Pendahuluan
Harus diakui, bahwa banyak orang karena satu dan lain hal tidak percaya akan pengaruh Rasul Petrus dalam sejarah Gereja. Mereka umumnya menutup mata terhadap fakta sejarah yang begitu jelas menyatakan bahwa Rasul memang pernah tinggal di Roma, mendirikan Gereja di sana, dan akhirnya wafat sebagai martir di sana. Dewasa ini, dengan adanya akses yang semakin besar terhadap bukti- bukti sejarah dan terjemahannya, kita dapat mengetahui kenyataan yang sebenarnya, sehingga banyak para ahli dan komentator Protestan-pun mulai mengakui kebenaran ini.
Beberapa keberatan utama Protestan
Jika diperhatikan, terdapat beberapa keberatan Protestan tentang keberadaan Rasul Petrus di Roma, yang jika diringkas adalah sebagai berikut:
1. Mereka menganggap kata “Babilon” tidak sama dengan Roma.
Bukti sejarah menunjukkan bahwa pada abad- abad awal Gereja awal menggunakan kata figuratif Babilon untuk menggambarkan kota Roma. Pengertian ini tidak pernah dipertanyakan sampai pada sekitar masa Reformasi.
Allan Stibbs seorang komentator Protestan, mengatakan, “Hanya pada dan sejak Reformasi, beberapa orang mulai condong untuk menganggap kata [Babilon di 1 Pet 5:13] secara literal mengacu kepada Babilon di Mesopotamia atau stasi militer yang bernama Babilon di Mesir.” ((The First Epistle General to Peter, Tyndale New Testament Commentaries (Grand Rapids, Michigan: Eerdmans, 1959), p. 176 ))
2. Mereka menganggap Rasul Petrus tidak pernah ke kota Roma.
Oscar Cullman, juga seorang Teolog Lutheran, mengatakan, “Pertanyaan [bahwa Rasul Petrus pernah tinggal di Roma] pertama kali diajukan di jaman abad pertengahan, [yaitu] kaum Waldensian yang memegang bahwa Alkitab hanya satu- satunya pegangan ….” ((Oscar Cullmann, Peter: Disciple, Apostle, Martyr, trans. Floyd V. Filson (Philadelphia: Westminster Press, 1953), 71)). Bagi kaum Waldensian (dipimpin oleh Peter Valdes dari Lyon, 1205-1218) dan mereka yang sepaham dengan mereka pada jaman Reformasi sekitar tiga abad setelahnya (1519- 1520), alasannya adalah: karena Kitab Suci tidak secara eksplisit mengatakan demikian.
3. Mereka menganggap Kitab Suci tidak mengatakannya.
Hal ini menjadi tanggapan umum umat Protestan yang memegang prinsip ajaran “Sola Scriptura“, sehingga apa yang tidak tertulis secara eksplisit dianggap sebagai tidak terjadi, atau dapat diragukan.
Komentar tokoh-tokoh Protestan dan bagaimana kita menanggapinya
1. Martin Luther (1483- 1546)
Ia sebenarnya menyimpulkan bahwa Babilon dalam (1 Pet 5: 13) mengacu kepada Roma. Namun ia selanjutnya mengatakan, “Tetapi saya ingin memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk menginterpretasikan ayat ini sesuai dengan apa yang dipilihnya, sebab ini tidak penting.” ((The Catholic Epistles, dalam Luther’s Works, ed. Jaroslav Pelikan (St. Louis, Mo.: Concordia Pub., 1967) 30:144))
Tanggapan kita umat Katolik:
Sesungguhnya keberadaan Petrus di Roma adalah sesuatu yang penting untuk membuktikan kepemimpinan Petrus pada Gereja awal. Sesuatu yang layak disayangkan adalah menyerahkan kepada setiap pribadi untuk menginterpretasikan ayat ini, tanpa mengindahkan bukti sejarah yang sudah dengan jelas menyatakan fakta yang sebenarnya bahwa memang Petrus pernah berada di Roma.
2. John Calvin (1509- 1564)
Dalam komentarnya terhadap teks 1 Pet 5:13, Calvin mengatakan, “Banyak dari para komentator kuno yang berpikir bahwa Roma di sini disimbolkan [dengan Babilon]. Para pengikut Paus (Papists) dengan gembira memegang komentar ini, sehingga Petrus kelihatannya sebagai sudah menjadi kepala Gereja Roma. Karakter yang buruk pada nama ini tidak menghalangi mereka asalkan mereka dapat meng-klaim gelar tersebut; tidak juga mereka mempunyai perhatian besar terhadap Kristus, asalkan Petrus ditinggalkan bagi mereka. Asalkan mereka dapat mempertahankan kursi Petrus, mereka tidak akan menolak untuk menempatkan Roma di daerah yang berhubungan dengan neraka (infernal regions). Tetapi komentar kuno ini tidak mempunyai warna kebenaran, tidak juga saya lihat bahwa ini disetujui oleh Eusebius dan lain-lainnya, kecuali bahwa mereka sudah disesatkan oleh kesalahan bahwa Petrus sudah pernah ke Roma…. adalah mungkin sekali bahwa ia [Petrus] ada di Babilon, dan ini sesuai dengan panggilannya, sebab kita mengetahui bahwa ia ditunjuk untuk menjadi rasul terutama bagi orang-orang Yahudi. Oleh karena itu, ia mengunjungi terutama bagian dunia yang terdapat sejumlah besar bangsa Yahudi.” ((Calvin, seorang bapa Teolog Reformasi, seperti dikutip oleh Stephen Ray, Upon the Rock, (San Francisco, Ignatius, 1999), p. 98-99))
Tanggapan kita umat Katolik:
Tanggapan di atas sepertinya mau mengatakan bahwa semua orang sampai abad ke 15 telah ‘tertipu’, seolah tidak ada yang mengerti fakta yang sesungguhnya, dan bahwa Calvin-lah yang mengetahui kebenaran tentang Petrus. Calvin kelihatannya tidak menyadari akan banyaknya bukti yang menyatakan tentang fakta kehadiran Rasul Petrus di Roma. Memang mungkin ini disebabkan karena banyak dari teks-teks kuno para Bapa Gereja dan sejarahwan baru dapat diketahui dan diterjemahkan di abad-abad terakhir ini. Pertanyaannya adalah apakah semua penulis di abad- abad awal ini menuliskan sesuatu yang salah tentang keberadaan Rasul Petrus di Roma? Jika fakta ini salah, mengapa tidak ada dokumen pada abad itu yang menentang pernyataan tersebut? Mengapa bahkan sekte sesat/ bidaah sekalipun tidak ada yang menuliskan protes tentang hal kepemimpinan Rasul Petrus di Roma? Mengapa tidak ada kota lain yang meng- klaim tulang- tulang Rasul Petrus?
Cukup menarik di sini bahwa Calvin tidak memberikan bukti yang menentang keberadaan Petrus di Roma. Ia hanya memberikan alasan bahwa sudah selayaknya Petrus berkhotbah kepada bangsa Yahudi, mengingat tugas utamanya adalah untuk mengajar umat Yahudi, dan karenanya ia tidak mungkin ke Roma. Namun alasan ini tidak tepat, sebab ahli sejarah Paul Johnson mengatakan bahwa diaspora (penyebaran bangsa Yahudi) terjadi sangat cepat pada abad pertama. “Strabo, seorang ahli geografi Roma (60BC- 21AD) mengatakan bahwa bangsa Yahudi adalah sebuah kekuatan bagi seluruh dunia yang berpenghuni…. Mereka telah berada di Roma, selama 200 tahun dan saat itu telah membentuk koloni yang substansial di sana; dan dari Roma mereka telah menyebar ke seluruh kota di Italia, dan lalu ke Gaul dan Spanyol dan menyeberangi laut ke barat laut Afrika.” ((Paul Johnson, A History of the Jews (New York: Harper & Row, 1987), 132)).
Kenyataannya, pengaruh orang-orang Yahudi begitu kuatnya di Roma, sehingga Suetonius mengatakan, “Karena orang-orang Yahudi terus membuat gangguan atas pengaruh ‘Chrestus’, Claudius (41-57) mengusir orang-orang Yahudi ini dari Roma.” ((Eerdman’s Handbook to the History of Christianity, ed. Tim Doley (Grand Rapids, Michigans: Eerdmans, 1977), p. 53)). Para ahli sejarah memperkirakan bahwa pada sekitar tahun 49 terjadilah pengusiran orang-orang Yahudi tersebut, di mana para penguasa Roma saat itu mengira bahwa Petrus adalah ‘Chrestus’ yang mendirikan agama Kristen. (lihat Kis 18:12)
Selanjutnya Peter Davids, seorang ahli Kitab Suci Protestan, mengkoreksi Calvin, dengan mengatakan, “Secara natural memang mungkin saja ‘Babilon’ dapat berarti kota Babilon yang berada di Mesopotamia…. namun pada masa pemerintahan Claudius, komunitas Yahudi sudah meninggalkan Babilon untuk menuju ke Seleucia (Josephus, Antiquities of the Jews. 18.9.8-9), dan itu adalah kurang lebih waktu yang sama saat Petrus meninggalkan Yerusalem setelah penganiayaan yang diadakan atas perintah Kaisar Herodes Agrippa I. Selanjutnya, Babilon mulai punah/ menurun secara umum pada abad pertama sehingga pada tahun 115 bangsa Trajan menemuinya sebagai kota hantu (Dio Cassius, Roman History 68.30). Akhirnya, tidak ada tradisi Siria yang mengatakan bahwa Rasul Petrus pernah melakukan perjalanan/ tinggal di deareh Mesopotamia. Maka kemungkinan besar Rasul Petrus tidak ada di Babilon pada saat yang sama dengan Silwanus (yang kita ketahui melakukan perjalanan ke Asia kecil dan Yunani bersama dengan Paulus). Ini menyebabkan Roma sebagai satu-satunya kemungkinan. Bahwa Roma disebut sebagai Babilon telah dikenal oleh sumber- sumber kalangan Yahudi dan Kristen.” ((Peter Davids, The Epistle of Peter, The New International Commentary on the New Testament (Grand Rapids, Michigan: Eerdmans, 1990), p 202.
3. Lorraine Boettner (1901-1990)
Karl Keating, seorang Apologist Katolik menulis, “Roman Catholicism disebut sebagai “kitab suci” dari gerakan anti Katolik di antara kaum Fundamentalis. Di buku ini posisi anti Katolik diekspresikan dengan panjang lebar. Roman Catholicism ini layak dicermati, sebab kredibilitas gerakan anti- Katolik ini telah tergantung dari kredibilitas satu buku ini.” ((Karl Keating, Catholicism and Fundamentalism (San Francisco: Ignatius Press, 1988), p. 28.))
Boettner mengatakan, “Menurut Tradisi Katolik Roma Petrus adalah Uskup pertama di Roma, dan masa pontifikatnya berlangsung selama 25 tahun dari tahun 42-67, dan ia dibunuh sebagai martir pada tahun 67…. ((Gereja Katolik tidak pernah mengeluarkan pernyataan secara definitif dan infallible tentang masa kronologis kepemimpinan Rasul Petrus. Boettner mengutip sumber dari Confraternity Bible, tentang 1 Peter, namun data ini hanya dimaksudkan sebagai garis besar dan merupakan interpretasi berdasarkan penyelidikan sejarah, dan bukan pernyataan resmi Gereja Katolik. Yang diajarkan oleh Gereja Katolik adalah bahwa Yesus mempercayakankan kepemimpinan kepada Rasul Petrus, sebagai “Batu Karang” Gereja (lih. KGK 881), dan Paus, yaitu uskup Roma sebagai penerus Rasul Petrus merupakan sumber dan pondasi yang berkelanjutan dan kelihatan bagi kesatuan antara semua uskup dan semua umat beriman (KGK 882) )) Namun demikian, herannya, kitab Perjanjian Baru tidak mengatakan apa- apa tentang kepemimpinan Petrus sebagai uskup. Perkataan Roma disebutkan selama sembilan kali di Kitab Suci dan tidak pernah disebutkan Petrus berkaitan dengannya…. Tidak ada bukti di kitab Perjanjian Baru atau bukti sejarah apapun yang mengatakan bahwa Petrus berada di Roma. Semuanya hanya legenda… Tetapi tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa ‘Babilon’ berarti ‘Roma’.” ((Lorraine Boettner, Roman Catholicism, Philadelphia: Presbyterian and Reformed Pub,, 1962) p. 117, 120))
Tanggapan kita umat Katolik:
Selayaknya kita bertanya bukti seperti apa lagi yang dikehendaki oleh Boettner, karena sesungguhnya bukti-bukti itu sudah sangatlah jelas, silakan klik di artikel Keutamaan Paus bagian- 2, untuk melihat contohnya. Apakah Boettner menganggap bahwa semua pengajaran Bapa Gereja pada abad- abad awal sebagai legenda? Jika ya, mengapa ia mempercayai doktrin mengenai Trinitas, ke-Allahan Yesus dan kanon Kitab Suci yang ditetapkan oleh para Bapa Gereja di abad- abad awal?
Walaupun Kisah Para Rasul menceritakan hal-hal yang terjadi dalam tiga dekade pertama setelah kenaikan Yesus ke surga, harus tetap diakui, ada banyak hal-hal yang tidak sempat tertulis di sana. Tahun- tahun Rasul Petrus tidak tertulis di sana, sama seperti detail pelayanan para rasul yang lainnya. Namun para jemaat pertama tersebut mengetahui bahwa sumber kebenaran iman tak melulu tergantung dari “kitab suci” semata, karena pada saat itu Kitab Suci juga belum secara mudah mereka dapatkan. Mereka bertumbuh di dalam iman melalui pengajaran lisan para rasul dan para Bapa Gereja. Maka sesungguhnya di sini, bukan tugas umat Katolik untuk membuktikan keberadaan Rasul Petrus di Roma, karena bukti dan tulisan-tulisan para Bapa Gereja telah sedemikian jelasnya membuktikan hal tersebut. Seharusnya mereka yang menentang kebenaran ini yang harus memberikan bukti/ sumber yang menentangnya, dan inilah yang tidak pernah ada.
Jadi, menarik untuk diamati bahwa seperti halnya Calvin, Boettner juga tidak menyertakan sumber ataupun tradisi mana yang mendukung keyakinannya, yang menentang keberadaan Petrus di Roma. Ia hanya menyatakannya pandangannya untuk mendukung paham Fundamentalis, dan menutup mata terhadap segala bukti yang menunjukkan sebaliknya.
4. Harry A. Ironside (wafat 1951) dan Jimmy Swaggart (1935-)
Ironside adalah pastor dari Moody Memorial Church dan Swaggart adalah seorang pengarang dan tele-evangelist. Keduanya adalah penulis dan pengkhotbah yang menentang keberadaan Petrus di Roma. Swaggart mengatakan, “Petrus mungkin pernah mampir atau mengunjungi Roma, tetapi tidak ada tanda bukti Alkitabiah untuk mengkonfirmasi hal ini…. [Mengacu kepada surat Rasul Paulus kepada umat di Roma] Karena Petrus tidak disebutkan di sini oleh Paulus, maka dapat disimpulkan dengan kepastian bahwa ia tidak berada di sana pada saat itu! Ini tentu merendahkan pondasi dari jalur apostolik dari uskup Roma. Jika Petrus berada di Roma sebagai uskup (seperti diklaim oleh Gereja Roma) ia akan disapa pertama kali oleh Paulus! Oleh karena itu adalah buang-buang waktu untuk memperhitungkan teori yang tak berdasar ini….!” ((Jimmy Swaggart, Catholicism & Christianity (Baton Rouge, La. :Jimmy Swaggart Ministries, 1986) 23-24))
Tanggapan kita umat Katolik:
Baik Ironside maupun Swaggart hanya mendasarkan pandangannya dari apa yang tertulis di Kitab Suci saja, tanpa memperhatikan bukti- bukti sejarah lainnya yang menunjukkan dengan sangat kuat tentang keberadaan Petrus di Roma. Mereka, seperti tokoh Protestan lainnya, hanya berpegang pada paham “silence in Scripture” tanpa memberikan bukti sumber lainnya yang mendukung pandangan mereka. Dengan demikian, mereka hanya mengatakannya atas dasar pandangan pribadi, dan mengabaikan fakta sejarah umat Kristen.
Mengapa Petrus tidak disebutkan dalam Surat kepada jemaat di Roma
Kenyataan bahwa Petrus tidak disebut di dalam surat rasul Paulus kepada jemaat di Roma, itu tidak menjadi bukti yang kuat bahwa Petrus tidak ada/ tidak pernah ke Roma. Terdapat beberapa kemungkinan mengapa nama Petrus tidak disebutkan di sini: ((Michael Grant, Saint Peter (New York: Scribner’s, 1995)p. 147-151))
1. Rasul Petrus melakukan perjalanan dengan sangat ekstensif pada saat itu.
Maka dapat diperkirakan bahwa ia mengadakan perjalanan ke daerah-daerah yang lain sementara menggunakan Roma sebagai “home base“, atau ia membantu Gereja dari daerah lain. Karena ia diberi tugas untuk mengabarkan Injil kepada umat Yahudi, maka ia akan merasa wajib untuk mengunjungi daerah-daerah di mana ada kaum diaspora Yahudi. Dalam hal ini Roma merupakan kemungkinan besar, karena sejumlah besar kaum Yahudi di sana. Roma yang juga adalah pusat kerajaan Romawi, juga menjadi pusat Gereja. Kita ketahui dari surat Rasul Paulus bahwa Rasul Petrus melakukan perjalanan untuk pewartaan Injil, disertai oleh istrinya (1 Kor 9:5).
2. Juga, kemungkinan pada tahun 49, Rasul Petrus, bersama dengan orang- orang Yahudi lainnya diusir keluar Roma oleh Kaisar Claudius, dan hanya menyisakan sejumlah jemaat Kristen non- Yahudi. Kita mengetahui dari bukti sejarah bahwa pada tahun itu terjadi kesalahpahaman dari pihak Kaisar Roma (Claudius) bahwa terjadi keributan yang disebabkan oleh seorang “Chrestus”, yang kemungkinan mengacu pada Kristus, di mana Petrus adalah pemimpinnya, yang dianggap sebagai sekte Kristus Yahudi oleh pemimpin kerajaan Roma. Keadaan ini ditulis juga di Kis 18:12. ((Lihat. Suetonius, Life of Claudius, “The Twelve Caesars”, chap. 25, sect 4)
3. Penganiayaan umat Kristen adalah suatu realitas yang mengenaskan pada abad pertama; dan bahwa pasti ada hukuman mati bagi seseorang yang menjadi uskup di Roma. ((Selama 250 tahun Kaisar Romawi berusaha menghancurkan agama Kristen melalui penganiayaan. Ketakutan Kaisar Roma seperti yang dikatakan oleh Kaisar Decius adalah, “Lebih baik bagiku untuk menerima kabar saingan terhadap tahtaku daripada sebuah kabar adanya uskup Roma yang baru.” (seperti dalam Christian History, issue 27, “Persecution in the Early Church” (1990, vol. IX., no. 3) p.22. Tak heran bahwa selama 200 tahun semua Paus, kecuali satu, wafat sebagai martir (lihat Fr. Frank Cachon dan Jim Burnham, Beginning Apologetics 1, Farmington, NM: San Juan Catholic Seminars 1993-1998), p. 17)) Tak ada seorang Kristen-pun yang ingin mengekspos Petrus atau pemimpin yang lain terhadap ancaman hukuman ini, membuat mereka menjadi sasaran bagi kerajaan Roma. Dengan demikian, adalah bijaksana bagi rasul Paulus untuk tidak menyebutkan Rasul Petrus dalam suratnya yang dapat jatuh ke tangan penguasa Roma, sebab jika tidak, pendirian Gereja di Roma akan menjadi berantakan jika dokumen itu jatuh ke tangan orang Roma yang membenci Gereja. “Orang- orang Kristen saat itu sangat berhati-hati untuk tidak membiarkan gerakan-gerakan dan tindakan- tindakan para Uskup mereka diketahui oleh pihak penguasa negara pagan tersebut. Pernyataan Rasul Paulus bahwa ia tidak akan membangun pada ‘pondasi yang sudah diletakkan oleh orang lain’ adalah referensi yang cukup memadai bagi mereka yang kepadanya surat itu dituliskan. ((Leslie Rumble, Radio Replies, ed. with Charles M/ Carty (1938: reprint, Rockford, III: TAN Books, 1979), 2:92)).
4. Ada kemungkinan, Rasul Paulus menuliskan suratnya kepada sebuah kelompok khusus dalam komunitas Kristen di Roma. Sebab di sini ia tidak menyebut komunitas tersebut sebagai ‘Gereja’ seperti yang disebutkan pada surat- suratnya yang lain, namun hanya secara umum ‘semua yang di Roma’.
5. Seperti telah disebutkan di point 3, ada kemungkinan juga Rasul Paulus sudah menyebutkan Rasul Petrus walau secara terselubung, “….aku telah memberitakan sepenuhnya Injil Kristus. Dan dalam pemberitaan itu aku menganggap sebagai kehormatanku, bahwa aku tidak melakukannya di tempat-tempat, di mana nama Kristus telah dikenal orang, supaya aku jangan membangun di atas dasar, yang telah diletakkan orang lain, …Itulah sebabnya aku selalu terhalang untuk mengunjungi kamu. Tetapi sekarang, karena aku tidak lagi mempunyai tempat kerja di daerah ini dan karena aku telah beberapa tahun lamanya ingin mengunjungi kamu, aku harap dalam perjalananku ke Spanyol aku dapat singgah di tempatmu dan bertemu dengan kamu, sehingga kamu dapat mengantarkan aku ke sana, setelah aku seketika menikmati pertemuan dengan kamu.” (Rom 15: 19-20, 22-24) Ayat ini menunjukkan bahwa seseorang rasul yang lain telah membangun Gereja (lih. Ef 2:20) di Roma. Karenanya Rasul Paulus percaya bahwa Gereja di Roma telah dibangun dengan baik, dan hanya bermaksud singgah saja dalam perjalanannya ke Spanyol (Rom 15:24, 28).
Menarik di sini untuk melihat bahwa Calvin telah menolak bahwa Rasul Petrus pernah ke Roma, dan menyebutkan bahwa yang tidak setuju dengannya sebagai ‘tersesat’. Namun dalam komentarnya terhadap ayat 1 Kor 15 tersebut, Calvin mengatakan, “… kita dapat menganggap bahwa para rasul adalah para pendiri Gereja, sementara para pastor yang meneruskan mereka mempunyai tugas untuk menjaga dan meningkatkan struktur yang telah didirikan oleh mereka (para rasul). Rasul Paulus mengacu kepada pondasi yang telah didrikan oleh seorang rasul lainnya sebagai ‘pondasi yang diletakkan oleh orang lain’. ((Calvin’s New Testament Commentaries, trans. T.H. L. Parker (Grand Rapids, Michigan: Eerdmans, 1965)). Maka memang pertanyaannya adalah siapakah rasul lain yang sudah mendirikan Gereja di Roma sebelum Rasul Paulus mengunjungi Roma? Tentunya ini mudah dijawab dan diketahui seandainya seseorang mau mempelajari Kitab Suci dan kaitannya dengan fakta sejarah dan tulisan para Bapa Gereja, bahwa ‘seorang rasul lain’ yang telah mendirikan Gereja di Roma, adalah Rasul Petrus.
Di atas adalah beberapa kemungkinan yang dapat terjadi, sehingga Rasul Petrus tidak dituliskan di dalam surat Rasul Paulus kepada umat di Roma. Kita harus mengakui bahwa Kitab suci memang secara relatif tidak menuliskan banyak tentang akhir hidup para rasul, termasuk di antaranya tahun- tahun terakhir Rasul Petrus dan Paulus. Di sinilah peran sejarah dan tradisi Gereja awal untuk menjelaskannya. Tradisi ini tidak dipermasalahkan selama 16 abad, dan baru setelah ada Reformasi, keberadaan rasul Petrus di Roma dan keutamaannya sebagai pemimpin para rasul dipertanyakan.
Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, mari melihat kepada kutipan berikut ini
1. Encyclopedia Britannica memberi komentar terhadap ekskavasi/ penggalian di Roma, yang mengkonfirmasi keyakinan jemaat Kristen awal bahwa Rasul Petrus dibunuh sebagai martir di Roma dan dikuburkan di Roma di bawah basilika St. Petrus, yang dulunya adalah bukit Vatikan dekat dengan Nero’s Circus. John Evangelist Walsh, dalam bukunya The Bones of St. Peter, memberikan penjabaran lengkap tentang penggalian selama 30 tahun di bawah Vatikan dan penemuan serta otentifikasi dari tulang-tulang Rasul Petrus. ((John Evangelist Walsh, The Bones of St. Peter, (Garden City, N.Y: Image Books, 1985)). Oscar Cullman, seorang Teolog Lutheran mengatakan, “Penggalian-penggalian tersebut menyatakan bukti yang mendukung laporan bahwa tempat pelaksanaan hukuman mati Rasul Petrus adalah di daerah Vatikan.” ((Oscar Cullman, Peter: Disciple, Apostle, Martyr, trans. by Floyd V. Filson (Philadelphia: Westminster Press, 1953), 152))
2. Oscar Cullman mengatakan, “Dalam periode mendatang, penolakan terhadap tradisi Roma tentang Petrus secara umum sudah hampir tidak ada lagi. Orang- orang seperti Ernest Renan menganggap sebagai suatu fakta bahwa Petrus pernah berada di Roma. Tahun 1897, Teolog Protestan dan sejarahwan A. Harnack menuliskan pernyataan yang jelas bahwa penolakan terhadap keberadaan Petrus di Roma sebagai ‘sebuah kesalahan yang begitu jelas sekarang bagi setiap scholar yang tidak buta’….” Akhirnya Cullman menyimpulkan bahwa bahkan di antara umat Protestan, “kecenderungan umum adalah untuk menerima bahwa Petrus [pernah] tinggal di Roma.” ((Oscar Cullman, Peter, 74-77). Jadi kesimpulannya, menurut Cullman, “…sepanjang hidupnya, Petrus memegang posisi yang penting di antara para rasul; bahwa setelah kematian Kristus, ia memimpin gereja di Yerusalem di tahun-tahun pertama; bahwa ia lalu menjadi pemimpin misi bagi kaum Kristen Yahudi; bahwa dalam kapasitas ini, pada waktu yang tidak dapat secara persis ditentukan, tetapi kemungkinan terjadi menjelang kematiannya, ia datang ke Roma dan di sana, setelah bekerja dalam waktu yang singkat, wafat sebagai martir di bawah kekuasaan Nero.” ((Ibid., 152))
3. Akhirnya, seorang ahli Kitab Suci Protestan yang bernama F.F. Bruce menyimpulkan dengan mengutip perkataan Hans Lietzmann, demikian, “…. Semua sumber awal sekitar tahun 100 menjadi jelas dan mudah dimengerti, dan sesuai dengan konteks sejarah dan satu dengan lainnya, jika kita menerima apa yang mereka sampaikan dengan sederhana kepada kita, -yaitu bahwa Petrus datang ke Roma dan wafat sebagai martir di sana. Dugaan apapun yang lain tentang kematian Petrus [selain dari yang disebutkan di atas] menumpukkan banyak kesulitan di atas kesulitan dan tidak dapat didukung oleh satu dokumenpun.” ((Hanz Lietzmann, Petrus und Paulus in Rome (Berlin, 1927), 238, seperti dikutip oleh Bruce, dalam Peter, Stephen, James and John (Grand Rapids, Michigan: Eerdmans, 1979), 49))
[bersambung ke artikel Keutamaan Paus (4): menurut Dokumen ter-awal Gereja ]
Salam damai Tuhan,
Saya sebagai penganut Katolik di dlm hati saya ada sedikit yg mengganggu mengenai kebijakan Paus Fransiskus sebagai pemimpin Umat Katolik sedunia…..di beberapa media massa saya membaca bahwa melalui pidatonya dlm pertemuan dg 25 organisasi kemanusiaan Paus minta dunia tak lupakan Suriah…Paus sibuk ngurusin negara lain….sementara di belahan dunia lain seperti di Nigeria, dan di negara – negara arab umat Kristen mengalami pembantaian, diskriminasi dan penindasan termasuk di Indonesia, Gereja Gereja banyak yg dirusak dan dibakar….saya tidak pernah mendengar Paus mengeluarkan kecaman keras dan tegas satu patah kata pun… sepertinya Paus tutup mata aja tu…..saya sbg pemeluk Katolik kecewa dg sikap Paus yg tidak sedikitpun melakukan tindakan keras….baru-baru ini juga di Cina ada Gereja yg digusur…..jd saya minta penjelasan dari Katolisitas utk menghibur hati saya yg merasa terluka karena kecintaan terhadap agama saya dan solidaritas saya dg sesama umat pengikut Kristus di negara lain…demikian. GBU
Salam Joe,
Jika kita hanya melihat satu sumber itu saja, tentu kesimpulannya seperti itu. Namun kita bisa melihat di sumber-sumber lain misalnya silakan klik http://www.huffingtonpost.com/2013/12/26/pope-francis-christian-persecution_n_4503734.html
lalu
http://www.huffingtonpost.com/2013/08/19/pope-francis-christian-violence_n_3779414.html atau http://ncronline.org/blogs/ncr-today/what-francis-can-do-anti-christian-persecution
kemudian
http://en.radiovaticana.va/storico/2013/08/18/pope_angelus_faith_and_violence_are_incompatible/en1-720613
juga di
http://www.catholicherald.co.uk/news/2014/06/23/persecution-of-christians-worse-than-in-early-church-says-francis/
Untuk konteks Indonesia, hendaknya jangan ditanyakan ke Paus namun ke FMKI (Forum Masyarakat Katolik Indonesia) serta Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan, (di Jakarta Komisi Hubungan Antar Agama dan Kemasyarakatan), Komisi Kerasulan Awam Keuskupan, dan Komisi Kerasulan Awam KWI dan Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan (HAK) Konferensi Waligereja Indonesia. Anda akan menjumpai Romo Agus Ulahayanan di Komisi HAK KWI, yang pasti akan mengatakan bahwa konteks Indonesia harus ditangani oleh kita sendiri secara khusus. Jika kita tidak bijaksana, misalnya sekedar mengecam, maka justru bisa terjadi penganiayaan di Indonesia makin meluas. “Diangkat ke internasional” sering kali malahan para korban akan semakin menjadi bulan-bulanan oleh si penganiaya. Hubungilah pastor paroki dan bagian kerawam paroki setempat tempat penganiayaan itu terjadi dan dengarlah bagaimana mereka berjuang serta bantulah dengan apa yang bisa Anda lakukan.
Paus tentu mengetahui peristiwa kekerasan atas agama Kristen Katolik di suatu paroki di Indonesia, namun beliau juga tahu serta mempercayai umat dan hierarki Gereja Katolik Indonesia berkontak dengan pemerintah dan duta besar Vatikan di Indonesia. Paus tentu tidak bekerja seorang diri. Ia dibantu Anda dan saya yang sebenarnya juga hanya menjalankan perintah Kristus.
Salam
RD. Yohanes Dwi Harsanto
sebaiknya seluruh pembaca membuka debat ini dalam website: http://www.laskarislam.com/t6048-roma-katolik-vs-kristen-protestan-karya-pdt-budi-asali-m-div
disini gambarannya jelas dari awal sampai akhir. penulispun, harus baca
[dari katolisitas: Penulis di artikel tersebut mendasarkan tulisan pada tulisan Loraine Boettner, yang sebenarnya kalau diteliti buku tersebut memberikan argumentasi yang justru tidak kuat. Sebagian dari tulisan ini telah dibahas di sini – silakan klik. Anda dapat memberikan sanggahan di tanya jawab tersebut]
wow excelent ZEPE.
Shalom Ibu Listiati dan segenap staf katolisitas serta sidang pembaca.
Ini hanya renungan kecil setelah membaca tulisan Ibu Listiati. Menjadi kebanggaan besar bagi kita umat Katolik karena kita memiliki kebenaran iman berdasarkan fakta sejarah mengenai gereja kita (dan penebusan Nya) yg tidak hanya berdasarkan olah pikir manusia belaka!). Namun kita tidak akan berhenti pada bangga saja. Setelah mengetahui kebenarannya, giliran kita untuk bertanggung jawab atas iman dan kebenaran itu dalam kehidupan sehari-hari agar kita tdk menjadi batu sandungan bagi sesama, dan akhirnya, iman kita lah yg akan menolong kita pada pengadilan terakhir.
[Dari Katolisitas: di sini janganlah kita lupa bahwa iman tak dapat dipisahkan dari perbuatan, sebab pada akhirnya kita akan diadili menurut perbuatan kita (lih. 1 Pet 1:17)]
Keharusan untuk bertanggung jawab (secara pribadi) itu sungguh sangat menghibur hati saya karena tadinya saya merasa sedih karena ada banyak orang yg tidak mau melihat kebenaran dan fakta sejarah yg diuraikan Ibu Listiati dgn sangat bagus. (Dan saya setuju pendapat Sdr Yosua sebelumnya). Toh nanti pada akhirnya, kebenaran itu akan menjadi (salah satu) pengadil setiap manusia.
Shalom, dan mohon dimaafkan dan dikoreksi bila ada yg kurang pas dari perkataan saya.
Syalom,
Kepala gereja adalah Tuhan Yesus… Yang tidak mkn salah sisanya adalah manusia yang mempunyai kekurangan dan masi melakukan dosa yang di sengaja atau pun tdk di sengaja termasuk paus atau pun petrus… yang menjadi pertanyaan saya Kunci yang dimaksud utk membuka pintu sorga itu apa dan apa yang dimaksud yang diikat dibumi akan diikat di sorga apa yang dilepas di bumi akan dilepas di sorga? Saya tdk tau apa pertanyaan saya ini sudah ada yg pernah mempertanyakannya atau tdk
[dari katolisitas: silakan bergabung dalam diskusi ini – silakan klik. Kalau anda ingin berdiskusi secara serius, cobalah membaca dahulu argumentasi yang diberikan. Setelah itu, cobalah memberikan argumentasi yang baru atau argumentasi yang lebih dalam. Semoga dapat dimengerti.]
saya memaklumkan mereka ( kaum Protestan ) , hanya Tuhan Yesus Kristus sendiri yang dapat membuka mata hati mareka untuk mengakui bahwa tubuhNYA hanya satu yaitu Gereja Katolik !
semoga kasih karunia dari Allah Bapa dan dari putraNYA Yesus Kristus Tuhan kita bersama dengan Roh Kudus mempersatukan mereka ( saudara2 Protestan ) kembali ke dalam pangkuan GerejaNYA yang Satu , Kudus , Katolik dan Apostolik.
Kita semua yang percaya pada Yesus Kristus adalah anggota tubuh Kristus, tidak ada satu yang lebih istimewa dari yang lain. Yesus turun ke dunia untuk menyelamatkan umat yang percaya, bukan untuk menujuk kelompok tertentu yang ujung-ujungnya justru menurunkan doktrin-doktrin yang sangat menyimpang.
Tidak pernah ada maksud Allah Bapa untuk mengutus AnakNya yang tunggal supaya kita melakukan sakramen-sakramen. Tidak Ada Allah yang kekuatanNya harus dibatasi sedemikian rupa, sehingga untuk doa lebih manjur harus melalui individu2 terlebih dahulu. Apakah ada di dalam Kitab Suci yang mengajarkan bahwa manusia dapat mendengarkan doa jutaan orang sekaligus? Apakah benar Kitab Suci mengajarkan bahwa ada manusia yang maha hadir?
Kembalilah ke jalan yang benar. Tuhan Yesus seorang yang dapat menyelamatkan anda, bukan pendeta, bukan pastor, bukan ustat, bukan biksu, bukan gereja, bukan masjid, bukan klenteng, tapi hanya Anak Domba Allah, yaitu Yesus Kristus.
Gereja adalah tempat di mana kita orang seiman berkumpul, menjalankan tugas sebagai tubuh Kristus, melayani sesama, dan mengabarkan kabar baik tentang Kristus. Gereja bukan sesuatu untuk kita bersandar, bukan untuk sarana membuat doktrin-doktrin baru yang ujung-ujungnya jualan patung.
Kembali ke jalan yang benar….God Bless
Shalom Kuncara,
1. Tidak ada anggota tubuh yang lebih istimewa dari yang lain?
Jika kita membaca 1 Kor 12, kita mengetahui bahwa di dalam tubuh, terdapat banyak anggota, dan masing- masing anggota mempunyai perannya sendiri- sendiri. Dengan peran yang berbeda- beda ini maka setiap bagian anggota tubuh itu unik dan istimewa, namun tidak berarti bahwa semua bagian sama rata perannya. Demikianlah yang terjadi di dalam Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus.
Memang Kristus datang untuk menyelamatkan umat manusia, namun caranya memang melalui umat pilihan-Nya, yang pada jaman Perjanjian Lama adalah bangsa Yahudi, sedangkan di Perjanjian Baru, adalah Gereja-Nya. Dari Injil kita mengetahui bahwa Gereja yang didirikan-Nya adalah Gereja yang didirikan di atas Rasul Petrus (Mat 16:18) dan ini adalah suatu fakta. Gereja ini, yang dipimpin oleh Rasul Petrus dan para penerusnya adalah Gereja Katolik. Gereja Katolik tidak menciptakan ajaran baru apalagi ajaran menyimpang, namun hanya melestarikan ajaran- ajaran yang diterimanya dari Kristus dan para rasul. Jika anda menganggap Gereja Katolik menyampaikan ajaran yang menyimpang, silakan anda sebutkan, dan kita dapat mendiskusikannya. Namun sebenarnya sudah banyak diskusi tentang hal ini, maka sebelum bertanya, ada baiknya anda membaca dahulu di Rubrik Arsip atau silakan ketik kata kunci topik yang ingin anda ketahui, di sudut kanan atas Homepage, dan semoga anda menemukan judul pembahasannya di sana, dan silakan klik di judul tersebut.
2. Anda mengatakan: “Tidak pernah ada maksud Allah Bapa untuk mengutus AnakNya yang tunggal supaya kita melakukan sakramen-sakramen. Tidak Ada Allah yang kekuatanNya harus dibatasi sedemikian rupa, sehingga untuk doa lebih manjur harus melalui individu2 terlebih dahulu. Apakah ada di dalam Kitab Suci yang mengajarkan bahwa manusia dapat mendengarkan doa jutaan orang sekaligus? Apakah benar Kitab Suci mengajarkan bahwa ada manusia yang maha hadir?”
Sakramen merupakan tanda kehadiran Kristus di tengah umat-Nya. Maka tidak benar jika anda mengatakan bahwa Allah Bapa tidak bermaksud mengutus Kristus untuk hadir di tengah umat-Nya, karena justru untuk itulah Kristus datang ke dunia. Gereja Katolik tidak membatasi kekuatan Allah hanya di dalam sakramen saja, dan itu jelas disebutkan di dalam pengajaran Gereja Katolik, di Konsili Vatikan II, Konstitusi tentang Gereja, Lumen Gentium:
Bahwa sakramen diberikan melalui para imamnya, itu tidak menyalahi ajaran Kitab Suci. Di Perjanjian Lama peran imam sebagai penghubung antara umat Allah dan Tuhan begitu jelas, Allah bahkan mengkhususkan suku Lewi untuk melakukan peran ini. Dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus juga memilih 12 rasul untuk menyembuhkan dan mengajar (lih. Mat 10:1-4, Mat 18:18), dan ke- 70 murid juga untuk menyembuhkan dan menyampaikan damai sejahtera kepada umat-Nya (lih. Luk 10:1-12). Tentu saja Kristus dapat melakukan semuanya sendiri secara langsung tanpa mereka, tetapi adalah fakta, bahwa Tuhan telah memilih mereka untuk mengambil bagian dalam karya penyelamatan-Nya. Dan karya-Nya ini masih berlangsung sampai sekarang dengan melibatkan banyak orang. Maka tidak ada yang salah dengan mengakui bahwa Allah dapat menyalurkan rahmat-Nya melalui para pemimpin Gereja. Mereka tidak mengambil kemuliaan Kristus, melainkan malah semakin memuliakan Tuhan yang oleh kuasa-Nya memampukan orang- orang yang lemah untuk ikut serta melakukan karya- karya Tuhan.
Juga Gereja Katolik tidak mengajarkan bahwa doa lebih manjur harus melalui orang- orang lain. Yang diajarkannya adalah bahwa doa orang benar besar kuasanya (Yak 5:16) sehingga dalam kesatuan umat beriman, kita yang masih berziarah di dunia ini dapat memohon dukungan doa yang besar kuasanya dari mereka yang sudah dibenarkan Allah di surga. Jika seseorang memilih untuk berdoa tanpa meminta dukungan doa para kudus juga tidak apa- apa. Hanya saja, Gereja memberitahukan yang terbaik yang dapat dilakukan oleh seorang pendoa, yaitu untuk berdoa kepada Allah dalam kesatuan dengan seluruh jemaat dan orang kudusnya, sebab itulah yang dikehendaki Allah, bahwa sebagai sesama anggota Tubuh Kristus kita saling membangun, saling menolong dan menguatkan.” (lih. Gal 6:2)
Nampaknya baik jika anda membaca kedua artikel ini, untuk mengetahui dasar ajaran Gereja Katolik tentang hal dukungan doa dari para orang kudus:
Pengantaraan Kristus bersifat inklusif, silakan klik
Mengapa umat Katolik mohon dukungan doa kepada orang- orang kudus yang sudah meninggal dunia, silakan klik
Seorang manusia, jika masih hidup di dunia, memiliki keterbatasan dan tidak dapat mengetahui doa permohonan sesamanya, jika ia tidak diberitahu. Namun di surga, para orang kudus yang sudah dibenarkan Tuhan itu sudah bersatu sempurna dengan Dia dan mereka turut melaksanakan tugas mereka sebagai ‘kawan sekerja Allah’ (1Kor 3:9) dalam karya keselamatan-Nya dengan lebih sempurna daripada saat mereka masih hidup di dunia. Maka mereka dapat mendoakan saudara-saudari mereka yang masih berziarah di bumi, tentu semua ini atas ijin Kristus, yang adalah satu- satunya Pengantara kepada Allah Bapa. Memang tak ada manusia yang maha hadir di dunia, hanya Tuhan saja, karena Ia Maha Kuasa. Namun dalam kemahakuasaan-Nya ini Allah memberikan rahmat-Nya kepada orang- orang pilihan-Nya untuk bekerjasama dengan Dia dalam karya keselamatan-Nya untuk menunjukkan kesempurnaan kuasa-Nya (lih. 2 Kor 12:9).
3. Hanya Tuhan Yesus yang dapat menyelamatkan manusia.
Ya betul, kami juga setuju dengan pernyataan ini. Tetapi harus diakui juga bahwa dengan kebijaksanaan dan kemurahan hati-Nya Kristus melibatkan para anggota Tubuh-Nya untuk membawa anggota- anggotaNya yang lain agar dapat sampai kepada Allah Bapa. Maka para kudus itu hanya mendukung Kristus, dan mereka bukan saingan Kristus. Yang mereka lakukan adalah bersama- sama dengan Kristus dan dalam kesatuan dengan Dia, turut mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah.
4. Anda berkata, “Gereja adalah tempat di mana kita orang seiman berkumpul, menjalankan tugas sebagai tubuh Kristus, melayani sesama, dan mengabarkan kabar baik tentang Kristus. Gereja bukan sesuatu untuk kita bersandar, bukan untuk sarana membuat doktrin-doktrin baru yang ujung-ujungnya jualan patung.“
Gereja bukan hanya sekedar tempat. Sewaktu Kristus berkata akan membangun jemaat-Nya (ekklesia=Gereja-Nya) di atas Petrus (Mat 16:18), yang Ia maksudkan bukan Gereja dalam arti bangunan, tetapi dalam arti jemaat. Bahwa sekarang kita menamakan gedung tempat ibadah Kristiani dengan kata yang sama, yaitu gereja (dengan huruf kecil), itu tidak mengubah fakta bahwa kata ‘Gereja’ sesungguhnya mempunyai arti yang lebih luas, yaitu jemaat. Rasul Paulus mengatakan hal ini dengan lebih jelas:
Maka Kitab Suci sendiri mengatakan bahwa Gereja adalah tiang penopang dan dasar kebenaran. Jika kita memahami ilmu bangunan, kita akan tahu bahwa salah satu fungsi dari tiang penopang adalah menopang bangunan agar bangunan dapat teguh berdiri. Dengan demikian, Sabda Allah sendiri mengajarkan kepada kita untuk mendengarkan dan berpegang kepada ajaran Gereja, sebab yang disampaikan di sana bukan interpretasi pribadi seseorang akan ajaran tertentu, melainkan ajaran yang telah diberikan Kristus dan para rasul, yang telah dijaga dengan setia oleh para penerus mereka, dengan pimpinan Roh Kudus. Roh Kudus inilah yang telah menjaga keutuhan dan kesatuan Gereja, sehingga dapat tetap eksis selama 2000 tahun sampai sekarang. Doktrin- doktrin yang diajarkan oleh Gereja Katolik bukanlah doktrin baru, melainkan adalah ajaran- ajaran yang berakar dari Kitab Suci dan ajaran para Bapa Gereja sejak abad- abad awal Gereja.
Gereja Katolik tidak pernah mengajarkan umat-Nya untuk menyembah patung. Silakan membaca di artikel- artikel ini untuk mengetahui lebih lanjut:
Gereja Katolik tidak menyembah patung
Apakah umat Katolik yang berdoa di depan patung menyembah berhala
Diskusi dengan Sherly tentang patung
Diskusi dengan Indah tentang patung
Jika anda sudah memahami ajaran Gereja Katolik sehubungan dengan patung ini, nampaknya anda tidak akan menujukan kata-kata yang sedemikian tajam kepada kami.
5. Ajakan anda agar kami, “Kembali ke jalan yang benar”
Terima kasih atas ajakan ini, namun ajakan ini mungkin juga berlaku untuk Anda sendiri. Mari kita bersama- sama berusaha untuk selalu kembali ke jalan Tuhan, bertobat, dan menjalani perintah Tuhan yang terutama, yaitu mengasihi Tuhan dan sesama. Justru karena mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan, maka kami berusaha menaati segala perintah dan kehendak-Nya yang dinyatakan-Nya melalui Gereja yang didirikan-Nya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom ,
“Jika kita membaca 1 Kor 12, kita mengetahui bahwa di dalam tubuh, terdapat banyak anggota, dan masing- masing anggota mempunyai perannya sendiri- sendiri. Dengan peran yang berbeda- beda ini maka setiap bagian anggota tubuh itu unik dan istimewa, namun tidak berarti bahwa semua bagian sama rata perannya. Demikianlah yang terjadi di dalam Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus.”
Coba perhatikan 1 Kor 12 di ayat 20 dan 21, jelas di sana dikatakan ada banyak anggota, tetapi satu tubuh dan itu memang yang Tuhan firmakan melalui Rasul Paulus. Saya tidak pernah mengatakan bahwa anggota tubuh Kristus semuannya adalah sama, dan memiliki peran yang sama pula.
Kalau pernyataan anda di atas mengacu pada kekhususan dari sekelompok individu, dalam hal ini adalah seorang Paus di Vatikan, anda justru harus berhati-hati, karena di 1 Kor 12:22,23 mengatakan sesuatu yang sangat berbeda dengan pendapat anda.
Jadi, jawaban dari “Tidak ada anggota tubuh yang lebih istimewa dari yang lain?” adalah TIDAK ADA, hanya Yesus Kristus sajalah yang istimewa. Kita semua adalah alat-alatNya.
“Memang Kristus datang untuk menyelamatkan umat manusia, namun caranya memang melalui umat pilihan-Nya, yang pada jaman Perjanjian Lama adalah bangsa Yahudi, sedangkan di Perjanjian Baru, adalah Gereja-Nya.”
Saya benar-benar heran dengan pernyataan anda yang ini, bahkan saya sangat yakin bahwa Vatikan pun tidak akan setuju dengan pernyataan ini. Salah satu cara Tuhan menyelamatkan manusia adalah melalui Yesus Kristus, bukan umat pilihan. Bagi mereka yang hidup di jaman perjanjian lama pun juga demikian, mereka yang percaya sepenuhnya kepada janji Tuhan akan turunnya seorang Messias akan diselamatkan. Mereka diselamatkan bukan melalui umat Yahudinya, bukan melalui kelompok/gereja tertentu.
“Dari Injil kita mengetahui bahwa Gereja yang didirikan-Nya adalah Gereja yang didirikan di atas Rasul Petrus (Mat 16:18) dan ini adalah suatu fakta. Gereja ini, yang dipimpin oleh Rasul Petrus dan para penerusnya adalah Gereja Katolik. Gereja Katolik tidak menciptakan ajaran baru apalagi ajaran menyimpang, namun hanya melestarikan ajaran- ajaran yang diterimanya dari Kristus dan para rasul.”
Di sinilah juga dasar kesalah pahaman terjadi. Matius 16:18, tidak pernah bermaksud untuk supaya kita mempunyai seorang Paus. Sudah jelas bahwa Injil Matius ditulis dalam bahasa Yunani, yang jelas membedakan antara Petra dan Petros. Batu karang yang di maksud di Matius 16:18 adalah pernyataan Petrus tentang Kristus yang adalah “Mesias, Anak Allah yang hidup”, jadi batu karang tersebut bukannlah Petrus dan “penerus-penerusnya”. Kalau kita lihat di ayat berikutnya Matius 16:20, dimana Yesus melarang murid-muridNya untuk memberitahukan bahwa Dialah sang Mesias, tidak lah sinkron kalau Yesus menyarankan tentang papacy dan mengatakan hal seperti itu. Dan juga kalau kita lihat di Injil-injil lain dengan topik yang sama, seperti Markus 8:29,30 atau Lukas 9:20, jelas sekali ayat-ayat ini bermaksud untuk menjelaskan bahwa kunci kerajaan Allah adalah di tangan Kristus, yang diberikan kepada mereka yang percaya.
Lebih jauh lagi, coba kita lihat kehidupan gereja di awal-awal kekristenan, semuanya bergerak di daerah masing-masing sesuai jemaat yang ada di daerah tersebut. Rasul Paulus menuliskan surat-suratnya ke jemaat di berbagai daerah yang berbeda, masing-masing daerah memiliki karakter yang berbeda, kesulitan/tantangan yang berbeda pula. Tidak ada satu grejapun yang lebih superior dari yang lain, entah itu gereja di Efesus, galatia, korintus, smirna, laodikia, etc.
Saya sendiri secara pribadi tidak menentang adanya suatu organisasi/lembaga yang memimpin tubuh Kristus, tetapi jika diberikan otoritas seperti yang Vatikan punya, saya jelas menolak. Sudah menjadi tendensi manusia, sebagai makhluk berdosa, untuk memanipulasi kekuasaan demi kepentingan pribadi atau kelompok sendiri. Sudah banyak contoh di dalam sejarah hitam Vatikan, yang mereka sendiri jijik dan tidak mau mengungkit-ungkit lagi.
“Jika anda menganggap Gereja Katolik menyampaikan ajaran yang menyimpang, silakan anda sebutkan, dan kita dapat mendiskusikannya. Namun sebenarnya sudah banyak diskusi tentang hal ini, maka sebelum bertanya, ada baiknya anda membaca dahulu di Rubrik Arsip atau silakan ketik kata kunci topik yang ingin anda ketahui, di sudut kanan atas Homepage, dan semoga anda menemukan judul pembahasannya di sana, dan silakan klik di judul tersebut.”
Sebelum membahas penyimpangan dari kekristenan yang sesungguhnya, terlebih dahulu saya ingin menyampaikan sesuatu yang seharusnya sdh saya sampaikan terlebih dahulu di awal. Yaitu, saya tidak ada maksud unutk memaksakan siapapun/mengkristenkan siapa pun, saya hanya melakukan ini karena saya care, dan Tuhan saya sudah terlebih dahulu menunjukan kasih sayangNya kepada saya. Saya tidak punya kuasa apapun untuk mengkristenkan orang, itu semua adalah kuasa Roh Kudus, saya hanyalah manusia biasa.
Sebenarnya, dari tulisan saya yang pertama saya sudah menyinggung beberapa hal. Saya percaya, bahwa memang pada awalnya doktrin-doktrin yang kontroversial dari Vatikan tidak bermaksud untuk sesuatu yang tidak baik, namun hasil atau “efek samping” dari doktrin2 tersebut berdampak penyimpangan dari kontex yang sebenarnya. Contoh: Marian Doctrines: Saya yakin pada awalnya, Marian Doctrines ini didasarkan oleh rasa sayang dlm karakter Maria di dalam Injil, dan Maria dijadikan sebagai model yang patut dicontoh. Itu semua tidak jadi masalah, tetapi ketika sudah menjadi sesuatu yang berbau obsesi, di sinilah masalah itu mulai tumbuh. Dari Immaculate Conception tahun 1850an oleh Pope Pius IX diteruskan oleh Bodily Assumption oleh Pope Pius XII 1950, prayers untuk Mary, dsb. Dokma2 tersebut tidak berlandaskan Injil, dan semata-mata merupakan asumsi saja. Tidak pernah ada di dalam Alkitab yang mengajarkan bahwa kita yang msh di dunia dapat berdoa bersama-sama dengan mereka yang sudah tidak lagi bersama kita. Tidak pernah Alkitab mengajarkan bahwa seorang bunda Maria atau orang-orang kudus lain yang dapat mendengarkan doa berjuta-juta umat secara sekaligus, ini merupakan hal yang sangat amat asing. “Efek samping” yang lain adalah: walaupun Vatikan tidak pernah mengajarkan bahwa doktrin2 atau dokma2 Maria mengajarkan umat Katolik untuk menyembah Maria, tetapi mayoritas Katolik tidak mengerti akan hal ini, bahkan dengan persentase yang cukup besar diantara mereka menganggap bahwa bunda Maria jauh lebih superior di dalam menjawab doa2 mereka dibanding dengan Tuhan Yesus sendiri. Memang sangat ironis kalau dipikir-pikir, tapi itulah akibat dari pencetusan doktrin2 tidak perlu.
“bahwa sebagai sesama anggota Tubuh Kristus kita saling membangun, saling menolong dan menguatkan.” (lih. Gal 6:2)”
Ayat yang bagus, dan tidak ada pernyataan bahwa sekelompok orang tertentu mempunyai otoritas yang lebih dari yang lain…Amin!
“Seorang manusia, jika masih hidup di dunia, memiliki keterbatasan dan tidak dapat mengetahui doa permohonan sesamanya, jika ia tidak diberitahu. Namun di surga, para orang kudus yang sudah dibenarkan Tuhan itu sudah bersatu sempurna dengan Dia dan mereka turut melaksanakan tugas mereka sebagai ‘kawan sekerja Allah’ (1Kor 3:9) dalam karya keselamatan-Nya dengan lebih sempurna daripada saat mereka masih hidup di dunia.”
Kembali saya heran dengan pendapat anda, 1Kor3:9 justru tidak ada sangkut pautnya dengan yang sudah di surga, ayat ini mengajurkan kita untuk melaksanakan tugas kita sebagai pengikut Kristus dengan menyebarkan Injil/kabar baik tentangNya, ayat ini sama sekali tidak menganjurkan untuk berdoa ke manusia yang sudah tiada.
“Maka mereka dapat mendoakan saudara-saudari mereka yang masih berziarah di bumi, tentu semua ini atas ijin Kristus, yang adalah satu- satunya Pengantara kepada Allah Bapa”.
Maaf, tapi berdasarkan apakah anda bisa berkesimpulan seperti yang di atas? Untuk lebih mudahnya, mari kita ambil contoh dalam kitab suci. Apakah pernah rasul Paulus/Petrus/Yakobus/yang lain berkata “Jikalau anda ingin melakukan perjalanan yang jauh, buatlah untuk dirimu patung Musa, karena dia telah memimpin bangsa Yahudi keluar dari perbudakan di Mesir, melalui Laut merah dan kota-kota yang tidak bersahabat. Buatlah patung Musa dan berdoalah bersama dia, supaya doa perjalanan kalian dapat didengarkan oleh Tuhan Bapa kita.” Pertanyaannya, pernahkah ini tertulis di kitab suci, saya kira tidak. Ide untuk sesuatu tentang hal ini pun tidak ada dalam Alkitab. Malah sebaliknya, bisa dilihat di Pengkotbah 9:4-5, Yesaya 63:16.
Justru, anda terlihat bingung di sini. Tuhan mengajarkan bahwa jika ada 2 atau lebih orang yang berdoa bersama, maka apa yang mereka minta akan dikabulkan. Bisakah anda berdoa dengan yang sudah tiada? Saya kira tidak.
“Memang tak ada manusia yang maha hadir di dunia, hanya Tuhan saja, karena Ia Maha Kuasa. Namun dalam kemahakuasaan-Nya ini Allah memberikan rahmat-Nya kepada orang- orang pilihan-Nya untuk bekerjasama dengan Dia dalam karya keselamatan-Nya untuk menunjukkan kesempurnaan kuasa-Nya (lih. 2 Kor 12:9).”
Sekali lagi anda berasumsi salah, 2Kor 12:9 mengajak kita untuk tidak bermegah atas apapun, Tuhan sudah banyak memberikan contoh bahwa Ia justru sering kali memilih pemimpin2 dari kaum yang lemah. Ayat ini tidak ada hubungannya dengan manusia yang telah tiada dapat mendengarkan doa, sama sekali tidak ada, hanya karena Vatikan ingin membuat umatnya percaya akan hal ini, bukan berarti 2Kor12:9 di tulis untuk mendukung hal tersebut. Tidak ada hubungannya.
“3. Hanya Tuhan Yesus yang dapat menyelamatkan manusia.
Ya betul, kami juga setuju dengan pernyataan ini. Tetapi harus diakui juga bahwa dengan kebijaksanaan dan kemurahan hati-Nya Kristus melibatkan para anggota Tubuh-Nya untuk membawa anggota- anggotaNya yang lain agar dapat sampai kepada Allah Bapa. Maka para kudus itu hanya mendukung Kristus, dan mereka bukan saingan Kristus. Yang mereka lakukan adalah bersama- sama dengan Kristus dan dalam kesatuan dengan Dia, turut mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah.”
Setuju, asal mendukung secara penuh, jangan menambah2 isi dari FirmanNya dan tidak membuat doktrin2 yang tidak sejalan. Memang apa yang dilakukan Vatikan bisa dimengerti, sebuah organisasi yang self-declare mempunyai otoritas sedemikian rupa harus melakukan propaganda2 tertentu supaya umatnya dapat menjadi dependable ke mereka. Tetapi kebenaran adalah kebenaran, kebenaran tidak bisa ditawar atau di toleransi atau didiskon.
“Gereja bukan hanya sekedar tempat. Sewaktu Kristus berkata akan membangun jemaat-Nya (ekklesia=Gereja-Nya) di atas Petrus (Mat 16:18), yang Ia maksudkan bukan Gereja dalam arti bangunan, tetapi dalam arti jemaat. Bahwa sekarang kita menamakan gedung tempat ibadah Kristiani dengan kata yang sama, yaitu gereja (dengan huruf kecil), itu tidak mengubah fakta bahwa kata ‘Gereja’ sesungguhnya mempunyai arti yang lebih luas, yaitu jemaat. Rasul Paulus mengatakan hal ini dengan lebih jelas:
“Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat [ekklesia, Gereja] dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran.” (1 Tim 3:15)”
Benar, tetapi yang dimaksud dalam 1 Tim 3:15 adalah Gereja adalah tempat dimana jemaat Tuhan berdiskusi bersama dalam segala hal. Semua hal tersebut haruslah berdasarkan pada sesuatu yang baku dan pasti, bukan hanya pendapat orang2 tertentu. Sesuatu yang pasti itu adalah Firman Tuhan.
Dan perlu disadari bahwa, Rasul Paulus sendiri tidak pernah mengajarkan atau menunjuk satu gereja tertentu menjadi pemimpin dari gereja yang lain, dia bahkan mengatakan bahwa semua rasul dan murid Yesus adalah setara/selevel. Tidak ada yang satu lebih istimewa dari yang lain.
Gereja A tidak bisa dibilang lebih baik dari gereja B dan sebaliknya. Tetapi masing2 gereja adalah dasar bagi Jemaatnya untuk hidup diantara mereka yang tidak percaya. Gereja seharusnya bergerak dari dalam keluar, bukan bergerak didalam dan muter2 terus di dalam.
Gereja yang benar adalah gereja yang mengajarkan kebenaran dan kasih terhadap sesama, bukan gereja yang mengajarkan dan sangat berfokus untuk meminta jemaatnya melakukan ini itu dll untuk mendapat kebahagiaan masing2.
Coba anda renungkan. Hal2 yang menyimpang dari Kitab Suci oleh Vatikan, semuanya adalah hal yang mengajarkan kita untuk melakukan sesuatu agar sesuatu yang baik terjadi pada DIRI kita SENDIRI. Contoh: Doa kepada bunda Maria, supaya doa KITA sendiri dapat didengar; Ekaristi – supaya KITA sendiri mendapatkan tubuh dan darah Kristus, dll. Silahkan coba dan tanya ke teman Katolik anda, mengapa anda doa Rosario atau Novena atau doa ke orang2 kudus, saya yakin jawabannya kira2 begini: saya ingin dapat pekerjaan bagus/saya ingin momongan/saya ingin dapat jodoh/dll semuanya pasti memulai dengan SAYA INGIN….Jadi Vatikan sangatlah cerdik di dalam mengembangkan hal2 seperti itu, dimana mereka tahu umatnya ada kebutuhan, di sana mereka memasukan unsur2 ketergantungan
“5. Ajakan anda agar kami, “Kembali ke jalan yang benar”
Terima kasih atas ajakan ini, namun ajakan ini mungkin juga berlaku untuk Anda sendiri. Mari kita bersama- sama berusaha untuk selalu kembali ke jalan Tuhan, bertobat, dan menjalani perintah Tuhan yang terutama, yaitu mengasihi Tuhan dan sesama. Justru karena mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan, maka kami berusaha menaati segala perintah dan kehendak-Nya yang dinyatakan-Nya melalui Gereja yang didirikan-Nya.”
Ahh…kalau yang ini, sangat setuju dan sejalan dengan kitab suci, kecuali bagian terakhir. “kehendak-Nya yang dinyatakan-Nya melalui Gereja yang didirikan-Nya” seharusnya bukan gereja yang didirikanNya, melainkan FirmanNya. Kalau bergantung pada gereja sangatlah berbahaya dan akan berubah-ubah terus karena tergantung pada siapa yang berkuasa dan apa yang diyakini oleh yang berkuasa pada saat itu. Satu Paus menyatakan novena/rosario adalah keharusan, 10-20 tahun kemudian Paus yang lain mengatakan bahwa itu hanya supplement, dst. 20-30 tahun kedepan kita tidak akan tahu harus percaya apa kalau bersandar pada gereja, belum lagi dokma Maria ke-5 yang diheboh2kan akan disahkan Vatikan. Tapi jika anda berpegang pada FirmanNya, itu tidak akan berubah. Saya jamin!
Shalom Kuncara,
1. Paus= perannya lebih besar?
Anda mengatakan, “Saya tidak pernah mengatakan bahwa anggota tubuh Kristus semuannya adalah sama, dan memiliki peran yang sama pula.” Jika demikian, maka saya setuju dengan Anda. Sebab memang dalam satu Tubuh Kristus ada banyak anggota dan peran masing- masing anggota juga berbeda- beda satu sama lain.
Namun kemudian Anda mengatakan, “jawaban dari “Tidak adakah anggota tubuh yang lebih istimewa dari yang lain?” adalah TIDAK ADA” Ini yang tidak konsisten dengan jawaban di atas. Sebab jika kita mengatakan bahwa peran masing- masing anggota berbeda, artinya ada peran yang lebih besar, dan ada peran yang lebih kecil. Misalnya, peran jari tangan berbeda dengan peran jantung. Kalau jantung tidak ada maka tubuh mati, namun kalau satu jari tidak ada, tubuh masih dapat hidup. Walau tentu, tetap dikatakan masing- masing anggota semua penting, namun harus diakui bahwa ada bagian anggota- anggota tubuh tertentu yang mempunyai peran yang lebih besar bagi keseluruhan tubuh, daripada anggota- anggota lainnya. Namun adanya perbedaan peran ini semata- mata demi kebaikan tubuh dan melayani keseluruhan tubuh.
Nah tentang kekhususan ini, Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:
KGK 873 Malahan perbedaan-perbedaan yang menurut kehendak Tuhan terdapat di antara anggota-anggota Tubuh-Nya, melayani kesatuan dan perutusannya. Karena “dalam Gereja terdapat kenanekaan pelayanan, tetapi kesatuan perutusan. Para Rasul serta para pengganti mereka oleh Kristus diserahi tugas mengajar, menyucikan dan memimpin atas nama dan kuasa-Nya. Sedangkan kaum awam ikut serta mengemban tugas imamat, kenabian, dan rajawi Kristus, menunaikan tugas mereka dalam perutusan segenap Umat Allah dalam Gereja dan di dunia” (AA 2). “Dari kedua belah pihak ada orang-orang beriman kristiani yang dengan mengikrarkan nasihat-nasihat Injili dengan kaul-kaul atau ikatan suci lain yang diakui dan dikukuhkan Gereja” (KHK, can. 207 ,2).
Dengan demikian Paus selaku pengganti Rasul Petrus, memang berperan/ melakukan tugas mengajar, menyucikan dan memimpin atas nama Tuhan Yesus dan atas kuasa Tuhan Yesus (lih. Mat 16:18; 18:18); dan peran ini tidak dimiliki oleh semua pengikut Kristus. Dalam artian inilah, umat Katolik mengatakan bahwa peran Paus lebih besar/ istimewa, yaitu karena ia diberi kuasa oleh Kristus untuk memimpin Gereja-Nya di dunia ini.
Sesungguhnya walau mungkin Anda tidak mengakui kepemimpinan Paus, namun dalam kenyataannya dalam kehidupan gereja Anda sendiri, Anda akan tetap mempunyai pemimpin, dan pemimpin itu tetap mempunyai peran yang lebih besar daripada peran jemaat lainnya. Dengan analogi yang sama, jika gereja Anda boleh mempunyai pemimpin di dunia ini, maka tentu Gereja Katolik juga boleh mempunyai pemimpin, dan pemimpin ini adalah Paus.
Kalau Anda kembalikan ke teks 1 Kor 12, tingkatan perbedaan peran anggota tubuh ini tidaklah menyalahi prinsip ‘banyak anggota tetapi satu tubuh, rupa- rupa karunia tetapi satu Roh’. Tingkatan karunia yang menyebabkan perbedaan peran ini disebutkan di ayat 1Kor 12:28.
2. Kristus menyelamatkan melalui Gereja.
Rahmat keselamatan dari Allah kita terima melalui Pembaptisan, yang diberikan kepada kita melalui Gereja. Tuhan Yesus menghendaki demikian, sebagaimana dipesankan-Nya kepada para Rasul (yang merupakan Gereja mula-mula) untuk membaptis segala bangsa (lih. Mat 28:19-20). Dengan demikian kita tidak dapat memisahkan Gereja dengan Kristus, sebagaimana Tubuh tidak pernah terpisah dari Kepalanya.
Yang mengajarkan bahwa Kristus menyelamatkan manusia melalui Gereja atau Gereja adalah sarana keselamatan bagi umat manusia, itu bukan saya, tetapi Gereja Katolik. Namun, jika dikatakan Gereja sebagai sarana keselamatan, bukan berarti Gereja itu terlepas dari Kristus, melainkan merupakan satu kesatuan dengan Kristus, sebab Gereja adalah alat Kristus untuk menyelamatkan dunia.
Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:
KGK 776 Sebagai Sakramen, Gereja adalah alat Kristus. Gereja di dalam tangan Tuhan adalah “alat penyelamatan semua orang” (Lumen Gentium/ LG 9), “Sakramen keselamatan bagi semua orang” (LG 48), yang olehnya Kristus “menyatakan cinta Allah kepada manusia sekaligus melaksanakannya” (Gaudium et Spes/ GS 45, 1). Ia adalah “proyek yang kelihatan dari cinta Allah kepada umat manusia” (Paus Paulus VI, wejangan 22 Juni 1973). Cinta ini merindukan “supaya segenap umat manusia mewujudkan satu Umat Allah, bersatu padu menjadi satu Tubuh Kristus, serta dibangun menjadi satu kenisah Roh Kudus” (Ad Gentes/ AG 7; Bdk. LG 17)
KGK 780 Di dunia ini Gereja adalah Sakramen keselamatan, tanda dan sarana persekutuan dengan Allah dan di antara manusia.
KGK 849 Amanat misi. “Kepada para bangsa Gereja diutus oleh Allah untuk menjadi Sakramen [tanda dan sarana] universal keselamatan. Untuk memenuhi tuntutan-tuntutan hakiki sifat katoliknya, menaati perintah Pendirinya, Gereja sungguh-sungguh berusaha mewartakan Injil kepada semua orang” (Ad Gentes 1): “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat 28:19-20).
3. Makna Mat 16:18, dan soal kunci Kerajaan Sorga
Anda mengatakan, “Matius 16:18, tidak pernah bermaksud untuk supaya kita mempunyai seorang Paus.” Ini adalah interpretasi Anda, namun Gereja Katolik tidak menginterpretasikan demikian. Ditinjau dari arti literal, segi bahasa maupun kelogisan kalimat, menunjukkan bahwa Batu karang yang disebut dalam Mat 16:18 adalah Petrus, walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa menurut arti spiritual/ rohani dapat saja diartikan juga sebagai iman Petrus. Tentang hal Petros dan Petra sudah pernah dibahas di artikel ini, silakan klik; dan tentang kunci Kerajaan Sorga, klik di sini.
Silakan Anda membaca terlebih dahulu di sana dasar ajaran Gereja Katolik tentang kedua topik tersebut, dan jika ada yang tidak Anda setujui, silakan melanjutkan diskusi di sana, dengan memberikan argumen yang baru/ yang belum pernah dibahas di Tanya Jawab tersebut.
Anda mengatakan, “Dan juga kalau kita lihat di Injil-injil lain dengan topik yang sama, seperti Markus 8:29,30 atau Lukas 9:20, jelas sekali ayat-ayat ini bermaksud untuk menjelaskan bahwa kunci kerajaan Allah adalah di tangan Kristus, yang diberikan kepada mereka yang percaya.” Namun kalau kita baca, ayat- ayat tersebut tidak menyebutkan tentang kunci- kunci Kerajaan Surga, namun tentang pengakuan Petrus bahwa Kristus adalah Mesias. Ayatnya berbunyi demikian:
Ia bertanya kepada mereka: “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Maka jawab Petrus: “Engkau adalah Mesias!” Lalu Yesus melarang mereka dengan keras supaya jangan memberitahukan kepada siapapun tentang Dia. (Mrk 8:29-30)
Yesus bertanya kepada mereka: “Menurut kamu, siapakah Aku ini?” Jawab Petrus: “Mesias dari Allah.” Lalu Yesus melarang mereka dengan keras, supaya mereka jangan memberitahukan hal itu kepada siapapun. (Luk 9:20-21)
Perikop dalam Injil Matius memang lebih lengkap dalam menyampaikan percakapan antara Kristus dengan Petrus, tentang bagaimana setelah Petrus mengakui bahwa Kristus adalah Mesias, maka Kristus mengatakan akan mendirikan Gereja-Nya di atas Petrus ini; dan Kristus akan memberikan kunci Kerajaan Surga kepadanya.
Lalu Yesus bertanya kepada mereka: “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Maka jawab Simon Petrus: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” Kata Yesus kepadanya: “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.” Lalu Yesus melarang murid-murid-Nya supaya jangan memberitahukan kepada siapapun bahwa Ia Mesias. (Mat 16:15-20)
4. Doktrin Gereja Katolik tentang Maria: menyimpang?
Dari komentar Anda nampaknya Anda menganggap bahwa doktrin- doktrin Maria yang diajarkan oleh Gereja Katolik merupakan ajaran yang menyimpang. Silakan Anda membaca terlebih dahulu dasar- dasar Kitab Suci dan Tradisi Suci sehubungan dengan doktrin- doktrin Maria tersebut, dan baru kita melanjutkan diskusi kita. Sebab jika tidak, akan terjadi pengulangan- pengulangan yang tidak perlu.
Maria dikandung Tanpa noda: Apa maksudnya?
Bagaimana mungkin Maria Dikandung Tanpa Noda?
Apa dasar ajaran Gereja Katolik bahwa Bunda Maria Diangkat ke Surga?
Mengapa Bunda Maria disebut sebagai Tabut Perjanjian?
Sekilas Ajaran Gereja tentang Bunda Maria
Apakah Umat Katolik Harus Berdoa melalui Bunda Maria?
Apa itu Devosi kepada Bunda Maria?
Orang Katolik tidak menyembah Maria, namun menghormatinya. Silakan membaca artikel tentang Apa itu Devosi kepada Bunda Maria, di link di atas. Jika ada orang Katolik yang menganggap Bunda Maria itu lebih superior dari Tuhan Yesus, maka itu adalah pandangan yang sungguh keliru, karena Gereja Katolik sendiri tidak pernah mengajarkan demikian. Berikut ini adalah ajaran dokumen Konsili Vatikan II yang jelas mengatakan tentang hal itu:
“Sebab tiada makluk satu pun yang pernah dapat disejajarkan dengan Sabda yang menjelma dan Penebus kita. Namun seperti imamat Kristus secara berbeda-beda ikut dihayati oleh para pelayan (imam) maupun oleh Umat beriman, dan seperti satu kebaikan Allah terpancarkan secara nyata kepada makhluk-makhluk ciptaan-Nya dengan cara yang berbeda-beda, begitu pula satu-satunya pengantaraan Penebus tidak meniadakan, melainkan membangkitkan pada mereka aneka bentuk kerja sama yang berasal dari satu-satunya sumber.
Adapun Gereja tanpa ragu-ragu mengakui, bahwa Maria memainkan peran yang berada di bawah peran Kristus ini. Gereja tiada hentinya mengalaminya, dan menganjurkan kepada kaum beriman, supaya mereka ditopang oleh perlindungan Bunda itu lebih erat menyatukan diri dengan Sang Pengantara dan Penyelamat.” (Lumen Gentium, 62)
5. Tentang Gal 6:2
Gal 6:2 memang mengajarkan kepada kita untuk saling menolong dalam membangun Tubuh Kristus. Anda mengatakan bahwa ayat ini “tidak menunjukkan adanya sekelompok tertentu yang mempunyai otoritas yang lebih tinggi dari yang lain”. Memang benar. Perikop tersebut memang bukan ditujukan untuk menunjukkan adanya otoritas, tetapi agar jemaat saling membantu. Yang lebih kuat menolong yang lebih lemah, yang lebih rohani menolong yang lemah rohaninya; sebagaimana tertulis di ayat sebelumnya, “Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan.” (Gal 6:1). Maka di sini peran para penerus rasul itu (para Uskup dan Paus) adalah orang-orang yang dipercaya Tuhan untuk memimpin anggota Tubuh yang lain, walaupun juga mereka harus menjaga diri mereka sendiri supaya tidak jatuh dalam dosa. Seperti halnya kepada Petrus, Kristus berkata, “Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu” (Luk 22:32), demikian pula para penerus Petrus itu diberi tugas oleh Kristus untuk menguatkan saudara- saudaranya. Artinya ia mempunyai peran dan tanggung jawab yang lebih besar, yaitu untuk memimpin umat-Nya ke jalan yang benar.
6. Semua gereja lokal sama, dan tidak ada Gereja yang memimpin?
Jika Anda membaca fakta sejarah, tidak demikian halnya. Silakan Anda membaca terlebih dahulu artikel-artikel berikut ini, terutama bagian 4 dan 5, yang menunjukkan kepemimpinan Gereja di Roma:
Keutamaan Petrus (1): Menurut Kitab Suci
Keutamaan Petrus (2): Bukti sejarah tentang keberadaan Rasul Petrus di Roma
Keutamaan Petrus (3): Tanggapan terhadap mereka yang menentang keberadaan Petrus di Roma
Keutamaan Petrus (4): Menurut Dokumen paling awal Gereja
Keutamaan Petrus (5): Dalam Gereja di Lima Abad Pertama
Bahwa pernah terjadi hal- hal yang buruk dalam sejarah Gereja Katolik, itu tidak dipungkiri oleh Gereja Katolik. Silakan anda membaca di beberapa artikel di situs ini yang mengulas mengenai keberatan tentang beberapa Paus, klik di sini. Keadaan ini tidak ditutupi oleh Gereja Katolik, bahwa memang ada masanya di mana Gereja dipimpin oleh Paus yang hidupnya tidak berpadanan dengan ajaran Kristiani. Namun demikian, keadaan ini tidak membubarkan Gereja Katolik; dan ini malah membuktikan janji setia Kristus untuk menyertai Gereja-Nya sampai akhir jaman (Mat 28:20). Sebab jika hal itu terjadi pada organisasi manusia, maka organisasi itu sudah bubar sejak lama. Namun karena Kristus menjaganya dengan Roh Kudus-Nya, maka Gereja Katolik tetap eksis sampai sekarang.
7. 1Kor 3:9 : Yang disebut ‘rekan sekerja Allah hanya orang yang masih hidup di dunia?
Nampaknya Anda mempunyai pemahaman bahwa orang yang sudah meninggal dunia adalah orang yang sudah tiada, sehingga Anda mengatakan, “1Kor3:9 justru tidak ada sangkut pautnya dengan yang sudah di surga, ayat ini mengajurkan kita untuk melaksanakan tugas kita sebagai pengikut Kristus dengan menyebarkan Injil/kabar baik tentangNya, ayat ini sama sekali tidak menganjurkan untuk berdoa ke manusia yang sudah tiada ….Tuhan mengajarkan bahwa jika ada 2 atau lebih orang yang berdoa bersama, maka apa yang mereka minta akan dikabulkan. Bisakah anda berdoa dengan yang sudah tiada? Saya kira tidak.“
Maka jika dilihat secara obyektif, yang menjadi permasalahan di sini adalah, Anda menganggap bahwa orang beriman yang sudah meninggal itu sudah tidak ada lagi/ mati, sedangkan Gereja Katolik mengajarkan, orang percaya yang meninggal dunia jiwanya tetap hidup (tidak menjadi tiada, sebab yang tiada hanya tubuhnya). Sebab Tuhan Yesus mengatakan, “Akulah kebangkitan dan hidup., barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati.” (Yoh 11:25). Dengan demikian ayat 1 Kor 3:9 tetap berlaku, bahwa para orang kudus yang telah beralih dari dunia ini, tetaplah rekan sekerja Allah, sebab mereka tetap hidup di dalam Tuhan. Mari kita lihat bahwa di ayat 1 Kor 3:9 juga tidak dikatakan secara eksplisit bahwa ayat itu hanya berlaku bagi orang yang masih hidup di dunia.
Silakan membaca di sini, silakan klik, tentang dasar Kitab Sucinya mengapa Gereja Katolik mengajarkan bahwa kita dapat berdoa bersama para kudus di surga.
8. Gereja Katolik menambah firman Tuhan dengan doktrin yang tidak sejalan?
Gereja Katolik tidak menambahi firman Tuhan dengan doktrin yang tidak sejalan, karena semua doktrin yang diajarkan oleh Gereja Katolik mengambil dasar dari firman Tuhan. Hanya saja, Gereja Katolik percaya bahwa firman Tuhan ini memang disampaikan secara tertulis (disebut Kitab Suci) dan secara lisan (yang disebut Tradisi Suci) dan keduanya ini dihormati dengan penghormatan yang sama, sesuai dengan ajaran Rasul Paulus (lih. 2Tes 2:15). Maka tidak ada yang tidak sesuai antara Kitab Suci dan Tradisi Suci, karena sama- sama berasal dari Kristus dan para Rasul oleh pimpinan Roh Kudus. Doktrin yang diajarkan oleh Gereja Katolik selalu mengambil dasar dari firman Tuhan ini yaitu dari Kitab Suci dan Tradisi Suci.
Gereja di Roma bukan “organisasi yang self-declare” seperti yang Anda sebut, sebab sejarah sudah cukup kuat membuktikan bahwa di saat banyak gereja- gereja lokal diguncang oleh ajaran-ajaran yang menyimpang, Gereja Roma selalu membuktikan diri sebagai Gereja yang mempertahankan ajaran para Rasul.
9. Apakah Gereja yang dimaksud dalam 1 Tim 3:15?
Anda mengatakan, “tetapi yang dimaksud dalam 1 Tim 3:15 adalah Gereja adalah tempat dimana jemaat Tuhan berdiskusi bersama dalam segala hal.” Kalau kita membaca dengan sesama, kita ketahui bahwa yang dimaksud dengan jemaat ini bukan tempat, tetapi jemaatnya sendiri, sebab dikatakan “jemaat dari Allah yang hidup.” (Sebab tidak mungkin bahwa sebuah tempat dapat dijadikan sebagai pilar/tiang penopang dan dasar kebenaran).
Rasul Paulus memang mengajarkan agar jemaat bersatu (lih. 1 Kor 1:10-17) namun ia sendiri tunduk kepada kepemimpinan Petrus, saat Petrus memutuskan soal sunat di sidang Yerusalem (lih. Kis 15). Sebelum ia memulai misi pewartaannya kepada bangsa- bangsa non Yahudi, Paulus menyepi ke tanah Arab selama tiga tahun, namun kemudian, ia mengunjungi Kefas (Petrus) dan menumpang di rumahnya (Gal 1:18), sebelum ia memberitakan Injil.
Anda keliru jika berpikir bahwa Vatikan/ Paus mengajarkan sesuatu yang berfokus kepada diri sendiri. Umat Katolik dianjurkan untuk berdoa Rosario, pertama- tama karena doa Rosario itu adalah doa permenungan akan misteri kehidupan Yesus Kristus, jadi bukan semata untuk doa permohonan. Lalu Perayaan Ekaristi itu juga tidak berfokus kepada umat tetapi kepada Kristus; dan jika Gereja Katolik merayakannya itu pertama- tama karena Gereja melakukan apa yang menjadi kehendak Kristus untuk memperingati kurban salib-Nya, “Inilah Tubuhku…. Perbuatlah ini sebagai peringatan akan Aku” (Luk 22:19). Bahwa dengan merayakan Ekaristi maka kami menerima Tubuh dan Darah Kristus, itu adalah akibatnya, namun bukan menjadi sebab utamanya. Pertama- tama kami merayakan perayaan Ekaristi adalah karena kami mengikuti cara yang diinginkan Kristus untuk mengenang-Nya. Cara ini (yaitu perayaan Ekaristi) sudah ada sejak jaman para rasul (Gereja abad awal) dan inilah yang tetap dilakukan oleh Gereja Katolik sampai sekarang. Anda boleh saja tidak setuju dengan cara ini, tetapi adalah suatu fakta, bahwa cara inilah yang dikehendaki Yesus, dan Gereja Katolik hanya melestarikannya saja dari abad ke abad sampai sekarang.
Selanjutnya tentang topik Mengapa Kita Memilih Gereja Katolik, silakan klik di sini. Di sana dipaparkan, bahwa seseorang menjadi Katolik, justru karena ingin mengikuti Kristus sepenuhnya, dan bukan mengikuti kehendak/ selera pribadinya.
10. Kehendak Tuhan dinyatakan-Nya melalui Gereja-Nya atau Firman-Nya?
Sebenarnya, kedua- duanya, sebab keduanya tidak terpisahkan. Namun jika kita berpegang kepada 1 Tim 3: 15, maka kita mengetahui bahwa tiang penopang dan dasar kebenaran adalah Gereja. Maka, Firman Tuhan yang disebut di sini adalah Firman Tuhan yang diberikan kepada Gereja. Sebab Gereja ada lebih dahulu daripada Kitab Suci (firman Tuhan yang dituliskan); dan bahwa di dalam Gerejalah, kita menerima Sang Firman (yaitu Kristus) itu sendiri, melalui sabda-Nya dan juga sakramen- sakramennya. Itulah sebabnya bahkan dari Kitab Suci sendiri tidak ditemukan ayat yang mengatakan hanya Kitab Suci saja yang menyelamatkan (Sola Scriptura), dan hal ini sudah dibahas di sini, silakan klik. Sebab doktrin Sola Scriptura ini malah membawa perpecahan Gereja sebagaimana pernah diulas di sini, silakan klik
11. Ajaran Gereja Katolik berubah- ubah?
Anda mengatakan, “Satu Paus menyatakan novena/rosario adalah keharusan, 10-20 tahun kemudian Paus yang lain mengatakan bahwa itu hanya supplement, dst. 20-30 tahun kedepan kita tidak akan tahu harus percaya apa kalau bersandar pada gereja, belum lagi dokma Maria ke-5 yang diheboh2kan akan disahkan Vatikan. Tapi jika anda berpegang pada FirmanNya, itu tidak akan berubah. Saya jamin!“
Silakan Anda membaca dengan teliti dokumen Gereja yang Anda maksud, jika perlu dapat kita diskusikan.
Yang dikatakan sebagai ajaran yang tidak dapat berubah adalah ajaran yang sifatnya De fide, dan tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.
Doa novena atau rosario bukanlah dogma, tetapi devosi. Maka untuk devosi ini tidak ada keharusan. Dianjurkan atau dihimbau kepada umat untuk melakukannya itu benar, karena akan membawa mereka lebih dekat kepada Kristus, namun berdoa rosario tidak merupakan keharusan yang mutlak bagi umat Katolik.
Memang seharusnya jika kita berpegang pada firman Tuhan, iman kita tidak berubah. Namun agar prinsip ini berlaku, diperlukan otoritas untuk melestarikan suatu ajaran yang sudah pernah diajarkan, agar diubah sesuai dengan perkembangan jaman atau pandangan pribadi. Jika tidak, akan terjadi perubahan pemahaman, seperti misalnya, dahulu para pendiri gereja-gereja non Katolik yaitu Martin Luther, John Calvin dan Zwingli tidak meragukan keperawanan Bunda Maria, silakan klik di sini (lihat di bagian akhir artikel) untuk membaca tulisan mereka, namun sekarang para pengikut mereka banyak yang tidak mempunyai pemahaman yang sama dengan pemahaman mereka. Nah, padahal masing- masing pihak pasti mengklaim bahwa mereka berpegang kepada Firman Tuhan.
Demikianlah Kuncara tanggapan saya. Untuk selanjutnya, jika Anda ingin melanjutkan diskusi ini, silakan membaca terlebih dahulu link-link yang saya sebutkan. Jika Anda ingin mengajukan keberatan, ajukanlah komentar Anda di topik yang bersangkutan, dan jangan di sini, sebab jika tidak pembahasan menjadi melebar, dan mengulang- ulang apa yang sudah pernah disampaikan di artikel lain di situs ini. Silakan melihat diskusi dengan Sherly dan Indah, klik di sini. Atau ketiklah kata kunci yang ingin anda diskusikan, di sudut kanan atas, lalu enter. Sampaikanlah pertanyaan Anda di artikel yang terkait, dan kita melanjutkan diskusi di sana.
Mohon maaf saya tidak dapat melanjutkan diskusi jika Anda membalas di sini, sebab semua yang Anda tanyakan sebenarnya sudah pernah dibahas di artikel/ Tanya Jawab di situs ini. Silakan Anda membaca terlebih dahulu, sebab jika tidak maka pembicaraan akan merupakan pengulangan dari apa yang sudah pernah disampaikan. Semoga dapat diterima.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
1. Paus= perannya lebih besar?
“Namun kemudian Anda mengatakan, “jawaban dari “Tidak adakah anggota tubuh yang lebih istimewa dari yang lain?” adalah TIDAK ADA” Ini yang tidak konsisten dengan jawaban di atas. Sebab jika kita mengatakan bahwa peran masing- masing anggota berbeda, artinya ada peran yang lebih besar, dan ada peran yang lebih kecil. Misalnya, peran jari tangan berbeda dengan peran jantung. Kalau jantung tidak ada maka tubuh mati, namun kalau satu jari tidak ada, tubuh masih dapat hidup. Walau tentu, tetap dikatakan masing- masing anggota semua penting, namun harus diakui bahwa ada bagian anggota- anggota tubuh tertentu yang mempunyai peran yang lebih besar bagi keseluruhan tubuh, daripada anggota- anggota lainnya. Namun adanya perbedaan peran ini semata- mata demi kebaikan tubuh dan melayani keseluruhan tubuh.”
Jika anda mengambil contoh tubuh manusia, maka analisa anda benar. Namun bukan itu yang di berikan di dalam Injil kita. Saya ingatkan kembali pada 1 Kor 12:22,23. Masing-masing anggota mempunyai peran yang berbeda, dan kita tidak bisa menilai besar kecilnya, karena Tuhanl sajalah yang sesungguhnya mengatur. Sebagai contoh, please read: Galatia 2 mulai di ayat yg ke 6-9. Bahkan pada Galatia 2:11 jelas sekali rasul Paulus menggambarkan bahwa posisi dia tidak lah di bawah Petrus atau murid Yesus yang lain. They’re all equal. Dan kalu dilihat dari sejarah, sebenarnya, supremasi Petrus yang diimani Vatican inilah yang menjadi titik awal perpecahan gereja, diawali oleh eartern orthodox dan Jerusalem di abad 11 dan titik puncaknya pada reformasi abad 16.
Yang anda katakan demi kebaikan tubuh dan melayani keseluruhan tubuh itu sangat aneh kalau di lihat. Kita tidak memerlukan, rasul-rasul terdahulupun juga tidak memerlukan adanya suatu entiti seperti Vatikan agar supaya kita dapat menjalani tugas sebagai tubuh Kristus, Allah yang Hidup. Kenapa kita harus bergantung kepada sebuah organisasi? Kenapa Allah menjadi sangat terbatas kekuatannya? Siapakah Vatikan, hingga mereka dapat mengatakan tanpa mereka tidak ada tubuh Kristus? Apakah ada…Pencipta yang bergantung pada ciptaan?
Please, pardon me. Mungkin secara sekilas, pertanyaan2 tersebut terkesan kurang baik. Namun, saya tetap harus memberikan suatu sudut pandang lain dari apa yang telah tertanamkan dalam cara berpikir anda sebagai orang Katolik.
“Sesungguhnya walau mungkin Anda tidak mengakui kepemimpinan Paus, namun dalam kenyataannya dalam kehidupan gereja Anda sendiri, Anda akan tetap mempunyai pemimpin, dan pemimpin itu tetap mempunyai peran yang lebih besar daripada peran jemaat lainnya. Dengan analogi yang sama, jika gereja Anda boleh mempunyai pemimpin di dunia ini, maka tentu Gereja Katolik juga boleh mempunyai pemimpin, dan pemimpin ini adalah Paus.”
Anda salah pengertian dalam hal ini. Ada perbedaan yang sangat mencolok dari pemimpin-pemimpin gereja kami dengan Paus anda. Tolong jangan disamakan, karena satu berdasarkan pada Firman, dan yang lain berdasarkan pada Ego dan haus kekuasaan. Pendeta kami, justru mengatakan bahwa jangan sekali kali menganggap dirinya seperti Tuhan yang tidak pernah salah, dan mengajak jemaat untuk membaca dan mempelajari Firman Tuhan dan membandingkan apakah yang di keluarkan oleh pendeta tsb benar adanya.
Pemimpin kami tidak bisa seenaknya menggunakan istilah seperti EX-CATHEDRA, atau mengeluarkan doktrin-doktrin yang tidak didasarkan oleh firman. Dan ironisnya, pemimpin anda yang mengutuk kami dengan ANATHEMA.
Ini seperti membedakan Jeruk dengan pisang. Kalau anda ingin membedakan, cobalah bedakan seperti jeruk sunkis dengan jeruk mandarin.
“Kalau Anda kembalikan ke teks 1 Kor 12, tingkatan perbedaan peran anggota tubuh ini tidaklah menyalahi prinsip ‘banyak anggota tetapi satu tubuh, rupa- rupa karunia tetapi satu Roh’. Tingkatan karunia yang menyebabkan perbedaan peran ini disebutkan di ayat 1Kor 12:28.”
Jangan terhipnotis dengan ajaran Vatikan. Dalam tubuh Kristus tidak ada sistem plat merah. Hanya Kristus dan kita sebagai hambaNya. 1Kor12:28 tidak menjelaskan tingkatan2, hanya mengkonfirmasi yang telah difirmankan terlebih dahulu, yaitu kita semua adalah tubuh Kristus.
1Kor12:28 tidak mengatakan bahwa rasul 1 lebih tinggi dari rasul 2 atau rasul 1 lebih tinggi dari nabi 3, pengajar 1 adalah selevel dengan pengajar 5…NO NO NO!!!…rasul adalah rasul, nabi adalah nabi, pemimpin koor adalah pemimpin koor, tapi kita semua adalah equal …Sama – sama tubuh Kristus. Cek 1Kor12:27
Sementara sampai di sini dulu akan saya usahakan menyambung poin berikut segera…Shalom!
Submitted on 2011/11/30 at 4:04pm
“6. Kesalahpahaman berpikir bahwa misi Yesus di dunia belum selesai
Sekitar 2000 tahun yang lalu, Yesus menyelesaikan Penyelamatan kita dalam tiga tahun pelayanan-Nya kepada publik. Di Golgota, Yesus “tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai”, sehingga kata terakhir sebelum Ia wafat adalah, “Sudah selesai” (Yoh 19:28-30). Maka mengapa kemudian [seperti anggapan para dispensationalist] secara literal Ia akan kembali untuk suatu pelayanan publik yang lain selama 1000 tahun? Apakah ada sesuatu yang belum selesai? Bukankah Yesus berkata bahwa “Aku telah mengalahkan dunia.” (Yoh 16:33). Maka masuk akal jika pada tahun 1944, Magisterium Gereja Katolik mengeluarkan pernyataan menolak ajaran millenniarism seperti ini. Hal ini diulangi dalam KGK 676.[2]”
Ini poin yang sangat aneh kalau dikuarkan oleh Katolik, karena bertentangan dengan Ekaristi/Transubstantiation.
Shalom DK 12,
1. Paus =perannya lebih besar?
Anda tidak setuju dengan tulisan saya yang mengatakan bahwa peran/tugas Paus lebih besar daripada anggota- anggota Gereja lainnya, atas dasar analogi tubuh, sebagaimana saya andaikan peran jantung lebih besar daripada peran jari tangan, karena menurut Anda bukan itu yang dimaksud dalam Injil. Lalu Anda mengatakan demikian, “Jika anda mengambil contoh tubuh manusia, maka analisa anda benar. Namun bukan itu yang di berikan di dalam Injil kita. Saya ingatkan kembali pada 1 Kor 12:22,23. Masing-masing anggota mempunyai peran yang berbeda, dan kita tidak bisa menilai besar kecilnya, karena Tuhan sajalah yang sesungguhnya mengatur.”
Tanggapan saya:
Memang Tuhan yang mengatur, tentang besar kecilnya peran yang berbeda-beda dari tiap-tiap anggota tubuh yang berbeda, tetapi tidak berarti bahwa kita tidak dapat mengetahui dan mengakui perbedaan itu. Analogi yang diajarkan oleh Rasul Paulus dalam 1Kor 12:22, 23, tidak mengatakan bahwa tiap-tiap anggota mempunyai peran yang sama, atau tidak ada anggota yang perannya lebih besar. Sebab justru yang dikatakan adalah, anggota tubuh yang nampaknya paling lemah adalah yang paling dibutuhkan. Jadi artinya, ada tingkatan dalam hal peran/ tugas anggota di dalam tubuh, maka ada anggota yang disebut ‘paling‘ dibutuhkan. Hal ini dapat diketahui oleh manusia, termasuk Rasul Paulus, sehingga ia menuliskannya di dalam suratnya kepada jemaat di Korintus (surat kepada jemaat di Korintus itu bukan kitab Injil). Maka yang mau disampaikan di dalam perikop itu adalah setiap anggota tubuh mempunyai peran tertentu dan setiap anggota tidak boleh meremehkan peran anggota yang lain yang mungkin terlihat paling lemah. Dan prinsip ini juga diajarkan oleh Gereja Katolik, dan prinsip ini tidak bertentangan dengan kepemimpinan Paus. Sebab walaupun Paus mempunyai peran sebagai pemimpin Gereja, namun ia bertugas menjadi pelayan yang harus memperhatikan seluruh anggota Gereja, terutama mereka yang terkecil dan termiskin. Sebaliknya, anggota-anggota yang lain selayaknya tidak merendahkan Paus, yang juga manusia biasa, yang mungkin tidak elok rupanya ataupun hebat menurut ukuran dunia, namun dipercaya oleh Kristus untuk memimpin Gereja-Nya.
Kristus dalam Injil pernah secara eksplisit menyuruh Petrus untuk menguatkan saudara-saudaranya (lih. Luk 22:32), yang mengindikasikan bahwa setelah Tuhan menguatkan iman Petrus, maka ia dimampukan Tuhan menjadi lebih kuat dari para murid yang lain, sehingga ia dapat menguatkan/ meneguhkan mereka. Dari kekuatannya sendiri, tentu saja Rasul Petrus tidak kuat, tetapi dengan rahmat dari Tuhan, maka ia dikuatkan.
2. Rasul Paulus menentang Rasul Petrus?
Anda kemudian menggunakan argumen berdasarkan Gal 2:6-9 dan 11, yang mengisahkan bahwa Rasul Paulus menentang Rasul Petrus.
Tanggapan saya:
Ayat- ayat ini, yang mengisahkan Rasul Paulus yang pernah menentang Rasul Petrus karena kesalahannya, memang sering digunakan untuk menyanggah infalibilitas Petrus. Namun yang salah di sini bukanlah ajarannya, tetapi sikap Rasul Petrus yang tidak konsisten dalam menerapkan keputusan Konsili Yerusalem, perihal menyikapi kesamaan kedudukan umat yang bersunat dan tidak bersunat. Maka hal ini bukan bukti yang menentang infalibilitas Paus. Sebab pada saat Rasul Petrus memutuskan bahwa sunat tidak lagi disyaratkan bagi umat Kristen non- Yahudi (lih. Kis 15:7-11), ia memutuskan atas kuasa yang diberikan oleh Kristus, maka tidak mungkin sesat/salah. Namun demikian, sebagai manusia, Petrus [dan para penerusnya] bisa salah. Jadi, yang tidak bisa salah di sini hanya ketika ia sedang menjalankan perannya sebagai Rasul Petrus, pemimpin Gereja, pada saat ia mengumumkan ajaran iman dan moral secara definitif yang berlaku untuk seluruh Gereja.
Maka, karisma infalibilitas ini tidak berlaku dalam segala hal, namun hanya dalam hal iman dan moral, yaitu pada saat mereka mengajarkan dengan tindakan definitif, seperti yang tercantum dalam Dogma dan doktrin resmi Gereja Katolik. Maksud infalibilitas di sini adalah Yesus memberikan kuasa kepada Petrus dan para penerusnya untuk memberikan pengajaran yang tidak mungkin salah dalam hal iman dan moral, yang merupakan ketentuan yang ‘mengikat’ manusia di dunia dan kelak diperhitungkan di sorga (lih. Mat 16:19). Selanjutnya tentang makna infalibilitas Paus, silakan klik di sini.
Jadi Yesus memberikan kuasa kepada Petrus untuk memimpin Gereja-Nya bukan agar Pencipta bergantung kepada ciptaan. Sebab pemberian kuasa kepada Petrus dan Gereja-Nya adalah cara yang dikehendaki oleh Tuhan sendiri untuk melibatkan ciptaan-Nya dalam karya penyelamatan-Nya yang agung untuk menyelamatkan umat manusia.
3. Supremasi Gereja Roma (Vatikan) adalah titik awal perpecahan Gereja?
Kalau kita membaca sejarah kita dapat melihat bahwa pandangan ini tidaklah benar. Hal tentang supremasi Gereja Roma sudah pernah kami ulas sekilas di sini, silakan klik.
Yang terjadi dalam perpecahan Gereja adalah adanya sekelompok orang/ jemaat yang memisahkan diri dari kesatuan dengan Gereja Katolik yang dipimpin oleh Paus, namun Gereja Katolik tetap satu. Ini berbeda dengan fakta yang terjadi di dalam gereja reformasi di abad ke 16. Setelah Luther memisahkan diri dari kesatuan dengan Gereja Katolik, kemudian kita ketahui terjadi ketidakcocokan pandangan juga dengan para pengikutnya, sehingga terjadilah banyak sekali denominasi sampai saat ini.
4. Ada perbedaan yang sangat mencolok dari pemimpin-pemimpin gereja non- Katolik dengan Paus?
Anda mengatakan bahwa ‘pemimpin gereja kami berdasarkan Firman, sedangkan Paus berdasarkan Ego dan haus kekuasaan‘.
DK12, saya mengundang Anda untuk membaca kembali pernyataan Anda ini. Bukankah dengan perkataan ini Anda menghakimi Paus? Padahal kepemimpinan Paus itu didasari Firman Tuhan, terutama Mat 16:18-19, 28:19-20. Bahwa pernah terjadi dalam sejarah Gereja, beberapa Paus yang hidupnya tidak sesuai dengan panggilannya sebagai wakil Kristus, itu tidak membatalkan kuasa Kristus yang sudah diberikan kepada Rasul Petrus dan para penerusnya. Sebab kuasa infalibilitas (‘tidak mungkin sesat’) itu memang tidak berkaitan dengan keseluruhan pribadi Paus, tetapi hanya ajaran- ajarannya saja, dan itupun hanya ajaran yang memenuhi syarat tertentu, baru dapat dikatakan ‘infallible‘/ tidak mungkin sesat, sebagaimana telah disebutkan di atas.
Paus tidak pernah meng-klaim bahwa ia adalah Tuhan yang tidak mungkin salah. Silakan Anda membaca tanya jawab tentang hal ini di sini, silakan klik, sebab mungkin keberatan Anda sama dengan keberatan AK yang dinyatakan di sana. Yang diklaim oleh Bapa Paus adalah bahwa ia diberi kuasa oleh Kristus untuk memimpin Gereja-Nya, dan untuk itu ia diberi kuasa untuk mengajar tentang iman dan moral dengan benar, tidak mungkin salah. Maka benar perkataan pendeta Anda, bahwa ‘jangan sekali-kali menganggap diri seperti Tuhan yang tidak pernah salah.‘ Paus-pun demikian. Jika kita membaca riwayat hidup Paus Yohanes Paulus II maka kita ketahui bahwa seminggu sekali ia rutin mengaku dosa dalam sakramen Pengakuan dosa di hadapan imam, di samping ia mengaku dosa secara pribadi dalam doa- doanya dan di dalam perayaan Ekaristi setiap hari yang dirayakannya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Paus Benediktus XVI.
5. Tentang istilah ‘anathema’
Anda mengatakan, “Pemimpin kami tidak bisa seenaknya menggunakan istilah seperti EX-CATHEDRA, atau mengeluarkan doktrin-doktrin yang tidak didasarkan oleh firman. Dan ironisnya, pemimpin anda yang mengutuk kami dengan ANATHEMA.”
Tanggapan saya:
Paus tidak dengan seenaknya menggunakan istilah ex-cathedra. Pernyataan ex-cathedra adalah hanya berlaku pada pernyataan Paus secara definitif yang diucapkan dalam kapasitasnya sebagai penerus Rasul Petrus, yang mencakup ajaran iman dan moral yang berlaku untuk seluruh Gereja (Gereja universal). Dan pernyataan definitif tentang iman dan moral yang diucapkan Paus itu, tidak pernah tidak berdasarkan Firman Tuhan. Silakan Anda membaca sendiri dokumen-dokumen ajaran Gereja Katolik, dan temukanlah di sana dasar-dasar Firman Tuhan dan pengajaran para Bapa Gereja yang mereka terima dari para Rasul tentang ajaran tertentu.
Sedangkan istilah ‘anathema‘, arti literalnya adalah ‘dipisahkan dari kesatuan’ (the lifting up of something separate). Jadi jika Gereja Katolik menyatakan “biarlah ia menjadi anathema” artinya adalah orang tersebut dinyatakan terpisah dari Gereja Katolik, karena pandangannya yang tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik. Anathema ini berlaku sampai orang itu bertobat dan kembali ke dalam kesatuan dengan Gereja Katolik. Maka ‘anathema‘ ini bukanlah merupakan penghukuman final, sebab pertobatan itu mungkin terjadi sampai sesaat sebelum kematian. Jadi pernyataan ‘anathema’ ini ditujukannya kepada orang/sekelompok orang yang tadinya Katolik, tetapi kemudian memisahkan diri dengan meyakini pandangannya sendiri yang berbeda dengan ajaran Gereja Katolik. Pernyataan ini tidak ditujukan untuk mereka yang lahir dan dibesarkan dalam lingkungan non- Katolik, sebab mereka memang sejak lahirnya tidak pernah menjadi Katolik. Jika Anda tertarik dengan topik ini, silakan membaca di sini tentang pandangan Gereja Katolik tentang gereja-gereja Kristen non- Katolik dewasa ini, silakan klik.
Maka, pernyataan ‘anathema‘ ini lebih netral ketimbang tuduhan bahwa Paus adalah Antikristus, seperti yang diyakini oleh beberapa kalangan non-Katolik.
6. Gereja Katolik terhipnotis ajaran Vatikan?
Anda kemudian mengatakan, “Jangan terhipnotis dengan ajaran Vatikan. Dalam tubuh Kristus tidak ada sistem plat merah. Hanya Kristus dan kita sebagai hambaNya…. 1Kor12:28 tidak mengatakan bahwa rasul 1 lebih tinggi dari rasul 2 atau rasul 1 lebih tinggi dari nabi 3, pengajar 1 adalah selevel dengan pengajar 5…NO NO NO!!!…rasul adalah rasul, nabi adalah nabi, pemimpin koor adalah pemimpin koor, tapi kita semua adalah equal …Sama – sama tubuh Kristus. Cek 1Kor12:27.“
Tanggapan saya:
Yang menyebutkan urutan/ tingkatan pertama sampai ketiga pada beberapa orang dalam jemaat, adalah Firman Tuhan itu sendiri, maka soal urutan ini bukan ajaran Paus. Mari kita baca langsung teks itu:
“Dan Allah telah menetapkan beberapa orang dalam Jemaat: pertama sebagai rasul, kedua sebagai nabi, ketiga sebagai pengajar. Selanjutnya mereka yang mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, untuk menyembuhkan, untuk melayani, untuk memimpin, dan untuk berkata-kata dalam bahasa roh…” (1Kor 12:28)
Kalau seandainya urutan/ tingkatan itu tidak ada maksudnya, maka tidak perlu Allah mengatakan ‘pertama…’, ‘kedua…’, ‘ketiga…’, dan kemudian, ‘selanjutnya…’. Kita percaya, urutan dalam Kitab Suci itu ada maksudnya, bahkan tanpa disebut ‘pertama…, kedua…, ataupun ketiga….’, seperti ketika Allah memberikan kesepuluh Perintah Allah [yang tidak disebutkan penomorannya/ urutannya dari nomor satu sampai sepuluh]. St. Thomas Aquinas mengajarkan bahwa urutan kesepuluh perintah Allah menunjukkan tingkatan prioritasnya, yaitu bahwa yang disebut lebih dahulu itu tingkatannya lebih tinggi dari yang berikutnya, sebagaimana telah dijabarkan di sini, silakan klik. Maka jika tanpa menyebut urutannya saja, ada tingkatan prioritas, apalagi jika secara eksplisit Allah menyebutkan urutannya.
Sedangkan tentang keutamaan Rasul Petrus menurut Kitab Suci, sudah pernah diulas di sini, silakan klik.
Maka marilah kita melihat secara obyektif bahwa memang ada urutan peran dalam tubuh Kristus (jemaat) walaupun memang urutan itu tidak boleh membuat anggota meninggikan diri dan menganggap diri lebih penting dari daripada anggota yang lain, karena: “Kita semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya.” (1Kor 12:27).
Prinsip ini sesungguhnya juga diterapkan di semua gereja-gereja non Katolik, karena kalau sampai ada perbedaan pendapat/ pandangan tentang suatu ajaran iman atau tata cara ibadah, mereka pasti akan bertanya kepada pemimpin gereja tersebut untuk menyelesaikan perbedaan itu. Maka, walau sama-sama anggota tubuh Kristus, tetapi sang pemimpin jemaat itu mempunyai peran lebih untuk memimpin jemaatnya, yang tidak dipunyai oleh anggota yang lain. Sebab kalau tidak ada yang memimpin atau semua orang boleh memutuskan sendiri apa yang mereka kehendaki, terdapatlah kekacauan dalam jemaat itu, atau jika masing-masing bersikeras, akhirnya dapat mengakibatkan perpecahan jemaat.
7. Misi Yesus di dunia sudah selesai (lih.Yoh 19:28-30) bertentangan dengan Ekaristi/ Transubstansiasi?
Anda lalu mempertanyakan, mengapa di satu sisi Gereja Katolik menyatakan bahwa misi keselamatan Kristus sudah selesai, tetapi di lain sisi, Gereja Katolik mengajarkan Ekaristi/ Transubstansiasi yang merayakan kurban Kristus, [mungkin karena seolah-olah pengorbanan-Nya belum selesai?]
Tanggapan saya:
Perayaan Ekaristi bukan merupakan pengulangan akan kurban Kristus, tetapi merupakan penghadiran kembali, oleh kuasa Roh Kudus, kurban yang satu dan sama itu, yang menjadi puncak karya penyelamatan Allah. Kristus yang kita imani itu tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Ketika sebelum mengalami sengsara, Ia sudah menentukan sendiri cara yang diinginkan oleh-Nya agar para rasul-Nya mengenang-Nya:
Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, katanya: “Inilah tubuh-Ku…. yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.” (Luk 22:19)
Jadi jika Gereja Katolik merayakan Ekaristi, itu adalah karena kami melaksanakan Firman Tuhan ini, yang menjadi pesan Yesus sebelum sengsara dan wafat-Nya, agar dikenangkan dengan cara demikian. Ia tidak mengatakan, “Inilah lambang Tubuh-Ku” tetapi “Inilah Tubuh-Ku”. Maka oleh kuasa Roh Kudus dalam Sabda Tuhan itu, kami percaya, roti dan anggur itu diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus, sebagaimana disabdakan oleh Kristus sendiri. Para Rasul dan Gereja sejak awal telah mengimani dan merayakan Ekaristi, dan perayaan inilah yang terus dilestarikan oleh Gereja Katolik sampai sekarang.
Selanjutnya jika Anda tertarik untuk membaca tentang topik Ekaristi, silakan klik di judul berikut ini:
Sudahkah Kita Pahami Pengertian Ekaristi?
Sejarah yang Mendasari Pengajaran tentang Ekaristi, yaitu tentang pengajaran para Bapa Gereja (yang adalah para penerus Rasul) di abad- abad awal tentang Ekaristi.
Ekaristi, Sumber dan Puncak Kehidupan Kristiani
Demikian DK12, tanggapan saya atas komentar Anda. Mari sebagai murid Kristus, kita usahakan selalu agar tutur kata dan perbuatan kita boleh mencerminkan iman kita akan Tuhan yang adalah Kasih.
Mohon maaf, saya tidak dapat melanjutkan dialog ini, karena sebagian besar yang saya tuliskan juga sebenarnya merupakan pengulangan dari apa yang sudah pernah dituliskan. Kami di Katolisitas membatasi dialog hanya dua kali putaran. Jika DK merupakan nama initial dari penanya terdahulu, artinya kami sudah menjawab Anda lebih dari dua kali putaran.
Situs Katolisitas adalah situs Katolik, maka kami menyampaikan ajaran Gereja Katolik. Jika Anda tidak setuju, itu adalah hak Anda, namun adalah juga hak kami untuk tidak setuju kepada pandangan Anda.
Namun demikian, mari menyadari bahwa sesungguhnya ada lebih banyak persamaan di antara kita daripada perbedaannya, terutama karena kita sama- sama mengimani Kristus Tuhan dan Juruselamat manusia; dan sungguh ini lebih besar daripada perbedaan- perbedaan yang ada di antara kita.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
semoga mata hati mereka (orang2 yg menyangkal otoritas) dibukakan oleh kasih Tuhan
Shalom…
bagaimana tanggapan mengenai isi situs ini?
http://www.aloha.net/~mikesch/peters-jerusalem-tomb.htm
Terimakasih…
Salam,
Beni
Shalom Beni,
Tanggapan kami tentang situs tersebut adalah sebagai berikut (terima kasih kepada Dr. Lawrence Feingold STD, pembimbing Theologis situs ini):
1. Artikel karangan F. Paul Peterson tidaklah perlu ditanggapi secara serius.
Artikel karangan F. Paul Peterson tidaklah perlu ditanggapi secara serius. Karena Peterson bukanlah seorang scholar, namanya bahkan dapat dikatakan sebagai seorang yang tidak dikenal dalam dunia penelitian baik dalam hal Kitab Suci maupun arkheologi. Artikelnyapun dituliskan sekitar 50 tahun lalu di tahun 1960. Kalau saja thesisnya ini dianggap logis dan mungkin (plausible) oleh para ahli, tentu sudah didiskusikan oleh banyak orang dengan sumber yang lebih menyakinkan.
Dari caranya menulis, maka diketahui bahwa ia bukan seorang Katolik dan tidak paham akan iman Katolik, seperti halnya Dan Brown, yang sepertinya mempunyai motivasi anti- Katolik. Ia tidak menyebut biarawan Fransiskan tersebut sebagai Fr. Bagatti atau Fr. Milik, melainkan “priest Milik”.
2. Artikel tersebut ditulis tanpa sumber yang kredibel
Lalu, semua yang dituliskan dalam artikel tersebut adalah berdasarkan dari sumber yang tidak langsung (unverified, unofficial information), kecuali buku Fr. Bagatti tentang Dominus Flevit, yang juga tidak mengklaim bahwa tulang- tulang Rasul Petrus ditemukan di sana (di gereja Dominus Flevit, di Yerusalem). Maka sumber yang mengatakan bahwa Paus Pius XII memerintahkan untuk merahasiakan penemuan tersebut, juga tidak dapat dipercaya karena tidak ada sumber resmi tertulis yang menyatakannya. Siapapun dapat mengatakan demikian, tetapi tanpa sumber yang kredibel, itu hanya merupakan tuduhan.
3. Artikel tersebut tidak dituliskan sesuai dengan fakta dan tradisi jemaat awal yang bahkan dipegang dengan kuat oleh narasumber yang disebutkan.
Mr. Peterson juga kelihatannya menganggap bahwa tempat kebangkitan Yesus adalah di the Garden Tomb dan bukannya di Holy Sepulchre sehingga dari sini juga terlihat ia tidak setia kepada tradisi yang dipegang teguh oleh para arkeologis Fransiskan. Ini sekali lagi mengindikasikan ketidaktahuan Mr. Peterson terhadap tradisi Katolik dan arkheologi.
Pembimbing situs ini, Dr. Lawrence Feingold STD, pernah belajar di Yerusalem dengan para biarawan Fransiskan di Studium Biblicum Franciscanum yang dibimbing oleh para professor di sana yang juga adalah para murid dari Fr. Bagatti dan Fr. Milik tersebut yaitu yang bernama Fr. Emanuele Testa dan Fr. Frederic Manns, dan lainnya, namun tak ada satupun dari mereka yang menyebutkan bahwa Rasul Petrus dikuburkan di Yerusalem. Tentu saja, karena ada banyak bukti tradisi awal Gereja yang menuliskan bahwa Rasul Petrus wafat di Roma, dan tradisi ini secara obyektif lebih otentik, karena berasal dari para jemaat perdana pada jaman Rasul Petrus, dan bukan merupakan perkiraan dari orang- orang berabad- abad setelahnya. Silakan membaca kembali bukti- bukti tersebut di artikel di sini, silakan klik, antara lain dari Surat pertama St. Klemens kepada jemaat di Korintus, Dionysius dari Korintus dan kesaksian Eusebius (3.1 dan 2.25):
St. Klemens dari Roma, dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus (96):[4]
Kesaksian St. Klemens ini penting, karena St. Klemens adalah Paus yang ketiga setelah Rasul Petrus. Urutan Paus: Petrus (sampai 67), Linus (67-79, lih. 2 Tim 4:21), Anacletus (79-85) dan Klemens (85-96).[5]
St. Dionisius (166-174) Uskup Korintus, menulis kepada Paus Soter di Roma, seperti yang dikutip oleh Eusebius (2:25:8) :
“Bahwa keduanya baik Petrus dan Paulus sama-sama wafat sebagai martir … ditegaskan kembali oleh Uskup Dionisius, kepada suratnya kepada gereja Roma, “Kamu juga telah, dengan teguranmu, menghasilkan tanaman yang telah ditaburkan oleh Petrus dan Paulus di Roma dan Korintus, sebab mereka berdua telah menanam di Korintus dan mengajar kami, dan keduanya juga mengajar di Italia, dan wafat sebagai martir pada saat yang sama.”[8]
Eusebius, (260- 340) Uskup Caesarea dan Bapa Sejarah Gereja.
4. Tulisan pada nisan itu adalah Simon Bar Zillai dan bukan Simon Bar Jonah, sehingga tak ada hubungannya dengan Rasul Petrus
Lagipula, tulisan yang terlihat dalam inskripsi dari arang tersebut bukan Simon Bar Jonah, tetapi Simon Bar Zilla(i). Maka nama yang tertulis di batu nisan tersebut tidak ada hubungannya dengan Rasul Petrus sama sekali. Silakan membaca tulisan dari seorang scholar/ ahli bahasa Ibrani, yang bernama Stephan Pfann, Phd, di link ini, silakan klik. Mr. Pfann menjelaskan panjang lebar mengapa tulisan itu harus dibaca sebagai Simon Bar Zillai.
Lagipula, secara logika, seandainya benar itu kubur Rasul Petrus, seharusnya tulisan yang tertulis di batu nisan itu di sana adalah Kefas atau Petrus, seperti yang tertulis dalam Kisah Para Rasul dan Surat Rasul Paulus (Gal 2 :7-9). Sebab Kristus telah mengganti namanya dan karena itu, seharusnya tulisan di batu nisan itu bukannya Simon Bar Jonah tetapi Petrus/ Kefas, sesuai dengan nama yang diberikan oleh Tuhan Yesus kepadanya!
Selanjutnya, adalah sesuatu yang agak janggal bahwa tulisan pada batu nisan Rasul Petrus hanya merupakan tulisan dari arang -seperti disebut dalam artikel itu- seolah dibuat ‘seadanya’/ asal saja. Penulisan dengan arang ini tidak cocok dengan penghormatan yang seharusnya diberikan kepada Rasul Petrus sebagai pemimpin para rasul dan pemimpin umat beriman. Setidaknya seharusnya namanya ditulis dengan dipahat (engraved inscription), seperti layaknya makam orang- orang yang dihormati.
Demikian sekilas alasan- alasan, mengapa kita tak perlu terpengaruh atas tulisan dari Mr. Peterson tersebut. Semoga berguna bagi kita semua.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Bu Inggrid, satu pertanyaan yang sering muncul dibenak saya tentang “era” Kepausan adalah demikian. Jika dulu pada era Perjanjian Lama, Allah selalu mengutus para nabi, namun setelah kedatangan Yesus kedunia era kenabian ini berakhir. Pertanyaan saya adalah apakah era kenabian ini telah berganti menjadi era kepausan? Sebab bukankah para Paus kita menjalankan peran sebagai nabi bagi dunia ini? Jika kita melihat peran Paus di era modern ini terutama sekali pada masa2 Paus John Paul II peran sebagai nabi modern tampak nyata. Dan dunia mengakui otoritas Paus sebagai penyuara perdamaian dan moral. Kira2 benarkah demikian bahwa Paus adalah Nabi di era modern ini?
Shalom Dela,
Nabi- nabi di jaman Perjanjian Lama menyampaikan pengajaran dari Allah dan menubuatkan kedatangan Kristus, seperti yang pernah dibahas di sini, silakan klik. Kristus datang ke dunia sebagai Putera Allah yang menjelma menjadi manusia. Dalam penjelmaan-Nya ini Kristus melaksanakan tiga peran/ misi sekaligus, yaitu sebagai Nabi, Imam dan Raja, dalam arti yang sempurna, karena Ia adalah Allah sendiri. Sebelum kenaikan-Nya ke surga, Ia memerintahkan agar para rasul-Nya pergi ke seluruh dunia, untuk menjadikan segala bangsa sebagai murid-Nya, membaptis mereka dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus, dan mengajarkan segala perintah-Nya kepada mereka (Mat 28:19-20). Sesungguhnya atas dasar pesan inilah dan atas otoritas yang diberikan kepada Rasul Petrus pendahulunya pada ayat Mat 16:18- 19, maka Bapa Paus menjalankan peran untuk memimpin Gereja.
Walaupun kita dengan dibaptis juga mengambil bagian dalam ketiga misa Kristus ini (sebagai nabi, imam dan raja) seperti telah dibahas dalam tulisan ini, silakan klik; namun peran ini secara khusus diemban oleh para pemimpin Gereja, yaitu, para imam, uskup dan Paus. Maka peran ke-nabian Paus adalah terutama untuk mewartakan kebenaran Kristus, dengan melaksanakan tugas dan wewenang mengajar yang dipercayakan oleh Kristus kepadanya (lih. Mat 16:19). Selebihnya tentang peran kenabian ini silakan anda membaca di link tulisan yang telah saya sebut di atas.
Jadi misi kenabian Paus diperolehnya dari Kristus dan tidak terlepas dari Kristus. Demikian pula kita semua sebagai para murid Kristus, dipanggil untuk mengambil bagian dalam misi kenabian Kristus juga, dengan cara yang lebih sederhana, sesuai dengan panggilan hidup kita masing- masing.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
saya ingin menyampaikan terima kasih atas ibu Ingrid terhadap topik diatas, bahwa orang Protestant pada mulanya adalah katolik, [ …. diedit… namun] memisahkan diri dari gereja katolik. Semua sumber yang mereka dapat berasal dari Bapa Gereja mula-mula.
Oleh karena itu bagi kaum protestant, lebih baik anda semua … mengakui keberadaan Petrus di Roma dan segala tradisi suci yang tinggalkan oleh para rasul.
Anda (kaum protestan) jangan menafsirkan kitab suci berdasarkan pendapat anda, supaya apa yang anda tafsirkan itu tidak menyimpang dari kitab suci. Yang mempunyai wewenang untuk menafsirkan adalah Magisterium. Kita umat biasa hanya menanggapi semua isi itu dengan iman, tidak menginterpretasikan sendiri-sendiri.
makasih, semoga bermanfaat
Salam kasih dalam Kristus Yesus.
Susahnya berdialog dengan Protestan ialah: bahwa mereka sudah membenci ajaran yang seolah-olah itu adalah ajaran Katolik padahal Katolik sama sekali tak pernah mengajarkan apa yang mereka benci itu. Mereka sebenarnya membenci pemikiran alias tafsir mereka sendiri atas ajaran Gereja. Tafsir mereka sendiri itu hanya berdasarkan Alkitab, padahal Alkitan ditulis dan disusun oleh Gereja Katolik dengan maksud tertentu yang tak boleh ditafsir sesuka hati. Heran, banyak keluhan betapa sukar berdialog dan menerangkan ajaran iman Katolik dengan kaum Protestan (mereka lebih duka disebut Kristen) dibandingkan dengan Islam, Budha, Hindu, dll. Namun kita tetap ajak berdialog, dan orang Katolik sendiri mesti menggali khasanah iman mereka sendiri. Terima kasih kepada katolisitas yang merangsang kita semua berpikir dan menggali khasanah iman Katolik. Semoga katolisitas makin bermanfaat bagi orang yang mencari kebenaran rencana Tuhan.
Salam
Isa
Terimakasih yah Bu Inggrid, Artikel yang sangat bagus. Saya tidak sabar menunggu kelanjutannya.
GBU
Saya tidak mengetahui banyak tentang alkitab..
apalagi tentang Petrus..
Tapi saya hanya ingin kasih perumpamaan saja…
Ada sebuah peristiwa besar terjadi. Peristiwa itu diceritakan secara turun temurun, Dan kisah dari peristiwa itu, dibuat beberapa catatan yang diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain…agar tidak terjadi kesalahpengertian.
Tapi tidak disangka…setelah bertahun-tahun lamanya ada seorang yang menyatakan kalau cerita dari peristiwa itu adalah salah! Padahal dia belum membaca semua catatan yang telah ditulis oleh para pendahulunya turun temurun itu secara keseluruhan.
Mana yang anda percaya??? Orang yang membawa catatan tentang peristiwa itu atau orang yang tiba-tiba mengatakan SALAH (padahal belum membaca semua catatan secara keseluruhan), tapi sudah terlanjur memprovokasi banyak orang (dan ternyata cerita tentang peristiwa itu telah menyebar luas dengan berbagai versi yang berbeda-beda)???
Kebenaran akan memelekkan mata semua orang yang dengan rendah hati mau mengetahuinya. THANKS GOD
Comments are closed.