Kue tart. Tiup lilin. Lagu Happy Birthday. Kado. Mungkin itu yang nyantol di pikiran banyak orang, begitu mendengar kata ‘ulang tahun’. Mungkin ketika kita masih anak-anak, hal-hal itulah juga yang muncul di pikiran kita, jika kita berulang tahun. Tapi seiring dengan bertambahnya umur, kita melihat bahwa peringatan ulang tahun bermakna lebih dalam daripada sekedar berhura-hura. Ulang tahun semestinya membuat kita bersyukur untuk karunia hidup yang sudah Tuhan anugerahkan kepada kita. Ulang tahun adalah saat untuk merenungkan apakah waktu yang sudah Tuhan beri kepada kita, telah kita gunakan sesuai dengan kehendak-Nya. Apakah kita sudah sungguh mengasihi Tuhan baik di saat senang ataupun susah?

Hari ini Gereja memperingati hari kelahiran Bunda Maria. Namun Injil hari ini tidak bernuansa hura-hura. Sebaliknya, Injil mengisahkan tentang bahwa kita perlu memanggul salib. Lho, kok gitu?! Ya, karena bagi kita umat Kristiani, salib tidak terpisahkan dari makna dan sukacita kehidupan. Bukankah tidak menjadi rahasia, bahwa saat-saat bahagia umumnya dicapai melalui pengorbanan? Sukacita akan kelahiran anak dicapai melalui pengorbanan ibunya selama 9 bulan mengandung dan mengalami sakit melahirkan. Kebahagiaan keluarga dicapai melalui pengorbanan orang tua. Lulus sekolah dicapai dari bertahun-tahun jerih payah belajar. Dan masih banyak contoh lain, termasuk hal pertumbuhan rohani untuk menjadi murid Kristus. Kedewasaan iman kita dibuktikan dengan seberapa tulus kasih kita kepada Tuhan, yaitu dengan kesediaan untuk mengikuti-Nya dengan setia memikul salib kita sehari-hari. Yesus bersabda, “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku…. yang tidak melepaskan diri dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku.” (Luk 14:27,33)

Maka, murid Yesus yang tulus hati adalah ia yang setia mengikuti Yesus, tanpa mengharapkan balasan apapun, tanpa takut akan kesulitan yang dihadapi. Ketulusan ini dinyatakan dengan keterpautan hati sepenuhnya kepada Tuhan. Jika kita mau menjadi murid Tuhan, kita tak boleh menolak salib, dan kita tidak sepantasnya menempatkan milik kita: kekayaan, kecantikan, nama baik, dst- di tempat utama di hati kita, yang harusnya menjadi milik Tuhan. Untuk itulah kita perlu melihat teladan Bunda Maria. Ia mengasihi Tuhan dengan segenap hatinya, saat ia berkata: “Terjadilah padaku, menurut perkataan-Mu.” (Luk 1:38) Bunda Maria menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan, tanpa takut menanggung derita, dan ia taat setia menyertai Putera-nya sampai akhir.

Selamat ulang tahun, Bunda Maria. Doakanlah kami agar kami dapat menjadi murid Kristus, dan makin hari kami dapat makin lebih tulus mengasihi Dia.

[Minggu Biasa XXIII: Keb 9:13-18; Fil 1:9-17; Luk 14: 25-33]