Ekaristi sumber dan puncak Spiritualitas Kristiani

Ekaristi adalah ‘dekapan’ Allah yang menyatukan

Jika anda sudah menikah dan punya anak-anak kecil, anda pasti dapat memahami perasaan indah yang tak terlukiskan ini: Anak anda menghampiri anda, tanpa rengekan, tanpa tangisan, memeluk dan mencium anda. Anda akan merasakan kasih yang begitu dekat yang mempersatukan anda berdua. Jika suatu hari anda mengalami hal ini, entah dengan anak anda, keponakan atau cucu anda, bayangkanlah bahwa Tuhan sengaja memberikan pengalaman tersebut, supaya anda dapat sedikit membayangkan bagaimana perasaan Tuhan jika anda datang kepada-Nya seperti anak kecil itu. Hati-Nya melimpah dengan kasih dan suka cita, karena memang Dia selalu menantikan kesempatan ini; yaitu membawa anda ke dalam dekapan-Nya untuk bersatu dengan Dia. Oleh kuasa Roh Kudus, dekapan ini mempersatukan kita dengan Allah sendiri, seperti yang terjadi di dalam Ekaristi, saat Ia, Sang Ilahi, merendahkan diri untuk merangkul dan mengangkat kita, manusia yang dari ‘debu’ ini, agar kita beroleh hidup ilahi. Kita manusia yang berdosa tidak dapat, oleh usaha sendiri, menjadi kudus, kalau bukan Allah sendiri yang menguduskan kita.

Ekaristi adalah sumber dan puncak Spiritualitas Kristiani

Ekaristi adalah sumber dan puncak Spiritualitas Kristiani. Pertumbuhan Spiritualitas Kristiani yang bergerak ke arah ‘persatuan yang semakin erat dengan Kristus’ (KGK 2014) akan mencapai puncaknya pada Ekaristi yang adalah Kristus sendiri. Kristus hadir di dalam Ekaristi, sesuai dengan janji-Nya pada saat meninggalkan warisan Ekaristi pada Perjamuan Terakhir sebelum sengsara-Nya. Ekaristi diberikan sebagai kurban Tubuh dan Darah-Nya, agar dengan mengambil bagian di dalamnya, kita dapat bersatu dengan-Nya dan menjadi satu Tubuh (lih. KGK 1329). Jadi, Ekaristi merupakan Perjanjian Baru dan Kekal yang menjadi dasar pembentukan Umat pilihan yang baru, yaitu Gereja. ((Lih. Joseph Cardinal Ratzinger, Called to Communion, (San Francisco, USA: Ignatius Press 1996), p.28, “The institution of the most holy Eucharist… is the making of a covenant and as such, is the concrete foundation of the new people: the people comes into being through its covenant relation to God .”)) Di dalam Ekaristi kita melihat cerminan liturgi surgawi dan kehidupan kekal di mana Allah meraja di dalam semua (lih. KGK 1326). Dengan menerima Ekaristi, kita dipersatukan dengan Kristus dan melalui Dia, kepada Allah Tritunggal, sebab Ekaristi adalah kenangan kurban Yesus dalam ucapan syukur kepada Allah Bapa, oleh kuasa Roh Kudus (lih. KGK 1358). Jadi dengan menerima Ekaristi, Tuhan tidak saja hanya hadir, tetapi ‘tinggal’ di dalam kita sehingga kita mengambil bagian di dalam kehidupan Ilahi, kehidupan yang memberikan kita kekuatan untuk mencapai kesempurnaan kasih yang diajarkan oleh spiritualitas Kristiani, yaitu ‘mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama’.

Sekilas tentang Spiritualitas Kristiani

Spiritualitas secara umum adalah jalan untuk memahami keberadaan dan kehidupan manusia yang berkaitan dengan pencarian nilai-nilai luhur untuk mencapai tujuan hidupnya. ((Lih. Michael Downey, Understanding Christian Spirituality, (New Jersey, USA: Paulist Press, 1997), p.14)) Di dalam agama Kristiani, ‘jalan’ tersebut bukanlah berupa peraturan- peraturan, tetapi berupa ‘Seseorang‘. Dan ‘Seseorang’ ini adalah Yesus Kristus, yaitu Allah yang menjelma menjadi manusia. Dengan kata lain, Spiritualitas Kristiani tidak diawali dengan ide gambaran tentang Allah, melainkan di dalam iman akan Sabda Allah yang menjadi manusia (Yoh 1:14), yaitu Yesus Kristus. Kristuslah pemenuhan Rencana Keselamatan yang dijanjikan Allah. Karena itu, kehidupan Spiritualitas Kristiani berpusat pada Kristus.

Pertumbuhan spiritual dicapai dengan mengambil bagian dalam Misteri Kristus

Kristuslah perwujudan Spiritualitas Kristiani, sehingga sangat wajar jika kita ingin bertumbuh secara spiritual, kita harus mengambil bagian di dalam ‘Misteri Kristus’, sehingga kehidupan spiritual kita merupakan bagian dari kehidupan yang Yesus miliki bersama dengan Allah Bapa dan Roh Kudus. Dengan demikian kita diangkat menjadi anak-anak Allah. ((Jordan Aumann, Christian Spirituality in the Catholic Tradition, (USA: Ignatius Press, 1985), p.9 and p.11 “…. Christ is, therefore, the embodiment of authentic spirituality and quite logically, from our point of view the spiritual life must be a participation in the ‘mystery of Christ.’ …..This does not mean, however that we should consider the spiritual life as Christ-centered to such an extent that we should fail to give emphasis to God the Father, God the Holy Spirit,….. but it is only by means of the mystery of God that we can believe fully in the mystery of the Incarnation and, therefore, can understand Jesus Christ…..Consequently, to participate in the mystery of Christ means to share in the selfsame life which animated the God-man, the life which the incarnate Word shares with the Father and the Holy Spirit; and through this life, man is regenerated and elevated to the supernatural order.”)) Keikutsertaan kita di dalam Misteri Kristus dinyatakan jika kita berpartisipasi di dalam Misteri Paska Kristus -yaitu sengsara, wafat, kebangkitan dan Kenaikan-Nya ke surga. ((Lih. Sacrosanctum Concilium 5, (Dokumen Vatikan II, Konstitusi tentang Liturgi Suci)) Misteri Paska ini dihadirkan di dalam liturgi Gereja Katolik (lih. KGK 1085).

Misteri Paska Kristus adalah pernyataan Kasih Tuhan yang terbesar

Tuhan adalah Kasih (1 Yoh 4:16) dan belas kasih adalah sifat Allah yang terbesar. Dalam belas kasih-Nya Allah ingin mengembalikan hubungan kasihNya dengan manusia yang telah dirusak oleh dosa. Untuk itulah Kristus datang ke dunia, untuk menyatakan belas kasihan Tuhan yang terbesar melalui Misteri Paska-Nya, yang menjadi bukti kasih Tuhan pada manusia yang lebih kuat dari pada dosa dan maut. Allah tidak menyayangkan Yesus Putera-Nya sendiri untuk menyelamatkan kita (Rom 8:32), para pendosa. Jadi, alasan Kristus untuk datang ke dunia adalah untuk wafat bagi kita; dan karena itu layaklah jika Ia mewariskan kenangan wafat-Nya itu, yang menjadi Perjanjian Baru dan Kekal antara kita manusia dengan Tuhan.

Di sini ‘perjanjian’ atau ‘covenant/ convenire (Latin)’ memiliki arti yang lebih dalam daripada sekedar kontrak. Perjanjian ini tidak menandai pertukaran harta milik, tetapi pemberian diri dalam relasi kasih, yang berlaku untuk selamanya. ((Lih. Scott Hahn, A Father Who Keeps His Promises, (Ann Arbor, Michigan, USA: Servant Publications, 1998), p. 24. “What is exactly a covenant? It comes from the Latin word ‘convenire’, which means ‘to come together’ or to agree; the English term ‘covenant’ involves a formal, solemn and binding pact between two or more parties. Juga Robert A Sungenis, Not by Bread Alone, (California, USA: Queenship Publication, 2000), p.11-12.)) Sejak kejatuhan Adam sampai kedatangan Kristus, Allah telah membuat perjanjian dengan bangsa Israel (‘the People of God’) melalui para bapa bangsa dan para nabi. Perjanjian ini (disebut Perjanjian Lama) ditandai dengan kurban penyembahan terhadap Tuhan dan kurban penebus dosa (Im 9:23) yang dipersembahkan melalui para imam (Kel 10:25-26). Melalui kurban ini, manusia diampuni dan dimampukan kembali untuk mengasihi Allah. Kurban inilah yang diteruskan oleh Gereja (‘the New People of God’) sebagai Perjanjian Baru dan Kekal di dalam Ekaristi -yang menjadi tebusan dosa manusia sampai akhir jaman. Ekaristi menjadi tanda belas kasihan Allah yang dinyatakan kepada Gereja dan melalui Gereja kepada segenap umat manusia.

Bagaimana Gereja menghadirkan Misteri Paska Kristus

Karena Misteri Paska merupakan hal yang terutama dalam Rencana Keselamatan Allah, maka Ekaristi yang menghadirkan Misteri Paska ini menjadi hal yang terutama dalam Gereja. Di dalam liturgi, Misteri Paska dihadirkan kembali karena jasa kebangkitan Kristus dan kuasa Roh Kudus. Di dalam liturgi, terutama Ekaristi, rahmat dicurahkan untuk pengudusan kita dan kemuliaan Tuhan, ((Lih. Sacrosanctum Concilium 10)) yang keduanya merupakan tujuan kehidupan spiritual kita. Jadi keikutsertaan kita di dalam liturgi, terutama dalam Ekaristi, adalah sesuatu yang sangat penting untuk pertumbuhan rohani kita, karena di dalam Ekaristi kita menerima rahmat pengudusan yang membuat kita mampu mencapai kepenuhan hidup, oleh karena kita dapat masuk dalam hubungan kasih yang mendalam dengan Allah.

Makna Liturgi Ekaristi

Di dalam kurban Ekaristi, para anggota Gereja menyatukan diri mereka dengan Kristus, Sang Kepala, untuk mempersembahkan pujian dan syukur kepada Allah Bapa. Di sini Kristus menjadi sekaligus Imam dan Kurban. Kata “Ekaristi” sendiri berarti ‘ucapan terima kasih kepada Allah’ (Lih. KGK 1328), dan sesungguhnya adalah doa Yesus Kristus kepada Allah Bapa. Keikutsertaan kita dalam doa Yesus yang disampaikan kepada Allah Bapa di dalam Roh Kudus adalah liturgi, (lih. KGK 1073) sehingga liturgi adalah suatu tindakan Yesus sebagai Kepala dan Gereja sebagai TubuhNya. ((Lih. Sacrosanctum Concilium 7.)) Yesus yang sungguh hadir di dalam liturgi Ekaristi, mengubah roti dan anggur oleh kuasa Roh Kudus menjadi Tubuh dan DarahNya, melalui perkataan-Nya yang diucapkan oleh imam, “Inilah TubuhKu, yang diberikan bagi-Mu…Inilah DarahKu yang ditumpahkan bagimu (Mat 26:26-28; Mrk 14:22-24; Lk 22:19-20).

Dengan mengambil bagian di dalam doa ini, kita menaikkan pikiran dan hati kepada Tuhan, dan di dalam iman, kita menerima rahmat yang tak terhingga, yaitu Kristus sendiri di dalam rupa hosti kudus, (lih. KGK 2559, 1373) yang menguduskan kita. Dengan demikian kita mengalami kepenuhan doa sebagai karunia Tuhan. Kita memberi kemuliaan kepada Tuhan, tidak hanya dengan menerima karunia itu, tetapi juga dengan memberikan diri kita kepada Tuhan, dalam arti kita ‘berdoa di dalam Roh’ (Ef 6:18) untuk menghidupkan di dalam batin kita kasih Bapa yang dinyatakan dalam Kristus untuk mendatangkan keselamatan bagi kita (lih. KGK 1073). Dengan Allah sendiri yang hidup di dalam kita, maka kita menjadi sungguh-sungguh ‘hidup’. Inilah yang disebut kemuliaan Tuhan.

Di dalam Ekaristi, kita menjadikan Karya Keselamatan Allah sebagai bagian dari diri kita sendiri, karena kita mempersatukan diri dan dipersatukan dengan Kristus yang menjadi Kurban satu-satunya yang dipersembahkan kepada Allah- yaitu Kurban yang menyelamatkan umat manusia. ((Lih. Redemptor Hominis, (Surat ensiklik Paus Yohanes Paulus II, Penyelamat Manusia), 7)) Dengan demikian, liturgi Ekaristi menjadi sumber doa dan tujuan doa kita. Karena itu, Ekaristi dikatakan sebagai puncak kehidupan Gereja, kesempurnaan kehidupan rohani dan arah tujuan dari segala sakramen Gereja (lih. KGK 1374).

Ekaristi mempersatukan kita dengan Kristus terutama dalam penderitaan kita

Doa menghantar seseorang kepada persatuan dengan Tuhan, sehingga ia dapat memiliki kehendak yang sama dengan kehendak Tuhan. Di dalam persatuan ini, Kristus bersatu dengan tiap-tiap orang, terutama mereka yang menderita. Di dalam Kristus, penderitaan manusia memperoleh arti yang baru yang berarti “melengkapi apa yang kurang dalam penderitaan Kristus” (Kol 1:24). Maksudnya adalah, karena Gereja sebagai Tubuh Kristus terus berkembang di dalam ruang dan waktu, maka penderitaan Kristus yang menyelamatkan juga dapat terus berkembang dan dilengkapi oleh penderitaan manusia. ((Lih. Salfivici Doloris (Surat Apostolik Paus Yohanes Paulus II, Tentang Arti Kristiani dari Penderitaan Manusia), 24.)) Di dalam penderitaan, manusia diajak untuk beriman lebih dalam, dengan cara mengubah pengertian kita tentang kebahagiaan untuk disesuaikan dengan kebahagiaan menurut pengertian Allah.

Prinsip kebahagiaan adalah: Allah ingin bersatu dengan kita. Jika kitapun demikian, dan menerima hal persatuan dengan Allah sebagai kebahagiaan kita, maka penderitaan atau kesenangan tidak menjadi masalah bagi kita. Sebaliknya, kita dapat menerima penderitaan kita, karena kita mengetahui bahwa di dalam Kristus, hal itu mendatangkan keselamatan bagi kita sendiri, bagi orang lain dan bagi semua orang berdosa secara umum. ((Lih. Jordan Aumann, Spiritual Theology, (New York, USA: Continuum 1980, reprint 2006), chapter 7. “Something is lacking to the passion of Christ, as St. Paul dared to say (Col 1:24) which must be contributed by the members of Christ cooperating in their own redemption… God accepts the suffering offered to Him by a soul in grace for salvation of another soul or for sinners in general.”)) Jadi penderitaan di dunia terjadi untuk mendatangkan kasih, ((Lih. Salfivici Doloris, 29-30.)) dan kasih yang memperbaiki dunia yang penuh dosa adalah keselamatan. Maka penderitaan berhubungan erat dengan keselamatan.

Ekaristi juga mengingatkan kita bahwa tidak ada Keselamatan jika tidak ada Salib; dan di dalam Kristus semua salib kita menyumbangkan arti bagi Keselamatan. Di dalam Ekaristi, kita dipersatukan dengan Kristus dan ikut ambil bagian di dalam penderitaan-Nya agar dapat pula mengambil bagian di dalam kemuliaan-Nya.

Ekaristi adalah contoh kerendahan hati Kristus

Di dalam Ekaristi, Kristus menyatakan pemenuhan janjiNya ketika berkata, “Akulah Roti Hidup yang telah turun dari sorga. Barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya… Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman” (Yoh 6:35,51,54,57). Dengan mengambil rupa roti, Yesus membuat Diri-Nya menjadi sangat kecil, meskipun sesungguhnya, bahkan surga-pun tidak cukup untuk memuat DiriNya. Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri dan menjadi seorang hamba… sama dengan manusia. Dan… sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, dan sampai mati di kayu salib (Flp 2: 5-8).

Di dalam kerendahan hati-Nya, Dia menanggung penghinaan untuk dosa yang tidak pernah Dia lakukan. Sekarang, setelah Dia bangkit dari mati, Dia merendahkan diri secara lebih lagi, dengan mematuhi perkataan para imam-Nya, dan hadir di dalam rupa hosti, agar Dia dapat tinggal bersama kita untuk menghantar kita ke hidup yang kekal. Di dalam Ekaristi, Yesus mengajar kita tentang hal kemiskinan dan kerendahan hati. Dia mengambil rupa roti untuk dipecah dan dibagi-bagi, agar Ia dapat hadir ‘di dalam batas sebuah partikel yang kecil’ ((Lawrence G. Lovasik, The Basic Book of the Eucharist, (Manchester, New Hampshire, USA: Sophia Institute Press, 1960, reprint 2001), p. 31)) – hanya untuk menunjukkan bahwa Dia mau melakukan apa saja, untuk menyatakan betapa Dia mengasihi kita. Yesus yang sempurna merendahkan diri-Nya sampai ke titik ter-rendah, supaya kita yang rendah ini dapat dibawa kepada kesempurnaan Tuhan, dengan mengambil bagian di dalam kehidupan-Nya. Ia menjadi contoh bagi kita, supaya kita-pun mau berkurban untuk orang lain, supaya mereka dapat pula mengambil bagian di dalam kehidupan Allah.

Ekaristi membimbing kita kepada pengetahuan akan Tuhan, sebab di dalamnya kita melihat belas kasihan Allah dan kuasa Allah yang dinyatakan lewat perubahan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus untuk menyelamatkan kita. Pada saat yang sama, kita dipimpin untuk sampai pada pengetahuan akan diri kita sendiri, sebab kita diingatkan akan dosa-dosa kita yang telah menyebabkan Dia wafat di Salib. Sungguh, Ekaristi merupakan contoh sempurna tentang kerendahan hati, yang menjadi dasar dari segala nilai-nilai kebijakan dalam Spiritualitas Kristiani. ((lih. St. Thomas Aquinas, Summa Theologiae II-II, Q. 161, a.5 ad 2. “…humility is said to be the foundation of the spiritual edifice.” )) (Lihat artikel: Kerendahan Hati: Dasar dan Jalan menuju Kekudusan) Ekaristi menyatakan dua kebenaran kepada kita: bahwa kita ini pendosa, namun sangat dikasihi oleh Tuhan. Dengan demikian, kita dapat belajar untuk dengan rendah hati menerima Dia yang sungguh-sungguh hadir di dalam Ekaristi, dan bahwa Ekaristi adalah cara Allah untuk mengasihi kita dan menyelamatkan kita.

Ekaristi membawa pada pertobatan yang terus menerus

Belas kasihan Tuhan yang dinyatakan di dalam Ekaristi membawa pertobatan, yang artinya ‘berbalik dari dosa menuju Tuhan’. Hal ini disebabkan karena kita tidak dapat bersatu dengan Tuhan yang kudus, jika kita tetap tinggal di dalam dosa. Pertobatan yang diikuti oleh pengakuan dosa yang menyeluruh adalah langkah pertama yang harus dibuat jika kita ingin sungguh-sungguh memulai kehidupan rohani. Langkah ini adalah pemurnian dari dosa berat (mortal sin). ((Lih. St Francis de Sales, An Introduction to the Devout Life, (Rockford, Illinois, USA: TAN Books and Publishers, 1994), p.14-15)) Sakramen Ekaristi tidak secara langsung menghapuskan dosa-dosa berat ini, namun Ekaristi secara tidak langsung menyumbangkan pengampunan atas dosa-dosa tersebut. ((Lih. Lawrence G. Lovasik, The Basic Book of the Eucharist, p. 77.)) Selanjutnya melalui Ekaristi, Tuhan memberikan rahmat pada kita agar kita sungguh-sungguh bertobat, ‘membenci’ dosa kita, dan hidup dalam pertobatan yang terus-menerus, sebab Dia membantu kita untuk melepaskan diri dari keterikatan yang tidak sehat kepada dunia, yang menurut Santo Franciskus de Sales adalah ‘segala kecenderungan untuk berbuat dosa’. Di dalam Ekaristi, kita ‘melihat’ penderitaan Kristus, sebagai akibat dari dosa-dosa kita, sehingga kita terdorong untuk menghindari dosa tersebut. Dengan pertobatan ini, selanjutnya kita dapat bertumbuh dengan berakar pada Kristus (lih. KGK 1394).

Ekaristi adalah Sakramen Kasih yang mempersatukan

Di atas segalanya, Ekaristi adalah sakramen Kasih. Ekaristi adalah tanda Kasih, yang disebut oleh Gereja sebagai agape, atau pax (damai). Ekaristi adalah pernyataan kasih Tuhan yang tak terbatas dan yang mengakibatkan dua jenis persatuan, yaitu persatuan dengan Tuhan melalui Kristus dan persatuan dengan sesama di dalam Kristus. Akibat dari persatuan ini adalah kasih yang tulus, yang menurut Santo Thomas adalah persahabatan antara manusia dengan Allah berdasarkan dengan kasih dan komunikasi dua arah, yang termasuk pemberian karunia kebahagiaan Tuhan kepada kita. ((Cf. St Thomas Aquinas, Summa Theology II-II, Q.23,a.1. “…since there is a communication between man and God, inasmuch as He communicates His happiness to us, some kind of friendship must needs be based on this same communication, of which it is written (1 Cor 1:9): “God is faithful: by Whom you are called unto the fellowship of His Son.” The love which is based on this communication is charity: wherefore it is evident that charity is the friendship of man for God.)) Dengan demikian, kebahagiaan Allah menjadi kebahagiaan kita. Hal ini membuat kita dapat melakukan perbuatan baik dengan siap sedia dan hati gembira, karena keinginan dan pikiran kita menjadi seperti keinginan dan pikiran Allah.

Ekaristi mendorong kita mengasihi sesama

Jelaslah, kasih kepada Tuhan mendorong kita untuk mengasihi sesama. Kristus telah memberikan perintah untuk mengasihi sesama sebagai perintah utama dalam kehidupan Kristiani, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi ” (Yoh 13:34-35). Kasih di sini adalah kasih yang ‘memberikan diri’ (self-giving), terutama kepada yang miskin dan menderita, seperti yang diceritakan di dalam perumpamaan Orang Samaria yang baik hati. Di sini, orang yang miskin dan menderita, termasuk adalah mereka yang telah menyakiti hati kita dan mereka yang telah kita sakiti hatinya. Kasih mensyaratkan kita untuk melihat mereka sebagaimana Yesus melihat mereka, dan hanya rahmat Allah yang memungkinkan kita untuk melakukan hal ini. Jadi, Allah yang adalah Kasih, adalah sumber kekuatan bagi kita untuk mengasihi. Ekaristi sebagai sakramen kasih memberikan kepada kita rahmat pengudusan yang memampukan kita untuk bertindak sesuai dengan iman, pengharapan dan kasih; untuk memberikan hidup kita untuk mengasihi Tuhan dan sesama, karena kasih kita kepada Tuhan. ((Lih. 1Yoh 3:16; Yoh 15:13, Lumen Gentium 42, Dokumen Vtikan II, Konstitusi tentang Gereja.)) Jadi kesempurnaan kasih bukanlah semata-mata tergantung dari usaha manusia, tetapi adalah karunia yang diberikan dari Allah. ((Lih. Jordan Aumann, Christian Spirituality in the Catholic Tradition, p. 16))

Ekaristi membawa perubahan

Akibat dari rahmat Ekaristi adalah ‘perubahan‘. Yesus bukan hanya mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan DarahNya, tetapi Dia melakukan sesuatu yang lebih dashyat lagi: Ia mengubah kita seutuhnya di dalam Dia dan mengisi kita dengan Roh Kudus yang sama yang membuat-Nya hidup. Dia mengubah keinginan kita untuk berbuat dosa menjadi keinginan untuk mengasihi. Dia mengubah kita, yang mempunyai keinginan hidup sendiri-sendiri menjadi keinginan untuk hidup dalam kebersamaan dalam damai. Sungguh, dengan menerima Ekaristi kita menjadi semakin dekat bersatu dengan Kristus (lih. KGK 1396), sehingga kita dapat terus menerus bertanya pada diri sendiri, “Apa yang akan dilakukan oleh Yesus, jika Ia ada di tempatku?” ((Lawrence G. Lovasik, The Basic Book of the Eucharist, p. 102)) Sikap ini akan membawa kita kepada jalan kekudusan, sebab kita terdorong untuk selalu mencari kehendak Tuhan di dalam segala sesuatu dan menyesuaikan diri kita dengan gambaran-Nya. Kita akan berusaha sedapat mungkin untuk mempergunakan segala kemampuan kita untuk memuliakan Tuhan dengan menyediakan diri bagi pelayanan kepada Tuhan dan sesama. ((Lih. Lumen Gentium 40)) Ekaristi mengubah kita ‘dari dalam’ sehingga kita dapat bertumbuh dalam kesempurnaan kasih yang menjadi kesempurnaan hidup rohani. Kepenuhan dan kebahagiaan hidup yang dicita-citakan oleh spiritualitas dicapai melalui pemberian diri kita di dalam Ekaristi, yaitu saat kita, bersama Yesus dan oleh kuasa Roh Kudus, mempersembahkan diri kita kepada Allah Bapa dan mengambil bagian dalam persatuan dengan kehidupan Allah Tritunggal Mahakudus. Di dalam Tuhan inilah kita dikuduskan.

Buah dari penerimaan Ekaristi tergantung dari sikap kita

Sungguh luas dan dalamlah makna Ekaristi dalam kehidupan rohani kita. Namun, buah dari penerimaan Ekaristi ini tergantung dari sikap kita. Semakin murni hati kita, semakin berlimpahlah rahmat yang kita terima. Sebab rahmat Tuhan yang berlimpah diberikan kepada kita di dalam Ekaristi, yang memberikan buah- buahnya yaitu: memperkuat persatuan kita dengan Allah (KGK 1391, 1396), meningkatkan dan memperbaharui rahmat Baptisan kita (KGK 1392), memisahkan kita dari dosa (KGK 1393-1395), mempersatukan kita sebagai tubuh Mistik Kristus (KGK 1396-1398). Oleh karena itu, kita harus menerima Ekaristi di dalam keadaan berdamai dengan Allah (tidak sedang dalam dosa berat) dan di dalam iman. Di dalam liturgi Ekaristi, pikiran kita harus bersatu dengan perkataan doa kita, dan kita harus bekerja sama dengan rahmat itu; jika tidak, kita menerimanya dengan sia-sia (lih. 2 Kor 6:1, KGK 1394)

Kita harus memiliki pikiran dan hati seperti Bunda Maria, yang mengambil bagian secara penuh di dalam Misteri Paska Kristus, dengan jawaban ‘YA’ yang total kepada Tuhan. Ia mempersembahkan dirinya seutuhnya kepada Allah- sambil menanggung penderitaan sebagai ibu, yang mencapai puncaknya pada saat ia melihat kesengsaraan dan kematian Anaknya di hadapan matanya sendiri, atas tuduhan dosa yang tidak pernah diperbuat oleh-Nya. Oleh karena itu, Bunda Maria menjadi teladan dalam hal iman, kasih dan persatuan yang sempurna dengan Kristus. ((Lih. Redemptoris Mater, (Surat ensiklik Paus Yohanes Paulus II, Bunda Penyelamat), 42)) Dengan menyerahkan segala kehendak bebasnya kepada Allah, Bunda Maria memberikan contoh kepada kita untuk bekerjasama dengan Allah.

Kesimpulan

Ekaristi adalah, “sakramen kasih, tanda kesatuan, dan ikatan kasih”, sebuah Perjamuan Paska di mana Kristus dikurbankan, untuk mengisi kita dengan rahmat yang menghantar kita kepada kehidupan kekal. ((Lih. Sacrosanctum Concilium, 57)) Sebagai sakramen kasih, Ekaristi menjadi sumber kekuatan bagi kita untuk mencapai kesempurnaan kasih yaitu kekudusan. Sebagai tanda kesatuan, Ekaristi menandai persatuan antara Tuhan dengan semua orang beriman (Gereja), dan melalui Gereja, dengan seluruh dunia. Sebagai ikatan kasih, Ekaristi mengarah pada persekutuan dengan Tuhan dan sesama. Sebagai Perjamuan Paska, Ekaristi menggambarkan tujuan akhir kita di surga. Sungguh, Ekaristi menjadi ‘Surga di Dunia’. Oleh karena itu, Ekaristi menjadi sumber dan puncak Spiritualitas Kristiani.

Kita harus bersatu dengan Kritus di dalam Ekaristi, jika kita ingin bertumbuh di dalam kekudusan untuk menjadi semakin serupa dengan Dia; sebab Ia adalah sumber kekudusan dan guru kesempurnaan. “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya,” kata Yesus, “dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku” (Yoh 15:5,8). Kita harus tinggal di dalam Kristus dan Gereja-Nya, yaitu Tubuh-Nya, supaya kita dapat berbuah, yaitu kekudusan di dalam kesempurnaan kasih, untuk memuliakan Tuhan.

Jadi, kekudusan tidak tergantung dari usaha kita semata-mata, tetapi adalah pemberian Tuhan. Di dalam Ekaristi, Tuhan memberikan kasih dan rahmat pengudusan-Nya kepada kita, yaitu pada saat kita berpartisipasi dengan aktif di dalamnya, dengan mengakui bahwa Ia adalah Tuhan, dan kita membiarkan Ia mengasihi kita dan memberikan rahmat-Nya kepada kita sesuai dengan cara yang dikehendaki-Nya. Sebaliknya, kitapun memberikan segenap diri kita kepada Tuhan. Rahmat pengudusan Tuhan akan mengubah kita menjadi orang yang paling berbahagia, karena dapat memberikan diri kita kepada Tuhan dan sesama. Kita yang lemah dan berdosa dapat diubah Tuhan menjadi kudus, dan dimampukan oleh-Nya untuk melakukan perbuatan-perbuatan kasih yang di luar batas pemikiran manusia. Dan di sinilah kemuliaan Tuhan dinyatakan!

4.7 3 votes
Article Rating
71 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
zenny p
zenny p
13 years ago

Romo Wanta yang terkasih,
Menurut TPE yg baru, kalau kita menerima berkat pengutusan itu, Berlutut atau Berdiri ?
Di Keuskupan Denpasar menurut saya masih belum seragam, ada yg pastor mengajak berdiri ada yg mengajak berlutut, Pasti para pastor punya alasan masing-masing.
Namun alangkah indahnya kalau buku yg namanya TPE itu dilaksanakan secara seragam
Trimakasih. Tuhan memberkati

Rm Gusti Kusumawanta
Reply to  zenny p
13 years ago

Zenny katekis di Paroki Negara yang baik,

Seturut rubrik dalam TPE yang telah diaprobasi para Uskup Indonesia berkat penutup umat hendaknya dapat berlutut/berdiri. Setuju kalau umat diajari dan mulai dari para rama pemimpin ibadat/perayaan umat mengajarinya. Jadi keduanya bisa digunakan tergantung bagaimana liturgi ditata di paroki tersebut. Tentang keseragaman tata gerak (gestikulasi) memiliki arti yang berbeda di beberapa tempat. Dalam lingkup Gereja Katolik Indonesia sebaiknya mengikuti apa yang telah ditetapkan di TPE yang sudah di aprobasi tapi masih akan diperbaiki lagi karena Roma meminta beberapa hal koreksi.

salam berkat Tuhan
Rm Wanta

Jonathan Suryono
Jonathan Suryono
14 years ago

Yth. Ibu Inggrid,

Saya mohon informasi tentang perbedaan istilah “MISA” dan “PERAYAAN EKARISTI” ? mana yang benar ? juga arti masing-masing. Atau juga kapan kita menggunakan nya istilah Misa atau Perayaan Ekaristi.
Terima kasih atas perhatian Ibu. Tuhan memberkati.

Salam,

J. Suryono

Stefanus Tay
Admin
Reply to  Jonathan Suryono
14 years ago

Shalom Jonathan Suryono, Terima kasih atas pertanyaannya tentang Ekaristi. Misa (KGK, 1332) dan Ekaristi (KGK, 1328) adalah dua hal yang sama untuk menekankan aspek yang berbeda. Nama Ekaristi adalah untuk menekankan ucapan syukur atau terima kasih kepada Allah dan nama Misa adalah untuk menekankan pengutusan setelah umat dikuatkan dengan Tubuh Kristus. Kita dapat merujuk kepada Katekismus Gereja Katolik (KGK, 1328-1333) sebagai berikut: 1328. Kekayaan isi Sakramen ini menyata dalam aneka ragam nama. Tiap-tiapnya menunjuk kepada aspek tertentu. Orang menamakannya: Ekaristi, karena ia adalah ucapan terima kasih kepada Allah. Kata-kata "eucharistein" Bdk Luk 22:19; 1 Kor 11:24. dan "eulogein" Bdk. Mat… Read more »

Jonathan Suryono
Jonathan Suryono
Reply to  Stefanus Tay
14 years ago

Shalom Pak Stef,

Terima kasih sekali atas penjelasan. Karena saya pernah mendengar dari Pewarta kalau Misa adalah salah satu bagian dari Perayaan Ekaristi. Misa dari terjemahan bahasa Inggris “Mass”, dan menjadi salah kaprah di Indonesia. Maka kita diharapkan lebih baik menyebutkan tidak “ke Gereja” atau “ke Misa” tapi “ke Perayaan Ekaristi”.
Mohon pencerahan dari Pak Stef.

Tuhan memberkati Pak Stef dan Ibu Inggrid atas segala karya di ladang Tuhan.

Salam,

Jonathan Suryono

Stefanus Tay
Admin
Reply to  Jonathan Suryono
14 years ago

Shalom Jonathan,

Terima kasih atas komentarnya. Apa yang dikatakan oleh pewarta tersebut (kalau memang dia mengatakan bahwa Misa adalah salah satu bagian dari Perayaan Ekaristi) adalah tidak benar, seperti yang telah dipaparkan dalam Katekismus Gereja Katolik, KGK 1332. Bahwa kita ke gereja memang tidak selalu sama dengan Misa atau Ekaristi, karena kita dapat juga ke gereja untuk doa adorasi, doa pribadi, dll. Namun kata Misa mempunyai makna yang identik dengan Ekaristi. Semoga hal ini dapat membantu.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org

herlina
herlina
14 years ago

Shalom Katolisitas, Saya ingin mohon bantuan Katolisitas utk beberapa hal mengenai Ekaristi yang kurang saya pahami. Sehubungan dengan pertemuan lingkungan Pendalaman Iman yang sudah dicanangkan dari KAJ untuk bulan2 kosong ini, salah satu temanya adalah ttg Ekaristi. Saya kebetulan dipercayakan utk membawakan tema ini di lingkungan saya. Karena ini menyangkut tanggung jawab saya kepada Tuhan dan juga umat, saya ingin sekali memberikan pengetahuan dan informasi yg benar kepada umat. Oleh karena itu saya mohon bantuan Katolisitas untuk beberapa pertanyaan saya ini. Berikut adalah pertanyaan saya sehubungan dengan Ekarisiti: 1. Pada ayat 23 (Kor 11:23) dikatakan: Sebab apa yang telah kuteruskan… Read more »

angelA MARICI
angelA MARICI
14 years ago

Salam kenal ibu Inggrid..syaloom..Saya sudah sering membaca artikel ibu disini dan sangat bersyukur sekali karena banyak hal yang dapat dipelajari dan dibagikan kepada teman-teman. Kalau boleh saya mau bertanya seputar penerimaan komuni saat misa. ada pengumuman sebelum komuni yang sering kita dengar,bunyinya kira-kira begini: ” yang boleh menerima komuni adalah warga gereja ( yang telah dibaptis) katolik dan telah menerima komuni pertama”. dan ” yang tidak berhalangan” Dapatkah ibu menjelaskan hal ini? karena ada saja orang berpendapat “walaupun dia berdosa, tidak ada yang melarang orang tersebut untuk menjawab kerinduannya bertemu dengan Yesus dalam rupa hosti” atau ” siapa yang tahu… Read more »

Aquilino Amaral
Aquilino Amaral
14 years ago

Salam Buat Bu Ingrind and Pak Step,

Ibu bisa sedikit menjelaskan tentang perayaan ekarisity yang dirayakan oleh Gereja Katolik Roma dan Gereja Katolik Timor yang disebut ORTO-DOXA. apa ada perbedaan? dan umat di bagian Asia Timor menganut ORTO-DOXA itu.
Mohon penjelasan dari ibu,

Salam Kasih dalam Kristus Tuhan!

A. Amaral

Agnus Dei
Agnus Dei
14 years ago

Romo Wanta, ada ganjalan besar sejak mengikuti Misa Natal anak2 di sebuah paroki di JakSel. Suasana kacau balau bahkan tindakan romo yg memimpin misa justru membuat suasana semakin ricuh. Dalam misa tsb. romo mengajak anak2 (orang2 dewasa juga banyak yg mengikuti) utk mengangkat tangan dan bahkan menggoyangkan badan, bertepuk2 tangan dsb. Bahkan Kemuliaan digantikan oleh nyanyian PS 456, dinyanyikan sambil melambai2kan tangan dan bergoyang2 badan. BAhkan saat konsekrasi pun tubuh romo tsb. masih bergoyang2, sepertinya terhanyut suasana sebelumnya. Sayang sekali saya tdk membawa kamera utk merekam hal tsb. Sebagai Katolik, saya tidak mengenal sikap melambai2 tangan, bergoyang2, tepuk tangan selama… Read more »

Rm Gusti Kusumawanta
Reply to  Agnus Dei
14 years ago

Agnus Dei Yth.

Nama anda kok mengambil ritus liturgi yang disakralkan ya? Terus terang saja tidak apa sama Rama. Saya sependapat bahwa cara berliturgi yang demikian dilakukan rama yang anda ceritakan itu tidak benar karena itu perlu ditertibkan. Kalau boleh sebutkan paroki mana.

Terimakasih dan salam
Rm Wanta

Ign. Fadjar Surjadi
Ign. Fadjar Surjadi
14 years ago

Salam Dalam Kristus,

Teman saya bertanya, berapa kali kita boleh membuat Tanda Salib dalam suatu ibadat Ekaristi. Katanya ada suatu paroki di Jakarta yang Romo Parokinya menyatakan cukup hanya sekali saja membuat Tanda Salib, yaitu saat memasuki Gereja dan mengambil Air Suci. Setelah itu tidak perlu lagi membuat Tanda Salib sampai keluar dari Gereja.

Apakah memang ada tatacara / ketentuan khusus / tertulis mengenai hal ini dan bila ada, dimana saya dapat memperolehnya.

Terimakasih atas informasinya.

Salam,
Ign. Fadjar Surjadi

Rm Gusti Kusumawanta
Reply to  Ign. Fadjar Surjadi
14 years ago

Fadjar Yth Tanda Salib dalam perayaan ekaristi cuma dua kali saja pada awal mulai dan pada akhir berkat penutup. Karena itu saat homili tidak perlu tanda salib, saat pembawa persembahan tak perlu tanda salib, saat pengakuan tidak perlu absolusi dengan tanda salib. Demikian penjelasan semoga semakin dipahami. Kalau ambil air berkat itu tidak apa mau dua kali atau tiga kali silakan sebab itu di luar tata perayaan ekaristi. salam Rm Wanta Tambahan dari Ingrid: Shalom Fadjar, Dengan penjelasan dari Romo Wanta, bahwa tanda salib hanya dibuat pada awal mula Misa (bersama dengan Romo pada saat Romo mengawali perayaan Ekaristi) dan… Read more »

Ign. Fadjar Surjadi
Ign. Fadjar Surjadi
Reply to  Rm Gusti Kusumawanta
14 years ago

Terima kasih banyak atas penjelasan dari Romo Wanta dan Mbak Inggrid, saya dapat memahami maksud / artinya secara penuh.

Salam dalam Kristus,
Ign. Fadjar Surjadi

Julius Paulo
Julius Paulo
14 years ago

Hi Katolisitas ! salam sejahtera…. Dalam kesempatan ini saya hendak menanyakan perihal menghadiri misa yang ‘illicit’. Seperti yang kita ketahui, ada beberapa hal di mana misa yang dipersembahkan imam adalah valid, sah namun ‘illicit’ atau illegal, misal jika imam tersebut terkena suspensi. Ambilah contoh kasus SSPX, yang mana sekalipun ekskomunikasi terhadap empat uskup nya telah dicabut, namun status yuridis mereka belum mendapat fakultas dari Tahta Suci, ini menyebabkan mereka belum dapat menjalankan fungsi imamat mereka, dan misa yang dipersembahkan mereka adalah ‘illicit’ namun yang menjadi pertanyaan saya, berdosakah kita jika menerima komuni dari misa tersebut? apa konsekuensi atau sanksi dari… Read more »

Rm Gusti Kusumawanta
Reply to  Julius Paulo
14 years ago

Julius Paulo Yth Kasus pelanggaran kelompok SSPius X (Mgr Levebre dkk) yang telah dicabut, tentu Vatikan juga mengembalikan kewenangannya (facultates), karena bagi saya tidak mungkin seorang imam telah dikembalikan statusnya ke pangkuan Gereja dan telah sah menjadi imam katolik, namun tidak diberikan yuridiksinya. Secara yuridis biasanya kuasa dan yurisdiksi mengikutinya ketika imam telah diterima kembali dari hukuman. Maka seorang imam yang telah dibebaskan dari sangsi kanonik menerima kedua hal ini: officio dan yuridiksi (facultates). Jika terjadi kasus imam yang yurisdiksinya dicabut, imam itu melakukan tindakan sakramen tidak sah seperti perkawinan misalnya. Imam yang merayakan misa illicit bersama umat illicit, adalah… Read more »

Julius Paulo
Julius Paulo
Reply to  Rm Gusti Kusumawanta
14 years ago

Salam sejahtera, Terima kasih banyak Romo Wanta yang telah meluangkan waktu untuk membahas dan menjawab pertanyaan saya, dalam kesempatan ini sengaja saya tuliskan pertanyaan saya di kolom ini. Romo, dalam balasan terhadap pertanyaan saya yang akhirnya sudah ditampilkan, tertulis; “Di Jakarta ada kelompok yang misa tridentine bahasa Latin tiap bulan di paroki Matraman, Minggu lalu tgl 6 Desember saya mempersembahkan misa Tridintine bersama umat sekitar 30 orang .” Mohon maaf sebelumnya romo, bukankah misa bahasa Latin tersebut yang diadakan di paroki Matraman adalah Missale Romanum Paulus VI? sebab sejauh yang saya pelajari, misa ini memiliki beberapa perbedaan dengan Missale Tridentium,… Read more »

Rm Gusti Kusumawanta
Reply to  Julius Paulo
14 years ago

Julius Paulo Yth Benar selama ini yang pernah saya layani missale Romanus Paulus VI sedangkan Missale Tridentinum (SSP X dan pengikut Lefebre) meski Bapa Suci Paus Benediktus XVI memperkenankan misa ritus demikian dan belum pernah dicabut penggunaan misa tersebut di KAJ sejauh yang saya ketahui tidak diperkenankan karena tidak relevan bagi umat mungkin nambah kacau karena sangat berbeda dengan misa yang telah dirayakan selama ini. Demikian keterangan dari Komlit KWI selama ini umat sudah dibiasakan dengan MR Paulus VI yang sudah sangat dihayati dan untuk Misa bahasa Latin seperti dilakukan kelompok kecil di Matraman tetap diperbolehkan. Jika anda sudah pernah… Read more »

Julius Paulo
Julius Paulo
Reply to  Rm Gusti Kusumawanta
14 years ago

Rm.Wanta, Pr. Yth Terima kasih atas jawaban dan kesedian Romo untuk berdiskusi, sungguh sangat saya hargai dan harapkan, mungkin jika ada kesempatan bagi saya untuk bertemu langsung dengan romo perihal diskusi tentang liturgi, akan saya nantikan datangnya waktu itu. Sedikit menanggapi jawaban romo, saya ingin sedikit memberikan tambahan. Yaitu kaitan antara Misa Tridentine dengan kelompok SSPX atau pengikut Mgr.Lefebvre. Seringkali misa Tridentine dikaitkan atau diidentikkan dengan kelompok-kelompok tersebut yang memang saat ini masih dalam proses dialog dengan Tahta Suci akan rekonsiliasinya, tentunya kita mengharapkan kembalinya kelompok tersebut ke dalam pangkuan Bunda Gereja yang Satu dalam Gereja Katolik. Namun hal ini… Read more »

Stefanus Tay
Admin
Reply to  Julius Paulo
14 years ago

Shalom Julius Paulo, Terima kasih atas tanggapannya. Saya coba menjawab diskusi ini. Romo Wanta tahu secara persis bahwa memang Misa Tridentine tidak selalu diidentifikasikan dengan SSPX. Bahkan Paus Benediktus XVI secara khusus dalam surat apostoliknya “Summorum Pontificum” menegaskan bahwa Roman Missal (tahun 1970) merupakan “ordinary way of Catholic worship“, sedangkan Roman Missal (tahun 1962 / Tridentine) merupakan “The extraordinary expression of the same law of prayer”, yang dituliskan oleh Paus Benediktus XVI dalam artikel 1. Kemudian dalam artikel 5 dituliskan juga bahwa kalau ada kelompok yang tetap, yang menginginkan misa Tridentine, maka pastor dapat mengadakannya, namun juga harus tetap menjaga… Read more »

Cahyaningtyas
Cahyaningtyas
15 years ago

Syalom Pak Stef dan Bu Ingrid, Saya mempunya anak umur 3 tahun yang sedang aktif2nya, sehingga tidak pernah bisa diam barang satu menitpun, dimanapun dan kapanpun kecuali kalau sedang tidur saja. Kalau hari Minggu dia selalu saya ajak ke Gereja, walaupun saya dan suami selalu duduk di luar karena sembari mengawasi anak saya yang tidak pernah mau duduk diam. Saya dan suami bergantian mengikuti anak saya yang lari2an kesana kemari dan dia juga tidak mau mengikuti sekolah Minggu. Pertanyaan saya adalah, pantaskah saya dan suami menerima Komuni padahal kami tidak bisa mengikuti misa dengan khusuk, bahkan bacaan Kitab Suci hari… Read more »

Leon
Leon
15 years ago

Shalom,

Saya ingin bertanya sejarah protestanisme.. bisakah anda ceritakan agar saya semakin mengerti, dan soal penjualan surat pengampunan dosa mengapa mereka melakukan hal tersebut.

Saya menunggu jawaban dari bpk/ibu. Terima kasih

Stefanus Tay
Admin
Reply to  Leon
15 years ago

Shalom Leon,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang sejarah Protestanism dan soal penjualan surat pengampunan dosa. Untuk sejarah Protestanism, saya minta maaf, karena belum ditulis. Memang rencananya katolisitas.org akan menuliskan tentang sejarah Gereja, namun hal ini memerlukan riset dan waktu yang cukup panjang.
Untuk kesalahpahaman penjualan surat pengampunan dosa, dapat dibaca di sini (silakan klik). Dan untuk mengerti apa sebenarnya indulgensi, silakan membaca artikel ini (silakan klik).
Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – https://www.katolisitas.org

antonius
antonius
15 years ago

selamat pagi katolistas…
membaca diskusi diatas, saya pingin bertanya sejarah asal mula terpisahnya Gereja Orthodox dgn GK.
saya pernah membaca sebelum masalah fillioque pun sebenarnya GO sdh tidak setia dgn GK..
namun setelah skisma timur, maka Gereja2 Timur yg tidak setia kepada GK menjadi Orthodox…
Saya mohon informasi yg tepat dan lengkap dong pak/bu ???

terima kasih sebelumnya

Bonar Siahaan
Bonar Siahaan
15 years ago

Yth. Pak Stef, Terima kasih atas tanggapan yang begitu cepat. Pak Stef dan pengasuh katolisitas, ada pertanyaan mengganjal yang sudah saya tanyakan kebeberapa Imam lewat e mail, namun sebagian tak menjawab (mungkin sibuk ya), bagaimana pandangan/tanggapan resmi Gereja/Hirarki, atas persamaan/kemiripan tata cara ibadat di GKI dengan TPE (hanya minus Liturgi ekaristi/DSA), juga Bc 1, Mzm, Bc 2 dan Injil nya hampir sama untuk seluruh penanggalan liturgi termasuk penamaan Tahun Liturgi, seperti tahun ini sama disebut Tahun B (contoh : GKI : Sunday, 19 April 2009 : Minggu Paskah 2 – Tahun B; Tema: Tetap Percaya Walau Tidak Melihat ; Kisah… Read more »

Stefanus Tay
Admin
Reply to  Bonar Siahaan
15 years ago

Shalom Bonar, Terima kasih atas dukungannya terhadap katolisitas.org. Mengenai ibadah GKI, saya sendiri tidak terlalu tahu persis bagaimana ibadah mereka. Karena GKI berasal dari Lutheran, maka saya akan coba bandingkan dengan Lutheran Church di USA. Memang ibadah mereka mirip dengan Gereja Katolik. Tentu saja ini bukan sesuatu yang mengherankan, karena pendiri dari dari Lutheran adalah Martin Luther, yang dulunya adalah seorang pastor. Dari beberapa dokumen gereja Lutheran, kita dapat melihat bahwa mereka menghargai liturgi: 1) On holy days, and at other times when communicants are present, Mass is held and those who desire it are communicated. Thus the Mass is… Read more »

chris
Reply to  Stefanus Tay
15 years ago

Saya kemarin pernah membuka website GKI, disana banyak bacaan kitab suci disertai renungan-renungan Ibadah Hari Minggu. Memang kalender liturginya sama dengan Gereja Katolik, hanya saja tetap ada yang berbeda, misalnya tanggal 1 Januari Gereja Katolik merayakan Hari Raya Santa Maria Bunda Allah, di GKI tidak ada hari raya tersebut. Untuk Rabu Abu, Kamis Putih, Jumat Agung, bacaannya sama.

Minggu Biasa antara Masa Natal dengan Masa Prapaskah di Protestan disebut Minggu sesudah Epifani, namun saya lihat bacaannya sama dengan Gereja Katolik.

Salam

Chris

Isa Inigo
Isa Inigo
Reply to  Stefanus Tay
15 years ago

Salam semua, khususnya Pak Stef dan Bu Ingrid. Saya pernah bincang-bincang dengan seorang pendeta GKI Peterongan Semarang mengenai liturgi, dan beliau mengatakan bahwa memang GKI mengikuti saja kalender dari Gereja Katolik, hanya penafsirannya beda. Memang sudah diputuskan oleh sinode gereja mereka untuk mengikuti kalender bacaan dari Katolik. Demikianlah sekedar tambahan informasi.
Salam: Isa Inigo

Agios
Reply to  Stefanus Tay
15 years ago

Saya kira, yang tertulis di CCC ttg apa saja yg termasuk Gereja Timur itu kurang lengkap. Kalau kita lihat lebih dekat, ada Gereja Assiria Timur, Gereja Apotolik Armenia, Gereja Orthodox Oriental, dan Gereja Orthodox. Semuanya mempunyai Misteri Suci (Sakramen) yang sama dgn Katolik Roma, dan mereka juga mempunyai Apostolik Succession. Sehingga, Ekaristi mereka juga sah. [dari admin: komentar berikut ini digabungkan] Saya kira, walau intinya sama, tapi lebih tepat kalau dikatakan bahwa Gereja Timur mempunyai ekspresi teologi yang berbeda dengan Gereja Barat. Paus sebagai pemimpin Gereja Katolik tidak dilihat sebagaimana umat Katolik Roma melihat Paus (yang langsung berada di bawah… Read more »

Chris
15 years ago

Pak Stef, Bu Ingrid

ada pertanyaan,
ada seorang Protestan dibaptis selam dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus dan pada saat paskah kadang orang tersebut ikut perayaan-nya juga di Gereja Katolik. Pertanyaan-nya, apakah dari sudut pandang Katolik saya tidak boleh menerima Roti dan Anggur? [coba cek: “Karena mereka ini, yang percaya kepada Kristus dan menerima pembaptisan dengan baik, berada dalam semacam persekutuan dengan Gereja Katolik, walaupun tidak sempurna.” (Dekrit Konsili Vatikan II tentang Ekumene, Unitatis Redintegratio, no. 3).]

Mohon penjelasannya, terima kasih

Tuhan memberkati.

Irena
Irena
15 years ago

Saya menemukan web ini secara tidak sengaja waktu sedang browsing web katolik. Ternyata webnya bagus banget n comment2nya pun tidak “bikin emosi tinggi” seperti banyak web keagamaan lain. Saya yang dibaptis sejak lahir dan minim pengetahuan terhadap iman katolik menemukan banyak sekali pencerahan di sini, he9… Saya ada beberapa pertanyaan, mohon dijawab: 1. Mengapa ekaristi senantiasa menjadi pusat ibadat dalam gereja Katolik? Kenapa bukan sabda (seperti teman-teman Protestan) atau yang lain? 2. Apa sebenarnya dosa asal itu? Saya sudah banyak membaca dan bertanya. Ada guru agama yang menjawab bahwa dosa asal itu adalah “kecenderungan dosa/untuk berbuat dosa”, tapi jawaban itu… Read more »

Stefanus Tay
Admin
Reply to  Irena
15 years ago

Shalom Irena, Terima kasih atas pertanyaan dan dukungannya terhadap katolisitas.org. Berikut ini adalah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan Irena. 1) Pertanyaan tentang ekaristi, silakan melihat artikel ini (silakan klik) dan mengapa Ekaristi menjadi puncak kehidupan umat Kristiani, silakan baca artikel ini (silakan klik), dan bagaimana untuk mempersiapkan diri untuk menyambut Ekaristi silakan membaca artikel ini (silakan klik). 2) Untuk menjawab dosa asal, maka silakan membaca artikel ini (silakan klik). Dan juga diskusi disini (silakan klik), yang intinya adalah: (a) Dengan penebusan Kristus, maka Kristus telah memberikan jalan menuju keselamatan (Yoh 14:6). Ibaratnya, dengan penebusan Kristus, maka Yesus telah membangun suatu jembatan yang… Read more »

thomas suheri kartawijaya
15 years ago

bagus. sangat jelas informasinya. mudah dicerna. makin bertambah imannya. terima kasih.

Kristofer
Kristofer
15 years ago

Halo,
saya mau nanya tentang Ekaristi:
1. Katanya, kalau Roti dan Anggur pada waktu malam perjamuan terakhir tidaklah lengkap.. ada lagi .. yaitu ketika Yesus haus dan diberi Anggur Masam, oleh karena itu dikatakan “telah selesai”. Lalu ditusuk dengan tombak, keluarlah darah dan air. Apakah itu benar?

2. Holy Grail itu apa yah? Bagaimana penyikapan ttg Da Vinci Code karya Dan Brown?

saya kadang hilang iman ketika Ekaristi.. bagaimana cara untuk meningkatkannya ya?

Yohanes K
Yohanes K
15 years ago

Salam,
Pada Perjamuan Akhir bersama ke-12 Rasulnya, Yesus mengatakan ‘Lakukanlah ini sebagai Peringatan/Kenangan akan Daku’. Tetapi disetiap Misa/Perayaan Ekaristi, Roti dan Anggur yang dipersembahkan oleh imam harus kita imani sebagai ulangan Perja-muan Akhir 2013 tahun yang lalu, yaitu sebagai Tubuh dan Darah Yesus, tidak sekedar sebagai ritual kenangan.
A) Bagaimana dijelaskan Perayaan Ekaristi tak sekedar ritual peringatan/kenangan?
B) Apakah orang Protestan juga mengimani Perjamuan Suci seperti orang Katolik?

Mei
Mei
15 years ago

Salam kasih,
Saya membaca Luk.10:25-37 tentang orang Samaria yang baik hati.Yang ingin saya tanyakan, adakah sesuatu yang khusus tentang orang Samaria sehingga Tuhan Yesus memilih orang Samaria sebagai “profil” orang yang baik hati dalam perumpamaannya?Mengapa bukan orang Lewi? Atau bahkan si tokoh imam?
Jika orang Samaria digambarkan sebagai orang yang baik dalam perikop di atas, mengapa dalam Yoh.4:9 disebutkan orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria?
Mohon penjelasannya ya. Karena dalam membaca kitab suci, kadang saya kesulitan memahami situasi yang diceritakan sehingga kadang sulit menangkap pesannya.
Terima kasih sebelumnya.
Tuhan memberkati kita semua.

Stefanus Tay
Admin
Reply to  Mei
15 years ago

Shalom Mei, Terima kasih atas pertanyaannya. Untuk memahami perikop orang Samaria yang baik hati (Luk 10:25-37) dan juga kaitannya dengan orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria (Yoh 4:9), maka kita harus melihat beberapa hal: 1) Pada saat pemerintahan Rehabeam, Israel terbagi menjadi dua, yang terdiri dari sepuluh suku di bagian utara, yang disebut kaum Israel dan Yehuda (terdiri dari Yehuda dan suku Benyamin). Dan Samaria adalah merupakan pusat kerajaan di bagian utara. Dan dua kerajaaan ini tidak hidup dengan rukun. Dalam pemerintahan Yerobeam, raja Israel, persembahan kepada Tuhan tidak lagi dilakukan di Yerusalem, namun dia mendirikan patung dua anak… Read more »

Julius Santoso
Julius Santoso
16 years ago

Sdr. Ingrid Listiati

Istri saya yang dulunya protestan sekarang menjadi Katolik dan keluarga dari istri banyak yang protestan dan keluarga saya Katolik. Pada suatu hari ada yang mengatakan bahwa dalam kebaktian Bujono Suci dalam protestan sama dengan ekaristi. Pertanyaan saya : Apakah Roti dan Anggur di kebaktian protestan sama dengan Ekaristi?.

Mohon pencerahannya.

Julius Santoso
Julius Santoso
16 years ago

Stefanus Tay dalam jawaban pertanyan menulis : Ada yang mengajukan argumentasi bahwa Yesus menikah dengan Maria Magdalena berdasarkan beberapa kitab-kitab yang tidak termasuk dalam alkitab. Dan inilah yang dijabarkan secara panjang lebar dalam karya fiksi (fiksi = tidak nyata) dalam Da Vinci Code tulisan Dan Brown. Pertamyaan saya : 1. Mengapa otoritas Gereja Katolik tidak melakukan gugatan kepada penulis fiksi yang seakan membiarkannya dan bahkan karya fiksi itu ada yang menterjemahkan dalam banyak bahasa?. Bukankah ini menyesatkan? 2. Didalam lukisan Perjamuan Kudus dilukis / digambarkan Meria Magdalena kepalanya menempel di pundak Yesus, dan bahkan banyak orang Katolik yang memasang gambarnya.,… Read more »

Ingrid Listiati
Ingrid Listiati
Reply to  Julius Santoso
16 years ago

Shalom Julius, 1) Setahu saya, Vatikan memang menolak isi buku Da Vinci Code, karangan Dan Brown. Pada tanggal 15 Maret 2005, Vatikan menunjuk Tarcisio Kardinal Bertone, seorang Kardinal Italia yang pada waktu itu bertugas sebagai Archbishop di Genoa untuk menangani masalah ini. Kardinal Bertone kemudian menyuarakan reaksi keras dan menolak isi buku Da Vinci Code yang menyatakan bahwa Yesus menikah dengan Maria Magdalena dan memiliki keturunan. Kardinal Bertone menyebut bahwa hal itu merupakan pernyataan yang sesat dan memalukan, dan ia menganjurkan agar para umat beriman memboikot buku tersebut (dan juga filmnya pada tahun 2006). Lihat jawaban bahwa tidak benar Yesus… Read more »

Chandra
Chandra
Reply to  Ingrid Listiati
15 years ago

Selamat Tahun Baru P. Stef & B.Ingrid, semoga di tahun yang baru Tuhan Yesus lebih memberkati dan lebih sukses.

Dari penjelasan di atas mengenai mruid Yesus yang duduk di sebelah kanan Yesus dan menyandarkan kepalanya di dada Yesus adalah Yohanes, anak sulung Zebedeus. Pertanyaan saya adalah bukankah Yohanes adalah murid termuda dari keduabelas rasul Yesus? Jika Yohanes adalah anak sulung jadi dia adalah kakak dari Yakobus, berarti dia bukan murid termuda?
GBU,

Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
71
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x