Pentakosta adalah peristiwa yang dicatat dalam Kisah Para Rasul sebagai peristiwa di mana para murid dan semua orang yang percaya kepada Kristus mengalami kepenuhan Roh Kudus (lih. Kis 2:1-4); dan sejak saat itu mereka tidak takut lagi untuk bersaksi tentang Kristus.
Peristiwa Pentakosta tersebut secara prinsip dapat kita alami pada saat ini, yaitu di dalam sakramen Krisma/ Penguatan, karena melalui sakramen tersebut kita menerima kepenuhan Roh Kudus dan penyempurnaan rahmat Baptisan, serta dikuatkan menjadi saksi Kristus. Melalui sakramen Penguatan, para rasul menyampaikan kepada kita, yang telah menjadi anggota Gereja melalui Pembaptisan, kepenuhan Roh Kudus beserta dengan karunia-Nya, demi menyempurnakan rahmat Pembaptisan tersebut.
Katekismus Gereja Katolik mengajarkan demikian tentang sakramen Penguatan/ Krisma:
KGK 1288 “Mulai dari saat ini para Rasul menyampaikan kepada mereka yang baru dibaptis, sesuai dengan kehendak Kristus, oleh peletakan tangan, karunia Roh demi penyempurnaan rahmat Pembaptisan (Bdk. Kis 8:15-17;19:5-6). Dengan demikian, di dalam surat kepada umat Ibrani disebutkan di antara unsur-unsur pengajaran Kristen pertama adalah pengajaran mengenai Pembaptisan dan mengenai peletakan tangan (Bdk. Ibr 6:2). Peletakan tangan ini di dalam tradisi Katolik tepat sekali dipandang sebagai awal Sakramen Penguatan, yang melanjutkan rahmat Pentekosta di dalam Gereja atas satu cara tertentu” (Paulus VI, Konst. Ap. “Divinae consortium naturae”).
KGK 1289 Supaya menandai karunia Roh Kudus dengan lebih baik lagi, dengan cepat ditambahkan pada peletakan tangan pengurapan dengan minyak harum mewangi [krisma]. Pengurapan ini menjelaskan nama “Kristen” yang berarti “terurapi” dan disimpulkan dari Kristus sendiri, yang “Allah urapi dengan Roh Kudus” (Kis 10:38). Ritus pengurapan itu ada sampai sekarang baik di Timur maupun di Barat. Karena itu, di Timur orang menamakan Sakramen ini Khrismasi, urapan dengan krisma, atau Myron, yang berarti “krisma”. Di Barat nama Penguatan pada satu pihak menunjuk kepada “peneguhan” Pembaptisan, yang dengannya inisiasi Kristen disempurnakan, dan di lain pihak kepada penguatan rahmat Pembaptisan – kedua-duanya adalah buah-buah Roh Kudus.
KGK 1304 Seperti Pembaptisan, yang disempurnakannya, Penguatan pun hanya diberikan satu kali saja. Penguatan mengukir satu tanda rohani yang tak terhapus, satu “character” di dalam jiwa. Inilah tanda bahwa Yesus Kristus telah menandai seorang Kristen dengan meterai Roh-Nya dan menganugerahkan kepadanya kekuatan dari atas, supaya ia menjadi saksi (Bdk. Luk 24:48-49).
KGK 1305 Karakter ini menyempurnakan imamat bersama umat beriman yang diterima dalam Pembaptisan. Orang yang menerima Penguatan memperoleh kuasa untuk mengakui imannya kepada Kristus secara publik dengan kata-katanya, seakan-akan sebagai jabatannya [quasi ex officio]” (Tomas Aqu., s. th. 3,72,5 ad 2).
Namun setelah kita menerima Roh Kudus, baik dalam sakramen Pembaptisan maupun dalam sakramen Penguatan, kita masih tetap dapat memperoleh pencurahan Roh Kudus. Sebab dalam ranah rohani, jiwa kita maupun Roh Kudus bukan merupakan “barang material” yang berati, jika sudah penuh diberikan, maka tidak dapat ditambahkan lagi. Bukan demikian. Roh Kudus yang sudah secara penuh diberikan dalam sakramen Pembaptisan dan Penguatan dapat terus dicurahkan kepada kita sebagai anggota Gereja. Karena itu, kita mohon pencurahan Roh Kudus setiap kali merayakan hari Pentakosta, dalam persekutuan doa, atau secara pribadi sebelum kita membaca Kitab Suci, atau bahkan setiap hari sebelum memulai kegiatan kita sehari-hari.
Meskipun demikian, layak kita sadari bahwa pencurahan Roh Kudus yang terjadi di luar sakramen tidak dapat menggantikan sakramen itu sendiri. Sebab efek sakramen Krisma, yang memberi karakter di jiwa, menjadi penyempurnaan rahmat Baptisan, dan menjadi sarana penyaluran rahmat Allah sebagaimana diturunkan kepada para Rasul, tidak dapat digantikan dengan doa pencurahan Roh Kudus di luar sakramen ataupun dengan penumpangan/peletakan tangan oleh awam.
Bu Ingrid,
Dlm Injil hari ini, Yesus katakan bhw kita tidak masuk surga bila tdk dibaptis dgn air dan Roh. teoritis waktu kita dibaptis telah menerima ke dua-duanya, tapi realitasnya saya baru merasakan menerima Roh atau “dibaptis dalm Roh”, ketika saya mengalami pencurahan Roh Kudus. seandainya Yesus masih hidup, maka saya tentu akan bertanya, apakah yg Yesus maksud adalah yg saya alami itu ? Bisakah Anda mewakli Yesus u/ menjawab pertanyaan saya? maaf bila pertanyaan ini pernah ditanyakan sebelumnya, saya lagi copy2 tulisan Anda namun belum mendapatkannya. trim ksh.
Salam hormat saya,
Y Hendro
Shalom Yustinus,
Iman tidak identik dengan perasaan. Gereja mengajarkan, berdasarkan perkataan Yesus sendiri, yaitu bahwa melalui Baptisan kita dilahirkan kembali dalam air dan Roh Kudus (Yoh 3:5), dan diangkat menjadi anak-anak angkat Allah di dalam Kristus. Maka atas dasar iman kita akan Kristus, kita menerima sabda-Nya ini dan percaya bahwa kita menerima Roh Kudus yang memungkinkan kita mengambil bagian dalam kehidupan ilahi-Nya, melalui Baptisan.
Sesudah Baptisan, tidak berarti bahwa Roh Kudus tidak dapat dicurahkan kembali atas kita. Dalam sakramen Penguatan/ Krisma, kita kembali menerima Roh Kudus. Juga, setiap tahun saat merayakan Pentakosta, secara khusus kita menerima kembali curahan Roh Kudus. Demikian pula, pada acara Seminar Hidup Baru dalam Roh Kudus (SHDRK), maupun di saat-saat doa lainnya. Nah, tidak dapat dipungkiri, bahwa terdapat sejumlah orang yang mengalami pengalaman rohani tertentu pada saat mengalami pencurahan Roh Kudus ini, namun itu tidak mengubah kenyataan bahwa Roh Kudus telah kita terima pada saat Baptisan. Pengalaman rohani itu seyogyanya tidak dianggap sebagai segala-galanya, namun sebagai suatu pengalaman peneguhan iman, bahwa Allah itu sungguh ada dan menyertai kita dengan Roh Kudus-Nya, agar kita terus menjalani kehidupan di dalam Kristus.
Gereja Katolik mengakui adanya satu Baptisan, dan dengan demikian, tidak membedakan antara Baptisan air dan Baptisan Roh Kudus. Selanjutnya tentang hal ini, silakan membaca di sini, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Pak Stef dan Bu Ingrid
Saya mengutip materi di atas (kalimat terakhir), dikatakan : ….. layak kita sadari bahwa pencurahan Roh Kudus yang terjadi di luar sakramen tidak dapat menggantikan sakramen itu sendiri,… dst.
Pertanyaan saya; bagaimana jika seseorang belum menerima Sakramen Penguatan namun sering mendapatkan Pencurahan Roh Kudus di dalam retret2 – efek bagi yang menerima Pencurahan Roh itu apa… ?
Mohon pencerahannya, terima kasih
Tuhan Yesus memberkati.
Felix S
Shalom Felix,
Orang yang menerima pencurahan Roh Kudus tersebut, memang menerima Roh Kudus, namun tidak dengan efek yang sama dengan penerimaan sakramen Krisma. Sebab sakramen Krisma memberikan suatu pengurapan Roh Kudus yang istimewa, yang menjadikan kita menyerupai Kristus (yang diurapi) dengan pengurapan Roh Kudus sebagaimana yang diterima oleh para Rasul pada saat Pentakosta, yang kemudian diteruskan kepada kita melalui para penerus Rasul (dalam hal ini oleh Uskup atau imam yang diberi kuasa oleh Uskup). Sakramen Krisma/ Penguatan ini memberikan tanda rohani di jiwa yang tak terhapuskan, sebagai penyempurnaan sakramen Pembaptisan, yang memberikan rahmat sapta karunia Roh Kudus dan kekuatan agar kita yang menerimanya dapat menjadi saksi Kristus, dan semakin diteguhkan dalam kesatuan dengan Kristus dan Gereja-Nya.
Dengan demikian, orang yang berkali-kali menerima pencurahan Roh Kudus, memang dapat menerima rahmat Allah yang mendorongnya untuk berbuat baik dan semakin mengasihi Tuhan dan sesama. Namun untuk memperoleh kesempurnaan rahmat Baptisan, tetap diperlukan rahmat sakramen Krisma.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,Ingrid Listiati- katolisitas.org
Adakah hubungan antara pencurahan Roh Kudus dengan bahasa roh berkaitan dengan topik ini? Bagaimana ajaran Katolik tentang bahasa roh ? Beberapa kali saya mengikuti SHDR sering tidak terdapat keseragaman penjelasan ttg bahasa roh dari para pewarta awam. Bagaimana sebenarnya ajaran yang benar ttg bahasa roh dalam gereja katolik, karena topik ini selalu dikaitkan dengan Seminar Hidup Dalam Roh Kudus terutama dalam sesi pencurahan Roh Kudus. Terima kasih admin.
[Dari Katolisitas: Silakan membaca beberapa artikel terkait di bawah ini:
Tentang Bahasa Roh
Apakah Gerakan Karismatik Katolik Sesat?
Karunia Roh Kudus dan Manfaatnya
Tentang ketujuh Karunia Roh Kudus]
Syalom ibu/bapak katolisitas
saya senang mengetahui banyak hal dari media katolisitas ini. Dan semakin saya renungkan semakin saya ingin tahu lebih lagi.
termasuk artikel diatas ketika saya baca dengan serius ternyata kompleks sekali permasalahan iman kristen secara umum. Karena ujung-ujungnya kehendak bebas Tuhan, manusia, serta sesama manusia. Lebih lagi kalau dihubungkan dengan predestinasi destiny.
Akhirnya saya berkesimpulan ya sudahlah ga usah di pikirin. Pokoknya berbuat baik saja sebanyak-banyaknya, nanti yang menilai kan Tuhan juga.
apakah saya boleh berpikir seperti itu ya. Mohon penjelasan.
Terimakasih.
Shalom Pardohar,
Berbuat baik memang merupakan hal yang kita lakukan, jika kita mengaku sebagai orang beriman. Perbuatan baik ini harus mengalir dari iman dan kasih kita kepada Tuhan, baru dapat dikatakan bahwa kita sungguh melakukan kehendak Tuhan. Dengan demikian, perbuatan baik yang kita lakukan berhubungan dengan seberapa dalam kita mengasihi Tuhan. Dalam hal mengasihi Tuhan inilah, pengenalan ataupun pengetahuan akan Tuhan mengambil peran yang cukup penting, sebab kita tidak bisa sungguh mengasihi orang lain kalau kita tidak terlebih dahulu mengenalnya dengan baik. Ketulusan perbuatan baik kita juga tergantung dari apakah kita melakukannya atas dasar dorongan kasih kepada Tuhan, dan bukan dorongan cinta diri.
Hal pengenalan/ pengetahuan akan Tuhan ini juga dikehendaki oleh Tuhan, sebagaimana disebutkan dalam surat Rasul Paulus, yaitu bahwa Allah “menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.” (1Tim 2:4) Nah, hal pengetahuan ini memang melibatkan kehendak bebas pribadi orang yang bersangkutan, sebab ia dapat menerima ataupun menolak pengetahuan akan Kebenaran ini.
Maka bersyukurlah, jika Anda diberi talenta untuk menghendaki dan menangkap pengetahuan akan Kebenaran ini, dan teruslah menimba kekuatan dari Tuhan untuk tetap melaksanakannya. Sikap acuh atau tidak peduli, sesungguhnya bukan sikap yang baik, sebab ini menyerupai seorang yang memilih untuk menguburkan talenta yang dipercayakan kepadanya, daripada mengembangkannya. Walaupun pemahaman kita terbatas, tetapi percayalah hari demi hari Tuhan akan menambahkan/ melipatgandakannya. Namun di atas semua itu, kita perlu memohon rahmat kerendahan hati, agar terbuka menerima pengajaran Gereja yang telah diberi kuasa oleh Kristus untuk mengajar umat-Nya, dan kita tidak berkeras mengandalkan pemikiran sendiri.
Mari berjalan bersama dalam bertumbuh akan pengenalan akan Tuhan dan kasih kepada-Nya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
syalom ibu Ingrid Listiati,
Terimakasih atas penjelasan ibu, memang seringkali saya galau dalam mengenal pribadi Kristus. Mengapa Tuhan memerintahkan kita untuk turut memberitakan Injil Keselamatan.
Saya merasa belum banyak mengetahui pengetahuan akan Injil yang diberitakan melalui Alkitab. Saya percaya Tuhan tahu usaha saya dalam memberitakan Injil baik melalui perbuatan sehari-hari saya, maupun dengan cara membawa teks Alkitab.
Atau apakah ada cara yang efektif dalam memberitakan Injil Keselamatan.
Kalau meterai yang kita terima include dengan sifat Ilahi, mengapa ya sering ada penolakan-penolakan.
Apakah jiwa-jiwa yang ditangan iblis itu tidak bisa kita rebut.
Bukankah kita memberitakan Injil keselamatan itu untuk merebut jiwa-jiwa dari tangan iblis, dan dasarnya adalah kasih kepada sesama.
Bagaimana pengalaman ibu ketika menghadapi penolakan itu. Karena kalau gereja kompak saya yakin cepat atau lambat pertumbuhan gereja itu tergantung kita juga.
Mohon penjelasannya.
Terimakasih salam damai Kristus.
Shalom Pardohar,
Salah satu kutipan yang terkenal dari St. Fransiskus Asisi adalah, “Beritakanlah Injil selalu, dan jika perlu dengan perkataan.” Artinya, hal memberitakan Injil adalah tugas kita sehari-hari, yang harus dinyatakan pertama-tama dengan perbuatan. Namun kutipan tersebut juga tidak berarti bahwa kita tidak boleh menggunakan perkataan untuk mewartakan Injil. Perbuatan dan perkataan, keduanya dapat digunakan untuk memberitakan kasih Allah. Maka jika Anda sudah melakukannya, itu sangat baik, dan selayaknya dipertahankan.
Namun demikian faktanya, walaupun kita sudah berusaha memberitakan Injil dengan sebaik-baiknya, tidak semua orang menerima pemberitaan kita. Ada kemungkinan orang menolak dan bahkan salah paham dengan kita. Jika ini terjadi, mari kita periksa dulu diri kita sendiri. Apakah kita sudah melakukannya dengan motivasi kasih, dan apakah cara yang kita lakukan sudah benar (maksudnya, kita tidak boleh memaksa, tidak boleh dengan cara yang kasar, namun dengan cara yang santun, menghormati hak orang lain, dst). Jika caranya belum benar, maka kita harus segera memperbaiki sikap kita.
Namun jika cara yang kita lakukan sudah benar, maka jangan terlalu pusing. Sebab sejak zaman Kristus dan para Rasul, hal inipun sudah terjadi. Betapapun mereka sudah melakukan pemberitaan Injil dengan sebaik-baiknya, namun masih saja ada orang yang menolak, bahkan membenci mereka. Jadi jika hal itu terjadi pada kita juga, hal itu tidak terlalu mengherankan. Seorang murid tidak akan menjadi lebih dari gurunya (Mat 10:46; Luk 6:40).
Namun demikian, kita perlu melihat bahwa sekecil apapun usaha kita memberitakan Injil tidak akan ada yang percuma. Anggaplah kita sedang menabur benih. Mungkin saat ini ditolak, tak apa. Tetapi benih itu sudah ditaburkan, dan tetap ada kemungkinan suatu saat nanti benih itu akan bertumbuh, walaupun bukan kita nanti yang memetik hasilnya. Sebab yang menumbuhkan benih itu sesungguhnya Tuhan, bukan atas usaha manusia semata. Tuhan dapat mengizinkan kita turut mengambil bagian dalam menaburkan benih, memberinya pupuk, menyiraminya, namun hal menumbuhkan benih itu menjadi tanaman yang besar, itu adalah karya Tuhan. Kesadaran akan hal ini membuat kita dapat tinggal dalam kerendahan hati, sebab sesungguhnya urusan mengubah hati manusia adalah urusan Tuhan.
Maka, pengalaman penolakan tersebut dapat dialami oleh siapa saja yang memberitakan Injil. Kalau belajar dari pengalaman para rasul (lih. Mrk 6:11-12), jika ditolak, kita tak perlu marah, tawar hati ataupun berputus asa. Namun juga jangan sampai membuat kita berhenti memberitakan Injil, dan seperti para Rasul, terus melanjutkan perjalanan kita untuk melakukannya di tempat lain/ kepada orang lain yang kemungkinan dapat menerima pemberitaan kita.
Jika adakalanya kita merasa lemah dan kecil karenanya, kita membawa perasaan kita ini ke hadapan Yesus baik dalam doa-doa pribadi, di hadapan sakramen Maha Kudus, sakramen Tobat, maupun dalam perayaan Ekaristi Kudus. Kepada Tuhan Yesus sendirilah kita menimba kekuatan dan kasih, agar kita terus dimampukan untuk melanjutkan karya kerasulan yang kita lakukan sehari- hari, yang dipercayakan kepada kita, dan melakukannya dengan suka cita. Dengan cara inilah, kita dapat turut membangun Gereja Tuhan yang untuknya Tuhan Yesus sudah menyerahkan nyawa-Nya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Saya ingin bertanya apakah ada hubungannya ttg Sakramen Krisma dan Pencurahan Roh Kudus dan ttg Pentakosta..? Thanks :)
[Dari Katolisitas: Silakan membaca jawaban di atas, silakan klik]
Comments are closed.