[Hari Minggu Biasa XI: 2Sam 12:7-10.13; Mzm 32:1-11; Gal 2:16-21; Luk 7:36-8:3]
Bacaan-bacaan Kitab Suci hari ini jelas berbicara tentang pentingnya pertobatan, iman dan perbuatan kasih, agar kita dapat diselamatkan. Bacaan pertama, mengisahkan pertobatan Raja Daud, yang ditegur Tuhan melalui Nabi Natan, karena Daud telah mengambil Batsyeba istri Uria untuk dijadikan istrinya, setelah ia membunuh Uria melalui pedang orang Amon. Allah tidak berkenan dengan perbuatan Daud ini. Sebagai konsekuensi dari dosanya ini, anak Daud dari Batsyeba ini meninggal dunia, dan pedang tak pernah menyingkir dari keturunan Daud. Namun Daud bertobat. Allah menerima pertobatannya itu, dan tidak membinasakan dia (lih. 2Sam 12:9-13). Dari perikop ini, kita mengetahui pentingnya pertobatan. Demikian pula, Mazmur hari ini mengajak kita untuk mengakui kesalahan-kesalahan kita di hadapan Tuhan, agar kita memperoleh pengampunan dari-Nya. Sedangkan di Bacaan Kedua, Rasul Paulus menekankan pentingnya iman dalam Kristus (lih. Gal 2:18).
Bacaan Injil pun menekankan pesan yang serupa, namun lebih lengkap. Injil Lukas menjabarkan pertobatan wanita yang berdosa, yang dengan perbuatannya menunjukkan kasihnya yang besar kepada Tuhan Yesus (Luk 7:36-50, 8:1-3). Tradisi Latin—mengikuti ajaran St. Gregorius Agung—mengajarkan bahwa kejadian serupa yang dicatat oleh keempat Injil mengacu kepada wanita yang sama. Tetapi tradisi Gereja Timur Yunani umumnya menganggap kejadian di Injil Lukas ini berbeda dengan yang dikisahkan di ketiga Injil lainnya, dan banyak komentator modern mengadopsi pandangan ini. Menurut tradisi Latin, St. Lukas tidak menyebutkan nama wanita ini, karena memang sesuai dengan gaya penulisannya yang halus dan hati-hati. Namun dari begitu besarnya kasih yang dinyatakan wanita itu kepada Yesus, bahkan ia tak malu menyatakan pertobatannya di hadapan umum, itu menunjukkan betapa besar dosa yang pernah dibuatnya. Ini mengacu kepada wanita yang dikenal dengan nama Maria Magdalena. St. Gregorius Agung menjelaskan tentang pertobatan wanita itu demikian, “Sebab matanya yang dulu mengidamkan hal-hal dunia, kini ia jadikan aus oleh tangis penyesalan. Ia yang dulu menampilkan rambutnya untuk mempercantik wajahnya, kini ia menyeka air matanya dengan rambutnya…. Ia yang dulu menyombongkan diri dengan mulutnya, kini mencium kaki Tuhan, dan menekankan bibirnya di kaki Penebusnya. Dia yang dulu menggunakan minyak urapan untuk mengharumkan tubuhnya; apa yang tak layak digunakan untuk dirinya sendiri, kini secara terpuji dipersembahkannya kepada Tuhan… Sebagaimana banyak kenikmatan yang dulu dimilikinya untuk dirinya sendiri, demikianlah banyak persembahan yang diberikan dengan rincinya dari dirinya sendiri. Ia mengubah begitu banyak kesalahannya menjadi banyak kebajikan yang setimpal, sehingga sebanyak itu dari dirinya dapat sepenuhnya melayani Allah dengan pertobatannya, seperti dahulu ia telah menghina Allah dengan dosa-dosanya….” Dengan ungkapan pertobatannya yang sedemikian, Tuhan Yesus berkenan mengampuni wanita itu. Tuhan Yesus memandang ungkapan tobat wanita itu sebagai tanda iman dan kasihnya kepada Allah. Saudara-saudara kita yang menganut paham “hanya iman saja (sola fide)” yang menyelamatkan, sering mengutip Luk 9:50 sebagai dasarnya, yaitu perkataan Yesus, “Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!” Namun kita tidak boleh mengabaikan perkataan Yesus juga yang dicatat di beberapa ayat sebelumnya. Yaitu, “Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih” (Luk 9:47). Demikianlah, nampak bahwa iman itu agar menyelamatkan harus dinyatakan dengan perbuatan kasih, dan iman tak terpisah dari perbuatan kasih. Dengan membaca Injil hari ini, mari kita sadari bersama, bahwa untuk memperoleh pemahaman yang lengkap akan kehendak Tuhan, kita tidak bisa hanya mengambil satu ayat saja, dan mengabaikan ayat-ayat yang lain.
Selanjutnya Injil hari ini juga mengingatkan kita untuk waspada, agar jangan memiliki sikap menyerupai orang Farisi, yang memandang rendah orang berdosa, dan bahkan mengkritik Tuhan yang mau mengampuni orang berdosa. Tentang orang Farisi itu, St. Gregorius berkata, “Tetapi orang Farisi itu, dengan melihat tindakan dan persembahan wanita itu malah merendahkannya, dan mencari-cari kesalahan, tak hanya kesalahan wanita itu yang sebelumnya adalah pendosa, tapi juga Tuhan Yesus yang menerimanya. Karena dikatakan, orang Farisi yang menyambutNya itu, berbicara dalam hatinya, ‘Kalau orang ini adalah nabi, ia akan mengetahui siapa dan orang seperti apa wanita ini yang telah menyentuh dia.’ Kita melihat bahwa orang Farisi ini sungguh menyombongkan diri sendiri, dan budinya munafik, dengan ia menyalahkan wanita yang sakit ini karena penyakitnya, dan sang Tabib ini karena bantuannya….”
Lalu bagaimana sebaiknya sikap kita? St. Gregorius melanjutkan, “Ketika memandang orang-orang berdosa, kita harus pertama-tama meratapi diri kita sendiri karena malapetaka yang mereka alami, sebab mungkin kita telah mengalami kejatuhan yang serupa, dan pasti cenderung pada kejatuhan yang serupa tersebut. Tapi penting bahwa kita dengan seksama membedakan, karena kita wajib untuk membuat pembedaan (menjauhkan diri) dengan sifat-sifat buruk, tetapi untuk memiliki belas kasih dalam sifat-sifat mendasar….” (St. Gregory, Catena Aurea, Luk 36:50). Demikianlah, sabda Tuhan hari ini mengingatkan kita untuk waspada akan kelemahan kita sendiri, supaya kita tidak memandang rendah kepada orang lain yang melakukan kesalahan. Sebab bisa jadi, jika kita ditempatkan pada situasi yang sama dengan orang itu, kita pun dapat jatuh kepada dosa yang sama, atau bahkan dalam cara yang berbeda, kitapun pernah jatuh dalam kesalahan yang serupa. Semoga kesadaran ini membuat kita lebih bijaksana: tidak lekas menghakimi orang lain, namun juga berjuang keras menjauhkan diri dari dosa-dosa.
“Tuhan, terima kasih atas sabda-Mu hari ini. Bantulah aku agar tidak jatuh dalam dosa, dan agar sekalipun aku jatuh, aku dapat bergegas untuk bertobat. Buatlah aku sepenuhnya memahami, bahwa rahmat keselamatan yang kuterima saat Baptisan harus selalu kujaga, dengan pertobatan yang terus menerus, keteguhan iman dan perbuatan kasih kepada-Mu dan kepada sesamaku. Amin.”