1. Kita dipanggil untuk menjadi serupa dengan Kristus
Dalam misteri iman dibahas tentang Kristus yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria dan misteri Paskah-Nya- yaitu: penderitaan, wafat, kebangkitan dan kenaikan Kristus. Bukan berarti bahwa kehidupan Yesus di masa pertengahan dari dua kejadian besar (saat dikandung sampai dengan misteri Paskah) tidaklah penting. Namun, dua kejadian tersebut menjadi simpul dari karya keselamatan Allah, yang mengungkapkan pentingnya seluruh sendi kehidupan Kristus, karena setiap hal yang dilakukan Kristus – termasuk masa kehidupan-Nya yang tersembunyi di Nasaret – adalah sungguh sangat berarti dan mempunyai makna yang begitu mendalam. Katekismus Gereja Katolik menjelaskan sebagai berikut: “Seluruh kehidupan Yesus – kata-kata-Nya dan perbuatan-Nya, kebungkaman-Nya dan kesengsaraan-Nya, caranya Ia hidup dan berbicara – adalah wahyu tentang Bapa. Yesus dapat mengatakan: “Yang melihat Aku melihat Bapa” (Yoh 14:9) dan Bapa: “Inilah Putera-Ku yang terkasih, dengarkanlah Dia” (Mrk 9:7). Karena Kristus menjadi manusia untuk memenuhi kehendak Bapa-Nya (Bdk. Ibr 10:5-7), maka setiap hal kecil dari hidup-Nya menyatakan bagi kita “kasih Allah… di tengah-tengah kita” (1 Yoh 4:9).” (KGK, 516) Dengan demikian, seluruh hidup Kristus menjadi contoh bagi seluruh umat manusia (Gaudium et Spes, 38). Seluruh kehidupan Kristus adalah kehidupan Allah yang adalah kasih, sehingga apapun yang dilakukan-Nya merupakan kasih dalam arti yang sebenarnya, yaitu kasih yang memberi. Kelahiran-Nya merupakan bentuk kasih yang terbesar kepada umat manusia; masa kanak-kanak-Nya menjadi manifestasi kasih dan ketaatan kepada orang tua-Nya di dunia ini dan kepada Bapa-Nya; kehidupan-Nya yang tersembunyi mengungkapkan kasih dalam bentuk yang sederhana namun konsisten; kehidupan-Nya di muka umum memperlihatkan misi-Nya untuk menyelamatkan umat manusia; dan akhirnya Misteri Paskah menjadi puncak dari kasih-Nya yang tak terhingga kepada Allah Bapa dan manusia. Sebagai pengikut Kristus, sudah seharusnya kita merenungkan, menghayati dan melakukan segala sesuatu yang dilakukan oleh Kristus, sehingga kita akan menjadi semakin dapat meniru teladan-Nya.
2. Misteri kedatangan-Nya dan kelahiran-Nya
Dalam artikel sebelumnya, telah dibahas bahwa kedatangan Sang Mesias sudah dinubuatkan sebelumnya melalui perantaraan para nabi hingga nabi yang terakhir, yaitu Yohanes Pembaptis, nabi Allah yang maha tinggi (Luk 1:76), dan sahabat Mempelai (lih. Yoh 3:29). Setiap tahun pada masa Adven, seluruh umat beriman juga diajak oleh Gereja, bersama-sama dengan para nabi dan seluruh umat di dalam Perjanjian Lama, mempersiapkan diri menyambut kedatangan Sang Mesias. Santo Thomas Aquinas juga menjelaskan bahwa peristiwa “Kristus dikandung” merupakan manifestasi dari Tritunggal Maha Kudus. ((Summa Theology, III, q.32, a.1)) Allah Putera diutus ke dunia oleh Allah Bapa, di mana Allah Putera mengambil kodrat manusia dan dikuduskan oleh Roh Kudus. Dimensi Trinitas terus ada di sepanjang karya Kristus di dunia ini, sebab di setiap saat relasi-Nya dengan Allah Bapa yang mengutus-Nya tak pernah putus; Roh Kudus dan karunia-Nya secara tak terhingga ada di dalam diri Kristus. setelah wafat dan kebangkitan-Nya, pada hari Pentakosta Kristus sendiri mengutus Roh Kudus-Nya kepada para Rasul, sampai akhirnya menjangkau seluruh dunia.
Sehubungan dengan kelahiran Kristus, St. Thomas mengajukan pertanyaan apakah kelahiran Kristus adalah merupakan mukjizat atau merupakan hal yang normal? ((St. Thomas Aquinas, Summa Theology, III, q.33, a.4)) Mengutip St. Ambrosius, St. Thomas menuliskan bahwa pada saat pembentukan janin, sebenarnya terjadi sesuatu yang bersifat baik adi-kodrati maupun kodrati. Bersifat adi kodrati, karena Kristus dilahirkan dari seorang perawan dan karena Pribadi ke-dua dari Trinitas mengambil kodrat manusia. Dan bersifat kodrati karena pembentukan janin ini menjadi sesuatu yang biasa terjadi: karena seluruh materi – tubuh – sebagaimana layaknya manusia, didapatkan oleh Kristus dari ibu-Nya, yaitu Bunda Maria, karena Kristus lahir tanpa campur tangan laki-laki.
Satu hal yang perlu ditekankan adalah karena kesatuan kodrat kemanusiaan-Nya dengan kodrat keAllah-anNya, maka pada saat Kristus dikandung (pembentukan), Kristus senantiasa bersama-sama dengan Allah, melihat Allah muka dengan muka atau beatific vision. ((ibid)) Sebagai konsekuensinya, Gereja Katolik mengajarkan bahwa sejak masa pembentukan janin, telah terbentuk manusia dalam arti yang sebenarnya. Oleh karena itu, Gereja Katolik selalu menjunjung tinggi kehidupan mulai dari masa awal kandungan. Walaupun Kristus dilahirkan oleh Perawan Maria di dalam dimensi waktu – karena konsekuensi dari Pribadi kedua dari Trinitas (Allah Putera) mengambil kodrat manusia – namun jangan lupa, bahwa sebelum Kristus berinkarnasi, Ia telah ada, karena Ia dilahirkan oleh Allah Bapa di dalam kekekalan. Dengan demikian, ada dua jenis kelahiran Kristus, yaitu di dalam kekekalan (eternity) dan di dalam waktu (temporal).
Pertanyaan lain, yang juga diajukan oleh St. Thomas adalah, mengapa Kristus lahir di Betlehem. ((Summa Theology, q.35, a.7)) Kristus lahir di Betlehem karena merupakan pemenuhan dari nubuat Mikha, yang menuliskan, “Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala.” (Mik 5:2) Kristus juga dinubuatkan lahir dari keturunan Daud (lih. 2 Sam 7:12-16; Yer 23:5; Mzm 89:35-37; Yes 11:1-2; bdk. Rom 1:3). Karena Daud lahir di Betlehem, maka sebagai pemenuhan nubuat ini, maka Yesus juga lahir di Betlehem. Sama seperti Daud mendirikan kerajaannya dan akhirnya mati di Yerusalem, maka Kristus yang mendirikan kerajaan untuk selamanya dengan kematian-Nya di kayu salib, maka Kristus wafat di kayu salib. Alasan yang lain adalah dari nama Betlehem itu sendiri – yang berarti rumah roti – sungguh sesuai dengan Kristus sendiri yang adalah Sang “Roti hidup yang turun dari Surga” (Yoh 6:51).
3. Penyunatan
Menjadi suatu pertanyaan mengapa Kristus, yang adalah Allah, mau tunduk di bawah Hukum Taurat, yaitu dengan disunat? St. Thomas dalam ST, III, q.37, a. 1 menjabarkan bahwa dengan disunat, Kristus ingin membuktikan bahwa Dia sungguh-sungguh mempunyai kodrat manusia. Alasan kedua adalah untuk memberikan persetujuan bahwa tanda perjanjian yang diberikan oleh Allah dalam Perjanjian Lama adalah sah. Kristus sebagai keturunan Abraham – yang telah menerima perintah Tuhan bahwa sunat adalah tanda perjanjian dan ungkapan iman (lih. Kej 17:10) – juga disunat. karena Kristus disunat, maka bangsa Yahudi tidak mempunyai alasan untuk tidak menerima Kristus. Kristus juga menunjukkan bahwa ketaatan untuk menjalankan perintah Tuhan sesungguhnya sangatlah penting, sehingga Dia disunat pada hari ke-delapan (lih. Luk 2:21; bdk. Im 12:3) Dengan mengambil dan menjalankan sunat, maka Kristus dapat membebaskan manusia dari hukum ini dan memberikan hukum yang lebih sempurna (lih. Gal 4:4-5) – yaitu sunat secara rohani. St. Athanasius dalam komentarnya tentang Luk 2:23, menuliskan hal ini dengan begitu indahnya, “Karena Anak Allah menjadi manusia, dan disunat di dalam daging, bukan untuk kepentingan diri-Nya sendiri, namun agar Dia dapat menjadikan kita [anak-anak] Allah melalui rahmat, dan agar kita dapat disunat secara rohani; dengan demikian, sekali lagi, untuk kepentingan kita Dia dipersembahkan kepada Allah, sehingga kita dapat belajar untuk mempersembahkan diri kita kepada Tuhan.” ((Athanasius, on Lk. 2:23; dikutip oleh St. Thomas dalam Summa Theology, III, q. 37, a. 3, ad 2.))
4. Yesus diketemukan di Bait Allah (Luk 2:41-52)
Di masa itu para wanita dan anak-anak tidak harus memenuhi ketentuan untuk hadir di bait Allah selama tiga kali setahun (lih. Kel 23:14-17; Ul 16:16). Anak-anak laki-laki wajib memenuhi ketentuan ini ketika mereka menjadi “anak-anak hukum Taurat” di usia 13 tahun, tetapi sudah menjadi kebiasaan bahwa usia ini diantisipasi setahun atau dua tahun sebelumnya. Maka nampaknya Lukas bermaksud menunjukkan kejadian ini sebagai kemunculan Yesus yang pertama di bait Allah setelah Ia dipersembahkan di bait Allah di masa Ia masih bayi. Keseluruhan kejadian memang mengandung rahasia tersendiri. Bagaimana Yesus dapat tertinggal di Yerusalem, menurut kehendak-Nya sendiri; padahal umumnya tidak ada anak laki-laki yang berumur 12 tahun dapat dengan mudah hilang. Namun karena ziarah tersebut dilakukan secara berkelompok -yang umumnya terpisah antara kelompok pria dan wanita, dan anak-anak laki-laki yang berusia 12 tahun dapat termasuk dalam kedua kelompok itu- entah bersama ayahnya atau ibunya (lih. ay.44), maka dapat dimengerti, bahwa insiden ini terjadi. [Bunda Maria menyangka Yesus ada bersama Yusuf; dan sebaliknya Yusuf menyangka Yesus ada bersama Maria.]
5. Kehidupan Yesus yang tersembunyi (hidden life)
Karya Kristus kepada orang-orang adalah hanya sekitar 3 tahun, namun mengapa Kristus sendiri seolah-olah berdiam diri di dalam keluarga kudus di Nasaret selama 30 tahun? Tidak ada yang dilakukan oleh Kristus yang tidak berguna, maka masa hidup-Nya yang tersembunyi selama 30 tahun sesungguhnya mengajarkan begitu banyak hal kepada manusia. Katekismus Gereja Katolik menjelaskannya demikian:
KGK 531: Selama sebagian besar kehidupan-Nya Yesus mengambil bagian dalam nasib kebanyakan manusia: kehidupan biasa tanpa kebesaran lahiriah, kehidupan seorang pengrajin, kehidupan religius Yahudi yang takluk kepada hukum Allah (Bdk. Gal 4:4), kehidupan dalam persekutuan desa. Dari seluruh periode ini, hanya inilah yang diwahyukan kepada kita bahwa Yesus “taat” kepada orang-tua-Nya dan bertambah “hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia”. (Luk 2:51-52).
KGK 532: Dalam kepatuhan kepada bunda-Nya dan bapa piara-Nya Yesus memenuhi perintah keempat dengan amat sempurna. Itulah gambaran duniawi mengenai kepatuhan-Nya sebagai Anak terhadap Bapa surgawi-Nya. Kepatuhan Yesus sehari-hari terhadap Yosef dan Maria menyatakan dan mengantisipasi kepatuhan-Nya pada hari Kamis Putih: “Bukan kehendak-Ku…” (Luk 22:42). Dengan kepatuhan Kristus dalam keseharian kehidupan yang tersembunyi itu, mulailah sudah pemulihan kembali apa yang telah dihancurkan oleh ketidakpatuhan Adam (Bdk. Rm 5:19).
KGK 533: Kehidupan yang tersembunyi di Nasaret memungkinkan setiap orang, supaya berada bersama Yesus dalam kegiatan sehari-hari:
“Rumah di Nasaret adalah sebuah sekolah, di mana orang mulai mengerti kehidupan Kristus. Itulah sekolah Injil… Pertama-tama Ia mengajarkan keheningan. Semoga hiduplah di dalam kita penghargaan yang besar terhadap keheningan… sikap roh yang mengagumkan dan yang perlu ini… Di sini kita belajar, betapa pentingnya kehidupan di rumah. Nasaret memperingatkan kita akan apa sebenarnya keluarga, akan kebersamaannya dalam cinta, akan martabatnya, akan keindahannya yang gemilang, akan kekudusannya, dan haknya yang tidak dapat diganggu gugat… Akhirnya kita belajar di sini aturan bekerja dengan penuh ketertiban. O mimbar Nasaret, rumah putera pengrajin. Di sini ingin saya kenal dan rayakan hukum pekerjaan manusiawi yang keras, tetapi membebaskan… Akhirnya saya ingin menyampaikan berkat kepada para pekerja di seluruh dunia dan menunjukkan kepada mereka contoh luhur saudara ilahinya” (Paus Paulus VI, pidato 5 Januari 1964 di Nasaret).
6. Baptisan
Injil Matius menceritakan bahwa ketika Kristus datang untuk dibaptis, maka Santo Yohanes Pembaptis “mencegah Dia, katanya: “Akulah yang perlu dibaptis oleh-Mu, dan Engkau yang datang kepadaku?” Lalu Yesus menjawab, kata-Nya kepadanya: “Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah.” Dan Yohanespun menuruti-Nya.” (Mat 3:14-15) Di dalam Summa Theology, St. Thomas Aquinas memberikan empat alasan mengapa Kristus dibaptis ((lihat. Summa Theology, III, q.38, a.1)), yaitu: (1) Agar Kristus dapat menguduskan baptisan, karena Kristus telah menguduskan air sebagai materi baptisan; (2) Menjadi cara Kristus untuk menyatakan Diri-Nya. Rasul Yohanes menuliskan perkataan Yohanes Pembaptis, “Dan aku sendiripun mula-mula tidak mengenal Dia, tetapi untuk itulah aku datang dan membaptis dengan air, supaya Ia dinyatakan kepada Israel.” (Yoh 1:31); (3) Dengan baptisan ini, maka orang-orang akan tahu bahwa ini adalah cara yang digunakan oleh Kristus untuk mengkuduskan umat Allah; (4) Menunjukkan bahwa pertobatan seperti yang ditunjukkan oleh Yohanes Pembaptis adalah penting sebelum seseorang nantinya secara layak menerima baptisan Kristus. Dengan membiarkan diri-Nya dibaptis, maka Kristus menunjukkan kepada semua orang untuk mengikuti langkah-Nya, yaitu memberikan diri dibaptis – bukan menurut baptisan Yohanes Pembaptis namun baptisan Kristus – sehingga manusia dapat diselamatkan (lih. Mrk 16:16). Juga ditunjukkan bahwa dengan dibaptis, maka kita menjadi anak-anak Allah, seperti yang terjadi dalam baptisan Kristus, saat Allah Bapa bersabda, “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” (Mat 3:17)
7. Pencobaan di padang gurun
Setelah Pembaptisan, Yesus “dibawa oleh Roh ke padang gurun untuk dicobai iblis” (Mat 4:1). St. Thomas menjelaskan bahwa ada empat alasan mengapa Yesus membiarkan diri-Nya dicobai oleh iblis, ((lih. Summa Theology, III, q.41, a.1)) yaitu: (1) Mengutip St. Gregorius, St. Thomas mengatakan bahwa dengan dicobai maka Kristus dapat menguatkan kita dalam pencobaan, sama seperti dengan kematian-Nya, Kristus membebaskan kita dari kematian; (2) Kristus ingin menunjukkan bahwa bagaimanapun kudusnya kita, maka tidak akan terlepas dari pencobaan. Sirakh 2:1 menuliskan “Anakku, jikalau engkau bersiap untuk mengabdi kepada Tuhan, maka bersedialah untuk pencobaan.”; (3) Memberikan pelajaran kepada umat manusia bagaimana untuk mengatasi pencobaan; (4) Agar membuat kita percaya akan belas kasih-Nya, seperti yang dituliskan dalam Ibr 4:15 “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.”
8. Karya publik Kristus
a. Mengapa selama hidupnya, Yesus diutus ke bangsa Israel?
Ketika perempuan dari Kanaan meminta pertolongan Yesus untuk menyembuhkan anaknya yang kerasukan setan, maka Yesus menjawab, “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.” (Mat 15:24) Mengapa Yesus menjawab demikian? St. Thomas mengatakan ada beberapa alasan: (1) berdasarkan prinsip keadilan, bahwa Kristus yang telah dijanjikan kepada Abraham dan juga para bapa di Perjanjian Lama terpenuhi di dalam bangsa Israel; (2) berdasarkan prinsip mediasi, di mana Kristus mewartakan Kerajaan Allah kepada bangsa Israel terlebih dahulu dan kemudian bangsa Israel kepada seluruh bangsa, atau dari para rasul kepada para murid, dan selanjutnya kepada semua bangsa; (3) untuk menggugurkan semua alasan dari bangsa Yahudi untuk tidak percaya; (4) karena kemenangan Kristus di salib memberikan kuasa untuk mengatasi seluruh bangsa; maka sebelum peristiwa wafat dan kebangkitan-Nya, Kristus mewartakan hanya kepada bangsa Yahudi. Namun, setelah wafat dan kebangkitan-Nya, Kristus sendiri yang memerintahkan para rasul untuk pergi dan menjadikan seluruh bangsa murid Kristus, membaptis dan mengajarkan kepada seluruh bangsa melakukan segala sesuatu yang telah diperintahkan oleh Kristus (lih. Mat 28:19-20).
b. Mengapa Yesus mengajar dengan perumpamaan?
Kalau kita mengamati bagaimana Yesus mengajar, maka kita melihat bahwa adakalanya Yesus mengajar secara langsung, seperti dalam khotbah di bukit tentang delapan sabda bahagia (lih. Mat 5:3-10), namun adakalanya Ia juga mengajar dengan menggunakan perumpamaan, seperti pengajaran tentang Kerajaan Sorga. Pertanyaannya adalah, mengapa Yesus menggunakan perumpamaan? Kitab Suci mengatakan bahwa memang kepada para murid-Nya yang telah diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Allah, Yesus berbicara secara langsung tanpa menggunakan perumpamaan (lih. Mat 13:10-11), namun tidak demikian kepada orang banyak. Apakah dengan demikian Kristus menyembunyikan sesuatu kepada orang banyak? St. Thomas Aquinas menjelaskan bahwa Kristus berbicara kepada orang banyak dengan perumpamaan karena: (1) orang-orang tersebut tidak akan mengerti atau tidak layak mendengarkan pengajaran yang disampaikan secara langsung, (2) prinsip mediasi, yaitu rahasia Kerajaan Allah disampaikan kepada Gereja melalui para Rasul, sebab kepada mereka maknanya dibukakan. ((Summa Theology, III, q.42, a.3))
Apa yang dapat diterima oleh seseorang adalah tergantung dari disposisi hati dari orang yang menerima (the mode of the receiver). Sebagai contoh, bagi orang yang mempunyai disposisi hati yang terbentuk oleh iman Katolik, maka orang tersebut akan menghormati dan mendengarkan pengajaran tentang Ekaristi. Namun bagi orang yang tidak percaya, maka pengajaran tentang Ekaristi mungkin tidak terlalu diperhatikannya. Bagi orang yang telah dibentuk sebagai seseorang yang anti Katolik, maka pengajaran apapun tentang iman Katolik dianggap salah. Penjelasan apapun yang diberikan seolah-olah tidak masuk akal. Dengan menggunakan perumpamaan, Yesus dapat membuat orang tertarik untuk menjadi pengikut-Nya, yang membuat orang tersebut dapat mengikuti pengajaran-Nya secara lebih mendalam. Yesus menjelaskan perumpamaan tersebut bukan hanya kepada para rasul namun juga kepada para murid (lih. Mar 4:10). Ini berarti, orang-orang yang ingin benar-benar mencari kebenaran dapat bertanya dan menemukannya.
Alasan kedua mengapa Yesus memberikan pengajaran dengan perumpamaan adalah untuk menyatakan pentingnya prinsip mediasi. Yesus menghendaki agar apa yang diajarkannya kepada para rasul dan para murid, dapat diteruskan oleh mereka kepada orang banyak, baik secara lisan maupun tertulis. Dengan prinsip ini, maka adalah sungguh penting untuk menjadi bagian dari bilangan umat Allah. Kalau Kristus sendiri telah mendirikan Gereja Katolik (lih. Mat 16:16-19) dan menjadi Kepala Gereja (lih. Ef 5:23), maka untuk menjadi bilangan murid Kristus, kita harus masuk ke dalam bilangan Gereja-Nya yang satu, kudus, katolik dan apostolik tersebut. Dengan demikian, kita dapat mengalami kepenuhan kebenaran dan kepenuhan pengajaran Kristus, seperti pengajaran tentang sakramen, liturgi, dan doktrin-doktrin yang lain, termasuk pengajaran tentang Kerajaan Allah.
c. Mengapa Yesus tidak menuliskan pengajaran-Nya?
Secara prinsip, St. Thomas Aquinas dalam Summa Theology, III, q.42, a.4 menerangkan bahwa Kristus tidak menuliskan apapun karena:
1. Berdasarkan martabat: Semakin sempurna seorang guru, maka semakin sempurna cara yang dilakukan dalam mengajar. Kristus, sebagai Pengajar yang paling sempurna, memberikan pengajaran-Nya dengan menorehkannya pada hati para pendengar-Nya. Tulisan pada dasarnya adalah cara yang dipakai guru untuk mencapai tujuan akhir, yaitu menorehkan pesan tersebut di dalam hati para muridnya. Kristus sebagai Pengajar yang sempurna tidak memerlukan cara ini, namun langsung mencapai tujuan akhir. Matius menegaskan hal ini dengan mengatakan, “sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat mereka.” (Mt 7:29).
2. Berdasarkan kesempuranaan pengajaran: Semakin sempurna pengajaran, maka semakin sulit untuk dituangkan dalam tulisan. Tulisan akan membatasi kedalaman pengajaran. Dan rasul Yohanes menegaskan, “Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu.” (Yoh 21:25). Kita melihat, bahwa setelah St. Thomas diberikan suatu vision pada saat dia mempersembahkan misa, maka dia tidak mau melanjutkan tulisannya, karena merasa bahwa apa yang ditulisnya tidaklah berarti apa-apa dibandingkan dengan apa yang dilihat dan dialaminya pada saat mengalami vision. Bandingkan dengan Kristus yang mempunyai vision (beatific vision = melihat Allah muka dengan muka) sepanjang kehidupannya di dunia. Dan kalau Kristus menuliskan sesuatu, maka orang-orang hanya akan mempelajari apa yang tertulis tanpa menggali lebih dalam lagi pengajaran yang ingin disampaikan-Nya.
3. Berdasarkan keteraturan urutan: Dengan tidak ada tulisan dari Kristus, maka pengajaran Kristus dapat mencapai semua orang dengan keteraturan, yaitu dimulai dari Kristus mengajarkan para muridnya, dan lalu para muridnya mengajarkan orang banyak dengan tulisan dan khotbah. Kalau Kristus menuliskan pengajaran-Nya, maka pengajaran-Nya dapat langsung diterima oleh semua orang tanpa adanya peran para murid. Di sinilah kita melihat adanya prinsip partisipasi.
Namun, di satu sisi, Kristus menuliskan pengajaran-Nya lewat para murid. Para murid dengan inspirasi Roh Kudus menuliskan apa-apa yang dikatakan dan diajarkan oleh Kristus.
d. Mengapa Yesus membuat mukjizat?
Tujuan utama mukjizat adalah untuk menunjukkan kemuliaan Tuhan. Di Perjanjian Lama mukjizat- mukjizat yang terjadi menyatakan penyelenggaraan Tuhan yang Maha Besar (lih. Kel 10:2, Ul 5:25, Kel 7-10, 1 Raj 18:21-38, 2 Raj 5). Demikian pula, di kitab-kitab Injil dan Perjanjian Baru, kebesaran dan kemuliaan Tuhan dinyatakan melalui mukjizat-mukjizat yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. Hal ini kita lihat sejak Tuhan Yesus melakukan mukjizat-Nya yang pertama di Kana, (lih. Yoh 2), pada saat Yesus menyembuhkan banyak orang sakit (Mat 9:8, Luk 18:43, Mat 15:31, Luk 19:37, Kis 4:21), pada saat Ia membangkitkan Lazarus (lih. Yoh 11) dan saat Ia melakukan mukjizat-mukjizat lainnya. Yesus melakukan mukjizat- mukjizat tersebut bukan agar dikagumi orang, melainkan karena dorongan belas kasih-Nya terhadap manusia yang berdosa dan menderita. Dalam hal misi penyelamatan-Nya, dengan melakukan mukjizat- mukjizat, Kristus membuktikan bahwa Ia adalah Tuhan dan Penguasa alam semesta. Mukjizat-Nya yang terbesar adalah kebangkitan-Nya dari kematian, agar kita yang percaya kepada-Nya memperoleh hidup yang kekal (lih 1 Pet 1:3).
Tujuan mukjizat berikutnya merupakan tujuan sekunder, seperti untuk mengkonfirmasi kebenaran dari pesan Ilahi yang disampaikan, atau sebuah kebenaran akan ajaran iman dan moral, seperti dalam kisah Musa (Kel 4), Elia (1 Raja 17:24); dan bagaimana orang Yahudi mengenali Yesus sebagai utusan Tuhan (lih. Yoh 6:14, Luk 7:16; Yoh 2:11, Yoh 3:2, Yoh 9:38, Yoh 11:45); dan bagaimana Yesus mengacu kepada perbuatan-Nya (termasuk mukjizat- mukjizat-Nya) untuk menunjukkan bahwa Ia adalah Putera Allah (lih. Mat 11:4; Yoh 10:37, Yoh 5:36, Mrk 16:17). Para Rasul juga mengajarkan bahwa mukjizat merupakan konfirmasi atas ke-Tuhanan Yesus (lih. Yoh 20:31, Kis 10:38, 2Kor 12:12).
e. Transfigurasi
Melalui peristiwa Yesus dimuliakan di atas gunung, atau yang sering disebut sebagai Transfigurasi (lih. Mat 17:1-8), Kristus memperkuat iman para rasul. Kalau sebelumnya, para rasul bersedih mendengar bahwa Kristus harus menderita dan wafat (lih. Mat 16:21-28), maka melalui peristiwa Yesus dimuliakan di atas gunung, mereka memperoleh peneguhan iman. Ketiga rasul itu- yaitu Petrus, Yohanes, dan Yakobus- melihat bahwa di akhir dari semua penderitaan-Nya, Kristus akan menyatakan kemuliaan-Nya. Dengan demikian, Transfigurasi juga memberikan kekuatan kepada seluruh umat Kristiani untuk dapat memanggul salib bersama Kristus, karena pada akhirnya kita juga akan memperoleh kemuliaan bersama-Nya.
f. Mengapa Yesus berdoa?
Orang-orang yang tidak percaya bahwa Yesus adalah Tuhan, kerap bertanya demikian: kalau Yesus Tuhan, mengapa Dia berdoa? Memang, Injil mencatat bahwa di berbagai kesempatan, Yesus berdoa (lih. Mt 16:23; Mt 26:36; Mk 14:32; Lk 3:21; 6:12;Lk 9:18, 28; Lk 11:1-2; Lk 18:1). St. Thomas Aquinas mengajarkan bahwa doa adalah “membuka keinginan kita kepada Tuhan, sehingga Dia dapat memenuhinya.” ((Summa Theology II-II, q. 83, a.1-2)) Karena di dalam satu Pribadi Kristus terdapat dua kehendak, yaitu kehendak manusia dan kehendak Tuhan, maka menjadi hal yang wajar, kalau Yesus berdoa; karena selain mempunyai kodrat Allah, Yesus juga mempunyai kodrat manusia. Maka, Yesus berdoa dalam kodrat manusia-Nya, namun tidak dalam kodrat ilahi-Nya. Sebagai manusia, Yesus berdoa, dan Ia mengarahkan doa-Nya kepada Pribadi Allah Bapa-Nya, sebagaimana dicatat di dalam Injil. Doa adalah percakapan yang intim dan antar pribadi dengan Allah. Maka Kristus berdoa kepada Pribadi Allah Bapa. Doa Kristus adalah pernyataan kebenaran akan kodrat Yesus sebagai manusia, akan kehendak-Nya sebagai manusia, dan akan adanya perbedaan Pribadi di dalam Allah Trinitas. Dengan kata lain, doa Kristus menyatakan bahwa: 1) Yesus adalah sungguh manusia; 2) ada perbedaan Pribadi dalam kesatuan Allah Trinitas; 3) hubungan kasih antara anak dan Bapa adalah pola contoh hubungan kasih antara seluruh Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus, kepada Allah Bapa. Selain itu, Yesus berdoa, untuk mengajar kita berdoa, maka Ia berdoa untuk kepentingan manusia. Yesus dapat saja berdoa dalam hati, namun Dia ingin menunjukkan kepada kita bagaimana seharusnya sebagai manusia kita berdoa, yaitu bahwa kita harus senantiasa tunduk kepada kehendak Allah Bapa, meskipun di dalam situasi yang paling sulit sekalipun.
Yesus berdoa tanpa henti, untuk mengajar manusia senantiasa berdoa di dalam segala kesempatan tanpa henti (lih. Mt 16:23; Mt 26:36; Mk 14:32; Lk 3:21; 6:12;Lk 9:18, 28; Lk 11:1-2; Lk 18:1). Yesus mengajarkan kepada manusia bahwa di dalam doa yang terpenting adalah untuk mengikuti kehendak Tuhan, seperti yang dikatakan-Nya dalam doa-Nya di Taman Getsemani, saat Dia berkata, “Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki.” (lih. Mt 26:36; Mk 14:32-36).
Yesus mengajarkan doa yang sempurna, yaitu doa Bapa Kami, yang terdiri dari tujuh petisi (lih. Mt 6:9-13).
Yesus mengajarkan bahwa Tuhanlah yang menjadi kekuatan dalam doa, bahkan dalam keadaan yang paling sulit sekalipun, seperti yang ditunjukkan oleh Yesus sendiri di dalam drama penyaliban-Nya (Mt 27:46; Mk 15:34; Lk 23:46).
Yesus juga mengajarkan pentingnya untuk mengampuni orang yang bersalah kepada kita, seperti yang dilakukan-Nya sendiri dengan berdoa bagi mereka yang menyalibkan Dia, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (lih. Lk 23:34).
9. Kesimpulan
Walaupun tidak disebutkan di dalam syahadat tentang kehidupan Yesus yang tersembunyi di Nasaret (selama tiga puluh tahun) dan karya publiknya (selama tiga tahun), kita mengetahui bahwa apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus di waktu-waktu itu tetap merupakan sesuatu yang penting. Seluruh kehidupan Kristus adalah kehidupan Allah yang penuh kasih, yang memberi tanpa pamrih. Kasih Allah ini dinyatakan melalui kelahiran Kristus ke dunia; dan masa kanak-kanak Yesus menjadi perwujudan kasih dan ketaatan-Nya kepada orang tua-Nya di dunia ini dan kepada Bapa-Nya yang menghendaki demikian; kehidupan-Nya yang tersembunyi mengungkapkan kasih dalam bentuk yang sederhana namun terus menerus; kehidupan-Nya di muka umum memperlihatkan misi-Nya untuk menyelamatkan umat manusia; dan semuanya ini memuncak pada Misteri Paskah yang menjadi pernyataan kasih-Nya yang tak terhingga kepada Allah Bapa dan manusia. Dengan mempelajari apa yang dilakukan Yesus selama hidup-Nya, kita akan semakin memahami betapa besar dan dalamnya kasih-Nya dan mendorong kita untuk sedapat mungkin membalas kasih-Nya dan meneladani-Nya dalam mengasihi sesama.
Apakah Tuhan Disunat??
[dari katolisitas: Ya, Yesus disunat. Alasannya, silakan melihat ini – silakan klik]
Yth. Pengasuh Katolisitas, Paparan yang amat bagus, lengkap, dan sangat informatif serta mencerahkan. Ulasan tentang hal-hal yang sudah lama saya tunggu-tunggu tentang penyunatan Yesus, sisi hidup Yesus yang selama ini seolah-olah tersembunyi yang sekalinya mengandung pengajaran tentang nilai-nilai hidup yang tinggi; tentang pencobaan, tentang posisi bangsa Israel dalam karya perutusan Yesus, pengajaran yang banyak dilakukan melalui perumpamaan, tentang mukjizat, transfigurasi dan bahkan tentang mengapa Yesus amat rajin berdoa. Pendeknya isyu-isyu yang sering muncul dalam pembicaraan sekelompok umat yang pada umumnya tidak sepenuhnya terjawab. Pendeknya amat mencerahkan dan memberikan informasi tentang banyak hal yang selama ini sekedar merupakan pertanyaan yang belum… Read more »
Saya suka artikel katolisitas.org, sangat membantu menambah pengetahuan iman Katolik saya, dan bisa saya bagikan di Lingkungan dan Wilayah. Terima kasih katolisitas.org…semoga makin hari makin maju, TUHAN memberkati.