Berikut ini adalah empat hal yang menjadi visi Kardinal Bergoglio (yang kemudian menjadi Paus Fransiskus) tentang Gereja, yang diungkapkannya dalam pertemuan kardinal-kardinal sebelum konklaf (pemilihan Paus). Atas permintaan Jaime Kardinal Ortega, teks pidato tentang ke-empat hal ini diberikan kepadanya, yang kemudian dipublikasikan di internet. Ada sejumlah orang menganggap bahwa Kardinal Bergoglio mengkritik Gereja dengan pidatonya ini, namun sesungguhnya kalau kita membaca teksnya secara langsung, ia tidak mengatakan demikian. Yang dikatakan oleh Kardinal Begoglio adalah ia mempunyai visi tentang Gereja yang seharusnya di masa kini, dan visinya tentang Paus yang memimpinnya -yang kemudian ternyata adalah dirinya sendiri.
Demikian terjemahannya (beritanya ada di link ini, silakan klik):
Manisnya dan enaknya sukacita Envangelisasi
Referensi dibuat tentang evangelisasi…. “manisnya dan enaknya sukacita evangelisasi” (Paus Paulus VI). Adalah Yesus Kristus sendiri yang mendorong kita dari dalam.
1. Untuk melakukan evangelisasi diperlukan semangat kerasulan.
Untuk melakukan evangelisasi diperlukan hasrat dalam Gereja untuk keluar dari dirinya sendiri. Gereja dipanggil untuk keluar dari dirinya sendiri dan untuk pergi ke batas-batas, tidak saja dalam arti geografis tetapi juga dalam batas-batas keberadaan/ segala yang ada: mereka yang ada dalam misteri dosa, dalam kesakitan, ketidakadilan, mereka yang terlupakan, mereka yang tidak beragama, mereka dari segala paham dan semua yang dalam kesusahan.
2. Ketika Gereja tidak keluar dari dirinya sendiri untuk meng-evangelisasi, ia menjadi self-referent (mengacu kepada dirinya sendiri) dan lalu menjadi sakit (lih. wanita yang membungkuk dalam Injil).
Kejahatan-kejahatan di sepanjang sejarah yang terjadi dalam lembaga-lembaga gerejawi berakar dari sebuah pengacuan kepada diri sendiri dan semacam narcissisme teologis. Dalam kitab Wahyu, Yesus mengatakan bahwa ia ada di depan pintu dan mengetuk. Jelas teks mengacu bahwa Yesus mengetuk dari luar agar dapat masuk ke dalam, tetapi saya berpikir tentang waktu-waktu di mana Yesus mengetuk dari dalam sehingga kita dapat membiarkan-Nya keluar. Gereja yang mengacu kepada dirinya sendiri mengunci Yesus Kristus di dalam dirinya dan tidak membiarkan-Nya keluar.
3. Ketika Gereja mengacu kepada dirinya sendiri tanpa menyadarinya, ia percaya bahwa ia mempunyai terangnya sendiri. Ia berhenti menjadi “mysterium lunae” (misteri bulan: di mana Gereja menyampaikan terang bukan dari dirinya sendiri, melainkan Terang Kristus); dan memberi kesempatan kepada kejahatan yang besar yaitu keduniawian yang rohani (yang menurut De Lubac adalah kejahatan yang terburuk yang dapat terjadi di Gereja). Gereja yang mengacu kepada diri sendiri hidup untuk memberi kemuliaan satu dengan lainnya. Dengan pengertian sederhana: ada dua gambaran Gereja: Gereja yang ber-evangelisasi yang keluar dari dirinya sendiri…. ; dan Gereja duniawi yang hidup di dalam dirinya sendiri, tentang dirinya sendiri dan demi dirinya sendiri. Ini harus memberi terang kepada perubahan-perubahan yang mungkin terjadi dan reformasi yang harus dibuat demi keselamatan jiwa.
4. Berpikir tentang Paus yang akan datang, ia harus adalah seorang yang kontemplatif, yang menyembah Yesus Kristus dalam Adorasi; ia harus membantu Gereja keluar ke batas-batas segala yang ada, yang membantu Gereja menjadi ibu yang berbuah, yang hidup dari manisnya dan enaknya sukacita evangelisasi.
Maka teks tersebut merupakan pandangan perbadi Kardinal Bergoglio tentang gambaran Gereja yang diperlukan dewasa ini. Teks di atas tidak untuk dimaksudkan bahwa Gereja tak perlu memahami ataupun mementingkan ajaran iman. Atau, tidak juga maksud Kardinal Bergoglio (sekarang Paus Fransiskus) untuk mereduksi evangelisasi sebagai hanya perbuatan kasih tanpa pewartaan iman. Sebab Gereja yang ber-evangelisasi adalah Gereja yang mewartakan iman dalam semangat kasih dan persaudaraan. Tentang iman yang tak dapat dinegosiasikan/ dikompromikan ini, Paus Fransiskus mengatakan:
Paus Fransiskus: Iman tidak bisa dinegosiasikan; Gereja kita adalah Gereja Martir
(diterjemahkan oleh Shirley Hadisandjaja, 6 April 2013)
Memberikan kesaksian keterpaduan iman dengan berani: adalah sebuah ajakan dari Paus Fransiskus selama Misa yang dipimpinnya di Kapel Casa Santa Marta.
Dalam homilinya yang singkat, Paus mengomentari bacaan-bacaan Alkitab pada hari Sabtu masa Oktaf Paskah: yang pertama merujuk kepada Petrus dan Yohanes yang memberikan kesaksian iman dengan berani di hadapan para imam kepala Yahudi meskipun menghadapi ancaman-ancaman, kemudian dalam bacaan Injil, Yesus yang Bangkit menegur para rasul yang tidak mempercayai banyak orang yang telah meyakini melihatNya hidup.
Sri Paus bertanya: “Bagaimana dengan iman kita sendiri? Kuatkah? Atau kerap kali seperti air mawar yang keruh?”. Ketika kesulitan-kesulitan hidup datang “apakah kita berani seperti Petrus atau merasa segan?“. Paus mengamati bahwa Petrus tidak kehilangan iman, ia tidak jatuh kepada kompromi-kompromi, karena “iman tidak bisa dinegosiasikan”. Paus juga meyakini bahwa “dalam sejarah umat Allah, telah ada pencobaan ini: menyurutkan iman sebagian, pencobaan menjadi sedikit ‘seperti yang dilakukan semua orang’, yaitu ‘tidak menjadi sangat, sangat tegar”. Tetapi saat kita mulai menyurutkan iman, mulai mengkompromi iman, sedikit menjualnya kepada penawar tertinggi – kata Paus menggarisbawahi – maka kita memulai jalan apostasi, yaitu jalan ketidaksetiaan kepada Tuhan”.
“Contoh iman dari Petrus dan Yohanes membantu kita, memberikan kita kekuatan, tetapi, dalam sejarah Gereja ada banyak martir sampai sekarang, karena untuk menemukan martir-martir tidak perlu mengunjungi kuburan atau ke Koloseum: martir-martir hidup saat ini, di banyak Negara. Umat Kristen – kata Paus – mengalami penganiayaan atas iman mereka. Di beberapa Negara banyak dari mereka tidak boleh membawa salib: mereka dihukum apabila melakukannya. Saat ini, pada abad XXI, Gereja kita merupakan Gereja para martir, yaitu orang-orang yang berbicara seperti Petrus dan Yohanes: “Kami tidak dapat berdiam terhadap apa yang telah kami saksikan dan dengarkan”. Paus melanjutkan, “Dan hal ini memberikan kekuatan kepada kita, yang kerap kali memiliki iman yang agak lemah. Memberikan kita kekuatan untuk bersaksi dengan hidup, iman yang telah kita terima, yang merupakan rahmat dari Tuhan kepada semua bangsa“.
Sri Paus kemudian menutup homilinya: “Tetapi, kita tidak dapat melakukannya sendiri: itu adalah sebuah rahmat. Yaitu rahmat iman, yang harus kita mohon setiap hari: ‘Tuhan …peliharalah imanku, tambahlah imanku, agar selalu kuat, pemberani, dan bantulah aku di dalam saat-saat di mana – seperti Petrus dan Yohanes – aku harus memberikan kesaksian iman di hadapan banyak orang. Berikanlah aku keberanian‘. Ini akan menjadi sebuah doa yang indah pada hari ini: semoga Tuhan membantu kita untuk memelihara iman, membawanya maju, dan untuk menjadi, kita, wanita dan pria yang beriman. Amin“.
(Sumber: Radio Vatikan)
Selanjutnya tentang Evangelisasi menurut Gereja Katolik, dapat diabca dalam surat ensiklik Paus Paulus VI, Evangelii Nuntiandi, silakan klik di sini untuk membaca teks keseluruhannya.
Go go go Katolisitas…
meski ada yang bilang bahwa situs ini kontraproduktif, bagi saya itu hak dia.
saya sangat terbantu oleh situs ini dan saya yakin banyak lagi yang sangat terbantu. kita tidak bisa menyenangkan semua orang, yang penting bisa menyenangkan banyak orang. jadi kalau ada yang tidak senang dengan web ini, ya biar aja. pasti lebih banyak orang yang senang karena terbantu pertumbuhan imannya. lagi pula orang yang tidak senang itu pun suka masuk dan membaca situs ini. jadi menurut saya orang itu adalah “benci tapi rindu”…
Kardinal Ortega dari Havana mengungkap di sebuah majalah Katolik PALABRA NEUVA bahwa HANYA BEBERAPA JAM SEBELUM terpilih menjadi Paus, Kardinal JM Bergoglio menyampaikan kritik keras terhadap Gereja di hadapan para Kardinal a.l:
Ia meminta agar Gereja tidak mengabaikan KEBEKUAN AGAMA, tidak sibuk dengan urusan sendiri dan agar Gereja mencegah semacam NARSISME TEOLOGI.
Kardinal Ortega mengatakan bahwa kritik itu sesuai kenyataan dan ia diberi kopi tertulis pidato itu dan diberi ijin untuk menyebarkan isinya.(Sumber: KOMPAS 28/03/2013).
Sy dan tentunya banyak umat biasa seperti sy ini sungguh berharap para intelektual, pemikir, petinggi GK tanggap untuk memahami kritik itu dan mencari solusi riil atasnya, karena sy dan banyak umat seperti sy ini pun merasakan ini sebagai soal serius,nyata dan Gereja sepertinya “tidak cukup serius” menyikapinya selain dengan ramainya “semacam narsisme teologi” itu di dunia maya yang sejujurnya sy rasakan justru kontraproduktif dan “tidak selayaknya” diwariskan ke generasi muda dalam konteks sekarang ini apalagi ke depan…
Kita semua tentu menghendaki agar Gereja ini tetap melayani kebutuhan spiritual kontekstual umat hingga mampu bernas di tengah fakta kemajemukan, hak-hak azasi dan nilai-nilai kemanusiaan universal di era teknologi komunikasi hipermodern ini.
Sebagai catatan sy, menurut Kamus The ADVANCED LEARNER’S DICTIONARY OF CURRENT ENGLISH, London Oxford University Press, Second Edition, kata NARCISSISM artinya: (in psycho-analysis)mental state in which there is self-worship and excessive interest in one’s own perfections.
Salam dalam kasih Tuhan. GBU
Shalom Irwan,
Silakan membaca artikel di atas terlebih dahulu, tentang teks pidato Kardinal Bergoglio (sekarang Paus Fransiskus) yang Anda sebutkan itu, silakan klik.
Kardinal Bergoglio, tidak mengatakan bahwa Gereja Katolik sekarang adalah Gereja yang melakukan semacam theological narcissism (narcissisme teologis). Yang dikatakannya adalah: “Kejahatan-kejahatan di sepanjang sejarah yang terjadi dalam lembaga-lembaga gerejawi berakar dari sebuah pengacuan kepada diri sendiri dan semacam narcissisme teologis….”
Maka keadaan narcissisme teologis itu bisa terjadi di lembaga gerejawi manapun dan menjadi akar terjadinya kejahatan-kejahatan yang terjadi di dalam lembaga gerejawi tersebut. Dalam pidato yang singkat itu memang ia tidak menjabarkan apa yang dimaksud dengan istilah tersebut, namun kalau dilihat dari pengertian dalam kamus, narcissim itu memang berkaitan dengan inordinate fascination with oneself; excessive self-love; vanity, yaitu pemuasan yang tidak teratur dengan diri sendiri, cinta diri yang berlebihan, kesia-sia-an. Maka narcissisme teologis kemungkinan maksudnya adalah pemuasan yang tidak teratur/ berlebihan pada diri sendiri tentang hal-hal teologis.
Anda menganggap bahwa Gereja tidak cukup serius menyikapi gejala ini, yang Anda pandang marak di internet (mungkin menurut Anda juga terjadi di situs ini?), dan menurut Anda menjadi kontraproduktif dan tidak layak diwariskan ke generasi muda. Ini kami tangkap dari nada komentar- komentar Anda yang ditujukan kepada kami. Sejujurnya adalah hak Anda untuk menilai. Namun apa yang kami sampaikan di situs ini bukanlah untuk tujuan pemuasan yang tidak teratur/ berlebihan tentang hal-hal teologis. Yang kami sampaikan di sini adalah ajaran iman Katolik, yang memang disampaikan oleh Gereja Katolik. Bukanlah merupakan sesuatu yang berlebihan (atau tidak teratur, sehingga dapat dikatakan sebagai narcissme), kalau seseorang berusaha untuk mengenal ajaran imannya.
Yang kami lakukan di Katolisitas adalah melakukan himbauan Gereja untuk melakukan evangelisasi melalui internet, sebagaimana telah dikemukakan terutama oleh Paus Yohanes Paulus II, dan Benediktus XVI. Beberapa teks pesan Paus, bisa dibaca di sini, silakan klik, klik di sini, dan di sini.
Kalau Anda tidak berkenan dengan cara kami melakukan evangelisasi dan katekese melalui situs ini, itu adalah hak Anda, namun kami percaya, ada banyak pembaca yang lain yang dapat menarik manfaatnya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Dear All,
Terimakasih atas tanggapan ibu Ingrid.
Injinkan sy luruskan: Tulisan sy tersebut bersumber dari KOMPAS. Bahwa pidato itu disebut sebagai kritik keras terhadap Gereja di hadapan para Kardinal adalah ungkapan Kardinal Ortega yang tentunya sebagai nara sumber yang sangat sahih, lebih sahih dari sekedar seorang pembaca dan pengulas teks pidato, karena Kardinal Ortega ada dan bagian dari konteks pidato itu ketika dibacakan.
Menanggapi itu, Kardinal Ortega mengatakan: kritik itu sesuai kenyataan dan Kardinal Bergoglio meminta agar “Gereja tidak mengabaikan KEBEKUAN AGAMA, tidak sibuk dengan urusan sendiri dan agar Gereja mencegah semacam NARSISME TEOLOGI”.
Sy dan harapan sy semua umat Katolik sependapat dengan Kardinal Ortega dan Kardinal Bergoglio: itu sesuai kenyataan dan harus dicegah karena menjadi sumber pertikaian antar sesama yang memiliki pemahaman berbeda semenjak awal gereja dan sesuai teks tersebut: “Kejahatan-kejahatan di sepanjang sejarah yang terjadi dalam lembaga-lembaga gerejawi berakar dari sebuah pengacuan kepada diri sendiri dan semacam narcissisme teologis….” Sejarah hitam mengatakan itu.
Sy heran, ibu Ingrid melompat pada kesimpulan bahwa sy menganggap seluruh karya katolisitas di situs ini sebagai narsisme teologis. Sy harus mengatakan: menolak kesimpulan demikian. Ada banyak pelarana dan pengayaan yang peroleh dari diskusi dan membaca komen-komen di situs ini. Mohon maaf sy belum permah mengucapkan terima kasih ya Bu dan semua yang berkarya di sini.
Namun, ibarat kata pepatah: tak ada gading tak retak. Mohon jangan tersinggung jika sy seringkali tidak sepemikiran. Jika sepemikiran, biasanya sy memang tidak komen. Itulah kelemahan sy.
Sejujurnya, sy memang merasakan semacam narsisme telogis itu marak dalam dunia maya dan sy prihatin. Mungkin karena sy getol mencari “kebenaran” secara otodidak. Sy harus jujur, memang tidak selalu sependapat dengan topik / pandangan tertentu di situs ini sebagaimana juga di situs-situs mengusung bendera “Katolik” lainnya. Untuk itu sy seringkali memberikan “counter” pemikiran. Tetapi sy, agar paham, selalu jelas menyebut ID asli dan bahwa sy hanya seorang umat biasa yang memiliki pemikiran sederhana dalam membaca atau berdiskusi tentang hukum-hukum Tuhan: Berupaya konsisten menempatkan/menggantungkan semua hukum pada hukum utama yaitu hukum kasih. Bagi sy, itulah inti ajaran, inti semua hukum, inti iman. Bagi sy itulah SOLUSI atas segala pembekuan, segala pertikaian mengatasnamakan agama. Itulah hukum yang harus dipatuhi jika mau selamat di dunia (kerukunan) dan keselamatan di akhirat, ke rumah Tuhan.
Yang sy harapkan dengan topik ini di sinisebenarnya adalah tanggapan / kupasan hal “apa itu narsisme teologi” sebagaiama kritik itu sehingga harus dicegah untuk kita semua di sini alert pula dan mendukung Bapak Paus terlebih karena Kardinal Ortega sudah menegaskan itu sebagai SESUAI KENYATAAN. Sy, maaf, tidak mengharapkan: upaya-upaya “penyangkalan” bahwa keitik itu tak pernah ada dan tentunya tidak berharap bahwa sy “disimpulkan” berseberangan dengan seluruh karya-karya, jerih payah tulus katolisitas di situs ini…Itu sebuah generalisasi yang tidak pas.
Kita bicara “case by case”. Sebagai contoh, sekali lagi mohon maaf, pandangan bahwa “tujuan hidup ini adalah Gereja Katolik”, sy rasakan sebagai “semacam narsisme teologi” yang perlu dihindari. Karena menurut sy tak bermanfaat dan lebih terasa sebagai, sekali lagi maaf, politik identitas dan bukan untuk kasih/kemuliaan Tuhan (hukum tertinggi). Sekali lagi menurut sy loh. Sy memang merasa tak pernah diajar, dikotbahi oleh pastor mana pun demikian itu, dan tak menemukan ayat mana pun untuk pembenaran itu dan hati nurani sy pun menolak itu. Kalau pun pemikiran demikian itu pernah ada, barangkali di era dahulu kala. Dalam konteks sekarang, sudah tidak bermanfaat bagi “kasih/keselamatan” sesama. Sekali lagi, menurut pengalaman, perjalanan rohani dan kemampuan akal budi dan jiwa sy loh. Dan sy seorang Katolik. Bagaimana sy hendak mengaplikasikan itu dalam konteks: Anak-anak Bina Iman di rumah sy, realita anak-anak dan keragaman teman-teman dan saudara-saudaranya yang juga tekun menjalankan ibadah sesuai agamanya itu, sahabat-sahabat sy para ulama , para pendeta itu? Apa sy harus “khotbahi” tujuan hidup ini adalah GK? Apa yang sy harapkan buah dari ajaran demikian ke depan di tengah fakta kemajemukan ini? Lagian, mengecil-ngecilkan TUHAN, tujuan hidup, sebatas Gereja Katolik demikian apa sy tak takut dimurka Tuhan Sang Maha Besar itu?
Bukankah kita diperintahkan menjadi garam dunia,mengasihi / memuliakan Tuhan dengan segenap akal budi dan jiwa dan mengasihi sesama SEPERTI DIRI SENDIRI tanpa pilih-pilih bulu, bahkan musuh kita yang hendak menyalibkan kita sekali pun?
Situs ini jelas menggunakan nama KATOLISITAS, dan terbuka dibaca umum, tentunya mau tidak mau menimbulkan kesan, maaf, seakan semua pendapat “pengasuh/pemilik” situs ini adalah KEBENARAN ajaran Katolik yg absolut.
Sy tidak menghendaki itu. Sy hendak menunjukkan bahwa ajaran Katolik itu tidak selalu harus main telan apa kata “otoritas” atau seperti pemikiran siapa pun penulis di situs ini. Ajaran itu dinamis, indah bagi siapa saja, hidup, dapat dirasakan orang lain dari perlaku, dirasakan di hati nurani dan berbunyi sesuai kemampuan akal budi dan jiwa,ialah membunyikan kemuliaan Tuhan dan kasih kepada sesama tanpa sekat apa pun… Gereja menuntun, bukan wasit,bukan polisi iman, bukan pula hakim iman, dan GK bukan Kartu Identitas untuk masuk surga ..Iman adalah wilayah pribadi dengan Tuhan, menyangkut religiositas yang jauh lebih mendalam. Dan Tuhan-lah hakim atas itu. Ia Yang Maha Tahu. Ia Yang Maha Adil,dan Maha Besar di luar akal pikir manusia. Maka, manusia janganlah suka berlebihan membatasi Tuhan itu sebatas kotak akal pikirnya begini-begitu itu dan menuhankan pikirnya itu. Menurut sy loh. Sekali maaf, jika terkadang ada kata yang kurang berkenan. GBU
Shalom Irwan,
1. Sesungguhnya kabar dari KOMPAS itu, kemungkinan merupakan ulasan dari kabar di situs ini, silakan klik. Di situ Kardinal Ortega mengatakan bahwa Kardinal Bergoglio (sekarang Paus Fransiskus) menyampaikan kritik terhadap “self-referent Church“, tepatnya di point ke-2. Sehingga kemungkinan penulis di KOMPAS mengambil kesmipulan bahwa itu adalah yang “kritik keras” terhadap Gereja Katolik dewasa ini. Sayangnya tak ada dari kita yang hadir di dalam rapat pre-konklaf itu, untuk mengetahui konteksnya, apakah itu merupakan kritik pedas, atau lebih merupakan kekhawatiran agar jangan sampai Gereja mengarah kepada “narsisme teologis” itu. Sebab dari berita itu sendiri, belum tentu dapat disimpulkan bahwa itu pasti “kritik pedas”. Sebab Kardinal Bergoglio dalam teks yang dituliskannya tidak mengatakan secara eksplisit bahwa Gereja Katolik sekarang berada di keadaan tersebut. Ia hanya menyampaikan empat visi tentang Gereja yang ideal, menurut pandangan pribadinya, dan salah satunya adalah Gereja yang tidak hanya mengacu kepada dirinya sendiri dan secara berlebihan berpuas diri tentang hal-hal teologis, yang disebutkannya sebagai semacam “narsisme teologis” itu. Sejarah memang mencatat sejarah hitam tentang adanya kejahatan terhadap kemanusiaan, yang melibatkan kesalahan para pemeluk agama, tak terkecuali para anggota Gereja, dan bahkan yang menjabat sebagai pemimpin Gereja. Nampaknya Kardinal Bergoglio bermaksud mengingatkan tentang hal itu dalam pertemuan pra-konklaf, sebab mereka yang hadir adalah para Kardinal pemimpin Gereja.
2. Anda menganggap bahwa narsisme teologis itu marak dijumpai di internet. Katolisitas termasuk di dalam salah satu media di internet ini, sehingga saya berpikir bahwa Anda juga menganggap kami melakukan narsisme teologis di sini. Jika tidak, ya syukurlah, dan saya minta maaf jika saya salah sangka.
Namun sejujurnya, ada dari tulisan yang Anda pandang sebagai “narsisme teologis” yang tertulis di situs ini, yaitu tentang “Gereja adalah tujuan segala sesuatu”. Kalimat ini tertulis dalam Katekismus Gereja Katolik, dikutip dari ajaran St. Epifanius. Kalau Anda mengatakan bahwa pernyataan ini “narsisme teologis”, maka yang Anda tuduh bukan kami saja tapi Magisterium Gereja Katolik, yang menyusun Katekismus.
KGK 760 “Dunia diciptakan demi Gereja”, demikian ungkapan orang-orang Kristen angkatan pertama (Hermas, Vision. 2,4, 1; Bdk. Aristides, Apol. 16,6; Yustinus, Apol. 2,7). Allah menciptakan dunia supaya mengambil bagian dalam kehidupan ilahi-Nya. Keikut-sertaan ini terjadi karena manusia-manusia dikumpulkan dalam Kristus, dan “kumpulan” ini adalah Gereja. Gereja adalah tujuan segala sesuatu (Bdk. Epifanius, haer. 1,1,5). Malahan peristiwa-peristiwa yang menyakitkan hati, seperti jatuhnya para malaikat dan dosa manusia, hanya dibiarkan oleh Allah sebagai sebab dan sarana, untuk mengembangkan seluruh kekuatan tangan-Nya dan menganugerahkan kepada dunia cinta-Nya yang limpah ruah:
“Sebagaimana kehendak Allah adalah satu karya dan bernama dunia, demikian rencana-Nya adalah keselamatan manusia, dan ini namanya Gereja” (Klemens dari Aleksandria, Paed. 1,6,27:PG 8, 281).
Nampaknya gambaran Anda tentang Gereja Katolik itu hanyalah Gereja yang kelihatan secara hirarkis, padahal Magisterium Gereja tidak mengajarkan demikian. Gereja mengajarkan bahwa Gereja, itu bukan hanya Gereja yang kelihatan (kumpulan umat di bawah pimpinan hirarki) tetapi juga Gereja yang tidak kelihatan, yang sifatnya rohani, sebagai kumpulan semua orang percaya sebagai Tubuh Mistik Kristus. Demikianlah ajaran Katekismus Gereja Katolik tentang Gereja:
KGK 777 Istilah biblis untuk Gereja [ekklesia] secara harafiah berarti “undangan untuk berkumpul”. Itu berarti himpunan orang-orang, yang dipanggil oleh Sabda Allah, supaya mereka membentuk satu Umat Allah, dan dipelihara oleh Tubuh Kristus, menjadi Tubuh Kristus sendiri.
KGK 778 Gereja adalah serentak jalan dan tujuan keputusan Allah. Dipralambangkan dalam ciptaan, disiapkan dalam Perjanjian Lama, didirikan oleh perkataan dan perbuatan Kristus, dilaksanakan oleh salib-Nya yang menebuskan dan kebangkitan-Nya, ia dinyatakan oleh curahan Roh Kudus sebagai misteri keselamatan. Ia sebagai persatuan semua orang yang ditebus di dunia, Bdk. Why 14:4. akan disempurnakan dalam kemuliaan surga.
KGK 779 Gereja itu serentak tampak dan rohani, masyarakat hierarkis dan Tubuh Mistik Kristus. Ia membentuk satu kesatuan, terdiri atas unsur manusiawi dan ilahi. Itulah yang membuat dia menjadi rahasia, yang hanya dimengerti oleh iman.
KGK 780 Di dunia ini Gereja adalah Sakramen keselamatan, tanda dan sarana persekutuan dengan Allah dan di antara manusia.
Dengan demikian, memang Gereja tidak untuk diartikan sebagai Gereja Katolik yang kelihatan saja, yang dipimpin oleh Paus, para uskup dan imam. Sebab di saat yang sama, Gereja tersebut punya arti yang lebih luas, yang sifatnya rohani, di mana di dalamnya bisa tergabung orang-orang yang tidak termasuk dalam struktur hirarkis Gereja Katolik, tetapi terhubung dengan Gereja Katolik (walau kesatuan ini tidak sempurna), karena ketidaktahuan mereka yang bukan karena kesalahan sendiri, tentang Kristus dan Gereja-Nya, dan bahwa mereka telah terus mencari dan menaati Tuhan menurut tuntunan hati nurani, dan mempunyai iman, pengharapan dan kasih. Gereja dalam pengertian inilah yang disebut dalam Katekismus Gereja Katolik, sebagai “tujuan keputusan Allah” atau “tujuan segala sesuatu”; sebab untuk tujuan inilah Allah menciptakan umat manusia. Yaitu agar umat manusia dapat disatukan dengan-Nya di dalam Kristus; dan kesatuan umat manusia di dalam Kristus inilah yang disebut sebagai “Gereja”. Gereja ini dikehendaki Allah untuk juga menjadi sesuatu yang kelihatan, yang nyata dalam Gereja yang dipimpin oleh Rasul Petrus dan para penerusnya, yang disebut Gereja Katolik.
Selanjutnya tentang ajaran Keselamatan dan EENS sudah cukup banyak ditulis di situs ini, (silakan menggunakan fasilitias pencarian di sisi kanan Homepage untuk menemukan artikel- artikelnya.) yang mengemukakan dasar langsung dari ajaran Magisterium Gereja. Kalau Anda tidak setuju, silakan saja, tapi apakah Anda mempunyai dasarnya juga dari Magisterium Gereja? Jika ya, silakan Anda sampaikan, tapi jika tidak, artinya itu adalah pandangan pribadi Anda, dan itu sifatnya adalah subyektif, dan tidak mengikat semua umat Katolik. Kami di Katolisitas memilih untuk setia kepada pengajaran Magisterium Gereja Katolik, dan tidak berkukuh kepada pandangan pribadi.
Sebagai umat Katolik, sudah seharusnya kita berusaha untuk semakin mengenal dan menghayati ajaran Gereja Katolik. Untuk itu diperlukan sikap kerendahan hati untuk mendengarkan dan mempelajari apa yang susungguhnya diajarkan oleh Gereja, dan tidak terlalu cepat mencap segala sesuatunya sebagai “narsisme teologis”, jika sepertinya ajaran Gereja tidak sama dengan pemahaman kita. Padahal jika ditelusuri, yang perlu diperbaiki bukan ajaran Gereja-nya, tetapi pemahaman kita sendiri, yang belum sepenuhnya sesuai dengan ajaran Gereja.
Memang Tuhan dalah Hakim di atas semua yang akan mengadili kita semua di akhir zaman. Kelak, yang benar akan dinyatakan benar, dan yang salah dinyatakan salah, oleh Kristus Sang Hakim Ilahi (lih. Kis 10:42; 1Ptr 4:5). Tapi jangan dilupakan, bahwa kuasa menyatakan yang benar dan salah (yaitu kuasa mengikat dan melepaskan) ini telah diberikan Kristus kepada Rasul Petrus, para Rasul, serta para penerus mereka (lih. Mat 16:18-19; 18:18). Untuk itulah menjadi relevan bagi kita untuk mengenal ajaran Gereja, yang telah dipercayakan Kristus untuk melestarikan ajaran para Rasul ini.
Mohon maaf, Irwan, jika Anda berkeras menganggap bahwa tulisan- tulisan kami di sini adalah “narsisme teologis”, maka kami tidak dapat menayangkan pertanyaan Anda, karena selain hal itu adalah tuduhan yang tidak benar, juga kami tidak ingin terus mengulang- ulang apa yang sudah pernah disampaikan di banyak tulisan di situs ini.
Menjelang hari Raya Pentakosta, mari kita mohon Roh Pengertian dan Kebijaksanaan, agar kita dapat memahami apakah sebenarnya yang diajarkan oleh Kristus, Sang Sabda, dan kemudian melaksanakannya, dan agar kita dapat menilai segala sesuatunya dalam hidup ini sesuai dengan sudut pandang Allah, dan bukan semata dari sudut pemahaman kita sebagai manusia.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
syalom katolisitas,,
dari diskusi dengan sdr irwan adalah, mungkin menurut saya, ketakutan akan narsisme teologis itu maksudnya, ketakutan munculnya kejahatan yang mengatas-namakan agama (mungkin terlalu ekstrem), tapi setidaknya itulah yang saya tangkap dan memang sering terjadi.
lagi pula, kadang kita merasa kesulitan hidup ditengah pluralitas agama,,, jadi ini kemudian menimbulkan pertanyaan : bagaimana kita meyakini agama katolik sebagai satu2 nya agama yang benar, dan kristus sebagai satu2 nya jalan keselamatan ditengah masyarakat yang berbeda keyakinan?
menurut sdr irwan sendiri : “Anak-anak Bina Iman di rumah sy, realita anak-anak dan keragaman teman-teman dan saudara-saudaranya yang juga tekun menjalankan ibadah sesuai agamanya itu, sahabat-sahabat sy para ulama , para pendeta itu? Apa sy harus “khotbahi” tujuan hidup ini adalah GK?”
sebab, salah omong malah dituduh kristenisasi, penyesatan dsb…dianggap fanatik, tidak toleran dsb…
terima kasih…
[dari katolisitas: Dalam evangelisasi dibutuhkan kebijaksanaan. Tujuan hidup adalah Gereja Katolik tidak salah, kalau kita bisa melihat dimensi ilahi dari Gereja, yaitu persatuan antara manusia dengan Allah. Diskusi dengan orang yang tidak mengenal Kristus tentu saja tidak perlu masuk ke dalam Gereja terlebih dahulu, namun Kristus terlebih dahulu.]
Salam saudaraku Irwan..
Kalau boleh saya menantang Anda, karna kita2 sama Katolik, bacalah buku “Jalan Kesempurnaan” karangan St. Teresa Avilla (sudah ada terjemahan bahasa Indonesia nya).
Semoga Anda tidak jatuh dalam cobaan/godaan yang dibahas panjang lebar oleh St Teresa di buku tsb.
Dear Ignatius,
Sebagaimana sy sampaikan di atas, metode diskusi yang sy gunakan dan tawarkan adalah pengujian keabsahan suatu pemikiran/ide/hukum/tafsir/praktek iman adalah ke hukum yang lebih tinggi. Dan sesuai KS, hukum tertinggi adalah hukum kasih: dengan kata lain, semua hukum/tafsir/pemikiran/ide/praktek iman harus digantungkan/dibunyikan demi hukum tertinggi itu. Jika tidak, maka tidak absah berdasar hukum tertinggi. Selanjutnya, segala hukum/tafsir/praktek iman adalah absah demi hukum Tuhan apabila digantungkan/ditujukan demi hukum tertinggi.
Jika sepakat, dengan metode inilah kita berdiskusi. Dengan metode ini tentunya tak perlu menilai, mengkuatirkan, keimanan seseorang. Diskusi metodis demikian semata adalah diskusi intelektual sebagai hak individual yang diakui Gereja melalui Kons Vatikan II.
Jika tidak, atau belum sepakat dengan metode ini, monggo silahkan dikritisi. Sy kira kita batasi di sini dulu agar diskusi dapat saling memperkaya kahzanah ke depan. GBU
[Dari Katolisitas: Sebagaimana telah pernah kami sampaikan, prinsip yang kita pergunakan dalam diskusi di situs ini adalah hukum kasih, yang tak pernah kami lepaskan dengan kebenaran. Caritas in Veritate, Kasih dan Kebenaran, itulah yang menjadi prinsip kami di Katolisitas. Kita tidak dapat memisahkan kedua hal tersebut. Jika Anda setuju dengan prinsip ini, mari kita lanjutkan dialog, jika tidak setuju, tak mengapa, namun kami berhak untuk tidak menayangkannya, sebab Gereja Katolik tidak pernah memisahkan prinsip kasih dari kebenaran dan kebenaran dari kasih.]
Salam dalam Kasih Yesus Kristus,
Sy sangat salut tulisan2 dan komentar di atas, sy belum lama dibaptis sebagai pengikut Yesus Kristus Tuhan kita, tepatnya dalam tata cara iman Katolik, marilah kita duduk bersama membahas hal-hal tersebut demi Kemulian Tuhan dengan KASIH yang diajarkan oleh Yesus sendiri, bukankah KASIH itu adalah 2 hukum utama dibanding dgn 613 hukum dan kitab Taurat? Di sinilah keunikan dan misteri ALLAH yg sulit kita pahami dgn pikiran manusia, biarlah curahan Roh Kudus yg menuntun akal budi serta pikiran kita utk memahami misteriNYA, sekalipun diucapkan oleh para pemimpin umat di mana kita yakini adalah utusan Yesus sendiri, semoga Kasih Allah menyertai kita semua demi KEMULIAAN ALLAH BAPA, Amin
Salam hangat.
Batas – batas evangelisasi lama, romo usai misa memberi perutusan: “Kita diutus” dan dijawab Amin. Mengandung arti umat ada didepan, yg mengutus “boleh-duduk”.
[Dari Katolisitas: Dari manakah sumber yang mengatakan demikian?]
Maka visi yg baru semua ada didepan melayani, tidak ada yg “boleh-duduk”. Evangelisasi bukan untuk mencari umat sebanyak2nya dengan mendatangi rumah2 penduduk, ttp melayani untuk menemukan kembali domba2 yg tersesat (pendosa, atheis, calon pendosa, orang yg berniat menjadi orang saleh yg mencintai Tuhan, bukan dunia, tapi tdk tau arah jalan)
[Dari Katolisitas: Evangelisasi baru ditujukan kepada semua orang, namun penyampaiannya harus dilakukan secara bijaksana dan tidak memaksa. Hal ini diajarkan oleh Paus Paulus VI dalam surat ensikliknya, Evangelii Nuntiandi, 49, silakan membaca ringkasan tentang hal ini, silakan klik di sini]
Comments are closed.