Jangan takut

Minggu ini kita diingatkan agar jangan takut dan gelisah. Mengapa? Karena Tuhan mengetahui bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk menjadi takut dan gelisah. Permasalahan keluarga, kondisi keuangan, pergumulan di dalam dosa dan penyakit dapat mengakibatkan kita menjadi gelisah dan khawatir. “Mati aku“, adalah reaksi terburuk yang mungkin dapat terucap jika segala problema itu nampaknya tidak teratasi. Namun dalam kemungkinan terburuk sekalipun, bahkan pada saat menjelang ajal kita, Tuhan mengingatkan agar kita tak perlu kuatir. Sebab asalkan kita setia beriman kepada-Nya, maka Tuhan sudah menyediakan tempat bagi kita di surga. Oleh karena itu, kematian bagi kita orang percaya sesungguhnya bukanlah sesuatu yang menakutkan, karena merupakan awal dari kehidupan yang baru, di mana kita beroleh pemenuhan akan pengharapan iman kita: bahwa Tuhan akan menyediakan tempat bagi kita dan kita akan tinggal bersama-Nya.

Bacaan Injil Yoh 14:1-12

1 “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.

2  Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.

3  Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada.

4  Dan ke mana Aku pergi, kamu tahu jalan ke situ.”

5  Kata Tomas kepada-Nya: “Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?”

6  Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.

7  Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia.”

8  Kata Filipus kepada-Nya: “Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami.”

9  Kata Yesus kepadanya: “Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami.

10 Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya.

11 Percayalah kepada-Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku; atau setidak-tidaknya, percayalah karena pekerjaan-pekerjaan itu sendiri.

12 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu…..”

Tuhan Yesus menyediakan tempat bagi kita

Kita akan lebih memahami perikop ini jika kita melihat kaitannya dengan perikop sebelumnya. Di sana dikatakan bahwa Yesus sudah tahu bahwa Rasul Petrus akan menyangkal-Nya sebanyak tiga kali, dan ketika Ia mengatakan hal itu di hadapan para rasul lainnya, mereka menjadi sedih karenanya. Namun kemudian Yesus menghibur mereka, sebab sebagai Allah, Ia- pun sudah mengetahui bahwa para rasul itu, walaupun jatuh bangun dalam hal iman, akan akhirnya sampai juga ke surga.

“Aku akan datang kembali” (ayat 3) mengacu kepada kedatangan-Nya yang kedua (lih. 1 Kor 4:5; 11:26; 1Tes 4:16-17; 1Yoh 2:28), maupun juga pertemuan-Nya dengan setiap jiwa manusia setelah orang itu wafat. Maka janji Tuhan Yesus untuk menyediakan tempat di surga, bukan saja ditujukan kepada para rasul, tetapi juga kepada kita yang percaya kepada-Nya dan yang setia kepada-Nya sampai akhir.

Janji Tuhan Yesus ini selayaknya menghibur kita; namun juga mengingatkan agar kita selalu percaya dan setia kepada-Nya. Oleh rahmat Baptisan kita semua ini menjadi milik Allah, anak- anak angkat Allah di dalam Kristus (lih. Gal 3:26). Sudahkah kita hidup sebagai anak- anak Allah? Sebab jika kita terus berjuang untuk hidup sesuai dengan panggilan kita ini, maka janji Tuhan ini akan digenapi di dalam kita. Mari kita memeriksa batin kita, agar Tuhan menunjukkan pada kita, dalam hal- hal apa saja, sikap kita masih belum sesuai sebagai sikap anak- anak Allah. Dan marilah kita mohon rahmat Tuhan, agar kita dimampukan untuk memperbaikinya.

Kristus adalah Jalan menuju Allah Bapa

Sebenarnya, jika kita membayangkan bahwa kita hadir di tengah para rasul 2000 tahun yang lalu, saat Yesus mengucapkan perkataan-Nya ini, kemungkinan kitapun dapat memahami kegundahan hati Rasul Tomas, “Ke manakah Engkau akan pergi, Tuhan? Aku tidak tahu, bagaimana mungkin aku tahu jalan ke sana?” Namun sekarang kita perlu berterima kasih kepada Rasul Tomas, yang menyuarakan kegundahan hatinya, sebab oleh karena itu, Yesus menjawabnya dengan Sabda-Nya yang meneguhkan, “Akulah jalan, kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yoh 14:6).

St. Agustinus mengatakan, “Adalah penting bahwa Tuhan Yesus mengatakan, ‘Akulah jalan’ untuk menunjukkan kepada para rasul bahwa mereka sesungguhnya telah mengetahui/ mengenal apa yang mereka pikir tidak mereka kenal, sebab mereka sudah mengenal Dia.” ((St. Agustinus, In Ioann. Evang., 66,2)) Nah, pertanyaannya sekarang: apakah kita sudah mengenal Tuhan Yesus? Hidup kita di dunia ini memang merupakan kesempatan yang Tuhan berikan kepada kita untuk bertumbuh di dalam pengenalan akan Kristus, supaya kita dapat bertumbuh pula dalam kasih kepada-Nya dan kepada sesama demi kasih kita kepada Kristus. Sebab pada akhirnya, kasih inilah yang kita persembahkan kembali ke hadirat Tuhan di surga.

Dalam penjelasan The Navarre Bible, dikatakan bahwa Yesus menjadi ‘jalan’ kepada Bapa melalui 5 cara. Pertama melalui ajaran-Nya; sebab dengan berpegang pada ajaran-Nya kita akan sampai ke surga; kedua, melalui iman yang diinspirasikan-Nya, sebab Ia datang ke dunia sehingga “barang siapa yang percaya kepada-Nya dapat beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:16); ketiga, melalui teladan-Nya, sebab tak ada yang dapat sampai kepada Allah Bapa tanpa meneladani Kristus; keempat, melalui jasa-Nya, yang memampukan kita untuk masuk ke tempat kediaman abadi, dan terakhir, Kristus adalah jalan, karena Ia menyatakan Allah Bapa, yang dengan-Nya Ia adalah Satu, karena ke-Allahan-Nya. ((lih. The Navarre Bible, St. John, (Ireland, Four Courts Press, 1987), p. 184))

Maka agar kita semakin menghayati bahwa Kristus adalah jalan kepada Allah Bapa, kita perlu merenungkan ajaran Kristus dan kehidupanNya, dari lahir-Nya sampai pada wafat,  kebangkitan dan kenaikan-Nya ke Surga. Hal ini diajarkan oleh St. Francis dari Sales yang mengatakan, “Seperti halnya anak- anak yang mendengarkan ibunya…., belajar untuk bicara sesuai dengan bahasa ibunya, demikian pula kita, dengan membawaNya dekat dengan kita melalui meditasi, permenungan akan perkataan-Nya, perbuatan-Nya, dan kasih-Nya, kita belajar, dengan bantuan rahmat Tuhan, untuk berbicara, bertindak dan berkehendak seperti Dia…. Kita tidak dapat mencapai Allah Bapa dengan melalui jalan lain….; Ke-Allahan tidak dapat kita lihat dengan baik di dunia ini jika tidak di dalam kesatuan dengan kemanusiaan Penyelamat kita yang kudus, yang hidup dan kematian-Nya…. merupakan topik yang paling layak untuk direnungkan bagi meditasi kita sehari- hari ((St. Francis de Sales, Introduction to the Devout Life, part II, chap. 1,2))

Dengan merenungkan kehidupan Yesus, maka kita akan dapat mengarahkan hidup kita sesuai dengan kehendak-Nya. Itulah sebabnya banyak orang dapat bertumbuh secara rohani dengan berdoa rosario, karena doa rosario pada dasarnya adalah doa permenungan peristiwa- peristiwa hidup Yesus. Dengan permenungan tersebut, umat beriman dibawa untuk lebih menghayati rencana keselamatan Allah yang dinyatakan di dalam Kristus. Maka ajakan untuk merenungkan kehidupan Yesus ini adalah ajakan bagi anda dan saya. Jose Maria Escriva mengatakan, “Ia [Kristus] berbicara kepada semua manusia, tetapi dengan cara yang istimewa Ia memikirkan orang- orang yang, seperti anda dan saya, yang berkehendak kuat untuk menganggap panggilan hidup Kristiani sebagai sesuatu yang serius; Ia ingin agar Tuhan selalu ada di dalam pikiran- pikiran kita, di mulut kita, dan di setiap perbuatan kita, termasuk dalam kegiatan- kegiatan yang paling biasa dan rutin.” ((J. Escriva, Friends of God, 127)) Mari kita memeriksa batin kita dengan jujur, sejauh mana Kristus sudah menjadi pusat dalam pikiran kita, perkataan kita, kehendak maupun perbuatan kita? Jika Kristus belum menjadi motivasi yang utama bagi kita tiap- tiap hari, kita perlu memohon kepada Tuhan untuk membantu kita mengarahkan pikiran dan hati kita kepada-Nya, supaya hidup kita dapat dipimpin oleh-Nya.

Maka, perkataan Yesus, “Akulah jalan, kebenaran dan hidup,” tidak saja hanya ditujukan untuk menjawab Rasul Tomas… Menjadi Kebenaran dan Hidup adalah sesuatu yang layak bagi Tuhan yang menjelma menjadi manusia, seperti yang dituliskan oleh Rasul Yohanes dalam permulaan Injilnya, “Firman itu telah menjelma menjadi manusia … penuh kasih karunia dan kebenaran” (Yoh 1:14). Kristus adalah kebenaran, sebab dengan kedatangan-Nya ke dunia Ia menunjukkan bahwa Tuhan setia kepada janji- janji-Nya; dan karena Ia mengajarkan kebenaran tentang siapakah Tuhan itu. Selanjutnya, Kristus mengajarkan kepada kita bahwa penyembahan yang sejati adalah yang dilakukan “di dalam Roh dan kebenaran” (Yoh 4:23), yang artinya, penyembahan sejati kepada Allah Bapa adalah yang dilakukan di dalam Diri-Nya, yang adalah Sang Kebenaran itu. Kristus adalah Hidup, sebab dari kekekalan Ia mempunyai hidup ilahi dengan Allah Bapa (lih. Yoh 1:4) dan karena Ia menjadikan kita pengambil bagian dalam kehidupan ilahi, melalui rahmat Baptisan. Inilah sebabnya mengapa Injil mengatakan, “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” (Yoh 17:3) ((lih. The Navarre Bible, Ibid., p.185))

Tentang hal ini St. Agustinus mengajarkan, “….sepertinya, Yesus berkata, Lewat jalan mana kamu akan pergi? Akulah Jalan. Kemanakah kamu akan pergi? Akulah kebenaran. Di manakah kamu akan tinggal? Akulah Hidup. Setiap orang dapat mencapai pengertian akan Kebenaran dan Hidup, tetapi tidak semua menemukan Jalannya. Para orang bijak di dunia menyadari bahwa Tuhan adalah kehidupan kekal dan kebenaran yang dapat diketahui; namun Sang Sabda Allah yang adalah Kebenaran dan Hidup yang bersatu dengan Allah Bapa, telah menjadi Jalan, dengan menjelma menjadi manusia. Renungkanlah kerendahan hati-Nya [Kristus] dan kamu akan mencapai Allah.” ((St. Augustine, De verbis Domini sermones, 54)) O, betapa dalamnya makna kasih Allah yang ditunjukkan-Nya melalui Kristus!

Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa

Banyak orang mempertanyakan ke-Allahan Yesus, sebab mereka tidak memahami bahwa Allah Bapa dan Putera [Kristus] adalah Satu.  Hal inilah yang kemungkinan juga menjadi pertanyaan Rasul Filipus, “…tunjukkanlah Bapa itu kepada kami” (ayat 8). Namun Yesus “menegur para rasul karena [mereka] tidak mengenali Dia, meskipun perbuatan- perbuatan-Nya adalah perbuatan yang hanya dapat dilakukan oleh Tuhan — berjalan di atas air, mengendalikan angin badai, mengampuni dosa, membangkitkan orang mati. Karena inilah mengapa Ia [Kristus] menegur Filipus: karena ia tidak mengenali kodrat ke-Allahan-Nya melalui kemanusiaan-Nya.” ((St. Agustinus, De Trinitate, Book 7))

Sungguh, kita perlu memohon kepada Tuhan agar semakin dapat menghayati misteri kasih Allah ini, yang begitu tak terbatas dan melampaui batas pikiran manusia. Sebab hanya kasih Allah yang begitu besarlah yang membuat-Nya mau mengutus Sang Sabda, yaitu Putera-Nya sendiri untuk menjadi manusia dan menyelamatkan manusia. “Maka Yesus Kristus, Sabda yang menjadi daging, diutus sebagai “manusia kepada manusia”((Surat kepada Diognetus,7,4: Funk, Apostolic Fathers, I, 403)), “menyampaikan sabda Allah” (Yoh3:34), dan menyelesaikan karya penyelamatan, yang diserahkan oleh Bapa kepada-Nya (lih. Yoh 5:36 ; Yoh17:4). Barang siapa melihat Dia, melihat Bapa juga (lih. Yoh 14:9). Untuk alasan ini Yesus menyempurnakan wahyu dengan menggenapinya melalui keseluruhan karya-Nya untuk menghadirkan Diri-Nya dan menyatakan DiriNya –  melalui Sabda perkataan-Nya maupun perbuatan-Nya, dengan tanda-tanda serta mukjizat-mukjizatnya, namun terutama dengan wafat dan kebangkitan-Nya penuh kemuliaan dari maut, akhirnya dengan mengutus Roh Kebenaran, menyelesaikan wahyu dengan memenuhinya, dan meneguhkan dengan kesaksian ilahi, bahwa Allah menyertai kita, untuk membebaskan kita dari kegelapan dosa serta maut, dan untuk membangkitkan kita bagi hidup kekal.” ((Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi, Dei Verbum, 4))

Orang yang percaya kepada-Ku akan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang Kulakukan, bahkan yang lebih besar

“Sebelum meninggalkan dunia ini, Tuhan Yesus berjanji kepada para rasul untuk memberikan kepada mereka kuasa sehingga keselamatan Tuhan dapat dinyatakan melalui mereka. Segala pekerjaan dan mujizat ini diwartakan di dalam nama Yesus Kristus (lih. Kis 3:1-10; 5:15-16; dst) dan secara khusus pertobatan bangsa- bangsa kepada iman Kristiani dan pengudusan mereka diperoleh melalui khotbah pengajaran dan pelayanan sakramen- sakramen. Hal- hal itu dapat dianggap sebagai pekerjaan- pekerjaan yang lebih besar daripada pekerjaan-Nya jika kita melihat bahwa melalui pelayanan para rasul, Injil tidak hanya diwartakan di Palestina tetapi disebarkan sampai ke seluruh dunia. Namun demikian kuasa yang luar biasa dalam karya apostolik dan pengajaran bersumber dari Kristus, yang telah naik ke Surga kepada Allah Bapa: setelah melewati penghinaan di kayu salib, Yesus telah dimuliakan dan dari surga Ia menyatakan kuasa-Nya dengan bertindak melalui para rasul-Nya.” ((The Navarre Bible, Ibid., p.187))

Kuasa para rasul diperoleh dari Kristus yang dimuliakan. Jangan lupa bahwa Kristus pernah bersabda, “Apapun yang kauminta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya” (lih. Yoh 14:13). Maka jika para rasul dapat melakukan perkara- perkara besar, semua itu hanya terjadi karena Kristus yang memampukan mereka. Demikian pula seharusnya, jika Tuhan mengijinkan kita turut mengambil bagian dalam karya kerasulan-Nya, untuk memberitakan kasih Allah dan membawa sesama kita kepada Tuhan, kita harus melihatnya sebagai karya Kristus, dan bukan semata karena kemampuan kita.

St. Agustinus menjelaskannya, seolah demikianlah yang dikatakan Tuhan Yesus, “Bukannya bahwa ia yang percaya kepada-Ku akan menjadi lebih besar daripadaku, tetapi hanya bahwa Aku akan melakukan perbuatan- perbuatan yang lebih besar daripada sekarang; lebih besar, oleh dia yang percaya kepada-Ku, daripada yang Kulakukan sendiri sekarang tanpa dia.” ((St. Agustinus, In Ioann. Evang., 72, 1)). O, betapa besar rencana Allah dan penyelenggaraan-Nya yang dinyatakan di dalam Gereja-Nya yang kudus, di mana kita dapat terus menerima rahmat-Nya dan menimba kekuatan dari Sang Hidup ilahi, melalui pengajaran Firman Tuhan dan sakramen- sakramen yang disampaikannya.

Pesan yang layak diingat: Jangan takut

Paus Yohanes Paulus II adalah Paus yang paling sering menyuarakan tema ini dalam khotbah- khotbahnya: Jangan takut!  Menurut Archbishop Fulton Sheen yang pernah menghitung kata “Jangan takut” di Kitab Suci, konon jumlahnya adalah 365 kali. Tentu ini bukan kebetulan, dan bahwa Tuhan mengingatkan kita setiap hari dalam setahun agar kita jangan takut, jangan lekas gelisah dan khawatir. Ini adalah pesan yang selalu relevan dan pas dengan keadaan kita saat ini. Sebab apapun yang sedang kita hadapi, baik tantangan, kesulitan, ataupun bencana, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Kristus (lih. Rom 8:38-39). Asalkan kita berpegang kepada Kristus dan mengandalkan Dia, yang adalah Jalan, Kebenaran dan Hidup, kita akan memperoleh jalan keluar. Jika janji Tuhan ini digenapi dalam hidup banyak orang percaya, kita harus yakin hal itu juga terjadi dalam hidup kita.

“Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku…. Kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.” (Yoh 16:33)

2 COMMENTS

  1. maaf, ada sedikit pertanyaan dalam benak saya…saya pernah mendengar pastor yang mengatakan bahwa ada 365 kata atau frasa “jangan takut” dalam alkitab.. saya terkesan dengan pernyataan ini dan saya pun mulai membaca alkitab dari awal sampai akhir (termasuk deuterokanonika) hanya untuk menghitung jumlah frasa “jangan takut”…dari perhitungan saya, hanya ditemukan 130 frasa tersebut…perhitungan 360 tersebut apakah diturutkan juga dengan frasa seperti “jangan gelisah” atau “jangan gentar” atau “tidak usah lagi takut”?.mohon penjelasannya…terima kasih.

    [Dari Katolisitas: Ya, dari yang pernah kami dengar, 365 pesan “jangan takut” itu juga termasuk frasa yang artinya serupa, seperti jangan gentar atau jangan gelisah, dst]

Comments are closed.