari ajaran sesat, namun juga sebab ia memegang keutamaan dan janji perlindungan dari Kristus sendiri. Bahkan ketika Gereja Timur diguncang ajaran- ajaran sesat seperti Arianisme, Docetisme, Nestorianisme, dst, Gereja Roma selalu bebas dari noda heresi tersebut.
2. Gereja Roma memimpin dengan kasih atas Gereja Antiokhia
St. Ignatius dicabut dari kepemimpinannya oleh otoritas kaisar Roma, sehingga Gereja Antiokhia ditinggalkan tanpa uskup. St. Ignatius memohon kepada Gereja Roma untuk menggembalakan umat-nya meskipun Gereja Roma berjarak 1300 mil dari Antiokhia. Walaupun St. Ignatius menulis surat kepada beberapa Gereja lainnya, namun hanya kepada Gereja Roma ia mempercayakan Gereja Antiokhia, agar sama seperti Gereja Roma memperhatikan Gereja Korintus, demikian pula Gereja Roma terhadap Gereja Antiokhia. ((lih. B.C Butler, The Church and Infallibility (New York: Sheed and Ward, 1954), p.131)) Demikianlah katanya:
“Ingatlah di dalam doa- doamu, Gereja di Siria yang sekarang mempunyai Tuhan sebagai Gembalanya di tempatku. Yesus Kristus sendiri akan menjadi Uskupnya, bersama denga kasihmu.” ((St. Ignatius dari Antiokhia, Epistle to the Romans, 9, 1))
3. St. Ignatius tidak berani memberikan perintah kepada Gereja Roma
“Mohonlah kepada Kristus atas namaku, bahwa melalui sarana-sarana ini [penderitaannya] aku dapat membuktikan pengorbanan bagi Tuhan. Tidak seperti Petrus dan Paulus, aku tidak mengeluarkan perintah apapun kepadamu. Mereka adalah para Rasul, aku adalah seorang terhukum….” ((St. Ignatius dari Antiokhia, Epistle to the Romans, 4, In Clement and Ignatius, Epistle 82))
Tulisan ini tidak sama dengan isi suratnya kepada Gereja- gereja yang lain, di mana ia sering mengajarkan demikian, “Taatilah uskupmu”, “Berpartisipasilah dalam satu Ekaristi”, “Jangan terbawa oleh ajaran sesat”, “Hindarilah skisma”, dst. Namun dalam surat kepada Gereja di Roma, St. Ignatius tidak mengatakan tentang hal ini sedikitpun.
4. Gereja Roma adalah Guru bagi semua
“Engkau tidak pernah mengumpati siapapun. Engkau telah mengajar orang- orang lain. Apa yang kuinginkan adalah ajaran- ajaran yang kautanamkan dalam inisiasi para murid tetap berlaku…” ((St. Ignatius dari Antiokhia, Epistle to the Romans, 3,2, In Clement and Ignatius, Epistle 81)).
Di sini St. Ignatius mengakui bahwa Gereja Roma- lah yang mengajar Gereja- gereja yang lain, termasuk gereja-gereja Timur -kemungkinan Ia mengacu kepada surat St. Klemens- padahal Gereja Roma menerima Injil dari Timur, yaitu melalui pewartaan para Rasul. Antiokhia, tempat asal St. Ignatius adalah pusat Kristianitas yang pertama, yang terbentuk karena penganiayaan di Yerusalem dan kehancuran Yerusalem. Namun Ignatius sebagai Uskup Antiokhia tidak memerintah atas Gereja Roma tetapi malah memujinya karena telah mengajarkan jemaat/ Gereja yang lain.
Beberapa komentar tentang surat St. Ignatius
1. Eusebius menyatakan pentingnya surat Ignatius
Eusebius menulis sejarah pada saat yang berdekatan dengan masa Bapa Gereja di abad awal dan beberapa kali mencantumkan nama St. Ignatius.
“Pada saat itu Papias, uskup Hierapolis menjadi terkenal, demikian juga Ignatius, yang dipilih menjadi uskup Antiokhia, kedua setelah Petrus,… Irenaeus juga menyebutkan kemartiran Ignatius dan surat- suratnya … Polycarpus juga menyebut surat- surat St. Ignatius ini dalam suratnya kepada jemaat di Filipi: “…. Karena itu aku menasihatkan kamu, untuk taat dan melaksanakan dengan semua kesabaran seperti yang kamu lihat dengan matamu sendiri, tidak hanya pada yang terberkati Ignatius, Rufus dan Zosimus, tetapi juga pada orang- orang lain di antara kamu sendiri… dan bahwa mereka pergi kepada tempat yang disediakan bagi mereka di samping Tuhan, yang dengan-Nya mereka telah menderita… Surat- surat Ignatius yang dikirimkan kepada kami dan umat yang lain…kami kirimkan kepadamu… Surat- surat itu melengkapi surat ini, dari surat- surat itu kamu akan memperoleh keuntungan besar. Sebab mereka menunjukkan iman dan kesabaran dan pengajaran yang berkaitan dengan Tuhan kita….”((Eusebius, The Church History, 3, 36 in NPNF 2, 1:166-169))
Jemaat awal menghormati St. Ignatius, untuk kekudusan hidupnya dan kesetiaannya kepada pengajaran Yesus Kristus.
2. St. Yohanes Krisostomus menghormati Ignatius dan tahbisan apostoliknya
“[Ignatius] memimpin Gereja di antara kita dengan terhormat, dan dengan kehati- hatian seperti yang dikehendaki oleh Kristus … Ia telah melakukan perbincangan yang sungguh dengan para rasul, dan meminum mata air rohani. Orang seperti apakah yang telah dibimbing, dan yang di manapun berbincang- bincang dengan mereka [para rasul] dan telah mengalami kebenaran- kebenaran….? Ignatius kelihatan layak mengemban jabatannya yang agung, bahwa ia memperolehnya dari para orang kudus itu, dan bahwa tangan- tangan para Rasul telah menyentuh kepalanya yang kudus … Aku telah menyebut Petrus, ini adalah seorang yang telah menggantikan jabatan setelahnya [di Antiokhia].
3. Adolf Harnack, seorang teolog Protestan mengatakan:
“… tetaplah jelas bahwa Ignatius menunjukkan de facto keutamaan Gereja Roma di antara gereja- gereja lainnya, dan bahwa ia [Ignatius] mengetahui kegiatan habitual yang penuh energi dari Gereja ini dalam hal melindungi dan mengajar gereja- gereja yang lain.” ((Dogmengescihchte, 4 th ed., p.486, seperti dikutip dalam Steven Ray, Upon This Rock, p. 141))
4. Nicholas Afanassieff, seorang teolog Orthodox juga mengakui keutamaan Gereja Roma dalam bukunya, The Primacy of Peter, walaupun kemudian Gereja Timur tidak setuju dalam hal bentuk aktualnya.
“Ia [Ignatius] menggambarkan gereja- gereja lokal tergabung dalam kongregasi ekaristik dengan setiap gereja dalam cara yang khusus, dan Gereja Roma dalam kedudukannya, berada di ‘tempat utama’. Sehingga, kata Ignatius, Gereja Roma memang mempunyai prioritas di dalam seluruh kumpulan gereja- gereja yang disatukan oleh perjanjian kesepakatan. Kita tidak diajarkan oleh Ignatius (atau oleh Klemens) mengapa Gereja Roma harus memimpin, dan mengapa bukan gereja yang lain. Bagi Ignatius hal itu sepertinya sudah nyata sendiri dan sepertinya seperti membuang- buang waktu untuk membuktikannya. Pada masa itu tidak ada gereja lain yang mengklaim peran ini, yang dimiliki oleh Gereja Roma.” ((seperti dikutip dalam John Meyendorff, ed. The Primacy of Peter, (New York: St. Vladimir’s Seminary Press, 1992), p. 127))
Lalu Afanassieff membatasi apa yang disebut sebagai prioritas ini, namun ini tidak mengubah kenyataan bahwa terdapat sebuah prioritas Gereja Roma dibandingkan dengan gereja- gereja yang lainnya. Gereja Timur juga seperti juga dengan Gereja Katolik mengakui adanya unsur hirarki dalam Gereja, keberadaan uskup, dan bahkan keutamaan uskup Roma dalam dunia kekristenan. Prinsip ini bertentangan dengan konsep gereja individual yang independen seperti yang banyak diyakini oleh beberapa denominasi gereja dewasa ini.
Pentingnya tulisan St. Ignatius untuk memahami ajaran Apostolik
“Adalah jelas bukan melebih-lebihkan pentingnya kesaksian yang dituliskan oleh surat- surat Ignatius tentang karakter pengajaran Kristianitas yang bersifat apostolik. Uskup Antiokhia yang wafat sebagai martir ini merupakan penghubung yang penting antara para Rasul dan para Bapa Gereja di masa Gereja awal. Menerima dari para Rasul sendiri, di mana ia menjadi auditor, tidak hanya isi dari wahyu, tetapi juga interpretasi-nya yang diinspirasikan [oleh Roh Kudus], yang terdapat pada sumber mata air Injil Kebenaran; kesaksiannya pasti membawa bersamanya kepentingan yang besar dan tuntutan agar dipertimbangkan dengan seserius mungkin. Kardinal Newman tidak melebih- lebihkan pada saat ia mengatakan bahwa “Semua sistem pengajaran Katolik dapat ditemukan, setidak- tidaknya dalam outline/ prinsip, …, dalam ketujuh suratnya ini.” ((Catholic Encyclopedia, 7:646, kutipan dari Cardinal Newman diambil dari ‘The Theology of the Seven Epistle of St. Ignatius’, in Historical Sketches, I, London, 1890))
Pengamatan yang sama juga disampaikan oleh seorang teolog Protestan, J.N.D Kelly, “… Ia [Ignatius dari Antiokhia] kelihatannya menunjukkan bahwa Gereja Roma menempati kedudukan istimewa, ia berbicara tentang “Gereja yang mempunyai keutamaan di daerah Roma’. Sesuatu dimaksudkan lebih daripada sekedar otoritas di kawasan [Roma] tersebut, sebab ia terus memberikan penghormatan kepada Gereja Roma sebagai yang memiliki: “keutamaan kasih” (a primacy of love); ekspresi yang diterjemahkan oleh beberapa orang, dengan setengah memaksa, “memimpin atas komunitas kasih” (atas Gereja universal). Apa yang dibayangkan oleh para Bapa Gereja hampir selalu adalah komunitas yang kelihatan dan empiris. Para Bapa Gereja hanya mempunyai sedikit atau [bahkan] tidak ada bayangan sedikitpun tentang pembedaan yang kemudian menjadi penting, antara Gereja yang kelihatan dan tak kelihatan.” ((J.N.D Kelly, Early Christian Doctrine (San Francisco: Harper & Row, 1978), p. 191))
Kesimpulan
Dari tulisan St. Klemens dan St. Ignatius ini, yang adalah kawan sekerja Rasul Petrus dan Paulus, kita dapat melihat secara obyektif keutamaan Gereja Roma di antara seluruh Gereja. Mungkin sudah saatnya kita mengakui bahwa kedua orang ini, yang hidup dan bekerja bersama dengan para Rasul, mengetahui pikiran para Rasul dan Gereja awal, lebih daripada kita semua yang hidup berjarak 20 abad kemudian. Jika kita harus memilih dalam hal ajaran, kepada siapakah kita akan percaya: kepada para Bapa Gereja ini yang meneruskan perkataan para Rasul yang masih terngiang di telinga mereka, ataukah kepada para pengajar modern yang mempunyai teori- teori inovatif dalam hal teologi dan ekklesiologi pada 20 abad berikutnya?
Bersambung ke artikel berikutnya: Keutamaan Petrus selama 500 tahun Gereja awal (bagian 5)
Selamat Pagi Katolisitas…
Mau tanya dong terkait surat St. Clement I kepada jemaat di Korintus ini…
Apakah ada surat atau tulisan bapa2 Gereja yang menceritakan sebenarnya ada masalah apa yg terjadi pada jemaat Korintus ? Dan adakah sumber yg menceritakan bagaimana masalah itu sampai kepada St. Clement, apakah berupa surat atau utusan ? Jika surat, dimanakah bisa kita baca surat tersebut ?
Terima kasih atas penjelasannya..
Shalom Pencari,
Surat Paus Klemens I kepada Gereja Korintus ini diperkirakan ditulis sekitar tahun 70 (menurut Joseph Cardinal Ratzinger (Paus Benediktus XVI). Kalau melihat latar belakang Gereja Korintus tersebut, memang sejak awalnya sudah mengalami semacam masalah perpecahan (lih. 1:10- 4:21), sebagaimana juga telah ditulis oleh Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, sebagaimana pernah sekilas ditulis di sini, silakan klik.
Maka, masalah yang terjadi di Gereja Korintus, yang menyebabkan Paus Klemens I mengirimkan suratnya, adalah adanya pemberontakan jemaat tersebut melawan para pemimpinnya. Walau kita tidak mengetahui sumber lain yang menuliskan tentang permohonan jemaat Korintus kepada Roma tentang hal ini, namun surat dari Paus Klemens tersebut telah cukup jelas menyebutkan alasannya. Paus Klemens I memulai surat itu dengan menjelaskan keterlambatannya ia menuliskan surat itu, yang disebabkan oleh bencana/ malapetaka yang terjadi di Gereja Roma. Bencana ini jelas adalah penganiayaan di zaman Domitian. Nampaknya peristiwa tersebut cukup dikenal/ diketahui oleh para Bapa Gereja abad awal, sehingga St. Irenaeus (180) juga menuliskan tentang hal itu. Ia adalah murid St. Polycarpus yang adalah murid St. Yohanes, dan dengan demikian kesaksian St. Irenaeus cukup kuat. Sebab walaupun di tahun 70-90 an itu Rasul Yohanes yang hidup di Asia Kecil, seharusnya lebih dekat ke Korintus, namun faktanya Paus Klemens I lah yang menyelesaikan masalah di Gereja Korintus tersebut, dengan surat yang ditulisnya untuk Gereja Korintus untuk mendamaikan mereka. Ini membuktikan kuasa kepemimpinan Gereja universal yang dilakukan oleh Paus Klemens I selaku Uskup Roma- penerus Rasul Petrus.
St. Irenaeus (180) menulis demikian: “Di bawah pimpinan Klemens, terjadi pemberontakan yang tidak kecil di antara para saudara di Korintus, dan Gereja Roma mengirimkan sebuah surat yang paling memadai kepada Gereja di Korintus, untuk mendamaikan mereka, dan memperbarui iman mereka dan mengumumkan tradisi yang telah mereka terima dari para Rasul” (St. Irenaeus, III, iii).
Jika Anda tertarik dengan topik ini, silakan membaca lebih lanjut di link ini – tentang Pope St. Clement I, silakan klik
Sedangkan untuk membaca keseluruhan surat Paus St. Klemens kepada Gereja di Korintus, silakan klik di sini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Dear Bpk Stefanus, berikut pendapat saya tentang pergantian para Rasul
Definisi: Doktrin bahwa ke-12 rasul mempunyai pengganti-pengganti yang menerima wewenang melalui pelantikan ilahi. Di Gereja Katolik Roma, para uskup secara kelompok dikatakan sebagai pengganti rasul-rasul, dan paus dikatakan sebagai pengganti Petrus. Mereka berkukuh bahwa paus-paus Roma muncul segera setelah menduduki jabatan dan melaksanakan tugas-tugas Petrus, yang konon diberi wewenang utama atas seluruh Gereja oleh KRISTUS. Bukan ajaran Alkitab.
Apakah Petrus adalah ”batu karang” yang di atasnya gereja dibangun?
Mat. 16:18, TB: ”Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.” (Perhatikan dalam konteks [ay. 13, 20] bahwa percakapan berkisar pada identitas YESUS.)
Siapa, menurut rasul Petrus dan Paulus, ”batu karang”, ”batu penjuru” itu?
Kis. 4:8-11, TB: ”Jawab Petrus, penuh dengan ROH KUDUS: ’Hai pemimpin-pemimpin umat dan tua-tua, . . . bahwa dalam nama YESUS KRISTUS, orang Nazaret, yang telah kamu salibkan, tetapi yang telah dibangkitkan Allah dari antara orang mati—bahwa oleh karena YESUS itulah orang ini berdiri dengan sehat sekarang di depan kamu. YESUS adalah batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan—yaitu kamu sendiri—, namun ia telah menjadi batu penjuru.”
1 Ptr. 2:4-8, TB: ”Datanglah kepada-Nya [Tuan YESUS KRISTUS], . . . Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani, yang karena YESUS KRISTUS berkenan kepada Allah. Sebab ada tertulis dalam Kitab Suci: ’Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan dipermalukan.’ Karena itu bagi kamu, yang percaya, ia mahal, tetapi bagi mereka yang tidak percaya: ’Batu yang telah dibuang oleh tukang-tukang bangunan, telah menjadi batu penjuru, juga telah menjadi batu sentuhan dan suatu batu sandungan.’”
Ef. 2:20, TB: ”Yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan KRISTUS YESUS sebagai batu penjuru.”
Apa yang dipercayai oleh Agustinus (yang dianggap sebagai seorang santo oleh Gereja Katolik)?
”Dalam periode yang sama dari keimaman saya ini, saya juga menulis sebuah buku yang menentang surat Donatus . . . Pada suatu bagian dalam buku ini, saya mengatakan tentang Rasul Petrus: ’Di atas dia seperti di atas sebuah batu karang Gereja dibangun.’ . . . Tetapi, belakangan saya tahu bahwa saya sering menerangkan apa yang dikatakan Tuhan: ’Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gerejaku,’ bahwa ini harus dimengerti sebagai dibangun di atas Dia yang Petrus akui dengan mengatakan: ’Engkau adalah KRISTUS, Anak Allah yang hidup,’ dengan demikian Petrus, yang dinamakan menurut batu karang ini, mewakili pribadi Gereja yang dibangun di atas batu karang ini, dan menerima ’kunci-kunci kerajaan sorga’. Karena, ’Engkau adalah Petrus’ dan bukan ’Engkau adalah batu karang’ yang dikatakan kepadanya. Tetapi ’batu karang itu adalah KRISTUS’, dengan mengakui hal ini sebagaimana seluruh Gereja juga mengakui, Simon disebut Petrus.”—The Fathers of the Church—Saint Augustine, the Retractations (Washington, D.C.; 1968), diterjemahkan oleh Mary I. Bogan, Buku I, hlm. 90.
Apakah rasul-rasul lain menganggap Petrus terkemuka di antara mereka?
Luk. 22:24-26, TB: ”Terjadilah juga pertengkaran di antara murid-murid [rasul-rasul] YESUS, siapakah yang dapat dianggap terbesar di antara mereka. YESUS berkata kepada mereka: ’Raja-raja bangsa-bangsa memerintah rakyat mereka dan orang-orang yang menjalankan kuasa atas mereka disebut pelindung-pelindung. Tetapi kamu tidaklah demikian.’” (Jika Petrus adalah ”batu karang” itu, apakah akan ada keraguan tentang siapa di antara mereka yang ”dapat dianggap terbesar”?)
Karena YESUS KRISTUS, kepala sidang jemaat itu, hidup, apakah ia membutuhkan pengganti?
Ibr. 7:23-25, TB: ”Dan dalam jumlah yang besar mereka telah menjadi imam [di Israel], karena mereka dicegah oleh maut untuk tetap menjabat imam. Tetapi, karena Ia [YESUS KRISTUS] tetap selama-lamanya, imamat-Nya tidak dapat beralih kepada orang lain. Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka.”
Rm. 6:9, TB: ”Karena kita tahu, bahwa KRISTUS, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, tidak mati lagi.”
Ef. 5:23, TB: ”KRISTUS adalah kepala jemaat.”
Apa yang dimaksud dengan ’kunci-kunci’ yang dipercayakan kepada Petrus?
Mat. 16:19, TB: ”Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.”
Dalam Penyingkapan, YESUS menyebutkan suatu kunci simbolis yang digunakan oleh dia sendiri untuk membuka hak-hak istimewa dan kesempatan-kesempatan kepada manusia
Why. 3:7, 8, TB: ”Inilah firman dari Yang Kudus, Yang Benar, yang memegang kunci Daud; apabila Ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila Ia menutup, tidak ada yang dapat membuka. . . . Aku telah membuka pintu bagimu, yang tidak dapat ditutup oleh seorangpun.”
Petrus menggunakan ’kunci-kunci’ yang dipercayakan kepadanya guna membuka (bagi orang-orang Yahudi, Samaria, non-Yahudi) kesempatan untuk menerima roh Allah dengan harapan untuk masuk ke dalam Kerajaan surga
Kis. 2:14-39, TB: ”Maka bangkitlah Petrus berdiri dengan kesebelas rasul itu, dan dengan suara nyaring ia berkata kepada mereka: ’Hai kamu orang Yahudi dan kamu semua yang tinggal di Yerusalem, . . . Allah telah membuat YESUS, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan KRISTUS.’ Ketika mereka mendengar hal itu hati mereka sangat terharu, lalu mereka bertanya kepada Petrus dan rasul-rasul yang lain: ’Apakah yang harus kami perbuat, saudara-saudara?’ Jawab Petrus kepada mereka: ’Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama YESUS KRISTUS untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia ROH KUDUS. Sebab bagi kamulah janji itu dan bagi anak-anakmu dan bagi orang yang masih jauh, yaitu sebanyak yang akan dipanggil oleh Tuhan Allah kita.’”
Kis. 8:14-17, TB: ”Ketika rasul-rasul di Yerusalem mendengar, bahwa tanah Samaria telah menerima firman Allah, mereka mengutus Petrus dan Yohanes ke situ. Setibanya di situ kedua rasul itu berdoa, supaya orang-orang Samaria itu beroleh ROH KUDUS. Sebab ROH KUDUS belum turun di atas seorangpun di antara mereka, karena mereka hanya dibaptis dalam nama Tuhan YESUS. Kemudian keduanya menumpangkan tangan di atas mereka, lalu mereka menerima ROH KUDUS.” (Ayat 20 menyatakan bahwa Petrus-lah yang mengambil pimpinan pada kesempatan ini.)
Kis. 10:24-48, TB: ”Pada hari berikutnya sampailah mereka di Kaisarea. Kornelius [orang non-Yahudi yang tidak disunat] sedang menantikan mereka . . . Lalu mulailah Petrus berbicara, . . . Ketika Petrus sedang berkata demikian, turunlah ROH KUDUS ke atas semua orang yang mendengarkan.”
Apakah surga menunggu Petrus membuat keputusan dan kemudian mengikuti petunjuknya?
Kis. 2:4, 14, TB: ”Maka penuhlah mereka dengan ROH KUDUS, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya. Maka [setelah KRISTUS, kepala sidang jemaat, menggerakkan mereka melalui ROH KUDUS] bangkitlah Petrus berdiri dengan kesebelas rasul itu, dan . . . ia berkata kepada mereka.” (Lihat ayat 33.)
Kis. 10:19, 20, TB: ”Berkatalah Roh [kepada Petrus]: ’Ada tiga orang mencari engkau. Bangunlah, turunlah ke bawah dan berangkatlah bersama-sama dengan mereka [ke rumah Kornelius orang non-Yahudi itu], . . . sebab Aku yang menyuruh mereka ke mari.’”
Bandingkan Matius 18:18, 19.
Apakah Petrus menjadi hakim sehubungan dengan siapa yang patut masuk ke dalam Kerajaan?
2 Tim. 4:1, TB: ”KRISTUS YESUS . . . akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati.”
2 Tim. 4:8, TB: ”Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan [YESUS KRISTUS], Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya.”
Apakah Petrus pernah ada di Roma?
Roma disebut dalam sembilan ayat Alkitab; tidak satu pun di antaranya menyatakan bahwa Petrus berada di sana. Satu Petrus 5:13 memperlihatkan bahwa ia ada di Babilon. Apakah ini suatu sebutan yang samar-samar tentang Roma? Ia berada di Babilon sesuai dengan tugasnya untuk mengabar kepada orang-orang Yahudi (seperti dinyatakan di Galatia 2:9), karena terdapat sejumlah besar orang-orang Yahudi di dalam dan sekitar kota kuno Babilon. Encyclopaedia Judaica (Yerusalem, 1971, Jil. 15, kol. 755), ketika membahas dihasilkannya Talmud Babilon, menyebut tentang ’akademi-akademi Yudaisme yang besar di Babilon’ selama Tarikh Masehi.
Apakah ada suatu urutan pengganti yang tidak pernah putus dari Petrus sampai paus-paus pada zaman modern?
John McKenzie, seorang Yesuit, ketika menjadi profesor teologi di Notre Dame, menulis, ”Tidak ada bukti-bukti sejarah berkenaan dengan seluruh mata rantai pengganti dalam wewenang gereja.”—The Roman Catholic Church (New York, 1969), hlm. 4.
New Catholic Encyclopedia mengakui, ” . . . langkanya dokumen-dokumen membuat banyak hal tidak jelas tentang perkembangan yang mula-mula dari keuskupan . . . ”—(1967), Jil. I, hlm. 696.
Pengakuan-pengakuan akan pelantikan ilahi tidak ada artinya jika mereka yang mengatakannya tidak taat kepada Allah dan KRISTUS
Mat. 7:21-23, TB: ”Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!”
Lihat juga Yeremia 7:9-15.
Apakah orang-orang yang mengaku sebagai pengganti rasul-rasul mengikuti ajaran dan perbuatan YESUS KRISTUS dan rasul-rasulnya?
A Catholic Dictionary menyatakan, ”Gereja Roma bersifat Rasuli, karena doktrinnya merupakan iman yang pernah dinyatakan kepada Rasul-Rasul, iman yang ia jaga dan jelaskan, tanpa menambahkan kepadanya atau mengurangi darinya.” (London, 1957, W. E. Addis dan T. Arnold, hlm. 176) Apakah fakta-faktanya selaras dengan hal itu?
Identitas Allah
”Tritunggal adalah istilah yang digunakan untuk memaksudkan doktrin utama agama Kristen.”—The Catholic Encyclopedia (1912), Jil. XV, hlm. 47.
”Kata Tritunggal, maupun doktrin yang jelas tentang hal itu, tidak ada dalam Perjanjian Baru . . . Doktrin itu berkembang sedikit demi sedikit selama beberapa abad dan melalui banyak pertentangan.”—The New Encyclopœdia Britannica (1976), Micropædia, Jil. X, hlm. 126.
”Menurut pengakuan dari pihak para penafsir dan teolog Alkitab, termasuk orang-orang Katolik Roma yang terus bertambah jumlahnya, seseorang hendaknya tidak berbicara tentang ajaran Tritunggal dalam Perjanjian Baru jika ia tidak terlalu menguasainya. Ada juga pengakuan yang serupa dari pihak para sejarawan dogma dan teolog sistematis bahwa jika seseorang memang berbicara tentang ajaran Tritunggal yang tidak memenuhi syarat, ia telah beralih dari zaman Kristen yang mula-mula sampai, katakanlah, seperempat bagian terakhir dari abad ke-4.”—New Catholic Encyclopedia (1967), Jil. XIV, hlm. 295.
Para pemimpin agama yang hidup selibat
Paus Paulus VI, dalam surat ensikliknya Sacerdotalis Caelibatus (”Keselibatan Para Imam”, 1967), mengesahkan keselibatan sebagai persyaratan untuk para klerus, tetapi ia mengakui bahwa ”Perjanjian Baru yang melestarikan ajaran KRISTUS dan Rasul-Rasul . . . tidak secara terbuka menuntut kelajangan rohaniwan-rohaniwan . . . YESUS sendiri tidak membuat hal itu sebagai prasyarat ketika Ia memilih Kedua Belas [murid], demikian juga Rasul-Rasul tidak menetapkan hal itu bagi mereka yang mengepalai masyarakat-masyarakat Kristen yang pertama.”—The Papal Encyclicals 1958-1981 (Falls Church, Va.; 1981), hlm. 204.
1 Kor. 9:5, TB: ”Tidakkah kami mempunyai hak untuk membawa seorang isteri Kristen, dalam perjalanan kami, seperti yang dilakukan rasul-rasul lain dan saudara-saudara Tuhan dan Kefas?” (”Kefas” adalah sebuah nama Aram yang diberikan kepada Petrus; lihat Yohanes 1:42. Lihat juga Markus 1:29-31, yang menyebutkan tentang ibu mertua Simon, atau Petrus.)
1 Tim. 3:2, TB: ”Karena itu penilik jemaat [”uskup”, Dy] haruslah seorang . . . suami dari satu isteri [”menikah hanya satu kali”, NAB].”
Sebelum zaman Kristen, ajaran Buddha menuntut para pendeta dan biarawannya tetap lajang. (History of Sacerdotal Celibacy in the Christian Church, London, 1932, ed. keempat, direvisi, Henry C. Lea, hlm. 6) Bahkan sebelumnya, ordo-ordo tertinggi keimaman Babilonia dituntut untuk tetap lajang, menurut The Two Babylons oleh A. Hislop.—(New York, 1943), hlm. 219.
1 Tim. 4:1-3, TB: ”Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan . . . Mereka itu melarang orang kawin.”
Terpisah dari dunia
Paus Paulus VI, ketika berbicara kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1965, mengatakan, ”Orang-orang di bumi berpaling kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai harapan terakhir bagi kerukunan dan perdamaian; Kami memberanikan diri untuk menyampaikan di sini, penghargaan mereka dan juga Kami sendiri dalam bentuk penghormatan dan pengharapan.”—The Pope’s Visit (New York, 1965), Laporan Khusus Time-Life, hlm. 26.
Yoh. 15:19, TB: ”[YESUS KRISTUS mengatakan,] Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu.”
Yak. 4:4, TB: ”Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah?”
Menggunakan senjata-senjata perang
Sejarawan Katolik E. I. Watkin menulis, ”Meskipun pengakuan ini pasti menyakitkan, kami tidak dapat, demi kemajuan rohani yang palsu atau keloyalan yang tidak jujur, menyangkal atau mengabaikan fakta sejarah bahwa Uskup-Uskup secara tetap telah mendukung semua peperangan yang dilancarkan oleh pemerintah negeri mereka. Saya tidak mengetahui adanya satu peristiwa pun yang memperlihatkan suatu hirarki nasional mengutuk setiap peperangan sebagai sesuatu yang tidak adil . . . Apa pun teori resminya, dalam praktek ’negeriku selalu benar’ menjadi moto yang diikuti dalam masa perang oleh Uskup-Uskup Katolik.”—Morals and Missiles (London, 1959), diedit oleh Charles S. Thompson, hlm. 57, 58.
Mat. 26:52, TB: ”Maka kata YESUS kepadanya: ’Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang.’”
1 Yoh. 3:10-12, TB: ”Inilah tandanya anak-anak Allah dan anak-anak Iblis: setiap orang yang . . . tidak berasal dari Allah, . . . tidak mengasihi saudaranya. . . . Kita harus saling mengasihi; bukan seperti Kain, yang berasal dari si jahat dan yang membunuh adiknya.”
Mengingat hal-hal di atas, apakah orang-orang yang mengaku sebagai pengganti rasul-rasul benar-benar mengajarkan dan mempraktekkan apa yang dilakukan KRISTUS dan rasul-rasulnya?
GBU
Shalom Hesti,
1. Tentang batu karang dan batu penjuru
a. Tentang Petrus sebagai batu karang dalam hubungannya dengan Kristus Sang Batu Karang sudah pernah dibahas di sini, silakan klik, terutama point 4.
Argumen dari umat Protestan adalah bahwa hanya Tuhan-lah yang layak disebut sebagai ‘Gunung Batu/ batu karang’, seperti yang ditulis dalam Yes 44:8, “Adakah Allah selain dari pada-Ku? Tidak ada Gunung Batu yang lain, tidak ada Kukenal!” dan 1 Kor 10:4, “sebab mereka minum dari batu karang rohani yang mengikuti mereka, dan batu karang itu ialah Kristus.”
Memang Tuhan disebut sebagai ‘Gunung Batu’/ ‘the Rock‘ di Yes 44:8, dan bahkan di banyak ayat lainnya. Namun juga di tujuh bab kemudian dalam kitab Yesaya, yaitu Yes 51: 1-2, dikatakan Abraham adalah gunung batu yang daripadanya bangsa Israel terpahat. Serupa dengan hal ini adalah: Yesus disebut sebagai dasar Gereja (1 Kor 3:11) tetapi dalam Why 21:14 dan Ef 2:20, dikatakan bahwa dasar Gereja adalah para rasul. Atau dikatakan bahwa Yesus adalah Terang Dunia (Yoh 9:5) tetapi Kitab Suci juga mengatakan bahwa kita sebagai murid- murid Kristus adalah terang dunia (Mat 5:14). Juga, Yesus adalah Sang Rabi/ guru pengajar, namun ada banyak guru pengajar di dalam Tubuh Kristus (Ef 4:11; Yak 3:1).
Maka bukanlah suatu kontradiksi untuk mengatakan jika dasar Gereja adalah para rasul, sebab mereka dapat menjadi dasar Gereja karena mereka ada di dalam Kristus, Sang Dasar/ Pondasi. Demikian juga, Gereja dapat menjadi terang dunia (Mat 5:14) karena ia berada di dalam Kristus yang adalah Terang Dunia (Yoh 8:12). Seorang guru pengajar dapat mengajar karena ia ada di dalam Kristus Sang Guru. Dengan pengertian ini kita mengartikan Petrus sebagai ‘batu karang’. Keberadaannya sebagai ‘batu karang’ tidak mengurangi makna Kristus sebagai ‘Batu Karang/ Gunung Batu’ sebab karakternya sebagai batu karang tersebut diperoleh dari Kristus.
Sedangkan menurut pengetahuan saya, Gereja Katolik tidak pernah mengajarkan bahwa Petrus adalah batu penjuru. Batu penjuru yang disebut dalam Mat 21:42, Mrk 12:10, Luk 20:17; Kis 4:11 dan 1 Pet 2:7, tidak pernah mengacu kepada Petrus, namun kepada Kristus, sebagai penggenapan Mzm 118:22.
2. Tentang kutipan tulisan St. Agustinus tentang Petrus.
St. Agustinus memang pernah menuliskan bahwa batu karang tersebut adalah Kristus dan oleh pengakuan iman akan Kristus maka ia disebut Petrus, dan dengan demikian mengajarkan adanya interpretasi allegoris akan ayat Mat 16:18. Namun demikian, St. Agustinus tidak menolak arti literal dari ayat tersebut, yaitu bahwa di atas Rasul Petruslah Kristus mendirikan Gereja-Nya. Pengakuan akan keutamaan Petrus ini juga terlihat dalam tulisan- tulisan St. Agustinus yang lain, yang sayangnya tidak dikutip oleh mereka yang memang sudah ingin menolak keutamaan Rasul Petrus.
Silakan anda melihat pengajaran para Bapa Gereja sejak abad pertama sampai abad kelima, yang jelas mengajarkan tentang keutamaan Rasul Petrus ini, silakan klik. Tentang ajaran St. Agustinus, dapat dibaca di artikel tersebut, pada point no. 32.
3. Apakah Yesus membutuhkan pengganti?
Nampaknya perlu didefinisikan terlebih dahulu, apa yang dimaksud sebagai pengganti. Sebab jika maksudnya adalah pengganti yang setara dengan Kristus, maka tidak akan pernah ada lagi, sebab memang hanya Yesus yang adalah sungguh Tuhan dan manusia yang adalah Juru Selamat kita, satu- satunya nama yang oleh-Nya kita dapat diselamatkan (lih. Kis 4:12). Namun jika maksud dari pengganti itu adalah penerus, maka ya, Kristus memerlukan orang- orang yang meneruskan karya penyelamatan-Nya di dunia ini, sesuai dengan pesan-Nya sendiri sebelum kenaikan-Nya ke surga, “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Mat 28:19-20). Di sini jelas Yesus mengutus para rasul-Nya untuk pergi ke seluruh dunia, menjadikan semua bangsa murid-Nya, membaptis mereka dan mengajarkan segala perintah-Nya, dan dengan demikian melanjutkan rencana keselamatan Allah bagi dunia. Tugas inilah yang diemban oleh para rasul dan para penerus mereka, sebab perintah ini berlaku sampai akhir zaman.
4. Apakah yang dimaksud dengan “kunci- kunci Kerajaan Surga”?
Tentang kunci- kunci Kerajaan Surga sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.
5. Apakah Petrus akan menjadi hakim sehubungan dengan siapa yang patut masuk dalam Kerajaan Allah?
Sabda Allah menyebutkan bahwa yang menjadi Hakim atas kita adalah Kristus (lih. 2 Tim 4:1,8). Namun, Sabda Tuhan juga mengajarkan bahwa Kristus memberikan kuasa kepada Petrus untuk menyatakan suatu ketentuan yang mengikat ataupun tidak mengikat dan ketentuan ini akan berlaku di surga kelak (lih. Mat 16:19).
6. Apakah Petrus pernah ada di Roma?
Tentu pernah, hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik
7. John McKenzie menulis, “Tidak ada bukti- bukti sejarah berkenaan dengan seluruh mata rantai pengganti dalam wewenang Gereja” ?
Pernyataan ini bertentangan dengan keseluruhan bukti- bukti sejarah yang ada, sejak abad ke -1 sampai ke lima, dan abad- abad selanjutnya. Silakan membaca artikel seri Keutamaan Petrus, terutama di bagian 5, silakan klik, dan juga di jawaban ini, silakan klik.
8. Pengakuan dan pelantikan ilahi tidak ada artinya jika yang bersangkutan tidak taat kepada Allah dan Kristus? (Mat 7:21-23)
Pernyataan ini benar, jika ketaatan kepada Allah dan Kristus itu tidak diartikan menurut interpretasi pribadi, tetapi menurut apa yang telah menjadi ajaran Gereja sejak awal mula. Sebab sesungguhnya demi ketaatan kepada Allah dan Kristus, maka para Rasul dan para penerus mereka, yaitu Paus dan para Uskup mengajarkan ajaran iman yang tetap sama dan konsisten sejak Gereja awal.
9. Ajaran Allah Tritunggal merupakan ajaran tambahan yang baru ada di abad ke-4?
Pernyataan ini tidak benar. Trinitas sudah diajarkan dalam Kitab Suci dan sudah diajarkan oleh para Bapa Gereja sebelum abad ke-4. Beberapa kutipan ajaran para Bapa Gereja sebelum abad ke-4 mengenai Trinitas, dapat dibaca di sini, silakan klik. Selanjutnya penjelasan tentang ajaran mengenai Allah Trinitas, silakan klik di sini.
10. Selibat juga merupakan ajaran tambahan, dan tidak diajarkan oleh Kristus?
Pernyataan ini juga keliru. Kristus sendiri mengajarkan tentang hal ini dalam Mat 19: 12, yaitu bahwa ada orang yang membuat diri mereka tidak kawin karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Surga. Maka, para rasul telah menjalankan kaul kemurnian sebelum Yesus wafat, seperti yang dikemukakan oleh St. Petrus “Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?” (Mat 19:27). Dan Yesus menjawab “Dan setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, atau istri (istri termasuk dalam terjemahan Douay Rheims, Vulgate and King James Bible) anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal (Mat 19:29). Meninggalkan segalanya dan istri disini, ditafsirkan sebagai tindakan untuk tidak melakukan lagi hubungan suami istri. Kalau kita mempelajari riwayat Mahatma Gandhi, beliau juga pada umur tertentu tidak menggunakan haknya sebagai suami demi untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. Jadi, hal ini bukanlah sesuatu yang aneh. Selanjutnya, Rasul Paulus sendiri memberikan nasehat ” Aku ingin, supaya kamu hidup tanpa kekuatiran. Orang yang tidak beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan, bagaimana Tuhan berkenan kepadanya” (1 Kor 7:32). Dengan hidup selibat, seorang imam hanya memikirkan apa yang terbaik bagi Tuhan dan umat yang dipercayakan kepadanya.
Namun adalah fakta bahwa di dalam Gereja perdana, karena terbatasnya kandidat yang tidak menikah untuk diakon, imam, dan uskup, maka orang- orang yang sudah menikah dapat ditahbiskan (lih. 1 Tim 3:1-4), namun mereka dituntut untuk mempraktekkan kaul kemurnian setelah ordinasi. Kenyataan ini tidak mengubah bahwa Yesus sudah mengajarkan tentang adanya panggilan hidup selibat (tidak menikah) untuk Kerjaaan Allah, dan Rasul Paulus juga mengajarkan bahwa itu adalah sesuatu yang lebih baik bagi yang terpanggil untuk itu (lih. 1 Kor 7:7), karena dapat lebih memusatkan hati dan pikiran kepada Tuhan.
Dokumen Gereja pertama yang menyatakan secara explisit tentang hal ini adalah Konsili Elvira di Spanyol tahun 306 dan Carthage tahun 390, serta dekrit dari Paus Siricius dan Innocent, sekitar akhir abad ke-4 dan awal abad ke-5. Semuanya itu menunjukkan bahwa hidup selibat setelah ordinasi bukanlah inovasi semata, namun merupakan hal yang telah dijalankan oleh para murid, bapa Gereja, dan menjadi bagian dari tradisi. Paus Siricius mengatakan bahwa peraturan untuk hidup selibat dimaksudkan untuk memberikan segenap jiwa dan raga untuk Tuhan dalam kaul kesucian mulai dari hari ordinasi. Dan Konsili Carthage menekankan hidup selibat untuk meneruskan ajaran dan praktek hidup selibat seperti yang telah dijalankan oleh para rasul.
Gereja Timur tidak lagi mempraktekan tradisi apostolik ini karena perubahan yang dilakukan di Konsili Trullo (sekitar abad ke-7), namun disebutkan bahwa hanya imam yang tidak menikah yang dapat ditahbiskan menjadi uskup, dan seorang imam tidak dapat menikah setelah dia ditahbiskan. Yang menjadi motif dari Konsili Trullo adalah untuk meluruskan begitu banyak penyimpangan, seperti simoni, penyimpangan kehidupan seksual para iman, atau masih menggunakan hubungan suami-istri walaupun sudah ditahbiskan. Menanggapi hal itu, Gereja Latin dibawah kepemimpinan St. Gregory VII mengambil jalan untuk menjalankan peraturan secara ketat, sebaliknya Gereja Timur mengambil cara untuk memperlunak peraturan tersebut. Cara yang sungguh patut dipuji dari St. Gregorius VII membuahkan hasil dengan meletakkan pondasi yang kokoh, sehingga membuat Gereja berkembang pesat di abad 12-13.
Jadi alasan yang utama dari kaul kemurnian adalah karena seorang imam secara sakramental mewakili Kristus sebagai mempelai pria dari Gereja, maka tidaklah pantas bahwa dia sendiri mempunyai istri bagi dirinya sendiri. Jalan yang ‘sulit’ yang ditempuh oleh Gereja Katolik menambahkan kepadanya “motive of credibility” sebagai Gereja yang sejati. Sebuah doktrin yang bertentangan dengan kecenderungan alami tidak dapat diharapkan untuk bertahan selama 2000 tahun tanpa bantuan dari yang Ilahi.
Akhirnya adalah anggapan yang keliru untuk mempertentangkan panggilan hidup selibat untuk Kerajaan Allah dengan 1 Tim 4:1-3. Sebab ayat itu sesungguhnya berhubungan dengan ajaran sesat yang diajarkan oleh Gnosticism di abad pertama, yang membenci tubuh dan segala yang berupa materi, sehingga perkawinan juga dianggap sebagai sesuatu yang buruk karena melalui perkawinan dapat diperoleh keturunan, yaitu terciptanya ‘tubuh’ manusia yang baru. Ajaran inilah yang dikecam oleh Rasul Paulus ketika ia mengatakan, “Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan …. Mereka itu melarang orang kawin, melarang orang makan makanan yang diciptakan Allah supaya dengan pengucapan syukur dimakan oleh orang yang percaya dan yang telah mengenal kebenaran.” (1 Tim 4:1-3). Sedangkan panggilan hidup selibat tidaklah berupa paksaan, sebab jika orang tidak terpanggil untuk itu, maka ia tidak harus memilih panggilan hidup selibat; ia dapat tetap melayani Tuhan melalui panggilan hidup berkeluarga. Namun kalau orang memang terpanggil untuk hidup selibat bagi Kerajaan Allah, ia melakukannya dengan sukarela atas motif kasih dan pemberian diri yang total kepada Allah, seperti yang dilakukan oleh Rasul Paulus sendiri (lih. 1 Kor 7:7). Jika Rasul Paulus hidup selibat untuk Kerajaan Allah, tentu ia sendiri melakukan hal ini bukan karena pengaruh roh penyesat, namun oleh kasihnya yang besar kepada Allah.
11. Menurut E.I. Watkin, sejarahwan Katolik: Para Uskup secara tetap telah mendukung semua peperangan yang dilancarkan oleh pemerintah negeri mereka?
Pertama- tama perlu diketahui terlebih dahulu siapakah Edward Ingram Watkin (1888-1981) itu. Ia adalah seorang penulis dari Inggris, yang secara publik menentang wajib militer (1916), seperti yang dituliskannya dalam The Crime of Conscription. Karya sejarah yang ditulisnya hanya satu, yaitu Roman Catholicism in England from the Reformation to 1950. Dengan demikian mungkin lebih tepat jika E.I. Watkin ini disebut sebagai sastrawan ketimbang sejarahwan.
Maka komentarnya terhadap para uskup kemungkinan berhubungan dengan hal wajib militer ini. Kita ketahui bahwa para uskup tidak mempunyai bala tentara/ angkatan bersenjata. Namun mereka juga tidak punya kuasa untuk membatalkan keputusan pemerintah negara mereka yang sah, jika pemerintah menentukan kebijakan wajib militer, sebab yang menjadi lingkup tugas para Uskup adalah lebih menyangkut ke hal rohani umat dan bukan hal politik ataupun militer. Maka jika para Uskup mentaati keputusan pemerintah sekuler dalam hal ini, bukan berarti Uskup-lah yang menyetujui ataupun mendukung perang. Lagipula perlu diperhatikan di sini adalah apakah perang tersebut dapat dikatakan sebagai perang yang adil (just war) atau tidak.
St. Thomas Aquinas memberikan tiga prinsip yang harus dipenuhi seluruhnya, agar suatu perang dapat dikatakan sebagai adil/ dapat dibenarkan secara moral, yaitu: 1) Diadakan oleh otoritas pemerintah yang sah. Sebab pemerintah yang sah mempunyai tugas dari Allah untuk melindungi pihak yang lemah ataupun untuk melindungi rakyatnya dari mereka yang berbuat kejahatan (lih. Rom 13:4, Mzm 82:4); 2) Diperlukan alasan yang adil, yaitu bahwa pihak yang dilawan haruslah karena ia telah berbuat kesalahan; 3) Negara yang berperang harus mempunyai maksud yang benar, yaitu untuk memajukan kebaikan dan untuk menghindari kejahatan. St. Agustinus mengajarkan, “True religion looks upon as peaceful those wars that are waged not for motives of aggrandizement, or cruelty, but with the object of securing peace, of punishing evil-doers, and of uplifting the good.” (Can. Apud. Caus. xxiii, qu. 1, lih. Summa Theologica, II-II, q.40, a.1)
Jika perang tersebut adalah perang yang adil, dan karena itu, dapat dibenarkan oleh moral, maka tindakan para uskup yang mendukung keputusan pemerintahan yang sah demi menegakkan keadilan dan membela kepentingan masyarakat umum, dapat dibenarkan secara moral.
Nampaknya apa yang disampaikan oleh Watkin dalam bukunya merupakan kesan pribadinya, tanpa didasari oleh pemahaman akan apa yang diajarkan dalam Katekismus tentang hal ini, yaitu:
KGK 2307 Perintah kelima melarang merusakkan kehidupan manusia dengan sengaja. Karena kejahatan dan ketidakadilan yang berkaitan dengan setiap perang, maka Gereja dengan sangat menghimbau semua orang supaya berdoa dan berusaha, agar kebaikan ilahi membebaskan kita dari perbudakan perang yang sudah lama itu (Bdk. GS 78,5).
KGK 2308 Tiap warga negara dan tiap pejabat berkewajiban mengusahakan secara aktif mencegah perang. Namun demikian, “sepanjang bahaya perang tetap timbul, dan tidak ada kewibawaan internasional yang berwenang dan dilengkapi upaya-upaya yang memadai, ketika semua upaya perundingan damai sudah gagal – pemerintah-pemerintah tidak dapat diingkari haknya untuk mempertahankan diri secara sah” (GS 79,4).
KGK 2309 Syarat-syarat yang memperbolehkan suatu bangsa membela diri secara militer, harus diperhatikan dengan baik. Keputusan semacam itu berakibat besar, sehingga hal itu hanya diperbolehkan secara moral dengan syarat-syarat berikut yang ketat, yang harus serentak terpenuhi:
– Kerugian yang diakibatkan oleh penyerang atas bangsa atau kelompok bangsa, harus diketahui dengan pasti, berlangsung lama, dan bersifat berat.
– Semua cara yang lain untuk mengakhirinya harus terbukti sebagai tidak mungkin atau tidak efektif.
– Harus ada harapan yang sungguh akan keberhasilan.
– Penggunaan senjata-senjata tidak boleh mendatangkan kerugian dan kekacauan yang lebih buruk daripada kejahatan yang harus dielakkan. Dalam menentukan apakah syarat-syarat ini terpenuhi, daya rusak yang luar biasa dari persenjataan modern harus dipertimbangkan secara serius. Inilah unsur-unsur tradisional, yang ditemukan dalam ajaran yang dinamakan ajaran tentang “perang yang adil”. Penilaian, apakah semua prasyarat yang perlu ini agar diperbolehkan secara moral suatu perang pembelaan sungguh terpenuhi, terletak pada pertimbangan bijaksana dari mereka, yang kepadanya dipercayakan pemeliharaan kesejahteraan umum.
KGK 2310 Instansi pemerintah dalam hal ini mempunyai hak dan kewajiban untuk membebani para warga dengan kewajiban yang perlu untuk pembelaan nasional. Mereka, yang sebagai anggota militer mengabdi kepada tanah aimya, membela keamanan dan kebebasan bangsa-bangsa. Kalau mereka melaksanakan tugasnya dengan baik, mereka memberi sumbangan untuk kesejahteraan umum bangsa-bangsa dan kelanggengan perdamaian (Bdk. GS 79,5).
KGK 2311 Instansi pemerintah harus secara memadai memperhatikan mereka yang menolak untuk mengangkat senjata karena alasan-alasan hati nuraninya. Mereka ini tetap berkewajiban melayani persekutuan masyarakat dalam bentuk lain (Bdk. GS 79,3).
KGK 2312 Gereja dan akal budi manusia menjelaskan bahwa hukum moral tetap berlaku selama bentrokan senjata. “Dan bila – sayang sekali – perang sudah pecah, tidak dengan sendirinya segala sesuatu diperbolehkan antara pihak-pihak yang sedang bertikai” (GS 79,4).
KGK 2313 Penduduk sipil, serdadu-serdadu yang terluka dan para tawanan perang harus diperhatikan dan diperlakukan secara manusiawi. Perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan tahu dan mau melawan hukum bangsa-bangsa dan undang-undang dasar yang berlaku untuk semua, demikian pula perintah-perintah untuk melaksanakan perbuatan tersebut, adalah kejahatan. Ketaatan yang buta tidak merupakan alasan yang cukup untuk memaafkan mereka yang menuruti perintah-perintah semacam itu. Demikianlah pembasmian satu bangsa, satu negara atau minoritas etnis, harus dikecam sebagai dosa berat. Orang berkewajiban secara moral supaya melawan perintah-perintah yang bertujuan memusnahkan suatu bangsa.
KGK 2314 “Semua kegiatan perang, yang menimbulkan penghancuran kota-kota seluruhnya atau daerah-daerah luas beserta semua penduduknya, merupakan tindakan kejahatan melawan Allah dan manusia sendiri, yang harus dikecam dengan keras dan tanpa ragu-ragu” (GS 80,4). Bahaya perang modern ialah memberi kesempatan untuk kejahatan demikian itu kepada pemilik-pemilik senjata berteknologi tinggi, terutama senjata atom, senjata biologi, atau senjata kimia.
Dengan berpegang pada ajaran ini, maka kita mengetahui bahwa pada prinsipnya Gereja sangat menolak perang. Namun adakalanya perang jadi tak terelakkan, karena segala upaya perdamaian gagal dan kondisi lain seperti disebut dalam KGK 2309. Dalam hal ini memang pemerintah mempunyai hak dan kewajiban untuk membebani warga untuk pembelaan diri secara nasional; dan jika ini kondisinya, anggota Gereja termasuk para pemimpinnya sebagai warga negara mempunyai kewajiban untuk taat kepada pemerintah setempat yang sah. Dalam kondisi ini, tidak dapat dikatakan bahwa Uskup atau Paus mendukung peperangan. Sebab sudah ada banyak juga bukti sebaliknya, bahwa Paus turut berpartisipasi mencegah perang, seperti yang dilakukan oleh Paus Yohanes XXIII yang mengirimkan pesan kepada para pemimpin negara Amerika dan Cuba sehingga perang nuklir di Cuba (1962) tidak jadi dilaksanakan. Atau juga peran Paus Pius XII yang melindungi para pengungsi Yahudi dari kejaran tentara NAZI di tahun 1940-an, seperti pernah dibahas di sini, silakan klik.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan untuk menanggapi pernyataan Anda. Semoga dapat menjadi masukan yang berguna buat Anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Syalom, saya mau tanya kalau saya mau buka situs daftar paus n fotonya alamat webnya di mana ya, terima kasih.
Shalom Petrus Rollies,
Untuk daftar Paus sejak St. Petrus sampai Paus Benediktus XVI, silakan klik di link ini; atau di link ini, silakan klik
Maaf, saya tidak dapat menemukan situs yang menampilkan foto- foto masing- masing Paus. Namun foto- foto beberapa Paus dan tulisan- tulisan mereka ada di link ini, silakan klik; dan situs khusus tentang Paus Benediktus XVI, ada di link ini, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Katolisitas,
boleh bertanya …
apa pendapat Katolisitas tentang catatan Apostolic Constitution yg isinya seperti ini:
Petrus (Kefas) menuliskan tentang pemilihan Linus sebagai Uskup Roma pertama: “Sekarang mengenai para uskup yg telah diangkat selama hidup kita, kami memberitahu kalian bahwa mereka adalah sebagai berikut: …
Untuk Gereja di Roma, Linus putra Claudia adalah yg pertama, ditahbiskan oleh Paulus; dan Klemens, setelah Linus meninggal, sebagai yg kedua, ditahbiskan oleh aku, Petrus.”
Tetapi ada catatan lain, Linus digantikan oleh Anakletus (s/d tahun 88
M), baru kemudian Klemens menjabat tahun 88 – 98 M.
Pertanyaan saya:
1. Jadi mana yg benar, siapa yg menggantikan Linus, Anakletus atau Klemens?
2. Apa yg dimaksud Klemens ditahbiskan oleh Petrus? Waktu Klemens mulai menjabat, Petrus sudah meninggal.
Terima kasih atas penjelasannya.
Tuhan Yesus memberkati.
Shalom Robert,
Catholic Encyclopedia menyebutkan bahwa dokumen Apostolic Constitution merupakan dokumen yang berasal dari abad ke-4, sehingga dikatakan sebagai “pseudo” Apostolic collection, karena tidak dapat dipastikan bahwa dokumen tersebut otentik ditulis oleh para rasul (selengkapnya, klik di sini).
Dikatakan demikian:
“The Church seems never to have regarded this work as of undoubted Apostolic authority. The Trullan Council in 692 rejected the work on account of the interpolations of heretics. Only that portion of it to which has been given the name “Apostolic Canons” was received; but even the fifty of these canons which had then been accepted by the Western Church were not regarded as of certain Apostolic origin….”
Oleh karena itu, kita tidak dapat menganggap bahwa segala yang tertulis di sana dapat dijadikan sebagai patokan kebenaran, sebab keotentikan dokumen itu sendiri dipertanyakan.
Memang nampaknya terdapat beberapa variasi dalam catatan urutan Paus setelah Rasul Petrus sampai dengan Paus Klemens, sebagaimana diulas di link ini, silakan klik. Namun jika memakai restorasi tahun sebagaimana ditulis oleh Hegesippus (180), maka urutannya setelah Rasul Petrus adalah Linus, Cletus (Anacletus), Klemens.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Dear Katolisitas,
Kapankah artikel tentang
1. Keutamaan Petrus (the Primacy of Peter) selama 500 tahun Gereja awal (bagian 5)
dan
2. Keutamaan Petrus (the Primacy of Peter) menurut ajaran Gereja Katolik, dalam Konsili Vatikan I dan Konsili Vatikan II. (bagian 6- selesai)
akan dimuat??
Salam kasih,
Giovanni
[dari katolisitas: Maaf, kami belum sempat menyelesaikannya. Mohon kesabarannya.]
Duh komentarnya dan tanya jawab tanpa emosi mantap sekali untuk membangun iman Katholik saya..
Terima Kasih Tuhan karena menemukan situs ini..
Tambahan lagi sebelum lupa
ada fakta yang menarik
Gal 2:11 Tetapi waktu Kefas datang ke Antiokhia, aku berterang-terang menentangnya, sebab ia salah.
Gal 2:12 Karena sebelum beberapa orang dari kalangan Yakobus datang, ia makan sehidangan dengan saudara-saudara yang tidak bersunat, tetapi setelah mereka datang, ia mengundurkan diri dan menjauhi mereka karena takut akan saudara-saudara yang bersunat.
Gal 2:13 Dan orang-orang Yahudi yang lainpun turut berlaku munafik dengan dia, sehingga Barnabas sendiri turut terseret oleh kemunafikan mereka.
Gal 2:14 Tetapi waktu kulihat, bahwa kelakuan mereka itu tidak sesuai dengan kebenaran Injil, aku berkata kepada Kefas di hadapan mereka semua: “Jika engkau, seorang Yahudi, hidup secara kafir dan bukan secara Yahudi, bagaimanakah engkau dapat memaksa saudara-saudara yang tidak bersunat untuk hidup secara Yahudi?”
berarti Paus juga bisa salah kan? bisa dikritik kan?
Saya harap ada penjelasan dari team Katolisitas
Shalom
Shalom Tristan,
Memang, contoh yang sering diajukan untuk menyanggah infalibilitas Petrus adalah kisah Paulus yang pernah menentang Rasul Petrus karena kesalahannya (Gal 2: 11-14). Namun yang salah di sini bukanlah ajaran Petrus, tetapi sikapnya yang tidak konsisten dalam menerapkan keputusan Konsili Yerusalem perihal menyikapi kesamaan kedudukan umat yang bersunat dan tidak bersunat. Maka hal ini bukan bukti yang menentang infalibilitas Paus. Sebab sebagai manusia, Petrus dan para penerusnya (Paus) bisa salah dalam tindakannya, namun yang tidak bisa salah di sini hanya ketika ia sedang menjalankan perannya sebagai Petrus, pemimpin Gereja, pada saat ia mengumumkan ajaran iman dan moral secara definitif yang berlaku untuk seluruh Gereja.
Maka, harap dipahami bahwa infalibilitas Paus ini tidak berlaku dalam segala hal, namun hanya jika ia mengajar 1) dalam hal iman dan moral, secara definitif, 2) dalam kapasitasnya sebagai penerus Rasul Petrus, 3) ajaran yang berlaku untuk Gereja universal di seluruh dunia, tidak terbatas pada keuskupan tertentu. Dasar infalibilitas ini adalah karena Yesus telah memberikan kuasa kepada Petrus dan para penerusnya untuk memberikan pengajaran yang tidak mungkin salah dalam hal iman dan moral, yang merupakan ketentuan yang ‘mengikat’ manusia di dunia dan kelak diperhitungkan di sorga (lih. Mat 16:19). Selanjutnya tentang infalibilitas, sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Saya lebih tertarik sejak kapan Roma menjadi pusat agama Kristen?
Sidang Jemaat pertama diadakan di Yerusalem bukan di Roma. (ini yang tercatat dalam Kisah para Rasul 15)
Bahkan mungkin pada saat itu belum ada kumpulan jemaat di Roma.
Jemaat yang pertama kali disebut Kristen adalah jemaat Antiokhia.
Dan ini menjadikan Antiokhia menjadi pusat kumpulan jemaat Kristen di daerah Asia Kecil.
Kisah para Rasul 11:26 Mereka tinggal bersama-sama dengan jemaat itu satu tahun lamanya, sambil mengajar banyak orang. Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen.
Roma masih jauh dari tahun-tahun tersebut, bahkan bagian akhir kitab Kisah para Rasul jemaat Roma baru terbentuk.
Tapi memang bila Tuhan mau memberikan pertumbuhan tidak ada yang mustahil. kita bisa lihat banyak tokoh yang disebut Rasul Paulus dalam salam kepada jemaat Roma dibagian akhir Kitab Roma. Akwila dan Priskila yang pernah bertemu di Korintus-Efesus juga kini sudah kembali dan melayani jemaat di Roma.
Tentang Petrus di Roma? Apakah ada catatannya di Alkitab?
Salam.
[Dari Katolisitas: Pertanyaan ini digabungkan karena topiknya sama]
Ingin saya kritis 5 Tokoh baris pertama urutan2 Paus menurut Katolik
1. Santo Petrus (33-64 atau 33-67)
2. Santo Linus dari Tuscany (67-76)
3. Santo Anacletus (atau Cletus) dari Roma (76-88)
4. Santo Clement I dari Roma (88-97)
5. Santo Evaristus dari Yunani (97-105)
Bila orang-orang ini benar-benar eksis sebagai paus seperti diakui Roma Katholik, seharusnya selain Rasul Petrus, nama-nama ini tercantum juga dalam Alkitab.
Rasul tertua yang masih hidup adalah Rasul Yohanes.
John the Apostle, also known as John the Beloved Disciple, (Ancient Greek: Ἰωάννης) (c. 6 – c. 100) was one of the Twelve Apostles of JESUS. He was the son of Zebedee and Salome, and brother of James, another of the Twelve Apostles. Christian tradition holds he was the last surviving of the Twelve Apostles and died around the age of 94─the only apostle to die naturally. (sumber dari Wikipedia).
Apakah kedudukan empat orang Paus penerus “Santo Petrus” memiliki otoritas lebih tinggi daripada Rasul Yohanes???
Salahkah saya bila lebih memilih percaya pada tulisan Rasul Yohanes daripada otoritas Paus?
Salam.
Tristan
Shalom Tristan,
1. Kapan Roma menjadi pusat agama Kristen?
Benar bahwa sidang jemaat yang pertama terjadi di Yerusalem (Kis 15) dan jemaat pertama kali disebut Kristen di Antiokhia. Namun dalam Alkitab juga tidak tertulis bahwa Antiokhia adalah pusat seluruh jemaat Kristen. Anda benar jika mengandaikan bahwa Antiokhia merupakan jemaat (Gereja) yang penting di Asia Kecil, tetapi fakta ini tidak mengandaikan bahwa Antiokhia adalah pusat seluruh Gereja universal/ seluruh dunia.
Perintah Yesus sendiri telah jelas, yaitu bahwa Ia mengutus para murid pertama- tama di Yerusalem, lalu ke Yudea dan Samaria, dan sampai ke ujung bumi (Kis 1:8). Maka adalah wajar jika Rasul Petrus dan Paulus pergi ke Roma untuk mengabarkan Injil, karena di Roma terdapat sejumlah besar kaum Yahudi dan non- Yahudi.
Kitab Suci dan catatan sejarah mengatakan bahwa Rasul Petrus ke Roma pada tahun 42, demikian perinciannya: (sumber: Warren Carroll, The Founding of Christendom, A History of Christendom, vol.1., Front Royal, Va: Christendom College Press, 1985, p. 422)
Tahun 30 Kematian, kebangkitan dan kenaikan Kristus, Pentakosta
30-37 Petrus memimpin Gereja di Yerusalem.
38-39 Perjalanan Petrus di Samaria dan di pantai Palestina.
40-41 Petrus di Antiokhia
42 Dipenjara di Yerusalem, dibebaskan, dan keberangkatan ke tempat lain
42-49 Persinggahan yang pertama di Roma
49 Diusir dari Roma oleh edict Claudius yang menentang kaum Yahudi
49-50 Di Yerusalem, dalam Konsili Apostolik [seperti tertulis dalam Kis 15].
50-54 Di Antiokhia, Bitinia, Pontus, Asia dan Kapadokia
54-57 Persinggahan yang kedua di Roma: Injil Markus ditulis di bawah pengarahan Petrus
57-62 Di Bitinia, Pontus dan Kapadokia, Markus di Alexandria, Mesir
62-67 Persinggahan yang ketiga di Roma, menuliskan surat 1 Pet dan 2 Pet Markus ada bersama Petrus di Roma.
67 Dibunuh sebagai martir di Roma, dikuburkan dekat Nekropolis di Vatikan.
Maka anda benar sewaktu mengatakan bahwa Gereja di Roma dibentuk sesudah Gereja di Yerusalem dan Antiokhia; namun Gereja Roma menjadi utama, karena dari di sanalah Rasul Petrus dan para penerusnya mengatur Gereja yang terletak di pusat dunia, untuk menyebarkan ajaran Kristus ke seluruh dunia, menurut perintah Yesus (Kis 1:8). Maka kedudukan Gereja Roma memang tidak terlepas dari figur pendirinya, yaitu Rasul Petrus, bersama dengan Rasul Paulus, yang keduanya kemudian wafat sebagai martir di sana.
Keberadaan Petrus di Roma disebutkan di 1 Pet 5:13, di mana Rasul Petrus menuliskan bahwa ia berada di kota Babilon, nama kiasan dari kota Roma.
Selanjutnya, silakan anda membaca artikel Keutamaan Petrus (3), silakan klik, yang membahas tanggapan kami terhadap mereka yang menentang keberadaan Petrus di Roma. Dan silakan juga membaca jawaban saya kepada Dela, silakan klik, yang senada dengan pertanyaan anda.
2. Mengapa nama kelima Paus pertama tidak dicatat dalam Alkitab?
Gereja Katolik memang tidak mengajarkan bahwa Kebenaran dan Sabda Allah hanya terbatas pada apa yang tertulis dalam Kitab Suci. Sabda Allah yang tertulis dalam Kitab Suci adalah sabda yang bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran (2 Tim 3:16) namun tidak menyampaikan segala- galanya tentang ajaran Kristus. Ada hal- hal lain yang tidak semuanya tertulis dalam Alkitab, tetapi bukan berarti itu tidak benar. Adanya konsistensi tulisan rekaman fakta sejarah dari sumber- sumber yang dapat dipercaya, yaitu para Bapa Gereja, merupakan sumber yang kredibel untuk mengetahui suatu keadaan yang sesungguhnya, dalam hal ini tentang keutamaan Petrus dan para penerusnya, melengkapi apa yang diajarkan Kristus dalam Mat 16:18-19. Lagipula, Alkitab memang tidak dimaksudkan sebagai buku sejarah, tetapi lebih kepada kitab ajaran iman dan moral.
Jadi anda benar, bahwa selama St. Yohanes masih hidup, kemungkinan terdapat 5 orang Paus di Roma. Pada sekitar tahun 95-97 (hampir bersamaan dengan ketika kitab Wahyu dituliskan), Paus Klemens I menuliskan surat kepada Gereja/ jemaat di Korintus untuk menyelesaikan pertikaian besar yang terjadi di sana. Ini justru menjadi bukti tentang keutamaan kepemimpinan para penerus Petrus, karena walaupun pada saat itu Rasul Yohanes masih hidup, dan tinggal lebih dekat ke Korintus, jika dibandingkan dengan Paus Klemens I di Roma, namun yang menyelesaikan masalah di Korintus bukannya Rasul Yohanes, tetapi Paus Klemens I yang berbicara dengan otoritas dari Tuhan sendiri, dalam suratnya. Paus Klemens I menegaskan bahwa jalur apostolik harus dipertahankan di jemaat itu, dan bahwa jemaat tidak boleh memilih sendiri orang- orang lain di luar orang- orang yang sudah ditunjuk dan disetujui oleh seluruh Gereja. Silakan membaca kembali artikel di atas. Di akhir suratnya Paus Klemens I mengatakan demikian, yang menunjukkan kepemimpinannya:
Surat dari Klemens I ini dibacakan secara publik dari waktu ke waktu di jemaat Korintus bahkan termasuk dalam Kitab Suci menurut Codex Alexandrinus di abad ke-5 [yang dipegang oleh beberapa Gereja Orthodox]. Ini membuktikan bahwa sedikitnya surat ini mempunyai kedudukan yang cukup penting pada jemaat di daerah tertentu di masa Kristen awal.
Maka walaupun sebagai rasul, Yohanes memiliki otoritas juga dalam memimpin Gereja lokal seperti para rasul lainnya, namun dalam hal memimpin seluruh Gereja, otoritas ada di tangan para penerus rasul Petrus, seperti yang telah dinyatakan dengan jelas oleh Paus Klemens I.
Jika kita mempunyai keterbukaan hati untuk melihat fakta ini, maka kita akan memberikan penghormatan kepada tulisan- tulisan keduanya, baik tulisan Rasul Yohanes maupun tulisan Paus Klemens I. Hal yang dituliskan oleh keduanya tidak menyangkut hal yang sama, namun keduanya benar adanya, dan tidak perlu dipertentangkan. Rasul Yohanes sendiri tidak pernah menuliskan hal yang menentang otoritas Petrus dan para penerusnya, maka sebaiknya kitapun tidak menentang otoritas Petrus dan para penerusnya sebagai pemimpin Gereja universal.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Ibu Ingrid
Gereja Antiokhia bertumbuh pesat bukan karena Petrus ada di sana.
Entah apa istilahnya pelayanan atau memimpin.
Berikut ini cikal bakal jemaat Antiokhia
Kis 11:20 Akan tetapi di antara mereka ada beberapa orang Siprus dan orang Kirene yang tiba di Antiokhia dan berkata-kata juga kepada orang-orang Yunani dan memberitakan Injil, bahwa YESUS adalah Tuhan. 11:21 Dan tangan Tuhan menyertai mereka dan sejumlah besar orang menjadi percaya dan berbalik kepada Tuhan. 11:22 Maka sampailah kabar tentang mereka itu kepada jemaat di Yerusalem, lalu jemaat itu mengutus Barnabas ke Antiokhia. 11:23 Setelah Barnabas datang dan melihat kasih karunia Allah, bersukacitalah ia. Ia menasihati mereka, supaya mereka semua tetap setia kepada Tuhan, 11:24 karena Barnabas adalah orang baik, penuh dengan ROH KUDUS dan iman. Sejumlah orang dibawa kepada Tuhan. 11:25 Lalu pergilah Barnabas ke Tarsus untuk mencari Saulus; dan setelah bertemu dengan dia, ia membawanya ke Antiokhia. 11:26 Mereka tinggal bersama-sama dengan jemaat itu satu tahun lamanya, sambil mengajar banyak orang. Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen.
Kis 13:1. Pada waktu itu dalam jemaat di Antiokhia ada beberapa nabi dan pengajar, yaitu: Barnabas dan Simeon yang disebut Niger, dan Lukius orang Kirene, dan Menahem yang diasuh bersama dengan raja wilayah Herodes, dan Saulus.
Tidak ada Rasul Petrus saat itu.
Sewaktu Antiokhia berkembang menjadi salah satu pusat gereja di Asia Kecil. Istilahku adalah Gereja yang melakukan pengutusan, sebab gereja Antiokhia mengutus Barnabas dan Paulus untuk pemberitaan Injil juga kepada orang-orang bukan Yahudi.
Jadi tidak relevan bila harus ada Petrus baru menjadi gereja pusat.
Roma = Babylon. Bagaimana dengan Wahyu 18:1-3? Apa kesimpulannya?
Paus ke-4 yaitu Paus Klemens I. Kenapa harus menurut Codex Alexandrinus di abad ke-5? Bukankah seharusnya abad ke-2 juga sudah ada catatan resminya? Jangan-jangan sejarah kepausan juga baru disusun berdasarkan referensi sumber setelah abad ke-4!!!
Conspiracy theory…. mungkin saja….
Surat Paulus termasuk yang paling banyak di dalam kumpulan kitab dalam Bible.
Di situ dengan jelas minimal ada dua apprentice yaitu Titus dan Timotius yang diberikan tugas mengatur jemaat dimana Injil diberitakan oleh Paulus, seharusnya termasuk juga Roma.
Beberapa hal penting yang disampaikan adalah tentang pengajaran, cara hidup Kristen dan mengangkat penatua diaken pengurus gereja.
Apakah kedua orang ini boleh melangkahi penerus Petrus di ROMA?
Haruskah mereka ribut soal otoritas dan kekuasaan?
Walau tidak tertulis mungkin masih bisa dianggap benar, tapi apa yang tertulis dalam Bible apakah harus salah demi bela apa yang tidak tertulis? Saya rasa tidak demikian….
Satu lagi Ibu menuliskan: Tahun 30 Kematian, kebangkitan dan kenaikan Kristus, Pentakosta
Ini menarik…. sebab 14 Nisan (sehari sebelum bulan purnama 15 Nisan) tahun 30AD tersebut jatuh pada hari Rabu bukan Jumat. Dengan demikian YESUS wafat pada hari Rabu, 3 hari 3 malam selesai pada hari Sabtu.
So…. Bagaimana menjelaskan Ibadah Minggu sebagai peringatan kebangkitan KRISTUS????
Salam.
Shalom Tristan,
1. Gereja Antiokhia bertumbuh pesat bukan karena Petrus?
Pertumbuhan Gereja pertama- tama disebabkan oleh karya Roh Kudus. Maka memang pertumbuhan Gereja tidak disebabkan semata- mata oleh karena Rasul Petrus. Namun demikian, bukan berarti peran Rasul Petrus tidak penting. Sebab Kitab Suci sendiri menunjukkan tentang keutamaan Rasul Petrus, seperti yang pernah dibahas di sini, silakan klik. Dan juga bahwa jemaat awal juga sudah mengakui tentang keutamaan Petrus ini, silakan klik.
Kisah Para Rasul menuliskan keutamaan Rasul Petrus pada hari Pentakosta (lih. Kis 2:14-40). Rasul Petrus adalah Rasul yang dengan berani tampil untuk berkhotbah di hadapan orang- orang Israel, setelah ia dan para murid lainnya menerima pencurahan Roh Kudus. Maka tidak benar bahwa Kisah Para rasul tidak mencatat keutamaan Rasul Petrus. Dalam banyak perikop berikutnya dalam Kisah Para Rasul, Rasul Petrus dicatat sebagai pemimpin rasul, misalnya, bahwa kepadanya dibawa hasil penjualan ladang agar hasilnya dapat dibagi- bagikan kepada sesama murid Kristus (lih. Kis 4:32-37- 5:1-11), kepadanya orang- orang berdesak- desakan membawa para orang sakit agar terkena bayangannya agar sembuh (lih. Kis 5:14-16); dan ia yang menengahi dan membuat keputusan terhadap perbedaan pandangan yang terjadi di antara para murid tentang sunat (Kis 15 :7-11).
Kepemimpinan Petrus di Antiokhia dicatat oleh Eusebius. (Eusebius, Church History 3, 36, NPNF2, 1:166 dan Origen, In Lucam, Homily 6, 938A: Petrus menunjuk Evodius untuk menggantikannya sebagai Uskup di Antiokhia, Evodius digantikan oleh Ignatius yang kemudian menjadi martir di Roma tahun 106). Paulus sendiri mencatat keberadaan Petrus (Kefas) di Antiokhia (Gal 2:11) yaitu pada saat Paulus kemudian menentang sikap Kefas yang tidak konsisten melaksanakan ajaran tentang persamaan derajat antara orang-orang yang bersunat dan tidak bersunat. Maka yang dikecam adalah sikap Petrus namun bukan ajarannya. Hal ini sudah pernah dibahas di tanya jawab sebelumnya.
2. Jika Roma = Babilonia, bagaimana dengan Why 18:1-3?
Ya, Babilon yang disebut dalam 1 Pet 5:12-13 adalah kota Roma (bukan Gereja Roma). Babilon di sini merupakan istilah/ sebutan bagi kota Roma. Sebab Roma telah menganiaya Gereja, sebagaimana Babilon telah menganiaya umat Allah di jaman PL (2 Raj 24). Umat Yahudi saat itu menyebut kota Roma sebagai Babilon[3], karena melihat kesamaan ciri- ciri antara Babilon [kota dunia yang tak bermoral, sombong, tak ber-Tuhan] yang disebut oleh para nabi (Yes 13; 43:14; Yer 50:29; 51:1-58) dengan kota Roma pada saat itu.
3. Paus ke-4 adalah Klemens menurut Codex Alexandrius abad ke-5?
Anda keliru kalau mengatakan bahwa urutan Paus baru diperoleh sejak abad ke-5. St. Irenaeus (130-200) telah menuliskan suksesi kepemimpinan tersebut di abad ke-2.
“Tradisi diperoleh dari para rasul, dari Gereja yang sangat besar, sangat ancient, sangat luas dikenal, yang didirikan dan diatur di Roma oleh kedua rasul yang sangat mulia, Petrus dan Paulus …. Para rasul yang terberkati ini, setelah mendirikan dan membangun Gereja, mempercayakannya ke tangan Linus jabatan episkopat …”(St. Irenaeus, Against Heresies, 3,3,2-3, dalam ANF 1:415-16)
St. Agustinus juga mencatat suksesi apostolik dari Rasul Petrus (St. Augustinus, To Generosus, Letter 53, 2 Jurgens, Faith of the Early Fathers, 3:2). Maka keutamaan Rasul Petrus dan Paulus diakui oleh para Bapa Gereja di abad- abad awal, dan mereka semua memberikan kesaksian bahwa baik Petrus dan Paulus keduanya ke Roma, mendirikan Gereja Roma, dan wafat sebagai martir di sana. Hal ini telah saya tuliskan dalam artikel Keutamaan Petrus bagian 2, silakan klik. Maka tidak benar bahwa hal kepemimpinan Paus baru dinyatakan di abad ke-5 oleh Codex Alexandria.
Berikut ini adalah kutipan tulisan saya pada artikel Keutamaan Petrus, bagian ke-4:
“St. Irenaeus (202) menulis, “Pada jaman Klemens terjadi pertengkaran yang tidak kecil di jemaat Korintus, dan Gereja Roma mengeluarkan surat yang sangat berkuasa kepada jemaat Korintus, mendorong mereka untuk berdamai, memperbaharui iman mereka dan menyatakan Tradisi yang mereka terima dari para rasul.”[3]. Jemaat di Korintus tidak berkeberatan terhadap surat St. Klemens, surat ini malah dibacakan secara teratur di Gereja Korintus selama berabad- abad, dan juga di Gereja-gereja lainnya.[4] Pada jaman surat St. Klemens itu ditulis, Rasul Yohanes sebenarnya masih hidup dan tinggal di Gereja Asia sekitar 240 mil dari Korintus. Namun Rasul Yohanes tidak diminta pendapatnya untuk mengatasi masalah di Gereja Korintus. Tugas ini diemban oleh Uskup Roma yang tinggal lebih dari 600 mil dari Korintus. Bahkan surat St. Klemens ini masih sering dibacakan sampai abad ke- 3 dan ke- 4 dan dianggap sebagai salah satu kitab kanonik dalam PB menurut codex Alexandrian.[5]”
Maka keutamaan Paus Clement I sudah dituliskan oleh St. Ireaneus (202) dan bukan baru dilihat dari Codex Alexandrian di abad ke 5, seperti anggapan anda. Bahwa surat St. Clement I masih sering dibacakan di abad ke 3 dan ke-4 dan termasuk sebagai salah satu kitab kanonik dalam Codex Alexandrian, itu adalah bukti yang memperkuat dari apa yang telah dituliskan oleh para Bapa Gereja lainnya di abad sebelumnya, terutama St. Irenaeus. Jadi tuduhan bahwa keutamaan Petrus hanya teori konspirasi, itu hanya sekedar tuduhan, sebab Alkitab dan fakta sejarah jelas menyatakan tentang keutamaan Rasul Petrus.
Silakan sebaliknya, anda mencari adakah tulisan dari Bapa Gereja yang menyangkal bahwa Petrus pernah ke Roma, tidak pernah mendirikan Gereja Roma dan tidak pernah wafat di Roma? Yang menyangkalnya adalah beberapa orang di abad ke 16 yang memang ingin menolak keutamaan Rasul Petrus. Namun ini sesungguhnya yang malah tidak sesuai dengan fakta, karena fakta sejarah dengan lantang mengisahkan sebaliknya.
Seorang ahli Kitab Suci Protestan yang bernama F.F. Bruce menyimpulkan dengan mengutip perkataan Hans Lietzmann, demikian, “…. Semua sumber awal sekitar tahun 100 menjadi jelas dan mudah dimengerti, dan sesuai dengan konteks sejarah dan satu dengan lainnya, jika kita menerima apa yang mereka sampaikan dengan sederhana kepada kita, -yaitu bahwa Petrus datang ke Roma dan wafat sebagai martir di sana. Dugaan apapun yang lain tentang kematian Petrus [selain dari yang disebutkan di atas] menumpukkan banyak kesulitan di atas kesulitan dan tidak dapat didukung oleh satu dokumenpun.” (Hanz Lietzmann, Petrus und Paulus in Rome (Berlin, 1927), 238, seperti dikutip oleh Bruce, dalam Peter, Stephen, James and John (Grand Rapids, Michigan: Eerdmans, 1979), 49)
Lagipula keutamaan Petrus tidak semata hanya ditentukan oleh fakta sejarah. Di Kitab Suci, terdapat banyak bukti tentang keutamaan Rasul Petrus, yang sudah pernah kami sampaikan dalam artikel Keutamaan Petrus bagian 1, silakan klik. Ketika menyebutkan nama- nama rasul, Kitab Suci menyebutkan Rasul Petrus di urutan pertama, sedang Yudas Iskariot di urutan terakhir (lih. Mat 10:1-4; Mrk 3:16-19; Luk 6:14-16; Acts 1:13). Kadang-kadang para rasul disebut sebagai Petrus dan teman-temannya (Luk 9:32). Petrus sering berbicara atas nama semua rasul (Mt 18:21; Mrk 8:29; Luk 12:41; Jn 6:69). Nama Petrus ditulis di dalam Alkitab sebanyak 191 kali (162 kali sebagai Petrus atau Simon Petrus, 23 kali sebagai Simon, and 6 kali sebagai Kephas). Sebagai perbandingan, Yohanes hanya disebut sebanyak 48 kali. Archbishop Fulton Sheen pernah menghitung bahwa semua nama rasul digabungkan hanya disebut 130 kali. Semua hal ini menunjukkan keutamaan Rasul Petrus jika dibandingkan dengan rasul-rasul yang lain. (Stephen K. Ray, Upon this Rock, (San Francisco: Ignatius, 1999), p. 23)
4. Titus dan Timotius tertulis dalam surat Rasul Paulus, namun Petrus tidak?
Surat- surat kepada Titus dan Timotius adalah surat- surat Rasul Paulus yang ditujukan kepada Titus dan Timotius. Maka tidaklah aneh kalau di surat itu tidak disebut nama Petrus, sebab surat itu memang tidak ditujukan kepada Petrus.
Namun sebenarnya, Rasul Paulus juga mengakui keutamaan Rasul Petrus yang disebutnya sebagai Kefas. Paulus mengakui bahwa kepada Petruslah pertama Kristus menampakkan diri setelah kebangkitan-Nya (1 Kor 15:3-6). Kepada umat di Galatia, Paulus mengatakan bahwa ketika akhirnya ia “berhubungan dengan Gereja setelah tiga tahun mewartakan Injil, ia menghubungi Rasul Petrus yang disebutnya sebagai ‘Kefas’ (Gal 1:17-18), dan dengan demikian ia mengakui keutamaan Petrus yang adalah “Batu Karang; yang ditunjuk oleh Kristus.
Beberapa kemungkinan alasan, mengapa surat- surat Paulus tidak menyebutkan secara eksplisit keberadaan Rasul Petrus, antara lain: 1) Karena Rasul Petrus mengadakan perjalanan menyebarkan Injil dengan sangat ekstensif pada saat itu, sehingga tidak menetap di suatu tempat. 2) Karena saat itu Rasul Petrus dikejar- kejar oleh pihak kaisar Roma (Claudius), sehingga tak seorangpun dari jemaat yang ingin mengekspos keberadaan Rasul Petrus. 3) Rasul Paulus telah menyebutkannya secara implisit dalam Rm 15:20. Lebih lanjut tentang hal ini, sudah pernah dituliskan di sini silakan klik.
5. Apakah Yesus wafat pada hari Rabu, 14 Nisan pada tahun 30 AD dan kebangkitan jatuh pada hari Sabtu?
Tidak. Pertama- tama, kita harus menerima secara obyektif, bahwa terdapat beberapa data yang berkenaan dengan waktu kelahiran Yesus dan wafat-Nya. Menurut Dionysius Exiggus (470-544) yang pertama kali memperkenalkan tahun AD (Anno Domini), tahun 1 AD adalah kelahiran Yesus, yang dimulai dari tahun 754 dari tahun pondasi Roma. Namun perhitungan ini tidak benar, jika dikaitkan dengan bukti sejarah menurut catatan sejarahwan Josephus. Menurut catatan Josephus, Yesus kemungkinan lahir sekitar tahun 6-5 BC, jika menurut perhitungan AD tersebut, bertepatan dengan saat Kirenius menjadi wali negeri di Siria. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Nah, dengan perhitungan kelahiran Yesus tersebut (pendapat umum adalah sekitar 6-4 BC), maka para ahli Kitab Suci memperkirakan, tahun wafat Kristus pada tahun 30 AD/ CE (pendapat umum berkisar antara 26-36 AD/ CE). Silakan anda lihat tentang hal ini di Wikipedia.
Dalam Kitab Suci tidak dituliskan bahwa kematian Yesus terjadi pada tanggal 14 Nisan. Yang dikatakan dalam Kitab Suci adalah Yesus wafat pada “hari persiapan” sebelum hari Sabat (lih. Yoh 19:31, 42). Hari Sabat sendiri adalah hari ketujuh yaitu hari Sabtu, yang merupakan hari istirahat bagi kaum Yahudi, mengacu kepada hari ketujuh penciptaan di mana Tuhan beristirahat (lih. Kej 2:1-3). Hari Sabat dihitung mulai dari hari Jumat malam jam 6 sore sampai dengan Sabtu jam 6 sore (dan sepanjang pengetahuan saya, hal ini masih dipraktekkan oleh kaum Yahudi di Yerusalem sampai saat ini). Dengan mengacu kepada Kitab Suci, kita mengetahui bahwa Kristus wafat pukul 3 siang pada hari Jumat, setelah adanya gerhana matahari sejak jam dua belas siang (lih. Luk 23:44). Pukul dua belas sampai tiga siang adalah waktu diadakannya persembahan korban penebus dosa di Bait Allah (lih. 1 Raj 18:36). Dengan demikian Tuhan Yesus untuk menunjukkan bahwa karena akibat kehendak-Nya sendiri Ia wafat/ menyerahkan nyawa-Nya (St. John Chrysostom, hom. lxxxix). Kita ketahui bahwa waktu korban petang (pukul 3 siang) adalah waktu dipersembahkannya korban di Bait Allah, dan merupakan waktu sembahyang (lih. Kis 3:1). Maka Tuhan Yesus yang berkuasa atas maut dan hidup, memilih untuk menyerahkan nyawa-Nya pada pukul tiga petang, sebagai korban tebusan untuk umat manusia.
Nah, Alkitab juga yang menunjukkan bahwa Kristus bangkit pada hari Minggu, yang disebut sebagai, “Setelah hari Sabat lewat….pada pagi-pagi benar pada hari pertama Minggu itu….” (Mat 28:1, Mrk 16:1-2, lih. Luk 24:1, Yoh 20:1). Hari pertama di dalam Minggu itu atau sehari setelah hari Sabat adalah hari kebangkitan Tuhan Yesus Kristus. Hari pertama dalam Minggu ini mengacu kepada hari pertama penciptaan, yang menggambarkan segala sesuatu diciptakan kembali sebagai ciptaan yang baru oleh kebangkitan Kristus. Peringatan hari kebangkitan Kristus, sebagai hari beribadah umat Kristiani diterapkan oleh para rasul dan jemaat perdana (lih. St. Justin, I Apol. 67: PG 6, 429 and 432), sehingga hari Minggu kemudian ditetapkan sebagai hari Tuhan, sebagai penggenapan hari Sabat bagi umat Kristiani.
Kesimpulannya, dari Kitab Suci, kita mengetahui bahwa Kristus wafat pada hari Jumat pukul 3 petang, dan bangkit pada hari Minggu dini hari. Hari kebangkitan Kristus inilah yang kemudian dirayakan sebagai hari Tuhan bagi umat Kristiani. Demikianlah, maka sebagian besar umat Kristen merayakannya demikian, sesuai dengan apa yang tercatat dalam Kitab Suci dan yang tercatat dalam Tradisi Suci jemaat Kristen pertama.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Ibu Ingrid
http://www.vision.org/visionmedia/article.aspx?id=5820
Mungkin link ini sama dengan pemikiran saya untuk jawaban No. 1,2,3.
Tuhan YESUS wafat pada 14 Nisan. Ini pasti dan sesuai dengan apa yang tertulis dalam Alkitab.
Sore sebelum YESUS ditangkap tertulis adalah waktunya orang menyembelih domba paskah.
Markus 14:12. Pada hari pertama dari hari raya Roti Tidak Beragi, pada waktu orang menyembelih domba Paskah, murid-murid YESUS berkata kepada-Nya: “Ke tempat mana Engkau kehendaki kami pergi untuk mempersiapkan perjamuan Paskah bagi-Mu?”
Keluaran 12:6 Kamu harus mengurungnya sampai hari yang keempat belas bulan ini; lalu seluruh jemaah Israel yang berkumpul, harus menyembelihnya pada waktu senja.
Imamat 23:5 Dalam bulan yang pertama, pada tanggal empat belas bulan itu, pada waktu senja, ada Paskah bagi TUHAN.
Perhitungan hari dalam penanggalan Yahudi dimulai dari senja sampai senja, berbeda dengan perhitungan international sekarang dari midnight sampai midnight. Jadi senja masuk tanggal 14 Nissan (bulan pertama) awal hari.
15 Nisan adalah hari Sabat Raya, walau jatu pada hari apapun selain Sabtu.
Imamat 23:6 Dan pada hari yang kelima belas bulan itu ada hari raya Roti Tidak Beragi bagi TUHAN; tujuh hari lamanya kamu harus makan roti yang tidak beragi. 23:7 Pada hari yang pertama kamu harus mengadakan pertemuan kudus, janganlah kamu melakukan sesuatu pekerjaan berat.
14 Nisan 30 AD adalah hari Rabu.
http://www.timeanddate.com/calendar/?year=30&country=34
6 April fullmoon- 15 Nisan, sehari sebelumnya 5 April hari Rabu -14 Nisan
Saat Ibu katakan tahun 30 AD, dengan pasti 14 Nisan adalah hari Rabu pada tahun tersebut.
Salam.
Shalom Tristan,
1. St. Petrus tidak pernah ke Roma dan kuburnya ada di Yerusalem?
Anda mendasarkan jawaban anda untuk point 1,2,3 atas suatu argumen yang tidak mempunyai landasan yang kuat. Link yang anda berikan itu memuat artikel yang mengatakan seolah- olah Petrus tidak pernah ke Roma, dan bahkan menyatakan bahwa kubur Rasul Petrus ada di Yerusalem.
Salah satu pernyataan dalam tulisan tersebut kemungkinan dibuat atas laporan seorang bernama F. Paul Peterson. Namun Peterson bukan seorang scholar (ia bukanlah seorang ahli arkeolog, bukan theolog, dan bukan ahli bahasa Ibrani). Ia menuliskan artikelnya tanpa sumber yang kredibel (tidak ada sumber literatur yang jelas) dan tanpa berdasarkan fakta. Tulisan di batu nisan yang diperkirakan oleh Peterson sebagai ‘Simon Bar Jonah’ sesungguhnya adalah ‘Simon Bar Zillai’ [menurut seorang scholar/ ahli bahasa Ibrani, bernama Stephan Pfann, Phd, silakan klik artikel tentang topik ini yang ditulis oleh Pfann, sebagai pengajar di University of Holy Land]. Karena kubur itu adalah kubur Simon Bar Zillai, maka dengan demikian tidak ada hubungannya dengan Rasul Petrus. Tentang topik ini (apakah kubur Petrus ada di Yerusalem) sudah pernah kami ulas di sini, silakan klik.
Sedangkan bukti- bukti/ fakta yang lebih jelas dan obyektif menunjukkan bahwa memang Rasul Petrus ke Roma untuk mendirikan Gereja di Roma, bersama- sama dengan Rasul Paulus, dan kemudian keduanya wafat di sana sebagai martir. Hal keberadaan St. Petrus di Roma tidak saja diperoleh dari kesaksian St. Klemens (96), namun juga dari banyak Bapa Gereja lainnya, yaitu St. Ignatius dari Antiokhia (35-107), St. Papias (60-130), St. Irenaeus (+ 202) yang secara ekplisit menjabarkan aktivitas St. Petrus di Roma dalam tulisannya, Adversus haereses 3.3.3), Tertullian (160- 220) yang menuliskan bahwa St. Petrus wafat dengan disalibkan terbalik (De Praescriptione 36; Scorpianus 15), Origen (185-254), dan Imam Roma Caius (199-217) yang memberikan kesaksian tentang makam St. Petrus. Tentang bukti sejarah tentang keberadaan Rasul Petrus di Roma sudah pernah dituliskan di sini, silakan klik.
Kesaksian para Bapa Gereja tersebut diperkuat dengan penemuan arkeologis kubur Rasul Petrus di Roma, yaitu di bawah basilika St. Petrus. Tentang hal ini sudah dibahas di artikel ini, silakan klik.
2. Kapan Yesus wafat?
Sebenarnya Kitab Suci menunjukkan bahwa Kristus wafat pada sekitar hari Paskah dan hari raya Roti tidak beragi, sesuai dengan penanggalan Yahudi, namun tidak menyebutkan secara eksplisit dan persis tanggalnya.
Kita mengetahui bahwa menurut Kel 12:1-20, Im 23:5-8, Bil 28: 16-25 (lih. Bil 9:1-14) dikatakan bahwa Paskah bagi Tuhan adalah dalam bulan yang pertama, pada tanggal empat belas bulan itu, pada waktu senja. “Dalam bulan yang pertama, pada tanggal empat belas bulan itu, pada waktu senja, ada Paskah bagi TUHAN.” (Im 23:5) Nah, bulan yang pertama itu disebut di Alkitab sebagai bulan Abib. Hari raya Paskah ini kemudian diikuti dengan perayaan Hari Raya Roti Tidak Beragi: “Dan pada hari yang kelima belas bulan itu ada hari raya Roti Tidak Beragi bagi TUHAN; tujuh hari lamanya kamu harus makan roti yang tidak beragi.” (Im 23:6).
Bulan Abib (bulan yang pertama) ini disebut juga sebagai bulan Nisan. Namun tentang tanggal persisnya kapan Yesus wafat, tidak disebut dengan jelas oleh pengarang Injil. Injil Yohanes menulis bahwa Yesus wafat pada hari Paskah, karena tertulis demikian:
Maka di sini sepertinya Yesus wafat pada tanggal 14 Abib/ Nisan. Sedangkan, dalam Injil Sinoptik yaitu Matius, Markus dan Lukas, dikatakan Yesus wafat pada hari pertama hari Raya Roti tidak beragi, (yaitu sekitar 15 Abib/ Nisan)
Nah, dengan demikian memang penjabaran dalam Injil tidak secara jelas menyebutkan kapan tanggalnya, Yesus wafat. Namun yang jelas, semua pengarang Injil menyebutkan bahwa Yesus wafat pada hari sebelum Hari Sabat, dan Ia bangkit pada hari pertama dalam minggu itu, yaitu hari Minggu. Demikian dikatakan dalam keempat Injil:
Pada jam tiga berserulah Yesus…. dengan suara nyaring dan menyerahkan nyawa-Nya…. Sementara itu hari mulai malam, dan hari itu adalah persiapan yaitu hari menjelang Sabat. (Mrk 15:34,37,42)
Mulai dari jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga…. Yesus berseru pula dengan suara nyaring lalu menyerahkan nyawa-Nya….. Keesokan harinya, yaitu sesudah hari persiapan… (Mat 27:45, 62)
Ketika itu hari sudah kira-kira jam dua belas, lalu kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga… Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya. Hari itu adalah hari persiapan dan sabat hampir mulai. (Luk 23:44,46,64)
Karena hari itu hari persiapan dan supaya pada hari Sabat mayat-mayat itu tidak tinggal tergantung pada kayu salib–sebab Sabat itu adalah hari yang besar–maka datanglah orang-orang Yahudi kepada Pilatus dan meminta kepadanya supaya kaki orang-orang itu dipatahkan dan mayat-mayatnya diturunkan (Yoh 19:31).
Anda berkeyakinan bahwa Yesus wafat tanggal 14 Nisan. Dan dengan perkiraan umum para ahli sejarah tentang tahun wafat Yesus 30 AD, maka anda memperkirakan bahwa Yesus wafat pada hari Rabu. Namun jika demikian, maka kebangkitan-Nya yang terjadi tiga hari setelah wafat-Nya tidak terjadi pada hari pertama dalam minggu (hari Minggu); dan ini malah tidak cocok dengan apa yang dikatakan dalam Kitab Suci.
Dalam buku karangan Roland de Vaux, yang berjudul Ancient Israel (vol.2, Toronto: McGraw- Hill Book Company, 1961, p. 475), dituliskan:
Memang jika dilihat ke kata asli yang digunakan untuk kata “Sabat” yang disebutkan dalam Mrk 15:42, Luk 23:64, Yoh 19:31 tersebut adalah shabbaton, dan ini tidak mengherankan, karena yang dibicarakan di sini adalah rangkaian hari perayaan dari Paska sampai perayaan Hari Raya Roti tidak Beragi. Namun yang jelas, keempat Injil menyebutkan secara persis tentang kebangkitan Yesus yang terjadi “pada hari pertama minggu itu” (Mat 28:1, Mrk 16:2, Luk 24:1, Yoh 20:1) dan ini mengacu kepada hari Minggu. Kalau diandaikan Yesus wafat pada hari Rabu, seperti perkiraan anda, maka hari kebangkitan-Nya pada hari ketiga setelah wafat-Nya adalah sekitar hari Jumat atau Sabtu, dan ini menjadi tidak cocok dengan penjabaran yang disebutkan di ke-empat Injil yang jelas menyebutkan bahwa Yesus bangkit pada “hari pertama minggu itu” yitu hari Minggu.
Tristan, bukankah anda adalah penganut Sola Scriptura (Kitab Suci saja), mengapa sekarang anda mengandalkan masukan/ perkiraan dari para ahli sejarah untuk menentukan hari apa Yesus wafat (dan bangkit)? Sedangkan Kitab Suci telah dengan jelas menyatakan hari kebangkitan Yesus, yang jatuh pada hari pertama dalam minggu yaitu hari Minggu.
Yang mengatakan bahwa Yesus wafat dan bangkit sekitar tanggal 30 AD adalah kaum ahli sejarah/ teolog yang berusaha menyelaraskan Injil dalam urutan kronologis sejarah. Dalam hal perkiraan kapan persisnya tahun wafat dan kebangkitan Yesus, para ahli tersebut mempunyai pendapat yang berbeda- beda, silakan anda klik di Wikipedia untuk membacanya. Saya hanya mengutip konsensus/ suara terbanyak para ahli yang menyatakan kemungkinan Yesus wafat dan bangkit tahun 30 AD. Namun, saya sendiri tidak mengatakan pasti tahun 30 AD, andalah yang mengatakan demikian. Hal ini membutuhkan penyelidikan dari sisi perhitungan lunar year/ perbintangan, dan ini bukan keahlian saya.
Saya telah bertanya kepada Romo Pidyarto O. Carm, yang kita ketahui sebagai salah satu ahli Kitab Suci di tanah air, beliau mengatakan demikian :
“Menurut Injil Yohanes, Yesus wafat pada tanggal 14 Nisan, pada waktu orang Yahudi mempersiapkan hari raya paskah (bdk. Yoh 18:28), tetapi menurut Injil- injil sinoptik Dia wafat sehari sesudah Paskah (bdk. Mat 26:26-29), jadi tgl 15 Nisan. Ini saja sudah menimbulkan perdebatan para ahli, bagaimana bisa begitu. Soal tahun berapa persisnya, itu persoalan rumit para ahli perbintangan. Bagi saya, data itu tidak terlalu penting. Yang penting: Yesus memang wafat di salib di sekitar hari Paskah Yahudi, sebagaimana ada kesaksian dari dunia luar (selain Kitab Suci sendiri)….”
Sebagai umat Katolik, kami tidak perlu risau untuk memperkirakan sendiri kapankah persisnya wafat dan kebangkitan Kristus dalam kaitannya dengan kapankah seharusnya kita memperingati hari wafat dan kebangkitan-Nya. Kami mengikuti Tradisi Suci perayaan wafat Kristus dan pemakaman-Nya pada hari Jumat Agung (Katekismus Gereja Katolik 641) dan kebangkitan-Nya pada hari Minggu (KGK 1166), sesuai dengan apa yang tertulis dalam Kitab Suci. Tradisi ini sudah dipegang sejak abad- abad awal, dan tidak pernah tergoyahkan sampai abad ke 16 saat ada beberapa orang yang mempertanyakannya. Sikap ini mempertanyakan ini sendiri yang perlu dipertanyakan, karena bukti- bukti pada abad- abad pertama menunjukkan sebaliknya. Seseorang tidak dapat hanya melihat satu tulisan saja (dalam hal ini tulisan St. Klemens), lalu atas dasar tulisan itu saja, ia menginterpretasikan bahwa Rasul Petrus tidak pernah ke Roma [Apalagi di tulisan itu tidak tertulis bahwa Rasul Petrus tidak pernah ke Roma]. Sikap ini seolah- olah mau mengatakan bahwa para Bapa Gereja yang memberikan kesaksian tentang hal itu semuanya salah dan hanya interpretasinya yang benar. Ini adalah sikap yang menyerupai sikap seseorang yang mempertanyakan/ meragukan kebangkitan Yesus di abad ke 16 (misalnya Injil Barnabas). Tentu saja, interpretasi yang muncul di abad yang kenmudian belum tentu benar. Sebab jika memang Yesus tidak sungguh bangkit, tentu akan ada banyak tulisan di jaman itu yang menentang kebangkitan Kristus seperti yang dituliskan oleh keempat Inji dan surat- surat Rasul. Bahwa tidak ada tulisan di abad- abad pertama yang menentang fakta tersebut, pada saat para saksi kebangkitan Yesus masih hidup
(yang jumlahnya sedikitnya ada 500 orang), membuktikan bahwa Yesus sungguh- sungguh bangkit.
Demikianlah juga, karena tidak ada tulisan ataupun fakta yang ada di abad- abad pertama, yang menentang keberadaan Rasul Petrus di Roma, dan tempat lain selain Roma yang mengklaim makam/ relikwi St. Petrus (dengan bukti yang otentik dan dapat dipertanggungjawabkan); maka asumsi bahwa Rasul Petrus tidak pernah ke Roma tidak mempunyai dasar yang kuat.
Demikianlah Tristan, saya ingin menutup rangkaian tanya jawab di sini, karena sudah lebih dari 3 kali putaran (ini putaran yang ke-4). Kami tidak dapat menerima pandangan anda, karena tidak memiliki dasar yang kuat, dan saya percaya para pembaca yang dengan obyektif mengikuti alur diskusi ini dapat melihatnya juga.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
salam,
sudah saatnya semua dari kita kembali kepada Tradisi Suci, dari pada mempercayai kata kata dunia sekuler. Mungkin nantinya sdri Tristan lebih percaya buku buku fiksi karya D. Brown tentang Da Vinci Code dari pada buku buku para Bapa Gereja yang PASTI lebih akurat dari pada imajinasi karya Brown. Mereka berada dalam situasi dan kondisi yang kalau boleh di bilang seperti langit dan bumi. Mohon sdri Tristan melihat semua dengan jelas. Jangan sampai membawa sdri kepada paham atheis pada ujungnya. Awas,,,setan berkeliaran seperti singa yang mengaum ngaum untuk mencari mangsanya…EFATA!
[Dari Katolisitas: Kadang rasa ingin tahu dan pertanyaan di dalam hati, itu lahir dari kerinduan setiap orang untuk menemukan kebenaran yang seutuhnya. Jika ini yang terjadi, ini bukan dari setan. Tetapi jika seseorang semata mengandalkan ratio dan pemahamannya sendiri tentang Tuhan dan Gereja, sehingga menolak apa yang diwahyukan oleh Allah sendiri melalui Gereja yang didirikan-Nya, inilah yang dapat dikatakan pengaruh si Jahat untuk memecah belah umat beriman].
terimakasih atas tanggapannya,
cuma saya merasa apa yang dipertanyakan sdr Tristan ini rada rada aneh: misalnya memakai asumsi sendiri bahwa Yesus wafat pada hari rabu. Padahal jelas bahwa Gereja mengajarkan dari dulu hingga sekarang dan masa yang akan datang akan tetap mengajarkan bahwa Yesus wafat hari Jumat Agung.menuntut paus paus pertama harus tertulis dalam kitab suci. Sangat literal sekali.??? setelah membaca tulisan Tristan, saya merasa kekristenan mundur ribuan tahun langkahnya. Mengapa para pemikir protestan, bebas menginterpretasikan Kitab Suci sesuka mereka sendiri yach? Sangat berbahaya bagi keselamatan .Ini yang sangat saya tidak mengerti dan geleng geleng kepala sambil menggaruk garuk. Rasanya mengalami kemunduran iman.inilah yang saya maksudkan bahwa jangan jangan karena berdasrkan asumsi pribadi yang tidak tercatat secara literal dalam Kitab Suci membawa peluang bagi iblis untuk menyeret kita kepada tidak percaya kepada Allah.
Banyak masalah di dunia masa sekarang yang menuntut kekristenan bersuara mengenai eutanasia, keluarga berencana, sekuralisme, aborsi, perdagangan anak, dll, bukannya malah memundurkan langkah kita dengan pertanyaan: Kapan Yesus wafat? hari apa? Kapan Yesus lahir? Hari dan bulan apa?
Jadi bagaimanakah dengan nubuat Yunus tentang 3 hari dan 3 malam di perut bumi ? Mohon penjelasan. Lewat email tidak apa.
[dari katolisitas: silakan melihat tanya jawab ini – silakan klik]
syalom,,
mau tanya juga tentang paus tandingan..
pd waktu paus gregorius XII berkuasa, kan ada 2 paus tandingan yaitu paus benediktus XIII dan paus Yohanes…
bgaimana menentukan paus yg sesungguhnya?? dan apakah kalau sudah ada nama paus benediktus XIII, walaupun dia bukan paus yg sah, tetapi namanya tetap dihitung??? dalam artian kalau nanti ada paus yg memilih nama benediktus, maka ia harus memakai nama benediktus XIV,, karena Benediktus XIII sudah dipakai walaupun bukan sbgai paus yg sah…??
Shalom Lian,
1. Pada masa kepemimpinan Paus Gregorius XII (1406- 1415) terjadi skisma di Gereja Barat (Western Schism). Pada saat Paus Gregorius dipilih di Roma, sudah ada Paus tandingan Benediktus XIII (1394- 1423) yang berkuasa di Avingnon. Rencananya keduanya mau melepaskan mahkotanya, untuk kemudian dirundingkan siapa yang akan menjadi Paus yang resmi. Namun pertemuan antara kedua Paus tidak terjadi, dan bahkan pada saat para kardinal dari kedua kubu berkumpul dan memanggil kedua Paus, keduanya tidak datang. Pada saat itulah maka ditunjuk lagi Alexander V (1409-1410); namun ini sebenarnya tidak sah, karena Paus yang sah yaitu Gregorius XII masih berkuasa. Demikian pula penunjukan antipope Baldassare Cossa yang mengambil nama John XXIII (1410-1415) oleh para kardinal Pisa. Setelah Paus Gregorius XII wafat, dua tahun kemudian dipilihlah Paus Martin V, melalui Konsili Constance, melalui kesepakatan bersama antara para kardinal dari kelima negara (Jerman, Perancis, Italia, Spanyol dan Inggris), sehingga tidak ada lagi antipope(s)/ Paus tandingan.
2. Maka adanya Paus yang resmi, itu harus didahului pemilihan dari semua kardinal yang dikenal dengan sidang konklaf, sampai diperoleh kesepakatan bersama. Tanpa pemilihan resmi dari para kardinal tersebut (misalnya hanya sebagian kecil kardinal) di luar konklaf, maka pemilihan tersebut tidak resmi. Dalam kasus antipope Benediktus XIII (Paus tandingan Avignon) tersebut, namanya tidak termasuk dalam hitungan Paus resmi. Sehingga nama Benediktus XIII kembali dipergunakan oleh Pietro Francesco Orsini, yang menjadi Paus pada tahun 1724- 1730. Demikian pula nama Yohanes XXIII, kembali dipergunakan oleh Angelo Giuseppe Roncalli (1881-1963), Paus yang memprakarsai diadakannya Konsili Vatikan II pada tahun 1962. Namun ada catatan sehubungan dengan antipope Alexander V, karena Paus berikutnya yang memakai nama Alexander, memakainya dengan urutan ke enam, yaitu Alexander VI (1492-1503). Hal ini kemungkinan disebabkan karena menurut daftar yang dibuat oleh “Gerarchia Cattolica” (walaupun daftar ini tidak resmi) menyatakan Alexander V sebagai Paus yang melanjutkan Paus Gregorius XII. Mungkin untuk menghindari adanya persepsi tumpang tindih dua nama inilah maka ketika dipilih menjadi Paus, Rodrigo Borgia mengambil nama Alexander VI. Kasus ini adalah kekecualian, namun secara umum urutan nama Paus tandingan tidak terhitung dalam urutan nama Paus yang resmi.
Demikian keterangan dari saya, semoga menjawab pertanyaan anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Puji Tuhan,… Tuhan Yesus dampingilah terus gereja-MU yang masih berjuang di muka bumi ini…amin..
yang masih menjadi pertanyaan dibenak saya. Kenapa Tuhan memberikan karunia bahasa roh kepada orang-orang Protestan? kalau Tuhan saja memberikan karunia-karunianya meski “teologi” mereka tidak sesuai dengan Gereja yang didirikan oleh Yesus sendiri, kenapa harus di masuk didalam Gereja Katolik?
pertanyaan ini yang menyebabkan saya menganut pandangan “I put no stock in religion”
dulu sekitar tahun 2002-2003, saya pernah menyukai pandangan New Age. tetapi tnyt pandangan new age kurang bagus dan tidak sesuai dengan iman kristen.
ah… saya jadi ingat dulu saya pernah membaca tulisan-tulisan stephen tong di internet. waktu itu saya masih tidak mengerti protestan. saya baca saja, saya anggap yang dari pendeta (institusi agama yang sah secara hukum di indonesia) pasti tujuannya baik dan benar. Stephen Tong seingat saya pernah mengkritik buku 7 Habits Stephen R. Covey dan New Age.
saya jadi ingin bertemu dengan pak stef dan bu inggrid. ingin bisa bertanya-tanya lgsg, karena enak, lebih bebas tidak terhalang oleh media elektronik.
baru saja saya search stephen tong di google, keluar dari wikipedia indonesia, dikatakan bahwa dia pengkritik teologi kemakmuran. kemudian saya search teologi kemakmuran. keluar dari wikipedia indonesia begini :
——————————————————
dari http://id.wikipedia.org/wiki/Teologi_Kemakmuran
Teologi Kemakmuran atau Doktrin Kemakmuran (Inggris Prosperity theology), yang kadang-kadang disebut pula Teologi Sukses, adalah doktrin yang mengajarkan bahwa kemakmuran dan sukses dalam bisnis adalah tanda-tanda eksternal bahwa yang bersangkutan dikasihi Allah. Kasih Allah ini diperoleh sebagai sesuatu takdir (predestinasi), atau diberikan sebagai ganjaran untuk doa atau jasa-jasa baik yang dibuat orang tersebut.
Teologi Kemakmuran adalah bagian yang cukup umum dari televangelis dan beberapa gereja Pentakostal di Amerika Serikat yang mengklaim bahwa Allah menginginkan agar orang Kristen sukses dalam segala hal, khususnya dalam segi keuangan mereka. Para penganjur dogma ini mengklaim bahwa tujuannya adalah untuk pekerjaan misi atau mendanai pemberitaan Injil di seluruh dunia. Ajaran mereka didasarkan pada beberapa ayat di Alkitab dan salah satunya adalah Ulangan 8:18 yang mengatakan: “Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini.”
Sebaliknya, para pengkritiknya mengklaim bahwa doktrin itu digunakan oleh para pengajurnya untuk memetik keuntungan dari orang-orang yang memberi atau bahwa fokus doktrin itu pada kekayaan materi adalah keliru. Mereka berpendapat bahwa kekayaan materi malah justru bisa membuat orang percaya jatuh ke dalam rasa cinta akan uang.
Beberapa penginjil di Amerika Serikat yang menganut teologi kemakmuran antara lain adalah Kenneth Copeland, Benny Hinn, Nasir Saddiki, Robert Tilton, T.D. Jakes, Paul Crouch, Joel Osteen, dan Peter Popoff. Pat Robertson menyebut teorinya ini sebagai “Hukum Timbal-Balik” dalam acaranya TV-nya, The 700 Club.
Akan tetapi, apapun pandangan yang dilontarkan oleh kedua belah pihak mengenai kemakmuran, setiap orang Kristen harus kembali melandaskan semuanya itu pada Alkitab, yang dipercaya oleh semua orang Kristen sebagai Firman Tuhan yang hidup. Allah akan memberkati dan memberikan harta kekayaan yang sejati untuk setiap orang percaya yang takut akan Allah dan taat berjalan dalam Firman-Nya (Mazmur 112:1-10).
——————————————————
apakah teologi kemakmuran ini salah satu teori- teori inovatif dalam hal teologi dan ekklesiologi pada 20 abad? (seperti yang bu inggrid tulis di akhir kesimpulan artikel petrus [https://katolisitas.org/2010/03/22/keutamaan-petrus-4-menurut-dokumen-paling-awa-gereja/])
Shalom Alexander,
1. Kita tidak dapat sepenuhnya memahami kebijaksanaan Tuhan, tetapi kita percaya bahwa Tuhan selalu mempunyai rencana yang indah dalam hidup manusia. Jika kita mempunyai keyakinan ini, kita tidak akan mudah ‘dibingungkan’ oleh banyak hal yang terjadi di sekeliling kita. Bahwa Tuhan memberikan karunia bahasa roh kepada umat Protestan dan Katolik, itu pasti karena Ia melihat bahwa hal itu dapat mendatangkan sesuatu yang baik.
Karunia bahasa roh, sebenarnya hanya merupakan awal saja dari hubungan yang personal antara yang bersangkutan dengan Tuhan. Umumnya karunia ini selalu diikuti oleh dorongan- dorongan yang lain ke arah pendalaman iman, entah keinginan untuk terus mempelajari Kitab Suci, atau untuk menjadi pendoa, melayani sesama di komunitas, dst. Karunia bahasa roh ini pula yang dapat mendorong seseorang untuk terus mencari Kebenaran yang dapat membawanya kembali ke pangkuan Gereja Katolik, yang didirikan oleh Tuhan Yesus. Silakan jika anda tertarik untuk mengetahui lebih lanjut, ketik di google dengan kata kunci Catholic Converts, lalu anda akan menemukan situs- situs yang menjelaskan banyaknya umat Protestan yang menjadi Katolik. Atau kalau anda ingin melihat wawancara beberapa kesaksiannya, yang kebanyakan tadinya sebelum menjadi Katolik adalah pendeta, maka silakan klik di link ini, yaitu acara Journey Home yang dipandu oleh Marcus Grodi, di saluran EWTN (Eternal World Television Network).
Maka, kita harus mengakui bahwa Allah mempunyai cara tersendiri untuk membawa umat-Nya kembali ke Gereja yang didirikan-Nya; dan ini termasuk juga antara lain, dengan memberikan karunia bahasa roh kepada umat Protestan. Kita perlu juga melihat bahwa umat Protestan yang hidup jaman ini tidak dapat dipersalahkan dengan skisma yang terjadi di abad ke 15-16. Konsili Vatikan II mengajarkan bahwa mereka layak kita sebut sebagai saudara dan saudari dalam Kristus. Mengenai hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Ada banyak di antara mereka sungguh hidup tulus mencari kebenaran dan melakukan firman Tuhan.
2. Ya, benar, Teologi Kemakmuran itu dapat dikatakan sebagai salah satu contoh “teori inovasi” yang baru diajarkan akhir- akhir ini. Para Bapa Gereja dan jemaat Kristen awal, tidak pernah mengajarkan tentang penekanan terhadap kemakmuran jasmani. Sebaliknya, yang diajarkan mereka adalah untuk menunjukkan kasih kita kepada Tuhan sampai ke titik darah penghabisan: menyebarkan Injil meski di dalam keadaan kekurangan dan penganiayaan, dan bahkan berani menyerahkan nyawa demi mempertahankan iman.
Sesuatu yang perlu direnungkan adalah buah- buah dari pengajaran Teologi sukses itu. Apakah umat jadi mau prihatin dan lebih berbelas kasih kepada sesama, atau malah cenderung menjadi sombong, dan menganggap bahwa orang miskin itu ‘layak’ miskin karena dosa mereka, sehingga mereka tidak diberkati? Bukankah ini namanya menghakimi? Hubungannya dengan Tuhan bisa seperti hubungan ‘dagang’, seolah mau memberi sekian persen penghasilan dengan harapan menerima berlipat ganda dari Tuhan, semacam investasi saja. Belum lagi kalau Teologi ini membuat umat menjadi terikat dengan kenikmatan materi, dan ini sudah pasti tidak sesuai dengan ajaran Kitab Suci, sebab malah dikatakan bahwa cinta uang adalah akar dari segala kejahatan (1 Tim 6:10); atau bahkan Tuhan Yesus mengajarkan agar menjadi sempurna seseorang dipanggil untuk memberikan semua harta miliknya kepada orang miskin dan kemudian mengikuti Dia (Mat 19:21).
Selayaknya kita mengingat bahwa Tuhan Yesus sendiri memilih untuk lahir sebagai orang miskin, untuk mengajarkan kepada kita untuk hidup ‘miskin di hadapan Allah’ (Mat 5:3). Semoga kita sebagai murid- murid Kristus dapat diberi kebijaksanaan untuk menilai mana ajaran yang berasal dari Tuhan, dan mana yang bukan. Dan agar jangan sampai kita memilih- milih ajaran, yang mudah dan enak didengar kita terima, tetapi yang sulit kita tolak. Kita harus berdoa agar kita dimampukan oleh Tuhan untuk melaksanakan “segala sesuatu yang diperintahkan oleh-Nya” (lih, Mat 28:20) dan bukan untuk memilih- milih ajaran sesuai dengan kehendak sendiri.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
yth katolisitas…
terima kasih atas penjelasan mengenai Keutamaan Petrus ini…
salam damai dan kasih…
teori- teori inovatif dalam hal teologi dan ekklesiologi? bisa tolong diperjelas.
Shalom Alexander,
Teori inovatif dalam hal teologi dan ekklesiologi yang dimaksud di sini misalnya adalah teori yang mengatakan bahwa Gereja itu sebenarnya tidak kelihatan (invisible) sehingga tidak memerlukan pemimpin/ hirarki yang kelihatan (visible). Atau Gereja hanya diartikan sebagai kumpulan jemaat di mana di sana firman Tuhan diberitakan. Atau Gereja hanya diartikan sebagai bangunan. Pandangan- padangan demikian menolak kepemimpinan Paus sebagai penerus Rasul Petrus. Padahal jelas dalam Injil, Kristus menginginkan agar Gereja sebagai terang dunia itu seperti kota yang terletak di atas gunung, tidak mungkin tersembunyi /tidak kelihatan (lih. Mat 5:14); dan Gereja-Nya itu didirikan di atas rasul Petrus (Mat 16:18). Para rasul dan para Bapa Gereja, seperti telah dijelaskan di seri artikel Paus ini, mengajarkan bahwa Gereja direncanakan oleh Allah untuk menjadi terang dunia yang melanjutkan Terang Kristus (seperti yang disampaikan dalam Lumen Gentium 1) yang kelihatan, dan Gereja ini dipimpin oleh para penerus rasul Petrus, sebagai pemimpin tertinggi.
Juga teori yang inovatif misalnya adalah yang mengatakan bahwa Kristus tidak sungguh- sungguh hadir dalam Ekaristi, atau yang mengatakan bahwa roti dan anggur itu ‘hanya’ lambang Tubuh dan Darah Kristus, namun bukan Tubuh dan Darah-Nya itu sendiri. Kami telah menuliskan artikel seri tentang Ekaristi di situs ini untuk menunjukkan dasar ajaran Gereja Katolik tentang Ekaristi, yang bersumber dari ajaran Kristus dan para rasul. Silakan membacanya (jika belum membacanya), untuk menemukan bahwa pandangan yang menolak kehadiran Kristus secara nyata dalam Ekaristi, adalah ajaran inovatif yang tidak sesuai dengan ajaran Kristus dan para rasul.
Selanjutnya ada banyak contoh lain, yang saya rasa dapat anda temukan sendiri pada saat anda membaca artikel- artikel TJ apologetik kristen di situs ini, di mana di sana disampaikan pertanyaan yang mewakili pandangan- pandangan yang tidak sesuai dengan ajaran para rasul, dan saya rasa tidak perlu diulangi di sini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
O… tnyt teori “lambang” yg usianya hampir 500 tahun masih dianggap inovatif. Saya pikir teori-teori inovatif itu teori-teori dalam hal teologi yang berhubungan dengan perkembangan Sains.
Saya sudah membaca artikel-artikel ttg Ekaristi di situs ini. Saya setuju.
Bagaimana menjelaskan bahwa Gereja bukan hanya kumpulan jemaat, kepada orang yang memiliki pemikiran bahwa Gereja hanya kumpulan jemaat di mana di sana firman Tuhan diberitakan?
Shalom Alexander Pontoh,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang bagaimana menanggapi orang-orang mengatakan bahwa Gereja hanyalah merupakan kumpulan jemaat. Gereja tidak menolak kalau Gereja Katolik adalah merupakan kumpulan orang-orang yang percaya pada pemberitaan Injil. Namun, hal tersebut bukanlah satu-satunya karakteristik Gereja. Dikatakan di dalam KGK, 1753-757:
Dengan demikian, kita dapat melihat beberapa definisi dari Gereja. Kalau seseorang mengatakan bahwa gereja hanyalah kumpulan orang-orang percaya tanpa adanya struktur atau apapun, maka pertanyaannya adalah:
1) Bukankah di dalam jemaat perdana, kita melihat bahwa orang-orang percaya bertekun dalam pengajaran para rasul, dan para rasul mempunyai otoritas untuk memutuskan masalah, seperti yang terjadi dalam konsili Yerusalem 1? Dengan demikian, kita melihat adanya struktur, di mana rasul Yakobus menjadi uskup Yerusalem dan rasul Petrus kemudian menjadi paus pertama. Dan untuk membuktikan hal ini, silakan melihat beberapa artikel tentang keutamaan Petrus.
2) Kalau memang gereja hanyalah kumpulan orang-orang percaya tanpa struktur yang jelas, maka gereja tidak mungkin bersatu – yang berarti menyalahi pesan Yesus di Yoh 17. Bayangkan sebuah perusaahaan tanpa direktur atau negara tanpa presiden. Bukankah akan terjadi kekacauan? Dan hal ini dapat terlihat dari perbedaan doktrin di dalam gereja-gereja yang tanpa struktur, sehingga sampai ada 28,000 denominasi. Lihat diskusi ini (silakan klik). Silakan juga menunjukkan dengan adanya karakteristik Gereja sebagai orang-orang percaya maka dapat menimbulkan persatuan Gereja.
3) Silakan orang tersebut menunjukkan dari Gereja perdana, dan kumpulan dari orang-orang Kristen yang berpendapat bahwa Gereja hanyalah merupakan kumpulan orang-orang percaya tanpa ada karakteristik lain.
Dengan demikian, sebenarnya Gereja harus dilihat sebagai kumpulan orang-orang yang percaya, bukan hanya tingkat lokal (kota, daerah, bangsa), namun sampai pada tingkat dunia, yang harus mempunyai tanda satu, kudus, katolik, apostolik. Dan semuanya ini hanya mungkin kalau ada pemimpin yang satu, yaitu Paus. Semoga beberapa pertanyaan di atas dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
puji Tuhan..
Comments are closed.