Malam menyekap bulan di atas biara susteran SFD  di Tiga Raksa,  Tangerang.

Suster Jovita SFD, usia empat puluh lima tahun, datang dari Medan, telah menungguku.

Ia akan mensharingkan pengalaman atas penyakit lupus yang ia derita sejak Februari Silam.

Lupus yang membuat harapannya sempat muram,  tetapi akhirnya  membukakan matanya akan kedahsyatan Tuhan pada dirinya.

Kisah seorang anak  yang disembuhkan dari penyakit lupus yang aku tuliskan dalam buku “Jangan Galau  Allah Peduli” rupanya menguatkan dan meneguhkannya di kala ia sedang bergulat dengan berbagai rasa yang berkecamuk di  dalam hatinya.

Ia mendapatkan pengobatan  ketika perutnya mulai membesar,  jantungnya membesar karena berisi air 2500 mg, dan levernya membengkak.

Ia memilih menjalani perawatan di biara agar bisa berdoa  untuk mohon kesembuhan dari Tuhan.

Ia berdoa dengan air matanya  sambil memandang luka kaki Tuhan yang tergantung pada salib.

Iman dan obat sungguh luar biasa bekerja karena dalam waktu singkat jantung dan levernya kembali normal.

 

Ketika ia sedang menikmati keajaiban Tuhan, ia tiba-tiba  tak berdaya dan harus dirawat di rumah sakit  satu bulan kemudian.

Ia merasa bahwa ajalnya akan segera tiba sehingga meminta  kedatangan imam untuk memberikan bekal-bekal rohani yang diperlukan dalam perjalanannya ke rumah Bapa.

Tuhan menghendakinya hidup.

Ia mulai perlahan-lahan dipulihkanNya  dari penyakit lupus.

Ia kini sudah bisa bekerja dengan ditopang obat yang ada  dan iman yang ia punya.

Ia yakin pada waktunya Tuhan akan menyembuhkannya secara sempurna.

 

Kepercayaan  akan janji penyembuhan Tuhan kami nyanyikan dalam doa  bersama di kapela :

Apapun yang terjadi dalam hidupku ini
Tak pernah kuragukan kasih-Mu Tuhan
Lewat gunung yang tinggi, dalam lembah yang curam
Tak pernah kuragukan janji-Mu Tuhan

Kau berfirman dan sembuhkanku
Kau bersabda dan s’lamatkanku
Tiada yang mustahil bagiMu
Yesus kupercaya padaMu

Lagu itu menuntunnya ke altar Tuhan untuk memegang luka kaki Tuhan Yesus :

“Tuhan,  penyakit lupus ini membuatku tidak bisa keluar karena aku tidak boleh kena sengatan matahari”.

Ia kemudian menatap mataku :

“Romo, Tuhan Yesus berkata bahwa aku pasti bisa keluar untuk melayani karena sekarang  Dia memberikan kaki-Nya bagiku untuk berjalan”.

Kini ada gairah kuat di dalam dirinya  untuk merangkai jalan kerakal yang berduri ini.

Pesan yang perlu dihayati dalam kisah ini :

Tuhan tidak menjanjikan taman  bunga mawar yang membuaikan mata kita dalam kehidupan ini, tetapi Dia dengan kaki-Nya senantiasa berada dalam setiap kesulitan dan penderitaan yang kita alami sehingga kita dapat bertahan dan melewatinya”.

“Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami” (2 Korintus 4:10).

Tuhan Memberkati

 

Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC.