Pertanyaan:

Dear Stef dan Inggrid,

Saya baca artikel ini: http://www.detiknews.com/read/2009/12/25/134012/1265979/10/uskup-agung-tak-permasalahkan-pergantian-kelamin-dea?881103605 bagaimana sebenarnya ajaran gereja tentang hal ini? Tidakkah Tuhan menciptakan manusia laki-laki dan perempuan? Makasih,
Thomas.

Jawaban:

Shalom Thomas,

Jika anda membaca dengan seksama artikel yang anda maksud, maka anda akan melihat bahwa sebenarnya Uskup Agung Julius tidak membenarkan hal pergantian kelamin Agus Wardoyo menjadi Nadia Wardini (Dea) tersebut. Bapa Uskup hanya mengatakan agar kasus itu harus diselidiki secara cermat. Agaknya menurut hemat saya, yang menjadi fokus Bapa Uskup dalam kasus ini adalah menekankan pesan perdamaian pada masa Natal dengan tidak mempermasalahkan ataupun menyalahkan kasus Dea tersebut yang sudah terlanjur terjadi.

Memang diperlukan kebijaksanaan untuk menyikapi orang-orang yang melakukan transgender, seperti halnya orang-orang yang mempunyai kecenderungan homoseksual. Sebab Gereja Katolik dalam menjalankan misi cinta kasih, harus tetap merangkul mereka, namun juga tidak dapat membenarkan tindakan penyimpangan seksualitas yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat.  Prinsipnya sederhana, “hate the sin, but love the sinner“.  Dengan demikian, Kasih tidak dapat dan tidak boleh mengaburkan kebenaran, inilah salah satu pesan inti surat ensiklik Paus Benediktus XVI yang terbaru, “Caritas in Veritate“. Maka untuk menyikapi hal ini memang diperlukan kebijaksanaan dari pihak otoritas Gereja, dan umat Katolik sekalian. Itulah sebabnya misalnya, di rumah-rumah sakit Katolik di Amerika (dan semoga juga di Indonesia) tidak memberikan fasilitas pergantian kelamin.

Lagipula, pergantian kelamin dari laki-laki menjadi perempuan itu melibatkan tindakan mutilasi, yang melanggar penghormatan terhadap integritas tubuh manusia, seperti yang disebutkan dalam KGK 2297.  Selanjutnya, setelah berganti kelamin sekalipun, secara kodrat, orang itu tetap tidak berubah. Misalnya, setelah Agus diubah menjadi Dea, maka Dea ini walaupun secara fisik luarnya seperti wanita normal, namun ia tidak bisa melahirkan, sebab ia tidak mempunyai sel telur. Jadi akibatnya, sebenarnya Dea inipun tidak sepenuhnya “wanita” dalam arti yang lengkap dan sesungguhnya.

Jadi dalam menyikapi hal transgender ini, sebaiknya kita kembali kepada pengajaran Tuhan sendiri seperti yang tercantum dalam Katekismus, karena Tuhan adalah Yang Maha sempurna, dan pengajaran-Nya adalah kebenaran absolut. Kita mengetahui bahwa pada saat penciptaan, Tuhan menciptakan (hanya) dua jenis kelamin, yaitu, laki-laki dan perempuan:

KGK 369    Pria dan wanita diciptakan, artinya, dikehendaki Allah dalam persamaan yang sempurna di satu pihak sebagai pribadi manusia dan di lain pihak dalam kepriaan dan kewanitaannya. “Kepriaan” dan “kewanitaan” adalah sesuatu yang baik dan dikehendaki Allah: keduanya, pria dan wanita, memiliki martabat yang tidak dapat hilang, yang diberi kepada mereka langsung oleh Allah, Penciptanya (Bdk Kej 2:7.22). Keduanya, pria dan wanita, bermartabat sama “menurut citra Allah”. Dalam kepriaan dan kewanitaannya mereka mencerminkan kebijaksanaan dan kebaikan Pencipta.

KGK 2333    Tiap manusia, apakah ia pria atau wanita, harus mengakui dan menerima seksualitasnya. Perbedaan dan kesesuaian jasmani, moral, dan rohani ditujukan kepada pernikahan dan pengembangan hidup kekeluargaan….

Dengan demikian, kita mengetahui bahwa sesungguhnya, sejak kita diciptakan Tuhan di dalam rahim ibu kita, jenis kelamin kita-pun dikehendaki Allah, dan bukan hanya sekedar ‘kecelakaan’. Jenis kelamin atau seksualitas ini harus diterima dan disyukuri dan bukan untuk ditolak dan kemudian diubah menurut kehendak sendiri. Jika kenyataannya terdapat suatu kecenderungan tertentu yang tidak normal, maka selayaknya hal itu tidak serta merta dijadikan alasan untuk dapat mengganti jenis kelamin. Sebab dapat saja Tuhan mengizinkan hal itu terjadi, sebagai ‘salib’ yang harus dipikul orang itu demi pertumbuhan imannya. Jika orang-orang yang mengalami hal demikian, dapat tetap menerima jenis kelaminnya dengan iman dan kasih kepada Tuhan dan tetap percaya akan kebijaksanaan Tuhan, maka dapat dipastikan bahwa Tuhan juga akan memberikan rahmat yang cukup beagi mereka untuk bertumbuh dalam kekudusan, yang memberikan kebahagiaan yang sejati bagi mereka.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org

13 COMMENTS

  1. Salam Katolisitas

    Sy ingin bertanya bagaimana Gereja Katolik menanggapi dan menyikapi para kaum transfender [dari Katolilistas: mungkin maksud Anda, ‘transgender’?] dn *maaf kaum homo serta lesbi,apakah mereka ini ttp boleh menjadi warga Gereja dan boleh menerima komuni?

    Lalu dosa apakah yg dilanggar oleh kaum ini?
    Mohon penjelasannya

    Trima kasih, Berkah Dalem

    • Shalom Michael,

      Silakan untuk terlebih dahulu membaca artikel di atas, silakan klik, dan tanya jawab di bawahnya.

      Dan tentang homoseksual, silakan membaca beberapa artikel terkait di bawah ini:

      Homoseksual: dosakah, dan dapat sembuhkah?
      Bagaimana untuk dapat lepas dari dosa homoseksual
      Mengapa Gereja Katolik menentang ‘perkawinan’ homoseksual

      Orang-orang yang mempunyai kecenderungan homoseksual tetap dapat menjadi anggota Gereja. Mereka (kaum homo atau lesbian) tidak otomatis dapat dikatakan berdosa berat. Kecenderungan homoseksual tersebut baru menjadi dosa, jika sudah diikuti sampai kepada melakukan perbuatan seksual antara sesama jenis. Nah, maka asalkan mereka tidak menuruti keinginan daging tersebut, dan mereka tidak melakukan dosa berat lainnya, kaum homoseksual tetap dapat menerima Komuni kudus. Namun sebaliknya, jika mereka menuruti keinginan daging tersebut, dan melakukan perbuatan seksual sesama jenis, maka mereka melanggar perintah ke-6 dalam ke-10 perintah Allah (yaitu perintah: Jangan berbuat cabul). Jika perbuatan itu dilakukannya dengan sengaja, dan dengan pengetahuan/ kesadaran penuh, maka itu adalah dosa berat, dan karena itu ia tidak diperbolehkan menerima Komuni Kudus. Jika orang tersebut ingin menerima Komuni kudus, ia perlu terlebih dahulu mengaku dosa dalam sakramen Pengakuan Dosa, dan hidup dalam pertobatan (tidak melakukan dosa itu lagi), maka ia dapat kembali menerima Komuni kudus dalam Gereja Katolik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  2. Shalom,

    Terlebih dahulu saya mohon maaf kerana pertanyaan saya tiada kaitan dengan tajuk yang hendak dibahaskan. Allah menciptakan hanya lelaki dan wanita. Tetapi terdapat juga orang yang mempunyai 2 alat kelamin yang disebut khunsa. Bagaimana pandangan gereja katolik tentang perkara ini? Bagaimana pula dengan orang yang melakukan pertukaran jantina daripada lelaki menjadi wanita dan sebaliknya? Adakah gereja katolik membenarkan pembedahan plastik (maksud saya pembedahan yang sengaja dilakukan)?

    Mohon penjelasan dan terimakasih.

    Rita

    [Dari Katolisitas: Silakan membaca terlebih dahulu artikel di atas, silakan klik. Seseorang yang mempunyai dua kelamin adalah orang yang mempunyai ketidaknormalan, sehingga dapat diadakan operasi untuk membuat keadaannya menjadi normal, tergantung kecondongan seksualnya, menjadi pria atau wanita. Selanjutnya, jika Anda punya pertanyaan, silakan gunakan fasilitas pencarian di sisi kanan atas homepage. Ketik kata kuncinya, dan enter. Hanya jika topik belum dibahas, silakan ditanyakan. Jika sudah, silakan membaca terlebih dahulu artikel yang ada. Terima kasih atas pengertian Anda.]

  3. Yth, tim Katolisitas.
    Perkenalkan nama saya M.Saya seorang Katolik dan saat ini sedang kuliah di salah satu universitas di Yogyakarta.Jujur saya mau katakan adalah saya seorang yang menyukai sesama jenis.Saya merasakan hal itu waktu menginjak remaja.Saya juga aktif di Gereja dan Lingkungan. Yang mau saya tanyakan adalah, berdosakah saya jika saya ingin melakukan operasi ganti kelamin menjadi apa yang saya inginkan?

    [Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel di atas tentang apakah boleh operasi ganti kelamin?, silakan klik, dan tentang homoseksual, silakan klik. Memang tak mudah bagi orang-orang yang mengalami kecenderungan ketertarikan kepada sesama jenis sebagaimana yang Anda alami, namun dengan rahmat Allah, percayalah bahwa Anda akan dapat menyikapinya dengan bijaksana sesuai dengan kehendak Allah, jika Anda mengandalkan Dia.]

  4. apakah boleh ganti kelamin perempuan, karena kelamin pria terkena penyakit hernia, dan bisa diobati dengan ganti kelamin perempuan

    • Shalom Satria,

      Katekismus mengajarkan bahwa amputasi (pemotongan bagian tubuh) pada dasarnya merupakan tindakan yang melanggar hukum moral, kekecualian diberikan hanya jika terdapat alasan-alasan terapi medis yang sangat kuat.

      KGK 2297 ….Kecuali kalau ada alasan-alasan terapi yang kuat, amputasi, pengudungan atau sterilisasi dari orang-orang yang tidak bersalah, merupakan pelanggaran terhadap hukum susila (Bdk. DS 3722).

      Nah kalau dalam kasus hernia, jika memang secara medis amputasi tidak terhindarkan, misalnya penyakit tersebut memang menyerang alat kelamin pria sedemikian sehingga tidak mungkin lagi diobati [untuk ini diperlukan konfirmasi pihak dokter spesialis], maka amputasi tersebut dapat dibenarkan secara moral; namun tidak untuk dilanjutkan dengan menggantinya dengan alat kelamin wanita. Sekali lagi tetap diperlukan pengecekan yang seksama dari pihak dokter, jika perlu konsultasi kepada beberapa orang dokter untuk memastikannya, apakah benar memang sudah tak ada terapi lain untuk mengobati, selain diamputasi.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  5. Pak stef, saya mau tanya,
    seandainya org yang melakukan perubahan kelamin (new half) ini suatu saat bertobat.
    dan dia menemukan org yang benar2 mencintainya apa adanya (beda jenis).
    apa yang akan terjadi padanya? apakah dia bisa menikah secara Katolik??
    dan bagaimana tentang dosa mengubah kelamin ini??
    di jepang, new half ini semakin meningkat jumlahnya (baik yang sudah mengganti kelamin, maupun yang hanya membesarkan buah dada).
    sekali diubah, kan tidak bisa balik lagi ke aslinya.
    saya benar2 tidak tega…..
    sebelumnya terima kasih sudah mendengarkan pertanyaan saya
    (maaf banyak unsur perasaan)

    • Dewi Yth

      Hukum Gereja merujuk pada penetapan medis dan hukum sipil. Apakah dia berkelamin laki-laki atau perempuan. Hukum Gereja mengakui perkawinan antara seorang laki laki dan seorang perempuan, dan tidak mengakui perkawinan sejenis. Karena itu kasus semacam itu harus dilihat dari sisi medis dan sipil, jika sudah jelas legal standing jenis kelaminya bisa menikah dengan baik sesuai norma hukum Gereja. Bagi saya karena bukan ahli moral theologi, perubahan kelamin karena kemauan sendiri (mode) dan bukan karena alasan medis tidak dibenarkan. Sejauh saya tahu bukan merubah kelamin (ini bertentangan dengan kehendak Tuhan yang menciptakan) melainkan memperbaiki kelainan yang ada sesuai esensi jenis kelamin yang sebenarnya. Bisa dilihat dari chromosomnya (xy atau xx). Membesarkan buah dada, mengganti kulit,dll pada umumnya tidak menerima pemberian yang unik dan khas dari Tuhan dalam diri seseorang bagi saya tidak baik secara moral dan tentu tidak dibenarkan.

      salam
      Rm Wanta

      • Romo, mengubah gender ini, termasuk dosa apa? Berat? Ringan? Atau yg sudah tidak bisa diampuni?

        • Shalom Alexander,

          Sebelum menjawab pertanyaan anda, baik untuk diingat bahwa Tuhan yang menciptakan kita manusia, menghendaki kita hidup sebagai laki- laki atau perempuan, dan bukan hak kita untuk mengubahnya.

          KGK 216    Kebenaran Allah adalah juga kebijaksanaan-Nya, yang menetapkan tata tertib seluruh ciptaan dan peredaran dunia (Bdk. Keb 13:1-9). Allah, yang Esa, yang menciptakan langit dan bumi (Bdk. Mzm 115:15), adalah juga satu-satunya yang dapat menganugerahkan pengertian yang benar tentang segala ciptaan dalam hubungannya dengan Dia (Bdk. Keb 7:17-21).

          KGK 369    Pria dan wanita diciptakan, artinya, dikehendaki Allah dalam persamaan yang sempurna di satu pihak sebagai pribadi manusia dan di lain pihak dalam kepriaan dan kewanitaannya. “Kepriaandankewanitaanadalah sesuatu yang baik dan dikehendaki Allah: keduanya, pria dan wanita, memiliki martabat yang tidak dapat hilang, yang diberi kepada mereka langsung oleh Allah, Penciptanya (Bdk Kej 2:7,22). Keduanya, pria dan wanita, bermartabat sama “menurut citra Allah”. Dalam kepriaan dan kewanitaannya mereka mencerminkan kebijaksanaan dan kebaikan Pencipta.

          Dengan demikian, transgender/ ganti kelamin adalah perbuatan dosa, bahkan dosa berat. Tentang hal ini, mari menyimak penjelasan Colin B Donovan, STL dari situs EWTN (Eternal Word Television Network) terhadap pertanyaan serupa, selengkapnya silakan klik di sini, berikut ini terjemahannya:

          “Dalam kasus yang langka, seorang anak dapat dilahirkan dengan kelamin yang membingungkan, artinya organ-organ seksualnya tidak benar, atau merupakan gabungan/ campuran antara laki-laki dan perempuan, Gereja mengijinkan operasi untuk membuatnya menjadi ‘normal’ dengan alat kelamin eksternal yang sesuai dengan jenis kelamin yang sesuai.

          Namun demikian operasi transgender yang Anda tanyakan adalah berkaitan dengan pemotongan tubuh yang normal yang didorong oleh problema kebingungan psikologis tentang jenis kelamin. [Dalam hal ini] solusinya adalah membuat pikiran dan emosi menjadi tidak bingung, dan bukan dengan memotong tubuh.

          Pemotongan tubuh adalah suatu dosa berat. Tentu seseorang dapat bertobat karena telah melakukan hal itu dan menerima sakramen, walaupun ia tidak dapat membatalkan operasi [yang telah terlanjur dilakukan]….”

          Jadi jika transgender tersebut dilakukan dengan pengetahuan yang penuh (bahwa itu adalah pelanggaran berat) dan walaupun tahu bahwa itu dosa berat namun tetap dilakukan juga, maka orang yang melakukannya telah berbuat dosa yang sangat serius (dosa berat). Namun demikian, jika ia kemudian menyesal dan bertobat, maka ia dapat memohon ampun pada Tuhan dalam sakramen Pengakuan Dosa. Tentu idealnya diadakan operasi balik, tetapi jika tidak memungkinkan, maka, asalkan tobat itu dilakukan dengan tulus dan sungguh- sungguh, maka selanjutnya ia dapat tetap menerima sakramen-sakramen dan berjuang untuk hidup kudus sebagaimana dikehendaki oleh Tuhan.

          Sebab tiada dosa yang tidak dapat diampuni oleh Tuhan Yesus, kecuali jika orang yang bersangkutan itu sendiri yang menolak pengampunan dari-Nya, yaitu yang terjadi pada dosa menghujat Roh Kudus, yang pernah dijabarkan di sini, silakan klik.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- katolisitas.org

          • Kalau memanggilku kelamin hanya Ada XX Dan XY, aka barangkali penjelasannya jade mudah dipahami. Akan tetapi kenyataannya kenapa Tuhan juga menciptakan (walaupun jarring) orangbterlahir kromosom XXY, XYY seperti kasus anak Alter yang heboh. Masa sih Tuhan iseng iseng menciptakan yang di liar yangbtelah diajarkan Dom Alkitab? Mohon pencerahannya, karena kasha bagibyang terlahir bukan XX atau XY. Trima kasih

            [dari katolisitas: Silakan anda melihat apa implikasi dari orang yang mempunyai kromosom XXY dan XYY terhadap seksualitas. Banyak dari antara mereka yang kemudian membentuk rumah tangga yang normal.]

          • Yang jadi pertanyaan bukan masalah orang yang punya kromosom tidak umum itu menikah dan membentuk rumah tangga normal. Tapi bagaimana menurut gereja tentang “kelaminnya?” laki atau perempuan? Apa yang dipakai acuan? insting dan identitas dirinyakah (psikologi) atau bentuk kelaminnya? Dan harap diketahui selain kromosom yang mosaic spt di atas ada juga kasus XX yang berkelamin luar pria dan juga XY yang berkelamin luar wanita, dan banyak lagi variasinya. Menurut saya, pengetahuan manusia berkembang, banyak hal yang dulu tidak diketahui kini terungkap. fakta ilmu pengetahuan bahwa banyak variasi dalam seksologi manusia baik karena genetika, biologi ataupun anatomi, maka mungkin yang dimaksud Tuhan dengan Laki2 dan Perempuan dalam alkitab tidak seperti apa yang kita pikir/mengerti sebelumnya. Firman Tuhan tidak pernah salah, pengertian kita bisa salah, apalagi dengan terbatasnya pengetahuan. Demkian juga kasus transgender, sekarang semua mengatakan bahwa itu adalah “psikologi” dan akan tetap begitu sampai nanti bila pengetahuan baru datang. Sama saja dengan orang2 intersexed itu, 100 th yang lalu pasti kategorinya juga psikologi, “harus disembuhkan jiwanya”.

            [Dari Katolisitas: Pertanyaan serupa sudah pernah kami tanggapi di jawaban ini, silakan klik]

Comments are closed.