Memang tidak mudah untuk menjawab kondisi apakah seseorang masuk dalam invincible ignorance atau tidak. Untuk orang-orang yang tidak terjangkau oleh pemberitaan Injil, kita dapat mengatakan bahwa mereka adalah termasuk dalam kategori invincible ignorance atau “ketidaktahuan yang tak teratasi” atau “ketidaktahuan yang bukan karena kesalahan mereka sendiri”. Namun, mereka juga tidak dapat menghindar terhadap natural law atau hukum kodrat, yang telah ditorehkan di dalam hati setiap manusia (hati nurani). Nah, masalahnya adalah, apakah kita dapat mengatakan bahwa orang-orang yang telah mendengar Injil dan tidak percaya pasti termasuk dalam invincible ignorance? Untuk menjawab hal ini, kita dapat melihat dokumen tentang Gereja di dunia dewasa ini – tentang martabat hati nurani dan tulisan dari Paus Pius XII.

Di lubuk hatinya manusia menemukan hukum, yang tidak di terimanya dari dirinya sendiri, melainkan harus ditaatinya. Suara hati itu selalu menyerukan kepadanya untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik, dan untuk menghindari apa yang jahat. Bilamana perlu, suara itu menggema dalam lubuk hatinya: jalankanlah ini, elakkanlah itu. Sebab dalam hatinya manusia menemukan hukum yang ditulis oleh Allah. Martabatnya ialah mematuhi hukum itu, dan menurut hukum itu pula ia akan diadili[16]. Hati nurani ialah inti manusia yang paling rahasia, sanggar sucinya; di situ ia seorang diri bersama Allah, yang sapaan-Nya menggema dalam batinnya[17]. Berkat hati nurani dikenallah secara ajaib hukum, yang dilaksanakan dalam cinta kasih terhadap Allah dan terhadap sesama[18]. Atas kesetiaan terhadap hati nurani Umat kristiani bergabung dengan sesama lainnya untuk mencari kebenaran, dan untuk dalam kebenaran itu memecahkan sekian banyak persoalan moral, yang timbul baik dalam hidup perorangan maupun dalam hidup kemasyarakatan. Oleh karena itu semakin besar pengaruh hati nurani yang cermat, semakin jauh pula pribadi-pribadi maupun kelompok-kelompok menghindar dari kemauan yang membabi-buta, dan semakin mereka berusaha untuk mematuhi norma-norma kesusilaan yang objektif. Akan tetapi tidak jaranglah terjadi bahwa hati nurani tersesat karena ketidaktahuan yang tak teratasi [invincible ignorance], tanpa kehilangan martabatnya. Tetapi itu tidak dapat dikatakan tentang orang, yang tidak peduli untuk mencari apa yang benar serta baik, dan karena kebiasaan berdosa hati nuraninya lambat laun hampir menjadi buta.“(Gaudium et Spes, 16)

Paus Pius XII mengatakan terhadap mereka yang tidak tergabung dalam Gereja Katolik oleh karena ketidaktahuan yang tidak dapat dihindari (invincible ignorance), namun yang selalu mencari kehendak Tuhan: Paus menyebutnya mereka ini sebagai “yang berhubungan dengan Tubuh Mistik Kristus dengan kerinduan dan keinginan tertentu yang tidak disadari” dan mereka ini bukannya tidak termasuk dalam keselamatan kekal, tetapi, “…mereka tetap kurang dapat memperoleh bermacam karunia surgawi dan bantuan-bantuan yang hanya dapat diberikan di dalam Gereja Katolik” (AAS, 1.c., p 243).

Dengan demikian terlihat jelas, bahwa orang yang tidak perduli terhadap nilai-nilai kebenaran dan berbuat dosa tidak dapat langsung dikategorikan invincible ignorance, karena hati nuraninya menjadi tumpul dan tidak dapat membedakan secara jelas antara norma-norma kesusilaan yang baik dengan yang buruk. Namun, orang yang senantiasa mencari kebenaran di atas kepentingan pribadi, yang senantiasa mencari kehendak Allah, akan menemukan kebenaran, apalagi di dunia sekarang ini, di mana informasi tentang iman dapat dengan mudah didapatkan.

Katekismus mengajarkan:

KGK 846      …….seluruh keselamatan datang dari Kristus sebagai Kepala melalui Gereja, yang adalah Tubuh-Nya:

“Berdasarkan Kitab Suci dan Tradisi, konsili mengajarkan, bahwa Gereja yang sedang mengembara ini perlu untuk keselamatan. Sebab hanya satulah Pengantara dan jalan keselamatan, yakni Kristus. Ia hadir bagi kita dalam Tubuh-Nya, yakni Gereja. Dengan jelas-jelas menegaskan perlunya iman dan baptis, Kristus sekaligus menegaskan perlunya Gereja, yang dimasuki orang melalui baptis bagaikan pintunya. Maka dari itu andaikata ada orang, yang benar-benar tahu, bahwa Gereja Katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu, namun tidak mau masuk ke dalamnya atau tetap tinggal di dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan” (LG 14).

KGK 847      Penegasan ini tidak berlaku untuk mereka, yang tanpa kesalahan sendiri tidak mengenal Kristus dan Gereja-Nya:
“Sebab mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta Gereja-Nya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal” (LG 16, Bdk. DS 3866 – 3872).

Dengan dasar ini, maka kita dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh anda:

1) Mereka yang telah diperkenalkan Injil dan masih tidak percaya: Kita tidak dapat  menilai secara kasat mata, apakah orang tersebut termasuk dalam invincible ignorance (kesalahan karena ketidaktahuan yang tidak terhindari) atau culpable ignorance (Kesalahan karena kekhilafan sendiri). Semua ini tergantung dari kondisi orang tersebut, hati nurani orang tersebut, dan sampai seberapa jauh mereka mencari kebenaran dan menempatkan kebenaran di atas kepentingan pribadi, sampai seberapa jauh mereka menjalankan kehendak Allah, dll. Oleh karena itu, hanya Tuhan saja yang tahu apakah seseorang masuk dalam kategori invincible ignorance atau tidak.

2) Kebebasan beragama. Orang justru sering salah menggunakan semangat kebebasan beragama dan toleransi, yang seolah-olah diartikan bahwa semua agama sama saja, yang berarti tidak perlu memberitakan apa yang dipercayainya kepada orang lain. Justru, menjadi tugas umat Katolik untuk memberitakan kebenaran Injil kepada semua orang tanpa kecuali. Namun, tentu saja, pemberitaan ini harus dilakukan dengan cara yang bijaksana (prudence) dan tidak boleh memaksa dan menggunakan cara-cara yang justru berlawanan dengan nilai-nilai kekristenan.

Kondisi sebagian umat Katolik yang tidak mau menyebarkan kebenaran dapat menjadikan orang-orang yang belum mengenal Kristus menjadi tidak mengetahui kebenaran secara penuh. Dan keadaan ini dapat diperparah dengan sikap sebagian dari umat Katolik yang tidak hidup menurut ajaran Gereja Katolik, yang tidak mencerminkan kekudusan di dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, orang yang tidak percaya karena kurang melihat saksi Kristus yang baik, atau umat Katolik yang tidak hidup menjadi saksi Kristus yang baik harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Kristus sendiri.

Karya-karya pastoral dan karya-karya sosial dan kasih adalah sesuatu yang baik. Namun, semua karya-karya tersebut harus menuntun seseorang kepada Sang Kebenaran, karena karya-karya tersebut merupakan hasil dari hubungan yang baik dengan Sang Kebenaran itu sendiri, yaitu Yesus. Di satu sisi, pemberitaan Injil harus juga digalakkan, sehingga umat Katolik dapat mengerti secara persis akan apa yang dipercayainya dan melakukan apa yang dipercayainya dengan sungguh-sungguh dan sukacita. Bahkan pemberitaan Injil harus dilihat sebagai perbuatan kasih, karena memberitakan kebenaran, yang akan menuntun semua orang kepada keselamatan kekal. Tidak ada sesuatu yang lebih baik daripada keselamatan kekal. Dan, pemberitaan ini juga diharapkan mampu menjangkau umat dari agama lain. Namun, apakah umat dari agama lain mau menjawab panggilan ini atau tidak, semuanya tergantung dari mereka dan Tuhan, karena pada akhirnya yang dapat mengubah hati adalah Tuhan sendiri. Dalam hal ini, yang terpenting adalah kita tidak boleh menjadi penghalang rahmat Tuhan yang hendak dicurahkan kepada semua orang. Oleh karena itu, dalam kapasitas kita masing-masing, kita harus berusaha dengan segenap hati, segenap pikiran dan segenap kekuatan kita untuk senantiasa mengikuti kehendak dan perintah Allah, sehingga tidak menjadi batu sandungan bagi banyak orang untuk menemukan kepenuhan kebenaran yang mereka cari, dalam Gereja Katolik

10 COMMENTS

  1. Shalom Katolisitas,

    Saya sebagai orang Katolik juga kerap kalli dibingungkan dengan ajaran agama lain yang sekilas pandang benar. Saya berusaha meyakinkan diri saya bahwa ajaran Gereja Katolik adalah kebenaran yang mutlak. Tapi saya sungguh amat bingung, jurtru setelah mengetahui lebih jauh mengenai iman Katolik. Apakah itu salah? Apakah kalau saya bingung dan merasa sulit menjadi percaya adalah suatu dosa?

    Lalu, apa pandangan Gereja Katolik mengenai kepercayaan agama lain?

    Mohon bentuannya.

    Terima Kasih.

    • Shalom Lay Monica, 

      Secara prinsip Gereja Katolik mengakui adanya kebenaran yang diajarkan oleh agama- agama lain, tetapi kepenuhan kebenaran ada di Gereja Katolik.

      “Gereja Katolik tidak menolak apapun yang benar dan suci di dalam agama-agama ini. Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar Kebenaran, yang menerangi semua orang. Namun Gereja tiada hentinya mewartakan dan wajib mewartakan Kristus, yakni “jalan, kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6); dalam Dia manusia menemukan kepenuhan hidup keagamaan, dalam Dia pula Allah mendamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya.” (Konsili Vatikan II, Nostra Aetate 2)

      Silakan anda membaca lebih lanjut di ajaran Gereja Katolik tentang hal ini, silakan klik di judul ini:

      Nostra Aetate
      Dominus Iesus
      Penjelasan tentang deklarasi Dominus Iesus

      Mempunyai rasa ingin tahu tentu tidaklah salah, namun masalahnya setelah mengetahui, seseorang dapat, atas kehendaknya sendiri, menolaknya, atau menerimanya. Pada akhirnya, harus diakui bahwa iman adalah karunia Tuhan, dan bukan semata dari hasil pemikiran sendiri. Maka bawalah pergumulan anda dalam mencari kebenaran di dalam doa- doa anda di hadapan Tuhan. Semoga Roh Kudus-Nya membimbing anda hingga anda menemukan kepenuhan Kebenaran itu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  2. Shalom katolisitas.org

    Saya ingin bertanya dan meminta solusi mengenai hal ini.

    Saya sangat sedih, melihat teman-teman saya yang seiman katolik, sangat tidak peduli dengan ajaran2 katolik. Saya sangat ingin memberi tahu mengenai keindahan ajaran Gereja yang saya dapat, namun mereka tampak tidak antusias. Banyak teman2 saya yang masih merasa tidak masalah untuk tidak mengikuti misa minggu.

    Saya bingung, bagaimana seorang katolik mencintai iman katolik tanpa mengetahui apa yang diimani. Bagaimana saya bisa menemukan jalan keluar? Mohon solusinya.

    Sebagai catatan, saya masih di lingkungan pendidikan (sekolah), dan berada di lingkungan mayoritas non-Katolik.

    Terima kasih.
    Tuhan memberkati.

    • Shalom Yohanes,
      Ya, memang adalah realita, bahwa ada banyak umat Katolik yang tidak peduli dengan imannya. Mungkin langkah pertama yang dapat kita lakukan adalah kita mendoakan mereka. Namun selanjutnya, anda dapat memulai untuk membagikan pengalaman anda, pertama- tama kepada sahabat anda yang terdekat terlebih dahulu. Anda dapat membagikan pengalaman anda memperoleh suka cita dan damai sejahtera yang dari Tuhan, setelah mengetahui ajaran iman Katolik. Atau, silakan membuka pembicaraan tentang hal iman Katolik, jika kondisinya memungkinkan. Pembicaraan yang non- formal sekalipun dapat menjadi “moments of truth” di mana sahabat anda dapat melihat iman yang hidup dalam diri anda. Selanjutnya kita serahkan kepada Roh Kudus untuk mengubah hatinya, sesuai dengan rencana-Nya. Jika anda pandang baik dan sahabat anda itu tertarik, silakan anda mengundangnya juga untuk mempelajari tentang iman Katolik melalui internet, termasuk situs Katolisitas ini.

      Keadaan anda berada di lingkungan yang non- Katolik sesungguhnya menjadi tantangan bagi anda, terutama bukan dalam hal berkhotbah tentang iman, tetapi dalam hal melaksanakan iman anda, dalam kekudusan. Sebab kesaksian dengan perbuatan itu berbunyi lebih lantang daripada khotbah. Silakan jika anda tergerak untuk meng-aktifkan rekan- rekan Katolik anda, anda dapat mengundang mereka mengadakan pertemuan bersama, yang bisa anda isi dengan doa rosario, ataupun bible sharing, ataupun pendalaman iman. Jika memungkinkan mohon bantuan dari Romo setempat. Jika tidak, silakan anda memimpin pertemuan itu dengan mengambil topik yang sudah pernah dibahas dalam artikel di situs ini. Jika nanti anda pertanyaan yang tidak bisa anda jawab, anda dapat menanyakannya kepada kami. Kami nanti akan mengusahakan untuk menjewabnya.

      Selanjutnya, mohonlah kekuatan dari Tuhan agar anda tetap semangat, dan dengan kapasitas anda menjadi perpanjangan tangan Allah untuk menjangkau rekan- rekan anda yang mungkin telah sekian lama menjauh dari Allah, untuk kembali kepada-Nya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas. org

  3. permisi,
    pertama-tama saya mohon maaf bila pertanyaan dan pernyataan saya yang mungkin kedengarannya sedikit konyol..
    Jadi begini, hari ini saya mendengar Romo paroki saya berkata, “Semua orang dapat diselamatkan ! Mereka dengan kepercayaannya masing-masing seperti Buddha atau lainnya yang menerapkan kasih dan melakukan perbuatan baik dapat diselamatkan! Hal ini sesuai seperti yang tertulis dalam hasil Konsili Vatikan II.

    Setelah mendengar pernyataan itu saya tercengang dan bingung.. Bukankah kita sebagai umat Katolik tetap percaya bahwa jalan satu-satunya untuk mencapai keselamatan adalah melalui Yesus Kristus? Dari yang saya baca dari hasil Konsili Vatikan II, saya tidak ingat pernah mengenai keselamatan seperti yang romo paroki saya katakan, yang saya tau adalah mereka yang tergolong dalam invincible ignorance tetapi dengan kesungguhan hati terus mencari kebenaran dalam hidupnya, mereka dapat diselamatkan..
    Saya mohon penerangannya kepada Bapa atau Ibu Tay.. Terima Kasih..

    Salam Kasih..
    -Ian-

    • Shalom Ian Huang,
      Pertanyaan anda serupa dengan pertanyaan Armand, dan saya sudah menjawabnya di sini, silakan klik.
      Silakan anda membaca jawaban di link tersebut, dan jika masih ada yang belum jelas, silakan bertanya kembali.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  4. Masalah invincible ignorance dalam kondisi kekinian adalah sebagai berikut.
    Kecuali di daerah yang sangat terpencil dan jauh dari akses komunikasi dan transportasi, maka sekarang ini boleh dikata manusia modern sudah ( “ini sedikit mengeneralisasi”) mengetahui adanya bermacam2 agama di dunia. Mereka sudah mengetahui secara garis besar ajaran agama-agama melalui mata pelajaran agama di sekolah2.
    1.Dalam hal apa saja mereka tetap dianggap berada dalam kondisi invincible ignorance.
    2.Dengan semangat menjungjung tinggi kebebasan beragama dan dan menghormati keyakinan masing-masing, timbul keengganan memperkenalkan inti kekatolikan kepada penganut agama lain. Kondisi seperti ini sebenarnya menciptakan invincible ignorance di kalangan penganut agama lain.
    Sejauh mana umat katolik ikut bersalah menciptakan pelestarian invicible ignorance dalam kondisi demikian?
    Bukankah selama ini orang katolik difokuskan untuk mewartakan iman lebih pada bentuk karya? Tapi dengan cara demikian, penganut agama lain kan tidak otomatis memahami makna Tubuh Mistik Kristus?

    [dari katolisitas: silakan melihat artikel di atas (silakan klik)

    • Shalom Herman Jay

      Dengan membaca ulasan dari katolisitas saya ingin ikut sedikit memberikan komentar dari pandangan saya, mudah2an bermanfaat bagi kita semuanya.

      1. Pengertian tentang invincible ignorance telah dijelaskan pak Stef dengan sangat jelas sekali.
      2. Dipertanyakan sejauh mana umat katolik ikut bersalah menciptakan pelestarian invicible ignorance dalam kondisi demikian? Sebenarnya kurang bijaksana jika Umat Katolik diartikan “bersalah” di dalam menciptakan pelestarian invicible ignorance..

      marilah kita kembali pada pertanyaan anda no2 “ dikatakan: didalam semangat menjunjung tinggi kebebasan beragama dan menghormati keyakinan masing…dst. maka terciptalah invicible ignorance dikalangan agama lain” jadi menurut saya timbulnya invicible ignorance disebabkan oleh salah satu pihak yang dengan sengaja atau tanpa sengaja, sikapnya yang tidak mau membuka diri dan denagan sikap menolak. Maka terciptalah suatu keadaan yang anda pandang sebagai invicible ignorance

      Disini “suara hati” sangat berperan didalam mempengaruhi sikap seseorang di dalam hubungan bermasyarakat dan beragama, semuanya bisa tampak dari buah2 Roh yang di hasilkan oleh spiritual ke Kristenan seseorang. Dimana dapat kita nilai dari sikap dan prilaku seseorang dari kehidupannya sehari2.

      Sehingga “memperkenalkan inti kekatolikan” kepada penganut agama lain menurut saya bisa tercipta apabila pihak yang beragama Katolik dapat menunjukan sikap ke-Katolikan dengan benar juga baik sedangkan dari pihak lain mempunyai keinginan untuk mengetahui lebih dalam tentang ke-Katolikan.

      Saya sendiri sangat terkesan sekali : tentang martabat hati nurani dan tulisan dari Paus Pius XII. Berikut kutipan kalimatnya:
      Oleh karena itu semakin besar pengaruh hati nurani yang cermat, semakin jauh pula pribadi-pribadi maupun kelompok-kelompok menghindar dari kemauan yang membabi-buta, dan semakin mereka berusaha untuk mematuhi norma-norma kesusilaan yang objektif. Akan tetapi tidak jaranglah terjadi bahwa hati nurani tersesat karena ketidaktahuan yang tak teratasi [invincible ignorance], tanpa kehilangan martabatnya. Tetapi itu tidak dapat dikatakan tentang orang, yang tidak peduli untuk mencari apa yang benar serta baik, dan karena kebiasaan berdosa hati nuraninya lambat laun hampir menjadi buta.“(Gaudium et Spes, 16)

      Paus Pius XII mengatakan terhadap mereka yang tidak tergabung dalam Gereja Katolik oleh karena ketidaktahuan yang tidak dapat dihindari (invincible ignorance), namun yang selalu mencari kehendak Tuhan: Paus menyebutnya mereka ini sebagai “yang berhubungan dengan Tubuh Mistik Kristus dengan kerinduan dan keinginan tertentu yang tidak disadari” dan mereka ini bukannya tidak termasuk dalam keselamatan kekal, tetapi, “…mereka tetap kurang dapat memperoleh bermacam karunia surgawi dan bantuan-bantuan yang hanya dapat diberikan di dalam Gereja Katolik” (AAS, 1.c., p 243).

      Saya tidak mengerti maksud anda dengan “penganut agama lain” sebab makna Mistik Tubuh Kristus hanya bisa kita rasakan oleh anugrah kebesaran kasih, yang disebabkan karena kita mengenal pribadi Kristus secara baik.

      Kesimpulan saya adalah
      Oleh karena kita senantasa bersedia hidup di dalam kasih, dan mengasihi Kristus dengan segenap hati, segenap pikiran dan segenap kekuatan kita, bersama-sama kita menemukan arti Kebenaran yang di ajarkan oleh Gereja Katolik, sehingga kita akan menemukan makna dan tergabung di dalam Mistik Tubuh Kristus.

      Salam sejahtera
      Felix Sugiharto

      • Halo, saya amat sependapat dengan penjelasan pak Stef.
        Dari fenomena ignorance dan kehidupan realitas di masyarakat yang plural, maka dapat timbul pertanyaan sbb:

        1. Mewartakan Kebenaran / Ajaran Kristus EKUIVALEN dengan ajakan konversi agama ??
        a. Bila jawabannya YA (baik secara eksplisit maupun implisit), maka ignorance definisinya dipersempit menjadi orang yang walaupun sudah menjalankan nilai & ajaran Katolik dalam hidupnya, tetapi belum secara formal mau / ikut dalam institusi Gereja Katolik.
        b. Bila jawabannya TIDAK, maka orang-orang dalam point 1a. di atas tidak lagi ignorant atas Kebenaran Sejati, walaupun secara atributif tidak seragam dengan kita. Nah, urusan orang itu bakal diselamatkan atau tidak, atau masuk surga / neraka, itu rasanya hak prerogratif Tuhan, sebab sehebat apapun manusia belum mampu menyamai & memahami dasar “reasoning” Tuhan untuk menentukan si A, atau si B masuk surga atau neraka. It is not necessary for US to “assist” God in deciding such judgement.

        2. Mewartakan Kebenaran / Ajaran Kristus EKUIVALEN dengan menunjukkan bahwa kutipan ayat-ayat di Alkitab / Injil adalah yang paling benar & sempurna diatas segalanya?
        a. Bila jawabannya YA, maka orang yang Invincible Ignorance sekalipun belum tentu MAU untuk menerima apa yang kita jelaskan, sebab ada potensi resistensi yang timbul, walaupun apa yang kita wartakan adalah kebenaran sejati, akhirnya malah approach kita malah membuat orang lain menjauh dari warta kebenaran. (jadi kesalahan kita ya? malah menjauhkan orang)
        b. Bila jawabannya TIDAK SELALU, maka masih ada cara lain untuk menunjukkan kepada komunitas betapa kita telah memiliki panduan hidup yang Baik, penuh Kedamaian, dan menuntun pada Kebenaran.

        3. Apakah Mewartakan iman dalam bentuk Karya Nyata BERPOTENSI melestarikan invincible ignorance?
        a. Dengan pemahaman ignorance yang lebih sempit, tentu Karya Nyata TANPA embel-embel ajakan dan lain-lain pastilah dianggap melestarikan ignorance.
        b. Dengan pemahaman ignorance yang lebih luas, Karya Nyata yang TULUS tanpa pamrih adalah manifestasi ajaran cinta kasih dan iman Kristiani yang sub-consciously menyentuh hati komunitas tersebut. Sehingga, walaupun sebagian implisit & sebagian eksplisit, komunitas yang ignorant itu merasa betapa mulianya esensi kebenaran & cinta kasih, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-harinya. Jadi sudah tidak ignorant lagi kan?
        Nah, kalau ditanya lagi, nanti orang-orang yang tidak ignorant tapi secara implisit, bakal diselamatkan atau tidak ya? Wah itu kembali lagi, let God decides, not for us to “assist” God to judge them.
        c. Beberapa contoh point 3b. adalah: alm. Romo Mangun di Yogya, Romo Kirdjito di Magelang, dan banyak lagi.

        4. Relasi praksis dengan umat agama / kepercayaan lain atau umat non-agama
        a. Menurut saya, mewartakan kebenaran Injili dan illahiah kepada siapapun (termasuk komunitas lainnya) lebih esensial dilakukan dengan karya nyata yang memberi manfaat kepada sekeliling kita, Tanpa pamrih atau embel-embel lainnya.
        Hal ini lebih menjangkau & lebih bermakna bagi umat & sesama.
        b. Umat agama lain / tidak beragama dapat dengan bebas sesuai suara hatinya untuk menjawab warta kebenaran (melalui karya nyata itu). Ada berbagai respons yang mungkin timbul:
        (i) merasa terpanggil, implementasi nilai-nilai & ajaran, serta bergabung dalam organisasi gereja
        (ii) memahami & implementasi nilai-nilai & ajaran, tetapi tidak /belum join organisasi
        (iii) belum memahami / tidak mau memahami
        (iv) respons lainnya
        c. Terhadap hal diatas, saya amat setuju dgn Pak Stef: biarkan Tuhan dan pribadi tersebut yang akan menemukan yang terbaik untuknya, sebab prinsip saya:
        (i) saya wartakan kebenaran & cinta kasih dalam bentuknya yang lebih esensial & non-atributif
        (ii) saya menghargai nilai-nilai positif dari pemahaman yang telah dianut, serta tidak berusaha menunjukkan letak kekurangsempurnaan dari pemahamannya itu.
        (iii) “Nafsu duniawi” saya memang secara bawah sadar “menghendaki” orang tersebut mengikuti apa yang kita percayai, namun saya segera introspeksi bahwa Tuhan-lah yang dapat menyentuh hati-Nya, dan respons yang muncul dari sentuhan Tuhan itu sering kali “Tidak Sesuai dengan yang KITA kehendaki”. Well, kembali lagi, let HIM decide & judge.

        Mari berkarya demi kehidupan manusia & alam semesta yang lebih baik.
        Salam,

        • Shalom Paulus Prana,

          Terima kasih atas tanggapannya tentang invincible ignorance. Berikut ini adalah jawaban yang dapat saya berikan:

          1) Mewartakan Kebenaran / Ajaran Kristus EKUIVALEN dengan ajakan konversi agama? Untuk menjawab hal ini, kita harus menyetujui tentang konsep keselamatan. Sebagai manifestasi dari kasih, kita menginginkan agar semua orang diselamatkan, karena tidak ada yang lebih penting daripada keselamatan. Kalau kita mempercayai bahwa keselamatan hanya melalui Yesus dan Gereja-Nya, maka kita juga harus mewartakan hal ini. Untuk mengatakan sebaliknya berarti kita tidak mempercayai apa yang seharusnya dipercaya oleh umat dari Gereja Katolik. Jadi kalau kita mau menerapkan invincible ignorance, maka kita melihat orang-orang yang belum masuk di dalam Gereja Katolik, yang menjadi sakramen keselamatan bagi seluruh bangsa, yang karena satu dan lain hal tidak dapat melihat bahwa Gereja Katolik adalah perlu untuk keselamatan. Di satu sisi, orang-orang yang telah berada di dalam Gereja Katolik sebenarnya tidak mempunyai alasan untuk berada di dalam kondisi invincible ignorance. Dengan demikian, takaran yang dipakai untuk umat Katolik jauh lebih berat dibandingkan dengan umat dari agama lain. Dikatakan di dalam:

          Lumen Gentium, 14 “Tetapi tidak diselamatkan orang, yang meskipun termasuk anggota Gereja namun tidak bertambah dalm cinta-kasih; jadi yang “dengan badan” memang berada dalam pangkuan Gereja, melainkan tidak “dengan hatinya[26]. Pun hendaklah semua Putera Gereja menyadari, bahwa mereka menikmati keadaan yang istimewa itu bukan karena jasa-jasa mereka sendiri, melainkan berkat rahmat Kristus yang istimewa pula. Dan bila mereka tidak menanggapi rahmat itu dengan pikiran, perkataan dan perbuatan, mereka bukan saja tidak diselamatkan, malahan akan diadili lebih keras[27].

          a) Dengan demikian, kita melihat bahwa baik yang berada di dalam Gereja Katolik dan di luar Gereja Katolik harus mempertanggungjawabkan iman dan perbuatannya di hadapan Tuhan. Namun, tentu saja umat dalam Gereja Katolik telah mempunyai modal yang lebih, karena dimampukan dengan Sakramen-sakramen dan kepenuhan kebenaran.

          b) Memang benar urusan keselamatan adalah urusan Allah, namun karena kita percaya akan kebenaran Firman Allah, maka kita harus menjalankannya. Dan tidak ada yang lebih penting daripada membawa seseorang kepada keselamatan. Tentu saja cara yang harus digunakan harus menggunakan cara yang baik dan bijaksana dan tidak ada paksaan. Kita harus menawarkan kabar sukacita Kristus dan keselamatan-Nya kepada seluruh bangsa, sesuai dengan amanat agung di Mt 28:19-20.

          2) Mewartakan Kebenaran / Ajaran Kristus EKUIVALEN dengan menunjukkan bahwa kutipan ayat-ayat di Alkitab / Injil adalah yang paling benar & sempurna diatas segalanya?

          a) Untuk menjawab pertanyaan ini, maka tergantung dengan siapa kita mewartakan kebenaran Kristus. Untuk dapat berdiskusi dengan baik, maka kita harus mempunyai pijakan yang sama. Berdiskusi dengan umat non-Kristen, dapat menggunakan akal budi dan filosofi, karena baik orang yang Kristen maupun non-Kristen mempunyai akal budi. Berdiskusi dengan umat dari agama Yahudi dapat menggunakan Perjanjian Lama. Berdiskusi dengan umat dari Kristen non-Katolik dapat menggunakan Alkitab, sejarah Gereja. Dan berdiskusi dengan sesama Katolik dapat menggunakan Alkitab, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja.

          b) Namun, di atas semua itu, pewartaan Kristus yang paling efektif adalah dengan hidup kudus (kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama demi kasih kita kepada Tuhan). Melalui hidup kudus inilah orang lain dapat melihat bahwa Kristus hidup di dalam diri kita. Dan hidup kudus ini dapat melampaui segala dinding bahasa dan bangsa dan agama.

          3) Apakah Mewartakan iman dalam bentuk Karya Nyata BERPOTENSI melestarikan invincible ignorance?

          a) Karya nyata tidaklah melestarikan invincible ignorance, karena nyata bukanlah sekedar kegiatan sosial, namun merupakan manifestasi dari kasih kepada Kristus dan Gereja-Nya. Kalau ini dilakukan dengan benar, maka cepat atau lambat orang akan melihat Kristus di dalam karya-karya nyata ini. lihatlah apa yang dilakukan oleh ordo cinta kasih, yang terberkati Ibu Teresa dari Kalkuta. Dia memberikan Kristus dengan karya nyatanya, dan begitu banyak orang yang tersentuh oleh karya ini dan melihat Kristus dalam karya nyata ini. Karya nyata yang dilakukan oleh organisasi Gereja tanpa ada Kristus sebagai sumber inspirasi dan kekuatan hanyalah sekedar bakti sosial.

          b) Tentang pertanyaaan “Nah, kalau ditanya lagi, nanti orang-orang yang tidak ignorant tapi secara implisit, bakal diselamatkan atau tidak ya?” Kalau maksudnya apakah orang-orang yang tahu bahwa Kristus dan Gereja-Nya perlu untuk keselamatan dan tidak mau untuk masuk di dalamnya, maka orang-orang tersebut tidak dapat diselamatkan. Hal ini sama seperti umat Katolik yang telah tahu kebenaran yang penuh, dikuatkan dengan Sakramen-sakramen, namun tidak bertumbuh dalam kekudusan, maka dia juga tidak dapat diselamatkan. Kondisi untuk mendapatkan keselamatan dapat didiskusikan, namun kita tidak dapat mengatakan bahwa seseorang (individu A, B, C) masuk neraka atau Sorga dengan pasti (kecuali orang tersebut telah ditetapkan sebagai santa-santo).

          4) Relasi praksis dengan umat agama / kepercayaan lain atau umat non-agama.

          a) Mewartakan kebenaran Injil harus dilakukan, baik dengan karya nyata maupun dengan mengajarkan kebenaran. Kita tidak hanya berkarya dalam karya nyata, namun juga harus memberitakan Injil dengan berdialog dan mewartakan kabar gembira tanpa takut, namun harus dilakukan dengan bijaksana. Walaupun orang dapat melihat Kristus dalam karya nyata, namun iman juga timbul dari pendengaran (lih. Rm 10:17).

          b) Setelah kita melakukan bagian kita, maka kita percayakan semuanya kepada karya Roh Kudus. Biarlah Roh Kudus yang menggerakkan hati orang yang kita wartakan (baik dengan kata-kata maupun perbuatan). Dan biarlah orang yang kita wartakan juga mengambil keputusan sendiri, karena pada akhirnya setiap orang harus mempertanggungjawabkan apa yang dipercayai dan dilakukannya.

          5) Jadi mewartakan kebenaran dan cinta kasih harus berdasarkan akan kasih kita kepada Yesus dan Gereja-Nya. Untuk mengharapkan seseorang masuk ke dalam Gereja Katolik bukanlah suatu perbuatan yang tidak baik, bahkan sangat baik, karena menyangkut keselamatan seseorang. Tidak ada yang lebih penting dari pada keselamatan seseorang. Yang penting harapan dan tindakan pewartaan (baik dengan karya kasih dan pewartaaan) tidak boleh ada tindakan paksaan dan harus dilakukan dengan bijaksana.

          Dengan demikian, diskusi tidak dapat hanya saling menyetujui, namun juga harus mengemukakan apa yang sebenarnya dipercayai oleh Gereja Katolik. Kita tidak perlu takut akan adanya perbedaan. Justru kalau kita mengaburkan perbedaan, kita dapat terjerumus pada tindakan mengaburkan kebenaran. Yang penting dalam tindakan pewartaan, kita harus menyampaikannya dengan hormat dan lemah lembut, serta bijaksana (lih. 1 Pet 3:15).

          Mari kita berkarya, baik dalam tindakan kasih maupun perkataan dan pewartaan, demi kemuliaan Tuhan.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          stef – http://www.katolisitas.org

Comments are closed.