Di dalam buku “The Lost Years of Christ: The Unknown Life of Christ” karangan Nicolas Notovitch, menceritakan tentang hipotesa pengarangnya bahwa pada umur 13 sampai 29 tahun Yesus pergi ke India dan Tibet, untuk berguru dan menjadi guru di sana. Namun hal ini tidak menjadi ajaran Gereja Katolik. Kristus yang walaupun sungguh manusia namun juga sungguh-sungguh Allah tidak perlu ‘berguru’ kepada siapapun. Kenyataan bahwa Alkitab tidak menceritakan kisah Yesus dari umur 13 sampai 29 tahun itu, bermaksud untuk menguduskan pekerjaan manusia (“to sanctify human works”), dan menunjukkan bahwa Ia adalah manusia yang bekerja, sebagai tukang kayu. Ia menunjukkan bahwa Ia mengambil bagian dari dunia pekerja, seperti orang-orang kebanyakan di dunia ini, dan memberikan teladan, bahwa melalui pekerjaan, manusia dapat berpertisipasi dalam pekerjaan Allah, yaitu dengan hidup kudus.
Berikut ini saya terjemahkan beberapa point yang saya ambil dari surat ensiklik Bapa Paus Yohanes II yang berjudul Laborem Exercens/ On Human Work, 26, demikian:
“Kebenaran bahwa dengan bekerja manusia dapat berpartisipasi di dalam pekerjaan Allah, Sang Pencipta, ditunjukkan dengan contoh yang sangat istimewa oleh Yesus Kristus– Yesus yang kepadanya orang-orang yang pertama mendengarkan-Nya di Nazareth terkejut dan berkata, ” Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? …Bukankah Ia ini tukang kayu?” (Mk 6:2-3) Sebab Yesus tidak saja memberitakan tetapi pertama-tama Ia menggenapi dengan perbuatan-Nya, Injil, yaitu Sabda Kebijaksanaan kekal yang dipercayakan kepada-Nya. Jadi Injil ini adalah juga “Injil tentang perkerjaan (the gospel of work)”, sebab Yesus yang memberitakannya adalah Seorang pekerja, seorang tukang kayu seperti St. Yusuf dari Nazareth. Dan jika kita tidak menemukan dalam perkataanNya perintah khusus untuk bekerja -melainkan di beberapa kesempatan, larangan untuk terlalu kuatir tentang pekerjaan dan kehidupan (lih Mt 6:25-34)- [namun] pada saat yang sama, kehidupan Yesus sendiri memberikan teladan yang sangat tegas: Ia menjadi bagian dalam “dunia pekerja”. Ia memiliki penghargaan dan respek terhadap pekerjaan manusia. Sungguh dapat dikatakan, bahwa, Ia melihat dengan kasih kepada pekerjaan manusia dan bermacam bentuknya, melihat di dalam setiap pekerjaan itu sebuah segi kemiripan manusia dengan Allah sebagai Pencipta dan Bapa. Bukankah Ia berkata: “Bapa-Ku adalah Pengusaha kebun anggur”(Yoh 15:1) dan dalam banyak cara Ia mengajarkan kebenaran fundamental tentang pekerjaan yang telah dinyatakan dalam seluruh tradisi Perjanjian Lama, dimulai dari Kitab Kejadian?”….
“Ajaran Kristus tentang pekerjaan ini, berdasarkan atas teladan hidup-Nya sepanjang hidup-Nya di Nazareth, juga diulangi oleh Rasul Paulus…. ‘Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan (2 Tes 3:10) ….[kemudian]… Gereja selalu memberitakan apa yang dinyatakan dalam pengajaran Konsili Vatikan II: Seperti kegiatan manusia dihasilkan oleh manusia, maka pekerjaan itu juga harus ditujukan untuk manusia….”
Jadi dengan demikian, kita mengetahui bahwa ada maksudnya bahwa Yesus bekerja selama 17 tahun sebelum mulai memberitakan Kerajaan Allah di usia 30 s/d 33 tahun. Ia mau memberikan teladan kepada kita bahwa di dalam hidup ini memang kita harus bekerja, namun pekerjaan ini jika dijalani dengan iman akan menghantar kita kepada kekudusan. Dengan bekerja kita mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah, karena dengan pekerjaan kita dapat mendukung hidup keluarga, dapat menerapkan kasih dan menjadi contoh/ teladan bagi sesama.