Pertanyaan:

Demi pertimbangan efisiensi dan kepraktisan serta dalam rangka menjajagi kecocokan hidup bersama, pasangan anak-anak muda tinggal bersama dulu sebelum nikah resmi di catatan sipil dan gereja. Praktek seperti itu nampaknya sudah banyak dilakukan di dunia barat (Eropa, Amerika dan Australia). Gimana pandangan gereja katolik dalam hal demikian?

Jawaban:

Shalom Herman Jay,

Gereja Katolik tidak pernah menyetujui gejala “hidup bersama/ tinggal bersama” (co-habitation) sebelum menikah. Pertama, karena hal “tinggal bersama” yang umumnya disertai dengan hubungan seksual memerosotkan nilai-nilai luhur perkawinan; dan kedua, hal “tinggal bersama” sebelum menikah ini dapat menjurus kepada “de facto union“, yaitu persatuan yang tidak disertai dengan keinginan untuk saling terikat dalam komitmen yang bertanggung jawab. Maka hal “tinggal bersama” ini hanya berlangsung sepanjang hubungan dapat dipertahankan.

Berikut ini adalah kutipan dari dokumen Gereja Katolik yang dikeluarkan oleh the Pontifical Council for the Family yang berjudul, Family, Marriage and “de facto” Unions (FMDU), sebagai berikut:

“Beberapa hubungan “de facto” jelas merupakan hasil pilihan yang diputuskan.  Hubungan- hubungan “percobaan” adalah umum di antara mereka yang merencanakan perkawinan di masa mendatang, tetapi dengan kondisi bahwa mereka telah mengalami pengalaman persatuan tanpa ikatan perkawinan. Ini adalah semacam “tahap yang dikondisikan” untuk perkawinan, mirip dengan “perkawinan percobaan”….Beberapa orang lain yang hidup bersama membenarkan pilihan ini karena alasan- alasan ekonomi atau untuk menghindari kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan hukum. [Namun] motif yang sesungguhnya seringkali lebih dalam…. Terdapat mentalitas di baliknya yang memberi nilai rendah terhadap seksualitas. Ini sedikit banyak dipengaruhi oleh pragmatisme dan hedonisme, seperti juga pengertian bahwa cinta kasih dipisahkan dari tanggung jawab. [Di sini] komitmen dihindari yang mengarah pada stabilitas, tanggung jawab, hak dan kewajiban yang ada dalam kasih suami istri.” (FMDU 5)

Tidak mengherankan banyak dari mereka yang mendukung gaya hidup “de facto” union ini akhirnya menolak konsep perkawinan, seperti yang sekarang terjadi di beberapa negara maju. Mereka menganggap perkawinan sebagai halangan untuk mencapai kebahagiaan ataupun kenikmatan seksual. Hal ini tentu merupakan ekspresi yang menunjukkan kurangnya pengetahuan tentang makna kasih yang tulus dan pengorbanan, dan keluhuran makna kesetiaan dalam hubungan antar manusia.

Namun demikian harus juga diakui bahwa tidak semua “de facto” union merupakan suatu keputusan yang dibuat atas kehendak sendiri. Adakalanya terdapat pengaruh lain, seperti misalnya kemiskinan yang sangat, yang menyebabkan halangan bagi sejumlah orang untuk membentuk keluarga (lih. FMDU 6). Apapun alasannya, Gereja Katolik harus memperhatikan fenomena ini dengan melakukan langkah pastoral untuk menanganinya, tanpa harus menyetujuinya.

Salah satu hal yang harus menjadi perhatian Gereja Katolik adalah untuk memberikan pembekalan bagi para pasangan yang akan menikah. Para pasangan harus diberitahukan akan makna luhur perkawinan Katolik, seperti yang dituliskan di artikel ini, silakan klik. Panggilan untuk hidup menikah dan membentuk keluarga adalah suatu panggilan untuk membentuk suatu komunitas Gereja terkecil, yang dibangun dan dihidupkan atas dasar kasih, yang menimba kekuatannya dari janji setia antara seorang pria dan seorang wanita yang saling memberikan diri mereka tanpa syarat dan keduanya bekerjasama dengan Allah untuk mendatangkan karunia kehidupan yang baru. (lih. FMDU 12)

Maka kehidupan perkawinan tidak bisa ‘ditawar’ menjadi hanya ‘jalan untuk melakukan hubungan seksual’ atau hanya sebagai ‘ekspresi cinta sentimental antara dua orang’. Makna Perkawinan jauh lebih mulia daripada hal- hal semacam itu! Perkawinan adalah hubungan kasih yang total antara seorang pria dan wanita, yang melibatkan keseluruhan diri dan hakekat pribadi yang bersangkutan, yaitu yang melibatkan pemberian diri dan transmisi kehidupan (lih. FMDU 22). Kedua hal inilah sesungguhnya yang jelas dicontohkan oleh Yesus kepada Gereja-Nya, yang adalah mempelai-Nya (lih. Ef 5:22-33).

Justru karena dalam hal ‘tinggal bersama” atau “de facto” union, hal pemberian diri (self- giving) dan transmisi kehidupan (transmission of life) tidak dilakukan dengan sepenuhnya, karena masih ada yang “dikondisikan”, maka sesungguhnya pasangan yang melakukannya tidak berada dalam persatuan “union” yang sesungguhnya, seperti yang dikehendaki oleh Allah. Dengan perkataan lain, ini adalah sikap yang mengartikan persatuan kasih antara pria dan wanita, sesuai dengan kehendak manusia, dan bukannya mengikuti kehendak Allah. Persatuan kasih menurut manusia ini masih merupakan kasih kondisional/ bersyarat: yang kalau tidak cocok bisa bubar, ataupun yang superfisial: yang mau menikmati enaknya, namun tidak mau menanggung tanggungjawab dan komitmennya. Hubungan yang demikian merendahkan martabat manusia, karena menjadikan manusia menjadi semacam ‘obyek’ saja untuk saling memuaskan keinginan jasmani. Sedangkan persatuan kasih menurut Tuhan adalah kasih yang tidak bersyarat dan yang melibatkan komitmen yang total selamanya, seperti yang ditunjukkan oleh Yesus sendiri kepada Gereja-Nya. Hubungan kasih ini mengangkat martabat manusia, karena membentuk manusia menjadi ‘subyek’ yang dapat mengalahkan keinginan daging demi mewujudkan kasih yang tulus sesuai dengan rencana Allah.  Maka panggilan kehidupan perkawinan selayaknya juga dimengerti sebagai panggilan luhur manusia yang diciptakan sesuai dengan gambaran Allah (Kej 1: 26), untuk dapat mengasihi seperti teladan Allah mengasihi umat-Nya.

Melihat uraian di atas, maka tidak ada satupun alasan yang dapat menjadi pembenaran tentang hal “tinggal bersama” sebelum pernikahan.  Masa penjajagan sebelum perkawinan memang perlu dilakukan, tetapi tidak perlu sampai tinggal bersama, apa lagi jika sampai melakukan hubungan seksual. Alasan efisiensi dan kepraktisan juga bukan alasan yang layak dijadikan alasan utama untuk menggantikan nilai-nilai luhur persatuan perkawinan. Alasan- alasan tersebut sebenarnya dipenuhi motivasi pribadi yang lebih mengarah kepada cinta diri daripada cinta yang tulus kepada pasangan dan kepada Tuhan.

Demikian tanggapan saya mengenai pertanyaan anda semoga bermanfaat.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org

11 COMMENTS

  1. Permisi mau bertanya, apabila telah melakukan hubungan sebelum menikah, apakah harus dilanjutkan ke pernikahan ato bisa bubar begitu saja? Apa harus dipertanggung jawaban sampai pernikahan ato bisa diakhiri begitu saja? Terimakasih.

    • Shalom Merlyn,

      Terlanjur berhubungan intim sebelum menikah selayaknya tidak menjadi alasan utama untuk masuk ke jenjang pernikahan. Dengan kata lain, satu kesalahan tidak dapat menjadi alasan utama untuk masuk ke jenjang pernikahan yang mempunyai tuntutan untuk setia sampai akhir hidup. Kalau pasangan tersebut memang tidak saling mengasihi dengan sungguh-sungguh, berjanji untuk setia satu sama lain, terbuka terhadap kelahiran, dan mau untuk saling menguduskan seumur hidup, maka tidaklah bijaksana untuk masuk dalam kehidupan perkawinan.

      Jadi, kalau pasangan tidak siap masuk kehidupan perkawinan, walaupun telah melakukan hubungan intim, maka perlu dibicarakan dengan sungguh-sungguh bagaimana menyelesaikan hal ini dengan tetap memperhitungkan prinsip keadilan dan kebijaksanaan. Keadilan adalah memberikan apa yang menjadi hak orang lain. Dengan kata lain, kalau sampai ada anak, maka perlu dibicarakan bagaimana kebutuhan anak ini dapat dipenuhi, dll. Tentu saja idealnya, pasangan tersebut yang saling mengasihi akhirnya masuk ke jenjang perkawinan dan mengasuh anak tersebut. Pada akhirnya, semuanya harus diselesaikan dengan bijaksana. Ada baiknya, pasangan ini dapat meminta bantuan dari pihak ketiga, seperti pastor atau pembimbing rohani, dan mungkin orang tua. Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  2. salooom,
    maaf jika menyimpang dari apa yang sudah anda posting. saya ingin bertanya mengenai tinggal satu rumah namun blum terikat pernikahan pernikahan. saya mmpunyai adik yang tinggal satu rumah dengan pacarnya. pacarnya masih kuliah dan adik saya sudah bekerja. mereka tinggal satu dengan saya,adik saya yang bungsu dan ayah saya. menurut pandangan katolik apakah itu diperbolehkan atau tidak ?
    mohon ditanggapi.
    terima kasih.
    saloomm….

    [Dari Katolisitas: Silakan membaca terlebih dahulu artikel di atas, silakan klik]

  3. saya ingin bertanya..ada satu pasangan itu mereka tinggal berjauhan dan boleh dikatakan hubungan merka itu adalah hubungan jarak jauh..pasangan itu membuat keputusan untuk bercuti bersama-sama kerana sudah lama tidak berjumpa..sepanjang percutian mereka, mereka telah tidur bersama tetapi tidak melakukan hubungan kelamin..tetapi, mereka telah menyedari perbuatan mereka itu salah dan mereka telah pergi membuat pengakuan dosa dengan paderi.dan sejak itu mereka tidak lagi mengulang perbuatan tersebut..beberapa tahun kemudian mereka telah bercadang untuk berkahwin di gereja….adakah pasangan ini masih boleh menerima sakremen perkahwinan di gereja apabila mereka telah membuat pengakuan dosa? atau mereka hanya diberi pemberkatan sahaja?

    • Shalom Ngerembai,

      Dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Tuhan mengatakan bahwa Dia tidak lagi mengingat-ingat kesalahan kita jika kita sungguh-sungguh bertobat (lih Yes 43:35; Ibr 8:12; Ibr 10:17). Kuncinya, setelah kita mengetahui bahwa kita telah berdosa dan telah mendapatkan pengampunan dari Tuhan, maka kita melakukan apa yang dikatakan oleh Yesus kepada Maria Magdalena “Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.” (Yoh 8:11) Jadi, biarlah pasangan ini menatap masa depan perkawinan dalam belas kasih Allah, menyadari bahwa Allah adalah maha pengampun, yang menginginkan agar pasangan ini dapat membentuk keluarga yang berbahagia yang dimulai dengan menerima Sakramen Perkawinan, karena sakramen ini memberikan rahmat bagi pasangan ini untuk membentuk keluarga yang berbahagia.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  4. Liebe Katolitas,
    dengan jalan Yesus akhirnya saya bisa berteman dgn Katolitas, danke Gott.
    Katolitas…,ada dua sejoli sudah bertunangan sejak 2 tahun yang lalu.Mereka tinggal berbeda pulau.Hubungan mereka sudah lebih dari apa yang orang tahu( sudah suami istri).Mereka sangat saling mencintai.Mereka berjauhan karena pekerjaan dan study.
    Apakah Hubungan seperti sangat berdosa???
    Apakah Jika dua insan yang sama menikah dua kali di tempat yang berbeda juga berdosa???Dilarang Gereja?, Mengapa??
    Terimakasih Katolitas untuk bersedia menjawab.
    JBU….

    • Yuventia Yth

      Perkawinan itu suci karena Allah hadir di dalam ikatan cinta mereka. Bagi orang Kristiani seperti kita perkawinan dibentuk dan dikukuhkan oleh Tuhan menjadi sakramen tanda dan sarana keselamatan keluarga. Oleh karena itu, hubungan kedua insan yang sudah jauh seperti suami istri sebaiknya diteguhkan dalam perkawinan tidak dibiarkan tanpa ada ikatan resmi. Tentu saja secara moral hubungan seperti suami istri walaupun belum sah adalah dosa. Mengapa? Karena melakukan tindakan yang menjadi hak suami dan istri dan bertentangan dengan kehendak Tuhan sendiri bahwa consumatio untuk procreatio (melakukan hubungan seksual untuk tujuan penciptaan keturunan). Perkawinan dalam Gereja Katolik selalu memegang prinsip status bebas tanpa ikatan sebelumnya, jadi bila perkawinan mereka telah pernah mengadakan ikatan sebelumnya itu menjadi halangan. Kembali perkawinan dalam Gereja Katolik itu sakral maka tuntutan hukumnya sungguh suci. Manusia memiliki aka lbudi dan nurani yang Allah hadir bisa membedakan mana yang salah dan benar. Perkawinan sekali selamanya kecuali bahwa perkawinan pertama dinyatakan batal tidak sah. Ingat konteks pembicaraan ini di web katolisitas dimana ajaran Gereja Katolik dan hukumnya menjadi pedoman dalam pengajaran dan komentar pertanyaan.

      salam
      Rm Wanta

      Tambahan dari Ingrid:

      Shalom Yuventia,
      Saya mengundang anda membaca artikel tentang perkawinan di situs ini yaitu:
      Indahnya Makna Sakramen Perkawinan Katolik (silakan klik)
      dan tanya jawab ini, silakan klik

      Kemurnian sebelum perkawinan memang harus diperjuangkan, namun jika seseorang sudah gagal melakukannya, tetap tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki. Sebenarnya yang salah di sini bukan hal saling mencintai-nya, tetapi hal mengekspresikannya. Gereja memiliki alasan mengapa tidak memperbolehkan hubungan suami istri sebelum pernikahan, yaitu karena Gereja memandang ikatan suami istri sebagai ikatan yang suci, sehingga harus dilakukan secara bertanggungjawab, sesuai dengan kehendak Tuhan. Survey membuktikan bahwa banyak kegagalan perkawinan justru berhubungan dengan fakta bahwa sebelum perkawinan, pasangan telah melakukan hubungan suami istri, dan tentu ini tidak diinginkan, bukan. Oleh sebab itu, alangkah baiknya jika kedua pasangan tersebut sama- sama memahami kesalahannya dan sama- sama memperbaiki. Mohonlah kekuatan dari Tuhan untuk dapat melaksanakan perintah-Nya, untuk menjaga kemurnian sampai hubungan mereka dikukuhkan sebagai suami istri di hadapan Tuhan, dan bahkan kelak setelah menjadi suami istri, untuk terus menerapkannya sesuai dengan perintah Tuhan, sesuai yang pernah dituliskan juga dalam Humanae Vitae itu benar. Ini perjuangan yang tidak mudah, tetapi bersama Tuhan, tiada yang mustahil.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  5. Demi pertimbangan efisiensi dan kepraktisan serta dalam rangka menjajagi kecocokan hidup bersama, pasangan anak-anak muda tinggal bersama dulu sebelum nikah resmi di catatan sipil dan gereja. Praktek seperti itu nampaknya sudah banyak dilakukan di dunia barat (Eropa, Amerika dan Australia) .Gimana pandangan gereja katolik dalam hal demikian?

    [Dari Katolisitas: pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]

    • Salam damai sejahtera

      Dear pengasuh katolisitas

      Salah satu dosa akhir zaman yang menonjol adalah : DOSA PER – ZINAHAN
      Alkitab sudah menubuatkan, akan terjadi pengulangan kisah Sodom dan Gomora di akhir zaman

      [Dari Katolisitas: pesan ini digabungkan karena masih satu topik. Renungan ini ditulis oleh Machmud, salah seorang pembaca Katolisitas. Sedikit koreksi kami sertakan sehubungan dengan point terakhir, karena tidak sepenuhnya sesuai dengan ajaran Gereja Katolik]

      Saya ingin menuliskan disini tentang dosa perzinahan, barangkali ada manfaatnya bagi pembaca situs ini

      DILARANG BERBUAT ZINAH

      Di beberapa tempat di dunia orang2 bebas berbuat zinah, bahkan mereka bersukacita di dalamnya.
      Di tempat2 lain orang berbuat secara sembunyi2.
      Makin lama makin banyak orang berzinah, rasa2nya ini akan makin menjadi umum di mana2.
      Sebaliknya orang beriman harus menahan diri atau menyangkal diri dari segala perbuatan yang cabul dan berzinah.

      MENGAPA DILARANG ?
      Bukankah Tuhan yang menciptakan laki2 dan perempuan serta segala naluri sex di dalamnya.
      Mengapa Tuhan yang maha tahu itu menciptakan manusia seperti ini sehingga timbul begitu banyak percabulan dan perzinahan ?
      Kalau Tuhan yang menciptakan, mengapa tidak boleh dituruti dan dipuaskan sesuka hati ? Mengapa ?

      MENGAPA ?
      1.Ini peraturan dan hukum Allah (Keluaran 20 : 14 = jangan berzinah)
      Allah itu suci bahkan maha suci, tidak ada dosa yang boleh tinggal di hadapan hadiratNya.
      Mengerti atau tidak , ini peraturan Penguasa Yang Tertinggi dalam alam semesta ini dan alam berzakh; dan siapa yang melanggar akan dihukum !
      Siapa yang berani melawan Penguasa tertinggi ?
      Tetapi kita tahu bahwa Allah itu maha adil , maha bijak, baik dan penuh cinta, Ia pasti tidak membuat peraturan dengan sembarangan , lebih2 kalau peraturan ini menyiksa dan menyusahkan anak2Nya !
      Tidak mungkin ada maksud2 yang kejam seperti ini, pasti ada maksud yang baik dan indah. Allah tidak pernah ngawur.
      Tetapi bagaimanapun juga ini hukum Allah yang tidak boleh dilanggar.
      Orang yang percaya kepada Allah akan taat, mengerti atau tidak, tetap harus taat sebab percaya bahwa hukum2 Allah itu pasti benar, baik dan berfaedah.
      2. Ini yang terbaik. Hidup dalam kesucian (termasuk kesucian waktu masih bujang atau waktu sudah menikah) adalah hidup yang terbaik dan termanis. Memang setan selalu memutar balikkan kebenaran Allah.
      Yang hina dibalik menjadi mulia , supaya manusia berani dan bebas melawan hukum2 Allah, hidup dalam dosa dan akhirnya binasa.
      Memang ini tujuan iblis , yang hendak membinasakan manusia dengan tipu dayanya.
      (Yohanes 8 : 44 = Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan2 bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta).

      Dosa itu sama dengan gelisah, celaka, pahit, derita yaitu permulaan neraka. Jangan percaya pada dusta dan tipu daya setan yang mengatakan bahwa dosa itu tidak apa2, nikmat dan senang.
      Ini bukan kebenaran, Firman Tuhan itulah kebenaran
      (Yohanes 17 : 17 = Kuduskanlah mereka itu di dalam kebenaran, FirmanMu itulah kebenaran)

      Kesucian itu indah dan puncak keelokan .
      Sorga itu indah sebab semuanya suci. Kata suci itu begitu populer di Sorga, sebab ini merupakan kata kunci yang sangat indah, selalu terdengar di-mana2
      Suci itu sama dengan damai, indah, elok, mulia untuk selamanya.
      Sebaliknya dosa sama dengan pahit, gelisah, buruk, keji dan akhirnya binasa.
      Jangan tertipu oleh kesukaan dosa yang sementara .
      Kita melihat buktinya begitu limpah di-mana2.
      Remaja yang menuruti nafsu2 sex menjadi brutal, kurang ajar, tidak bisa dikuasai orang tuanya dan menimbulkan banyak persoalan.
      Juga suami atau istri yang hidup dalam perzinahan, itu menjadi laknat bagi rumah tangganya.
      Hubungan nikah menjadi rusak dan pecah, keluarga menjadi berantakan.
      Berzinah itu tidak indah, ini racun yang membinasakan semua yang indah.
      Tetapi suami-istri orang2 beriman yang hidup dalam kesucian dapat menikmati hidup nikah yang manis.
      Juga orang2 muda yang mau menurut Roh, menyangkali segala kedagingannya, menjadi bergairah di dalam Kristus, ber-buah2 dan hidupnya menjadi indah dan berarti.
      Suci itu indah, dosa itu celaka !
      Dan hidup dalam kesucian itu tidak terlalu sukar bagi orang yang percaya akan Tuhan dan mau.
      Tuhan Yesus sudah menang untuk kita.
      Yang percaya akan Firman Tuhan pasti dapat menyangkali kedagingannya dan pasti dapat hidup dalam kesucian yang indah serta dapat menikmati keindahan kesucian Allah .
      Jangan lupa, jangan sampai kena tipu daya setan, bisa terbalik penilaiannya, sebab perasaan hatinya sudah terbalik .
      Hiduplah dalam kesucian, ini yang terbaik, percayalah akan Firman Tuhan yang benar dan kekal.
      3. Pengolahan untuk orang2 beriman.
      Ini sebabnya Allah menciptakan manusia dengan naluri sex.
      Ini bukan untuk menyiksa tetapi untuk mengolah orang2 beriman, supaya rohnya (= pribadi yang sebenarnya) menjadi sempurna di dalam ketaatan bahkan taat sampai mati seperti Anak Manusia .
      Kalau seorang taat karena berkat yang besar itu mudah, semua orang bisa, tidak perlu diolah.
      Tetapi setia, taat dan tetap suci di dalam kesukaran, apalagi sampai mati, itu tidak mudah, itu perlu pengolahan.
      Kalau kita diberi “tubuh Malaikat” yang tidak mempunyai segala macam naluri, kita tidak mengalami pengolahan.
      Justru dengan memakai tubuh manusiawi yang penuh dengan pencobaan ini, roh kita diolah sehingga bermutu tinggi.
      Tetap suci sekalipun ada dorongan naluri sex yang kuat, tetap taat dalam kesucian sekalipun sakit untuk daging, tetap berkenan kepada Tuhan sekalipun hidup dalam tubuh yang penuh dengan kelemahan2 ini.
      Tuhan Yesus sewaktu menjelma di dunia, juga mendapat tubuh yang sama seperti kita, tubuh yang penuh dengan pencobaan.
      (Ibrani 10 : 5 = Karena itu ketika Ia masuk ke dunia, Ia berkata : “ Korban dan persembahan tidak Engkau kehendaki tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagiku)

      Sebab itu waktu Tuhan Yesus menjelma di dunia sebagai manusia, Ia juga dicobai dengan segala macam kelemahan manusiawi, tetapi menang, tidak pernah jatuh dalam dosa,
      (Ibrani 4 : 15 = Sebab kita tidak mempunyai Imam besar yang tidak dapat dijamah dengan perasaan dari kelemahan kita, tetapi sudah dicobai di dalam segala titik seperti kita, namun tidak berdosa)

      Ini menjadi suatu pengolahan.
      Kalau sudah selesai diolah, maka didapat satu pribadi yang mau taat akan Firman Allah sampai mati, yang setia kapan saja dan tetap suci dalam segala segi hidup.
      Sesudah selesai diolah,”tubuh yang penuh dengan pencobaan ini” akan diganti dengan suatu tubuh baru, tubuh kemuliaan yang tidak lagi ada nafsu2 dan percobaan2 ini
      (Pilipi 3 : 21 = yang akan mengubahkan rupa tubuh kita yang hina ini menjadi serupa dengan tubuhNya yang mulia itu, menurut seperti kuat kuasaNya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diriNya)

      Tuhan memberi kita kekuatan dan kemenangan untuk melewati pengolahan ini.
      Percayalah akan janji2 Firman Tuhan, pasti menang.
      Sifat2 Kristus yang baru dan suci itu sudah ada di dalam kita, dan sudah lengkap meskipun hanya dalam bentuk benih
      (2 Korintus 5 : 17 = Sebab itulah jikalau barang seorang hidup di dalam Kristus, maka ialah kejadian baru; maka perkara2 yang lama itu sudah lenyap, bahkan, yang baharu sudah terbit)

      Tetapi itu hanya bisa tumbuh kalau daging dimatikan/disalibkan
      (Roma 8 : 13 = karena jikalau kamu hidup menurut tabiat duniawi , maka kamu akan mati kelak; tetapi jikalau dengan Roh itu kamu mematikan perbuatan tubuh itu, maka kamu akan hidup kelak).

      Sebab itu salib adalah pelajaran yang pokok untuk bertumbuh.
      Mau pikul salib maka sifat2 ilahi akan tumbuh dan makin lama makin nyata.
      Kemenangan itu baru nyata kalau kita percaya dan mau taat mematikan daging.
      Dalam tubuh kemuliaan (yaitu tubuh kebangkitan) tidak ada lagi naluri sex, keadaan kita sama seperti malaikat, tidak ada lagi keinginan2 daging, tetapi kita sudah diolah.
      Kita tidak akan berdosa lagi di dalam tubuh yang baru ini sebab roh kita sudah diolah dan diuji dalam tubuh manusiawi yang fana ini.
      Kalau dalam tubuh yang penuh dengan nafsu2 ini kita mau taat, maka dalam tubuh yang mulia itu kita akan tetap taat dan tidak berdosa lagi untuk selamanya.
      Jangan berbuat perkara2 yang cabul, itu pasti tidak baik, tidak enak, gelisah, celaka dan binasa.
      Jangan percaya tipu daya setan seperti HAWA yang akhirnya hidup penuh dengan kepahitan, gelisah, susah dan binasa.
      4. Ini hanya sementara.
      Tuhan menciptakan sex dengan naluri2nya hanya untuk kehidupan di dunia.
      Sesudah mati, tidak ada naluri sex lagi, semua seperti malaikat, tidak ada laki2 dan perempuan.
      (Matius 22 : 30 = Karena pada waktu kebangkitan orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di Sorga)

      Ini bukan penyangkalan diri untuk selama2nya, hanya sebentar dan sementara di dunia.
      Kita pasti menang dan di Sorga tidak ada lagi peperangan dalam daging, disana tiada naluri sex lagi.
      Dalam tubuh kebangkitan, sama sekali tidak ada keinginan lagi untuk perkara2 sex, itu sudah berlalu.
      Ini hanya untuk di dunia yang fana dan sementara .
      Sebab itu bertahanlah, ini hanya larangan untuk waktu yang pendek.
      5. Akibatnya dahsyat.
      1.Korintus 6 : 18 = Larilah dari pada zinah ! Maka tiap2 dosa lain yang dilakukan orang, yaitu dari luar tubuh itu; tetapi orang yang bersundal itu, ialah berdosa kepada tubuhnya sendiri.

      Orang beriman yang sungguh2 memelihara kesuciannya, biasanya rohani tumbuh baik dan berkat Tuhan jasmani dan rohani nampak nyata sekali dalam hidupnya.
      Banyak hamba Tuhan yang dipakai Tuhan dengan luar biasa dan bertahan sampai ke akhir, salah satu sebab utamanya karena mereka memelihara kesucian hidup bujang dan hidup nikahnya.
      Memang Firman Tuhan banyak ber-kata2 tentang kesucian hidup nikah dan bujang.
      Sebaliknya orang yang menodai kesucian hidup bujang atau nikahnya itu berdosa pada tubuhnya sendiri. Ini termasuk najis tubuh
      ( 2.Korintus 7 : 1 = Sedang ada bagi kita perjanjian yang demikian, hai kekasihku, hendaklah kita bersuci dari pada segala najis tubuh dan roh, serta menyempurnakan kesucian dengan takut akan Allah).

      Inilah keistimewaan dosa zinah itu, tubuhnya dinajiskan, dosa lain tidak menajiskan tubuh.
      Ini dosa istimewa, lain daripada dosa2 lainnya, hukumannya juga istimewa.
      Misal orang Israel di Baal Peor.
      Di Baal Peor yang berzinah, kena hukuman yang luar biasa dahsyatnya.
      Betul2 dosa istimewa dengan hukuman yang istimewa.
      Jangan dengan mudahnya berzinah, akibatnya tidak mudah.
      (Ibrani 13 : 4 = Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang2 sundal dan pezinah akan dihakimi Allah)

      Hidupnya tersiksa di dunia, kalau tetap tidak mau bertaubat, dibuang kedalam laut api yang kekal.
      Orang berzinah tidak boleh masuk Sorga
      (Wahyu 22 : 15 = Tetapi segala anjing dan orang hobatan, dan orang berzinah, dan segala pembunuh dan segala orang yang menyembah berhala dan barang siapa yang cinta akan dusta dan berbuat dusta itu semuanya tinggal diluar)

      [Dari Katolisitas: berikut ini adalah interpretasi yang tidak sepenuhnya sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, Ingrid akan menanggapinya di bawah renungan ini]

      Mengapa dikatakan dosa zinah itu menajiskan tubuh ?
      Ini bukan menajiskan tubuh manusiawi yang sekarang, ini bukan kotor seperti kena lumpur dan lain2nya.
      Berzinah itu menajiskan tubuh yang kekal yaitu tubuh kebangkitan, tubuh kemuliaan.
      Kalau orang beriman yang berzinah itu bertaubat, ia diampuni dan dosanya dihapuskan, tetapi kenajisan yang dibuat dalam tubuh rohaninya itu bisa mengurangi kemuliaan dari tubuh kebangkitannya.
      Tidak lagi mulia kelas 1, tetapi kurang, mungkin kelas 4, 5 tergantung dari banyaknya dan jahatnya perzinahan yang dibuatnya sesudah lahir baru.
      Setiap dosa yang diperbuat orang beriman itu mengurangi derajat kemuliaan kekal orang itu.
      Kalau terus menerus berdosa, lama2 segala kemuliaannya hilang, ia menjadi gundul seperti orang yang menerusi api
      (1 Korintus 3 : 15 = jikalau pekerjaan seorang terbakar, niscaya rugilah ia. Maka ia sendiri akan selamat, tetapi se-olah2 orang yang menerusi api).

      Apalagi kalau sesudah lahir baru terus berzinah, pasti kemuliaannya akan merosot terus, sesuai dengan kekerasan hatinya.
      Jangan berzinah, ruginya terlalu besar sampai kekal.
      Pikiran ini harus disucikan dari dosa zinah, dengan Tuhan , melepas dosa itu pasti bisa, percayalah.

      Mac : 24 – February – 2010

      • Shalom Machmud,

        Terima kasih atas kiriman renungan dari anda, tentang topik ini. Ijinkan saya sedikit menambahkan atau mengkoreksi pernyataan anda yang di bagian akhir. Gereja Katolik, berdasarkan Kitab Suci mengajarkan bahwa dosa percabulan dan perzinahan ini adalah dosa yang melawan diri sendiri, dan Tuhan sangat tidak berkenan atas dosa ini karena Tuhan menciptakan tubuh manusia bukan untuk percabulan tetapi untuk Tuhan. Sebab melalui Pembaptisan, kita telah ditebus oleh Kristus, dan tubuh kita menjadi bait Roh Kudus.

        "Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri." (1 Kor 6:18)

        "Tetapi tubuh bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan, dan Tuhan untuk tubuh….. Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah anggota Kristus? Akan kuambilkah anggota Kristus untuk menyerahkannya kepada percabulan? Sekali-kali tidak!" (1 Kor 6:13, 15)

        "Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, –dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? (1 Kor 6:19, lihat juga 1 Kor 3:16)

        Maka dosa percabulan ataupun perzinahan bukan saja mencemari tubuh kebangkitan dan tubuh kemuliaan di surga kelak, tetapi juga mencemari tubuh yang sekarang, karena tubuh kita yang sekarang sebenarnyapun harus kudus. Sebab kita (tubuh dan jiwa) sudah ditebus oleh Kristus dan karenanya kita sudah bukan milik kita sendiri lagi. Kita adalah milik Kristus, sehingga kita harus mengarahkan tubuh dan jiwa kita seturut dengan kehendak dan perintah-Nya.

        Seksualitas diberikan kepada manusia oleh Allah untuk maksud persatuan yang luhur antara suami dengan istri, yang menggambarkan kasih-Nya sendiri kepada manusia, seperti kasih setia Kristus yang total dan tak bersyarat kepada Gereja-Nya. Maka hubungan seksual ini tidak dimaksudkan untuk diekspresikan oleh pria dan wanita yang tidak mempunyai ikatan persatuan di hadapan Tuhan, sebab hal ini bertentangan dengan hakekat perkawinan. Persatuan seksual pria dan wanita tanpa ikatan perkawinan ini merendahkan martabat manusia, sebab ikatan perkawinan yang total, setia, bertanggungjawab dan terarah kepada pendidikan anak-anak inilah yang membedakan manusia dengan binatang.

        Maka kita semua yang telah dibaptis dipanggil untuk hidup kudus dan murni, sesuai dengan status panggilan hidup kita masing-masing. Mereka yang berkeluarga dipanggil untuk setia kepada istri atau suaminya, dan melaksanakan kehidupan perkawinannya sesuai dengan kehendak Tuhan. Demikian pula, mereka yang hidup selibat untuk Kerajaan Allah, dipanggil untuk melaksanakan kaul kemurniannya dengan penghayatan yang mendalam bahwa hidupnya menjadi cerminan kasih Allah yang total kepada umat-Nya.

        Bagaimana jika umat beriman gagal menjalankan panggilan hidup kudus dan murni tersebut? Tentu pilihannya ada di tangannya sendiri. Pertama, jika ia tetap berkeras dan mempertahankan dosa perzinahannya dan tidak mau bertobat, tentu ia akan kehilangan keselamatannya karena kehendaknya sendiri. Sebab keselamatan bukan sesuatu yang sekali diperoleh akan tetap selamanya. Manusia harus bekerja sama dengan rahmat pengudusan Allah yang diterimanya saat Pembaptisan, yaitu dengan meninggalkan dosa-dosa dan hidup di dalam Kristus. Kedua, jika ia bertobat, mengaku dosa dalam sakramen Tobat, dan sungguh meninggalkan kehidupan lamanya untuk hidup baru bersama Kristus, maka Tuhan akan mengampuni dan menerimanya kembali. Soal kemuliaannya berkurang atau tidak pada tubuh kebangkitannya, itu kita serahkan kepada Tuhan saja. Namun yang jelas, semua orang akan diadili menurut perbuatannya (Rom 2:6; 1 Pet 1:17; Why 20:13) di hadapan Tuhan, dan selanjutnya Tuhan yang memutuskan, sesuai dengan keadilan dan belas kasihan-Nya.

        Itulah sebabnya selama masih ada waktu di dunia, kita harus berjuang untuk hidup kudus. Jika jatuh dalam dosa, kita harus bangkit dan meninggalkan dosa- dosa kita. Sebab dosa, apalagi jika dosa berat, itu memisahkan kita dari Allah, dan jika kita tidak bertobat dan kembali kepada-Nya, artinya kita memilih hukuman bagi diri kita sendiri. Namun jika kita bertobat, kita menjadi seperti anak yang hilang dalam Luk 15:11-32, yang kembali ke pangkuan Allah Bapa dan menikmati belas kasihan-Nya. Bagi umat Katolik yang sudah dibaptis, kita menerima rahmat pengampunan Allah dalam Sakramen Pengakuan Dosa/ Sakramen Tobat, setelah kita mengaku dosa kepada Allah melalui imam-Nya dan bertobat dengan sungguh. Walau kita dapat memohon ampun langsung kepada Allah dalam doa- doa pribadi kita, namun kita umat Katolik mengikuti pesan Yesus yang telah menujuk para rasul (dan penerus mereka, yaitu para imam-Nya) untuk menyampaikan rahmat pengampunan-Nya (Yoh 20:23) kepada umat-Nya.

        Hidup ini adalah perjuangan untuk bertumbuh dalam kekudusan, dan semoga Tuhan menghindarkan kita dari dosa yang sangat populer di jaman sekarang ini, yaitu dosa percabulan dan perzinahan.

        "Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah" (Mat 5:8).

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

         

        • Dear katolisitas,

          Terimakasih atas renungan2 diatas, hati saya sangat tersentuh setelah membaca isi renungan diatas. Karena pengalaman berpacaran yg sudah saya lalui benar2 kelam. Saya dan pacar saya selama 3 tahun berpacaran terpisah oleh jarak, kemudian pada saat ketemu saya melakukan hubungan suami istri dg pacar saya sampai menginjak pacaran tahun ke 4 dan setelah dilamar saya masih melakukan kebiasaan buruk tersebut.
          8bulan lagi kami akan berencana utk melangsungkan pernikahan dan mengikat dengan janji suci dialtar suci. Apakah saya sebelum berlangsungnya sakramen pernikahan masih diperbolehkan mengikuti pendidikan pra nikah?

          Terimakasih atas kesediaannya menjawab.
          Salam damai kristus

          [Dari Katolisitas: Silakan mengaku dosa dalam sakramen Pengakuan Dosa dan janganlah mengulangi kesalahan yang sama. Sesudah itu, ikutilah proses penyelidikan kanonik dan kursus persiapan perkawinan yang disyaratkan.]

Comments are closed.