Sumber foto: http://www.miceslovakia.com/sites/default/files/wineyard_slovakia_shutterstock.jpg

[Hari Minggu Biasa XXV: Yes 55:6-9; Mzm 145:2-18; Flp 1:20-27; Mat 20:1-16]

Injil Minggu ini menceritakan perumpamaan tentang Kerajaan Surga seperti seorang tuan yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja untuk kebun anggurnya. Setelah dicapai kesepakatan upah sedinar sehari, didapatinya orang-orang yang mau bekerja di awal hari itu. Kemudian sang tuan kembali keluar mencari para pekerja, pada pukul 9 pagi, 12 siang, 3 sore dan juga pada pukul 5 sore. Ketika hari sudah malam, mereka menerima upahnya, mulai dari mereka yang bekerja paling akhir sampai kepada yang bekerja terdahulu. Mereka yang bekerja mulai jam 5 sore itu masing-masing  menerima satu dinar. Maka ketika para pekerja yang bekerja lebih dahulu itupun masuk, mereka menyangka akan menerima upah lebih banyak daripada yang bekerja jam 5 sore itu. Namun betapa kecewanya mereka, ketika mereka menerima upah juga sebesar satu dinar! Mereka bersungut-sungut seolah menuduh sang tuan tidak adil, walaupun sebenarnya tuan itu membayar upah sesuai dengan kesepakatan yang telah  mereka setujui sebelum bekerja. Menanggapi tudingan itu, sang tuan hanya berkata, “Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau karena aku murah hati?” (Mat 20:15)

Para Bapa Gereja mengartikan bahwa upah yang diberikan oleh sang tuan pemilik kebun anggur itu adalah keselamatan yang diberikan Allah kepada mereka yang mengimani, mengasihi dan melayani Dia. Selanjutnya, para Bapa Gereja mengajarkan sedikitnya ada dua pengertian akan perumpamaan ini. Origen, St. Hilarius, St. Gregorius dan Theophylactus mengartikan bahwa para pekerja itu adalah para orang beriman yang menerima penghargaan setelah melayani Tuhan, di sepanjang sejarah manusia; dimulai dari zaman Adam dan Hawa, zaman para patriarkh, zaman para nabi bangsa Israel, zaman Kristus dan setelah zaman Kristus, saat Injil diwartakan kepada seluruh bangsa. Sedangkan St. Basilius, St. Hieronimus, St. Fulgentius mengartikan bahwa perumpamaan itu mengisahkan pertobatan orang beriman. Ada yang bertobat dan menerima Kristus dan dibaptis di awal masa hidup mereka, ada yang di masa remaja, masa dewasa, masa tua, dan bahkan ketika menjelang ajal. Umumnya terdapat semangat kasih yang lebih besar untuk bekerjasama dengan rahmat Allah, ketika orang menerima rahmat itu di masa dewasa ataupun di akhir masa hidup mereka, seolah ingin menutupi kelalaian di masa muda mereka. Orang-orang ini menjadi lebih bersungguh- sungguh untuk berjuang hidup kudus dan melayani Tuhan, daripada mereka yang telah mengenal Kristus dan dibaptis sejak masih bayi.  Marilah kita memeriksa batin kita, termasuk di kelompok manakah kita: Apakah kita termasuk dalam kelompok orang-orang yang bertobat dan mengikuti Tuhan di masa tua, dewasa atau sejak masa kecil? Bagaimanakah sikap kita dalam mengikuti perintah-perintah Tuhan: dengan senang hati atau dengan bersungut- sungut? Adakah kita turut bersyukur jika melihat ada sesama kita yang bertobat dari dosa-dosa yang telah sekian lama membelenggu?  Adakah kita turut bersuka cita jika melihat merekapun menerima rahmat keselamatan yang juga telah kita terima? Sebab dapat terjadi, kitapun bersikap seperti para pekerja yang telah bekerja sejak awal hari, dan menganggap bahwa Allah tidak adil, dengan memberikan rahmat keselamatan yang sama, kepada mereka yang baru bekerja di akhir hari. Apa tanggapan kita jika mendengar kesaksian orang-orang yang diampuni Tuhan setelah bertahun-tahun hidup dalam dosa? Apakah kita turut bersyukur atas kemurahan Tuhan itu, ataukah malah kita cenderung mengajukan protes, ‘kalau begitu biarlah saya juga berdosa dulu, dan baru kembali kepada Tuhan di akhir hidup saya, sebab toh Tuhan akan mengampuni pada akhirnya’? Sebab jika kita berkeras untuk terus hidup dalam dosa, belum tentu kita dapat bertobat sebelum ajal yang akan datang tanpa permisi. Maka kemurahan Tuhan ini selayaknya tidak dijadikan alasan untuk menunda pertobatan kita, ataupun mengulur waktu untuk melakukan perintah- perintah-Nya. Sebaliknya, kemurahan hati Tuhan mendorong kita untuk membalas kebaikan-Nya dengan melayani Dia. Kemurahan hati- Nya selayaknya mendorong kita untuk juga menjadi murah hati kepada sesama, di samping mengingatkan diri kita sendiri untuk senantiasa bertobat. Sebab dengan meninggalkan segala dosa dan melakukan kebaikan, kita akan tetap berada di dalam rancangan Tuhan yang jauh melampaui rancangan manusia (lih. Yes 55:9). Rancangan keselamatan kekal, itulah yang dikehendaki Tuhan, dan jika kita mengejar dan merindukan keselamatan ini, maka kita akan dapat memahami pengajaran Rasul Paulus yang kita baca hari ini. Yaitu, menjalani hidup dengan semangat yang besar, dan tidak takut menghadapi kematian. Sebab hidup kita adalah perwujudan kasih yang adalah Kristus, dan kematian kita adalah suatu keuntungan (lih. Flp 1:21), karena membawa kita kepada penggenapan rahmat keselamatan.

Ya Tuhan, aku bersyukur atas kemurahan-Mu untuk menyelamatkan umat-Mu. Bantulah aku untuk terus mengerjakan keselamatanku, sambil turut bersuka cita atas rahmat keselamatan yang dapat juga Kau berikan kepada sesamaku tanpa memandang bulu.”

Previous articleMendoakan Firman Tuhan : Doa Dalam Ketakutan Hidup Yang Mencekam
Next articlePernyataan Sikap KWI terhadap PP No. 61/2014 Tentang Kesehatan Reproduksi
stefanus-ingrid
Stefanus Tay, MTS dan Ingrid Listiati, MTS adalah pasangan suami istri awam dan telah menyelesaikan program studi S2 di bidang teologi di Universitas Ave Maria - Institute for Pastoral Theology, Amerika Serikat. Pengarang buku: Maria, O, Maria

1 COMMENT

  1. Selamat siang Katolisitas & sidang pembaca yg dikasihi dalam Tuhan Jesus.

    Terima kasih atas renungan bacaan Injil hari Minggu kemarin. Penjelasan atas perumpamaan di atas jelas2 merujuk semata-mata untuk (kebijakan) Tuhan, maksudnya kebijakan seperti itu (upah 1 dinar per hari tdk peduli berapa jam dia bekerja) tidak bisa diaplikasikan / dilakukan begitu saja oleh manusia kepada sesama manusia.

    Jadi, jika kita kebetulan memiliki wewenang dalam menentukan upah/gaji karyawan, kita tidak boleh menunjuk perikop diatas untuk membenarkan kebijakan “suka-suka” kita dalam hal honor/gaji karyawan; itu sudah ada aturan tersendiri (terutama untuk perusahaan). Ceritanya akan berbeda jika kita memberi hadiah kepada seseorang yg tidak berkaitan dgn kinerja pekerjaannya misalnya hadiah perkawinan, kelahiran anak dsb.

    Shalom & berkat Tuhan bagi kita semua.

    [Dari Katolisitas: Karena itu, pentinglah untuk menginterpretasikan Kitab Suci sesuai dengan konteksnya. Di ayat ke 1 disebutkan, “Adapun hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang tuan rumah yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya…” (Mat 20:1) Maka perikop ini memang ditujukan untuk menggambarkan kemurahan hati Allah (sebagai tuan rumah) dalam hal keselamatan, dan bukan untuk dihubungkan dengan cara pengupahan dalam kebun anggur biasa, atau suatu perusahaan/ kantor yang tidak ada relevansinya dengan Kerajaan Sorga.]

Comments are closed.