Di negeri tempat saya tinggal, pada hari Minggu yang lalu, dirayakan Hari Ibu atau Mother’s Day. Di Indonesia Hari Ibu dirayakan di bulan Desember, namun di banyak negara Barat, hari untuk menghormati para ibu dirayakan di hari Minggu kedua di bulan Mei. Sejarah lahirnya peringatan ini adalah keinginan untuk menghormati figur seorang ibu dan menghargai jasa-jasa seorang ibu dalam melahirkan dan membesarkan anak-anaknya, seringkali juga dalam situasi yang penuh dengan tantangan dan kesulitan. Perayaan yang indah yang juga dilakukan di komunitas Katolik tempat saya merayakan Misa hari Minggu menyadarkan saya kembali, betapa indah dan patut disyukuri arti dan peran seorang Ibu dalam kehidupan, yang sesungguhnya adalah mitra Allah sendiri dalam melanjutkan generasi manusia yang utuh dan berkelimpahan, sesuai citra Allah Bapa yang menjadikan manusia indah dan baik sejak semula, seturut gambarNya.

Karena saya sendiri belum lagi menjadi seorang ibu, setelah usia pernikahan saya yang telah melewati angka 11 tahun, kemudian ibu kandung saya sendiri yang sangat saya cintai sedang berjarak ribuan kilometer dari tempat saya hidup dan tinggal saat ini, sedangkan ibu mertua saya telah kembali ke rumah Bapa sejak suami saya masih di awal masa remaja, maka pada Hari Ibu ini saya ingin merenungkan karunia Ibu yang sangat istimewa dari Allah Bapa.  Beliau berdiam di Surga. Saya sangat mensyukuri hadiah Allah Bapa ini. Bapa tidak hanya mengaruniakan PutraNya yang tunggal untuk menebus dunia, tetapi juga memberikan Bunda dari PutraNya, Yesus,  menjadi Bunda yang selalu berdoa bagi saya dan semua umat manusia. Tuhan Yesus mengatakannya menjelang wafatNya di kayu salib. Yesus sebagai seorang manusia, memang selalu ingat akan orang lain, terutama yang sangat dikasihiNya. Ia tidak pernah memikirkan diriNya sendiri, padahal saat itu Ia sedang menderita luar biasa hebat di atas kayu salib. Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: “Ibu, inilah, anakmu!”  Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya : “Inilah ibumu!” Dan sejak saat itu,  murid itu menerima dia di dalam rumahnya (Yoh 19 : 26 – 27).

Itulah Ibu Yesus Tuhanku yang telah dikaruniakanNya menjadi ibu saya juga. Sesuai amanat Yesus Tuhanku, saya pun menerima BundaNya di dalam rumah hati saya, untuk selamanya. Betapa indahnya. Saya tak akan pernah sendirian lagi di dalam perjuangan hidup dan iman saya. Seorang ibu yang tiada duanya, ibu Tuhan saya sendiri, selalu hadir menemani dan menguatkan saya. Dialah Ibu Maria, yang selalu ada di hati saya, menjadi teladan saya, dan setia menghantarkan doa-doa saya kepada Tuhan. Saya bersyukur dan memuji Tuhan bahwa di tengah kerinduan saya kepada ibu kandung saya dan kepedihan hati saya karena rindu untuk menjadi seorang ibu bagi anak-anak yang dipercayakan Tuhan, saya selalu merasakan kekuatan dan penghiburan dalam doa dan teladan bunda saya di Surga, Bunda Maria.

Sama halnya dengan kenangan-kenangan manis bersama ibu kandung saya, yang dapat saya gali lagi dari foto-foto maupun surat-surat dari ibu, atau ketika saya berbicara melalui telpon dengannya, saya juga mempunyai sarana untuk berjumpa dengan Ibu Maria di Surga. Saya menyapa dan berbicara dengan beliau melalui Doa Rosario saya setiap malam, dan saya senang sekali menggali lagi kenangan indah teladan kasih dan ketaatannya kepada Bapa, melalui Kitab Suci.

Kenangan akan ibu saya yang selalu memikirkan apakah semua anggota keluarga sudah tercukupi kebutuhan makan dan minumnya, tanpa memikirkan dirinya sendiri kadang juga belum makan, baik ketika sedang di rumah maupun saat sedang berlibur bersama, juga mengingatkan saya akan kepedulian yang sama dari Bunda Maria di dalam peristiwa perjamuan pernikahan di Kana, yang saya baca di dalam Yoh 2 : 1 – 11. Bunda Maria dengan naluri keibuan, kepedulian, dan kasihnya kepada sesama, segera mengetahui bahwa saat itu tuan rumah perjamuan sedang menghadapi kemungkinan mendapat malu karena kehabisan anggur. Tergerak oleh belas kasihan dan kepeduliannya, Bunda Maria segera mengatakan sebuah kalimat yang sangat dalam maknanya kepada PuteraNya. “Mereka kehabisan anggur” (Yoh 2 : 3).

Kalimat itu sangat singkat dan sederhana, namun maknanya amat dalam. Di sana ada kepedulian, kasih, dan iman yang begitu besar kepada Yesus, Puteranya, bahwa Puteranya itu dapat melakukan apa pun yang dianggapNya perlu, dalam waktuNya, dan dengan caraNya. Bunda yang sangat mengenal Puteranya, tidak perlu berkata-kata dengan panjang, mereka telah begitu saling memahami. Inilah kasih dan kepedulianku, lakukanlah apa yang perlu untuk mereka, Anakku. Hal itu ditegaskan Bunda Maria dengan melanjutkan kepada para pelayan perjamuan, “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!” (Yoh 2 : 5). Dan Yesus, yang walau telah mengatakan kepada BundaNya bahwa waktuNya belum tiba, akhirnya memberikan instruksi kepada para pelayan, untuk mengisi penuh-penuh tempayan-tempayan pembasuhan dengan air. Yang kemudian secara mukjizat, telah menjadi anggur terbaik setelah dibawa kepada pemimpin pesta. Itu adalah mukjizat Tuhan yang pertama selama perjalanan karyaNya di tengah-tengah manusia. Kasih dan penghormatan Tuhan Yesus kepada ibuNya, telah mengubah keputusanNya untuk membuat mukjizat  sebelum waktu yang dirancangNya tiba. Oh, betapa aku pun rindu menghormati dan mengasihi ibu Tuhanku.

Kepedulian dan kepekaan Bunda Maria melihat kebutuhan anak-anakNya di dalam kesulitan, dan mukijizat yang terjadi karena anak-anakNya patuh melakukan instruksi Bunda untuk melakukan apapun yang menjadi kehendak Allah (dan bukan kehendaknya sendiri), adalah kisah kenangan indah iman Bunda Maria dan keterlibatan Bunda di dalam seluruh pergumulan hidup anak-anak Tuhan termasuk saya, selama pengembaraan saya di dunia ini. Keindahan hidup dan mukijizat kehidupan akan terjadi bila saya mendengarkan kata-kata Bunda Maria, meneladan imannya, untuk selalu mendengarkan dan melakukan kehendak Tuhan. Maka Bunda Maria sesungguhnya selalu mengingatkan saya untuk beriman sepenuhnya kepada Tuhan dan membawa saya makin dekat kepadaNya untuk mengalami mukjizat-mukjizatNya. Bunda selalu peduli kepada kesulitan dan pergumulan manusia, dan membawanya kepada Puteranya. Inilah kasih dan kepedulianku, lakukanlah apa yang perlu untuk mereka, Anakku.

Bunda Maria telah hadir sepanjang seluruh hidup Yesus, sejak Yesus dikandung di dalam rahimnya (Luk 1 : 31), hingga Dia wafat penuh derita di kayu salib (Yoh 19 : 25). Dan bersama para muridNya, Bunda Maria berdoa menantikan kedatangan Roh Kudus (Kis 1 : 14), menjelang peristiwa terbentuknya Gereja perdana di dunia ini.  Bunda Maria yang selalu taat dan rendah hati, sesungguhnya adalah murid Yesus yang pertama, yang mengatakan “ya” kepada kehendak Allah. Keteguhan Bunda untuk terus berjalan dalam iman, adalah karena kebiasaan kudusnya untuk menyimpan segala sesuatu di dalam hatinya, dan merenungkannya. (Luk 2 : 19 dan Luk 2 : 51b).

Demikianlah juga sesuai amanat Puteranya, Bunda Maria senantiasa menemani perjalanan hidup dan pergumulan iman umat manusia, dengan doa dan teladannya yang kudus. Teladan ketaatan, kerendahan hati, dan kesetiaan. Itulah misi kudus yang diemban Ibuku di Surga, sejak awal kedatangan Tuhan ke dunia untuk menjadi sama dengan manusia, hingga kesudahannya, dimana Bunda Maria menghantar semua yang percaya dan mengasihi Yesus, Puteranya, untuk berkumpul kembali di Surga dan bersatu dengan Tuhan untuk selama-lamanya.  (uti)

4 COMMENTS

  1. Saya Doa kan Juga semoga
    mba Uti menjadi seorang Ibu
    secepatnya ya mba….
    dan saya jadi panggil Bu uti deh..

Comments are closed.