Di dalam kehidupan ini, banyak kejadian yang tak terduga, tetapi bermakna. Pada tanggal 06 Januari 2015, aku diminta melayani Misa tutup peti dari seorang ibu di Oasis Lestari. Awalnya aku tidak mengenalnya, yang penting aku melayaninya. Sesampainya di rumah duka itu, aku terkejut karena aku pernah mengunjunginya di rumahnya di Melati Mas, Paroki Santa Monika, Serpong. Ibu itu sudah menderita stroke selama lima tahun.

Sebelum Misa, kenangan terhadap ibu itu terputar kembali dalam otakku. Ibu itu memberi inspirasi dalam hidupku dan hidup umat di wilayah Melati Mas. Kenangan itu begitu dalam pada jiwaku sehingga tak sengaja tanganku menyentuh kacamataku sehingga jatuh di lantai dan pecah. Kacamataku yang pecah itu mengingatkan aku akan prinsip rohani yang membuatnya bersemangat untuk melayani dalam keterbatasannya. Walaupun menderita stroke, ia tetap melayani dengan mengumpulkan beras dan menyalurkannya ke beberapa panti asuhan. Kehendak untuk dapat menyalurkan kasih ini memberikan semangat dalam melatih diri sehingga kondisinya semakin membaik. Matanya yang buta menjadi terang kembali sehingga bisa melihat dengan lebih baik daripada sebelumnya. Ia juga sudah bisa berbicara walaupun masih pelo/terbata-bata. Ia pun sudah bisa berjalan walaupun masih tertatih-tatih setelah mengalami kelumpuhan. Ketika aku bertanya kepadanya tentang apa yang membuatnya bersemangat dalam hidupnya dan dalam pelayanan kasih, jawabannya tak terduga dan memberi inspirasi bagi orang yang mendengarkannya. Jawaban yang penuh inspirasi itu: “Romo, saya selalu mengenakan kacamata. Kacamata ini bukan kacamata biasa. Kacamata biasa bisa retak sehingga pandangan kita terhadap orang-orang di sekitar kita menjadi kacau. Kacamata yang senantiasa aku kenakan adalah kacamata Tuhan. Kacamata Tuhan sangat tajam sehingga Ia melihat ke kedalaman hati manusia. Dengan mengenakan kacamata Tuhan, aku tahu mimpi-Nya. Mimpi Tuhan menjadi mimpiku. Mimpi Tuhan adalah Ia ingin selalu mencurahkan kasih-Nya kepada umat-Nya, khususnya yang menderita. Aku bersemangat untuk menjalani hidup ini supaya aku dapat semakin panjang bisa mewujudkankan mimpi Tuhan itu. Dengan mengenakan kacamata Tuhan, jalan kepadaNya sangat jelas, yaitu jalan kasih. Karena itu, aku mantap dan tak tergoyahkan oleh penyakit strokeku untuk terus berbuat kasih kepada sesamaku”.

Kacamata Tuhan yang ia hayati dalam hidupnya semakin dapat aku mengerti ketika aku menyetir mobil sendiri tanpa kacamata dari Oasis Lestari menuju Pastoran Gereja Santa Odilia – Citra Raya- Tangerang. Pandanganku menjadi gelap dan tak jelas. Pandangan yang tak jelas membuatku penuh keraguan. Akibatnya, jarak lima kilo meter aku tempuh selama dua jam.

Pesan yang sangat indah dari kehidupan ibu itu: Kenakan kacamata Tuhan! Mengenakan kacamata Tuhan berarti mengenakan kacamata belaskasih-Nya: “Maka tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan, lalu Ia menjamah mata mereka dan seketika itu juga mereka melihat lalu mengikuti Dia” (Matius 20:34). Dengan mengenakan kacamata Tuhan, hidup tidak hanya berkutat pada diri sendiri, tetapi peka terhadap penderitaan dan kesulitan sesama. Belas kasih yang kita kenakan akan membuat Tuhan mempesona bagi banyak orang.

Tuhan Memberkati

Oleh Pst Felix Supranto, SS.CC