Pertanyaan:

Yth. Katolisitas

mohon penjelasan tentang ayat di 2 Korintus 7:9 “Namun sekarang aku bersukacita,bukan karena kamu telah berdukacita melainkan karena dukacitamu membuat kamu bertobat. sebab dukacitamu itu adalah menurut kehendak Allah..”
di ayat tesebut dikatakan duka menurut kehendak Allah.yang termasuk dukacita menurut kehendak Allah dan yang bukan yang bagaimana?
Desy

Jawaban:

Shalom Desy,

Terima kasih atas pertanyaannya tentang dukacita menurut kehendak Allah. Dikatakan di dalam 2 Kor 7:9 “namun sekarang aku bersukacita, bukan karena kamu telah berdukacita, melainkan karena dukacitamu membuat kamu bertobat. Sebab dukacitamu itu adalah menurut kehendak Allah, sehingga kamu sedikitpun tidak dirugikan oleh karena kami.” Apakah yang dimaksud dengan dukacita menurut kehendak Allah? Berikut ini adalah jawaban yang dapat saya berikan:

1. Dikatakan di ayat sebelumnya “Jadi meskipun aku telah menyedihkan hatimu dengan suratku itu, namun aku tidak menyesalkannya. Memang pernah aku menyesalkannya, karena aku lihat, bahwa surat itu menyedihkan hatimu–kendatipun untuk seketika saja lamanya–,” (2Kor 7:8). Dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa kesedihan mereka disebabkan oleh surat rasul Paulus, yang menegur dengan keras kehidupan jemaat di Korintus. Surat teguran kepada jemaat di Korintus dapat kita baca dalam surat kepada jemaat di Korintus yang pertama, yang menegur jemaat di Korintus karena adanya (a) perpecahan: 1Kor 1-4, (b) keangkuhan spiritual: 1Kor 3:1-4, (c) kehidupan moral yang tidak baik: 1Kor 5:1-13; 1Kor 6. Walaupun ada banyak karunia Roh Kudus yang dicurahkan kepada jemaat di Korintus, namun mereka dianggap masih sebagai anak-anak, yang harus diberi susu, dan dianggap sebagai manusia duniawi yang belum dewasa dalam iman.

2. Teguran yang keras dari rasul Paulus mendatangkan duka cita bagi jemaat di Korintus. Namun, rasul Paulus menyebutkan bahwa dukacita mereka adalah dukacita menurut kehendak Allah, yang berbeda dengan duka cita oleh dunia ini. Perbedaannya adalah dukacita dari Allah mendatangkan pertobatan yang benar. Teguran rasul Paulus mendatangkan pertobatan, namun pertobatan ini memberikan satu harapan. Harapan ini bersumber pada Allah yang berbelas kasih, bahwa Allah senantiasa memberikan kesempatan kepada orang-orang yang ingin bertobat. Dan pertobatan ini mendatangkan keselamatan.

Pertobatan yang mendatangkan keselamatan adalah pertobatan batin yang benar. Katekismus Gereja Katolik (KGK, 1431) menyatakan “Tobat batin adalah satu penataan baru seluruh kehidupan, satu langkah balik, pertobatan kepada Allah dengan segenap hati, pelepasan dosa, berpaling dari yang jahat, yang dihubungkan dengan keengganan terhadap perbuatan jahat yang telah kita lakukan. Sekaligus ia membawa kerinduan dan keputusan untuk mengubah kehidupan, serta harapan atas belas kasihan ilahi dan bantuan rahmat-Nya. Pertobatan jiwa ini diiringi dengan kesedihan yang menyelamatkan dan kepiluan yang menyembuhkan, yang bapa-bapa Gereja namakan “animi cruciatus” [kesedihan jiwa], “compunctio cordis” [penyesalan hati] (Bdk. Konsili Trente: DS 1676-1678; 1705; Catech. R. 2,5,4.)” Dengan demikian pertobatan jiwa diiringi dengan kesedihan yang menyelamatkan dan kepiluan yang menyembuhkan, yang mengantar seseorang berpaling dari dosa dan kemudian berjalan di jalan Allah.

Kesedihan jiwa sebagai manifestasi dari pertobatan dan penyesalan berbeda dengan kesedihan dari dunia ini – yang mengantar manusia pada keputusasaan. Kesedihan dari dunia ini adalah suatu keputusasaan, tidak melihat adanya harapan untuk memperbaiki diri. Berfikir bahwa dosanya lebih besar dari pengampunan Tuhan. Dan hal ini dapat berakhir pada kebinasaan, seperti yang dialami oleh Yudas Iskariot.

3. Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa rasul Paulus menjalankan fungsinya sebagai pemimpin umat, untuk menegur umatnya yang telah melakukan kesalahan. Walaupun teguran ini mendatangkan kesedihan di hati umatnya, namun sungguh berguna secara spiritual, karena mendatangkan pertobatan yang benar, yang mengantar umat Allah pada keselamatan. Dan inilah yang membuat rasul Paulus bersukacita di atas dukacita umatnya.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org

6 COMMENTS

  1. Dear katolisitas,
    Akhir-akhir ini saya megalami pergumulan batin semenjak saya menonton berita mengenai kejadian tragis bus yang mengangkut 18 jemaat dari gereja Bethel Indonesia dimana bus tersebut jatuh ke jurang dan semua penumpangnya tewas. Saya memaklumi kehendak Tuhan jika ia mengakhiri kehidupan orang-orang, namun saya menjadi seperti ‘menuntut’ Tuhan atas kehendak-Nya tersebut. Yang menjadi permasalahan bagi saya adalah sebagai berikut:
    -saya yakin bahwa pasti ada/mungkin hampir seluruh penumpang bus tersebut maupun jemaat di gereja tersebut yang berdoa karena pengalaman saya di setiap acara pergi-pergi yang diadakan gereja biasanya umatnya selalu berdoa terlebih dahulu mohon perlindungan dan penyertaan Tuhan agar selamat sampai tujuan
    -saya menjadi merasa dibohongi dengan ayat favorit saya sendiri dari injil lukas yang isinya seperti ini: “atau adakah diantara kamu yang memberikan kalajengking apabila anakmu meminta ikan… apabila kamu yang jahat tahu apa yang baik untuk diberikan kepada anak2mu, apalagi Bapamu yang ada di sorga. Tolong pencerahannya
    -saya menjadi terus menerus bertanya kepada diri saya sendiri, “Lalu untuk apa kita berdoa memohon sesuatu kepada Tuhan jika semua yang terjadi adalah kehendak-Nya? Adakah doa kita mengubah rencana-Nya? “Mintalah maka akan diberikan kepadamu”, tapi kasus kecelakaan diatas terasa seperti kebalikannya.

    Sekian pergumulan saya, saya harap katolisitas berkenan memberi tanggapan serta pencerahannya kepada saya. Sekian dan Tuhan memberkati

    • Shalom Pieter,

      Ada banyak hal yang terjadi di sekitar kita yang tak dapat kita pahami sepenuhnya saat ini. Namun bagi orang beriman, kita percaya, kelak Tuhan akan menyatakannya kepada kita bagaimana Ia turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi semua orang yang mengasihi Dia (lih. Rom 8:28). Kita tidak dapat menilai kebaikan hanya dari sudut pandang kita sebagai manusia, atau hanya terbatas dalam hidup kita di dunia. Sebab kebaikan yang Tuhan maksudkan, melampaui pemikiran kita manusia, dan menyangkut rencana-Nya untuk keselamatan banyak orang. Kematian yang tragis memang sering membuat manusia terhenyak, dan menilainya sebagai hukuman, tetapi di mata Tuhan, kematian orang beriman hanyalah peralihan menuju kehidupan kekal bersama-Nya. Tuhanlah yang memberi hidup, Tuhanlah yang berhak mengambil-Nya kembali, menurut cara dan kehendak-Nya yang dipandang-Nya baik untuk mendatangkan pertobatan dan menumbuhkan iman, pengharapan dan kasih, bagi umat yang dikasihi-Nya. Demikianlah kita menyikapi dan merenungkan kematian saudara-saudari kita dalam kecelakaan itu, agar kita dapat memandang kejadian tersebut dengan kacamata iman. Hidup di dunia ini sungguh sementara, dalam waktu sekejap kita dapat kembali kepada-Nya. Karena itu semoga kita, seperti Rasul Paulus, dapat dengan takut dan gentar mengerjakan apa yang menjadi bagian kita (Flp 2:12), agar kita didapati-Nya siap sedia, ketika ajal menjemput kita. Dengan demikian, mata hati kita tak terfokus kepada bagaimana caranya kita akan wafat, tetapi kepada kehidupan kekal yang dijanjikan Allah setelah tubuh kita wafat. Demikianlah kita melihat kepada apa yang terjadi pada para Rasul, dan para sahabat Yesus, yang hampir semuanya wafat dengan tragis menurut kacamata manusia namun jiwa mereka dengan tenang beralih kepada Tuhan dalam kemuliaan seseorang yang wafat demi iman dan dalam iman. Dan oleh pengorbanan mereka, iman Gereja bertumbuh.

      Selanjutnya tentang Makna Kematian bagi Kita Orang Percaya, klik di sini.

      Dan tentang Mengapa Tuhan Membiarkan Penderitaan, klik di sini.

      Maka memang pada akhirnya diperlukan kerendahan hati dari pihak kita agar tidak mengukur segala sesuatunya menurut kehendak/ pemikiran kita, namun agar kita menyerahkan segala sesuatu-Nya kepada hikmat dan rencana Allah yang melampaui pemikiran kita. Pada umumnya kita manusia menghendaki segala sesuatu yang enak, mudah, nyaman, sukses, berkecukupan, dst, pokoknya segala sesuatu yang baik dan mulus  sesuai dengan rencana kita. Namun rencana Allah seringkali tidak sama dengan rencana kita. Sebab Allah justru sering memakai kesulitan, jatuh bangun, kelemahan manusia, untuk menyatakan kesempurnaan kuasa-Nya (2 Kor 12:9). Kita sekarang belum mampu memahami apakah keseluruhan rencana Allah, namun dalam iman kita percaya bahwa rencana Allah pasti adalah yang terbaik, dan suatu saat nanti, dan pastinya pada saat Penghakiman Terakhir di akhir zaman kelak, kita akan memahami sepenuhnya, apa yang menjadi rencana Allah, dan bagaimana Allah menggenapinya.

      Selanjutnya jika Anda tertarik dengan topik doa, dan bagaimana seharusnya kita mengartikan makna doa, saya mengundang Anda membaca artikel seri tentang doa:

      Apakah Berdoa itu Percuma (bagian 1)
      Apakah Berdoa itu Percuma (bagian 2)
      Apakah Berdoa itu Percuma (bagian 3)
      Apakah Berdoa itu Percuma (bagian 4)

      Semoga Tuhan menerima jiwa-jiwa saudara-saudari kita yang telah berpulang dalam iman agar mereka dapat beristirahat dalam kerahiman Tuhan. Dan bagi kita yang masih berziarah di dunia, semoga kita memiliki iman yang teguh seperti Bunda Maria, yang dapat berserah sepenuhnya kepada rencana dan kehendak Allah. Sebab bukan bagian kita untuk mengubah Allah menurut kehendak kita, tetapi Allah yang mengubah kita menurut kehendak-Nya. Seandainyapun nampak bahwa Allah ‘mengabulkan’ kehendak kita, itu adalah karena memang sudah sesuai dengan rencana-Nya. Dengan sikap batin sedemikian, kita dapat berdoa dengan penuh harap akan pertolongan Tuhan, namun juga dengan penuh penyerahan, “Aku ini hamba Tuhan. Terjadilah padaku menurut perkataan-Mu, ya Tuhan.”

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  2. Dear katolisitas,

    kalau orang merasa goyah imannya apakah itu juga menurut kehendak Allah?
    Contoh ada 2 orang (sebut saja Anton & Budi) yang baru bertobat, Anton langsung hidupnya hepi, cinta Tuhan banget, imannya juga kuat.
    Si Budi sebaliknya walaupun bertobat juga, tapi harus krisis iman, tidak mencintai Tuhan dan harus belajar untuk mencintai Tuhan, hidupnya juga ngga sehepi si Anton yang damai banget. Sehingga si Budi merasa jangan2 Tuhan si Budi beda dengan si Anton. Tetapi karena si Budi merasakan hal itu, sehinggga Budi bisa berempati terhadap orang2 yang merasakan hal yang sama dan tahu cara ngomong atau menasehati orang2 itu

    1.Apakah yang dirasakan oleh si Budi adalah kehendak Allah? Soalnya si Budi dibilangin kalau apa yang Budi rasakan adalah atas seijin Tuhan (menurut saya kalau si Budi dengan kehendak bebasnya murtad apakah atas seijin Tuhan juga, karena bisa saja Budi dalam krisis imannya memilih murtad. )
    Atau
    2.Apakah si Budi dengan kehendak bebasnya tidak merespon dengan baik rahmat pertobatan dari Roh Kudus? Dan Tuhan yang Maha Kuasa bisa mengubah keburukan menjadi kebaikan dalam kehidupan si Budi?

    Ini mungkin pertanyaan tidak penting, tetapi saya cuma ingin tau.

    Terima kasih kalau dijawab

    God bless

    • Shalom Leonard,

      Terima kasih atas pertanyaannya tentang kehendak Allah. Kalau seorang goyah imannya, maka dengan jelas kita dapat mengatakan bahwa itu bukan kehendak Allah, karena Allah menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran. (1Tim 2:4) Namun, attribut Allah yang terbesar adalah Dia dapat menjadikan sesuatu yang nampaknya tidak baik untuk mendatangkan kebaikan yang lebih tinggi, seperti jatuhnya Adam dalam dosa mendatangkan Sang Penebus. Jadi dalam kasus yang anda sebutkan, harus ditanyakan mengapa setelah bertobat dia mengalami krisis iman dan tidak mencintai Tuhan? Semua orang harus belajar untuk mengasihi Tuhan dengan lebih sungguh. Tentu saja Tuhan dapat menggunakan pengalaman Budi sehingga dapat berguna bagi orang lain. Namun, menjadi kehendak Tuhan agar Budi juga memperoleh pertobatan yang benar, memperoleh pengetahuan akan kebenaran dan mempunyai sukacita dalam mengasihi Tuhan dan sesama. Bahwa Tuhan mengizinkan Budi mengalami hal tersebut adalah benar, namun bukan berarti Tuhan secara aktif membuat Budi goncang imannya. Tuhan senantiasa memberikan rahmat yang cukup bagi semua orang, termasuk Budi untuk dapat memperoleh pengetahuan akan kebenaran, yang menuntunnya ke dalam kehidupan kekal. Namun, diperlukan kerjasama dari Budi untuk menanggapi rahmat Tuhan. Dua tanya jawab sehubungan dengan topik rahmat dan kehendak bebas, dapat anda baca di sini – silakan klik dan klik ini. Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

      • Shaloom Pak Stef,

        Terima Kasih atas jawabannya.
        Kalau ditanya kenapa Budi sudah tobat tp krisis iman dan tidak mencintai Tuhan, mungkin karena Budi tidak pernah benar2 kenal Tuhan dan Budi mencintai dirinya sendiri lebih dari siapapun. [dari katolisitas: dengan demikian Budi telah berdosa, karena menempatkan diri sendiri lebih tinggi dari Tuhan]

        Itu jawabannya yang saya dapat dari Budi. Terima Kasih atas jawabannya, saya akan membaca link2 yang diberikan oleh Pak Stef. terima Kasih

        God Bless

  3. Yth. Katolisitas

    mohon penjelasan tentang ayat di 2 Korintus 7:9 “Namun sekarang aku bersukacita,bukan karena kamu telah berdukacita melainkan karena dukacitamu membuat kamu bertobat.sebab dukacitamu itu adalah menurut kehendak Allah..”
    di ayat tesebut dikatakan duka menurut kehendak Allah.yang termasuk dukacita menurut kehendak Allah dan yang bukan yang bagaimana?

    [dari katolisitas: silakan melihat jawaban di atas – silakan klik]

Comments are closed.