[Hari Minggu Pentakosta: Kis 2:1-11; Mzm 104: 1-24-34; 1Kor 12:3-7, 12-13; Yoh 20:19-23]
Berikut ini adalah terjemahan khotbah Paus Fransiskus di hari Pentakosta, tahun 2015:
“Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu” (Yoh 20:21-22). Karunia Roh Kudus di sore hari Kebangkitan-Nya kembali terjadi lagi di hari Pentakosta, yang kali ini diintensifkan dengan tanda-tanda luar biasa yang terlihat oleh mata. Di sore hari Paska, Yesus menampakkan diri kepada para Rasul-Nya dan menghembusi mereka dengan Roh Kudus-Nya (lih. Yoh 20:22). Di pagi hari Pentakosta, pencurahan Roh Kudus terjadi dengan cara yang membahana, seperti suara angin yang mengguncangkan tempat di mana para rasul berkumpul, memenuhi pikiran dan hati mereka. Mereka menerima kekuatan baru yang begitu besar sehingga mereka mampu mewartakan Kebangkitan Kristus dalam berbagai bahasa: “Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya” (Kis 2:4). Bersama dengan mereka, ada Maria, Bunda Yesus, sang murid yang pertama dan Bunda dari Gereja yang baru lahir. Dengan kedamaiannya dan senyumnya, ia menemani Sang Mempelai muda yang bersukacita, yaitu Gereja Yesus.
Sabda Allah, khususnya dalam bacaan-bacaan hari ini, mengatakan kepada kita bahwa Roh Kudus berkarya di dalam setiap orang dan komunitas yang dipenuhi dengan Roh Kudus: Ia membimbing kita kepada seluruh kebenaran (lih. Yoh 16:13), Ia memperbarui muka bumi (Mzm 104:30) dan Ia memberikan kepada kita buah-buahnya (lih. Gal 5:22-23).
Dalam Injil, Yesus berjanji kepada para muridNya bahwa ketika Ia kembali kepada Bapa, Roh Kudus akan datang dan membimbing mereka kepada seluruh kebenaran (lih. Yoh 16:13). Sungguh Ia menyebut Roh Kudus “Roh Kebenaran”, dan menjelaskan kepada para murid-Nya, bahwa Roh Kudus akan membawa mereka kepada pengertian yang lebih jelas, apa yang Ia, Sang Mesias, telah katakan dan lakukan, secara khusus tentang kematian dan kebangkitan-Nya. Kepada para Rasul, yang tidak dapat menanggung skandal penderitaan Guru mereka, Roh Kudus akan memberikan pemahaman yang baru tentang kebenaran dan keindahan kejadian yang menyelamatkan itu. Pada awalnya mereka dilumpuhkan oleh rasa takut, mengunci diri dalam Ruang Atas untuk menghindari imbas dari Jumat Agung. Namun kini mereka tidak lagi merasa malu menjadi murid-murid Kristus; mereka tidak lagi gemetar di hadapan pengadilan manusia. Dipenuhi dengan Roh Kudus, mereka kini memahami “seluruh kebenaran”: bahwa kematian Yesus bukanlah suatu kekalahan, sebaliknya adalah pernyataan tertinggi dari kasih Allah, kasih yang, dalam Kebangkitan, mengalahkan maut dan meninggikan Yesus sebagai Seorang yang hidup, Tuhan dan Penebus umat manusia, dari sejarah dan dari dunia. Kebenaran ini, yang tentangnya para Rasul adalah saksi, menjadi Kabar Gembira yang harus diwartakan kepada semua orang.
Karunia Roh Kudus memperbaharui dunia. Pemazmur berkata, “Engkau mengutus Roh Kudus dan Engkau membaharui muka bumi (Mzm 104:30). Tentang kelahiran Gereja, Kisah Para Rasul secara penting menghubungkannya dengan Mazmur ini, yang merupakan kidung pujian yang agung kepada Allah Pencipta. Roh Kudus yang diutus Kristus dari Bapa dan Roh Kudus Pencipta yang memberikan kehidupan kepada segala sesuatu adalah satu dan sama. Maka, menghormati ciptaan, adalah persyaratan dari iman kita: “kebun” yang di dalamnya kita hidup, dipercayakan kepada kita bukan untuk dieksploitasi tetapi untuk dijadikan subur dan diolah dengan hormat (lih. Kej 2:15). Namun ini mungkin, hanya jika Adam—manusia yang dibentuk dari debu tanah—mengizinkan dirinya sendiri untuk dibaharui oleh Roh Kudus, hanya jika ia mengizinkan dirinya sendiri untuk dibentuk kembali oleh Allah Bapa dengan teladan Kristus, Adam yang baru. Dengan cara ini, dengan diperbarui oleh Roh Allah, kita akan sungguh dapat mengalami kebebasan sebagai anak-anak Allah dalam keselarasan dengan semua ciptaan. Dalam setiap ciptaan, kita akan dapat melihat pantulan kemuliaan Sang Pencipta, seperti dikatakan dalam ayat Mazmur yang lain: “Ya Tuhan Allah kami, betapa mulianya nama-Mu, di seluruh bumi” (Mzm 8:2,10).
Dalam Surat kepada umat di Galatia, St. Paulus ingin menunjukkan “buah-buah” yang dimanifestasikan dalam hidup mereka yang berjalan dalam jalan Roh Kudus (lih. Gal 5:22). Di satu sisi, ia menunjukkan “kedagingan”, dengan daftar sifat buruk yang berhubungan dengannya: perbuatan-perbuatan dari orang-orang yang egois dan menutup diri terhadap Tuhan. Di lain sisi, terdapat orang-orang yang dengan iman mengizinkan Roh Allah untuk masuk dalam hidup mereka. Dalam diri mereka, karunia-karunia Allah merkembang, memuncak dalam sembilan kebajikan yang disebut oleh Paulus sebagai “buah-buah Roh Kudus”. Dengan demikian ia meminta, di awal dan akhir bacaan tersebgut, sebagai program kehidupan: “Berjalanlah dalam terang Roh Kudus” (Gal 5:6, 25).
Dunia memerlukan orang-orang—pria dan wanita—yang tidak menutup diri mereka sendiri, tetapi mereka yang dipenuhi dengan Roh Kudus. Menutup diri dari Roh Kudus artinya bukan hanya kekurangan kebebasan; itu adalah dosa. Terdapat banyak cara seseorang dapat menutup dirinya kepada Roh Kudus: dengan keegoisan demi pencapaian diri sendiri; dengan legalisme yang kaku—terlihat dalam sikap para pengajar hukum Taurat yang disebut oleh Yesus sebagai “orang munafik”; dengan pengabaian apa yang diajarkan Yesus; dengan menghidupi kehidupan Kristiani tidak sebagai pelayanan kepada sesama tetapi sebagai pengejaran akan kepentingan pribadi dan banyak hal lainnya. Dunia memerlukan keberanian harapan iman dan ketahanan dari para pengikut Kristus. Dunia memerlukan buah Roh Kudus: “kasih, sukacita, damai sejahtera, kemurahan hati, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan pengendalian diri” (Gal 5:22). Karunia Roh Kudus telah dicurahkan atas Gereja dan atas setiap kita, sehingga kita dapat menghidupi hidup iman yang tulus dan perbuatan kasih yang nyata, sehingga kita dapat menabur benih rekonsiliasi dan damai sejahtera. Dikuatkan oleh Roh Kudus dan banyak karunia-Nya, semoga kita dapat bertempur tanpa kompromi melawan dosa dan korupsi, dengan membaktikan diri kita dengan kegigihan yang sabar kepada karya-karya keadilan dan perdamaian.”
(Paus Fransiskus, Homili, Minggu Pentakosta, 2015).