Mungkin di sepanjang segala abad, tak ada buku yang lebih unik dan paling dibicarakan orang selain dari Kitab Suci. Walau sejumlah orang meragukannya, ataupun membencinya, namun Kitab Suci tetap terbukti merupakan buku yang paling banyak dibaca orang sepanjang sejarah. Walaupun di sepanjang sejarah ada banyak orang bermaksud melenyapkan Kitab Suci – seperti sejumlah kaisar Romawi di abad-abad awal yang mengeluarkan dekrit untuk membakar semua Kitab Suci- toh kenyataannya ada saja salinan Kitab Suci yang tetap ‘survive‘ dan Kitab Suci tetap eksis sampai sekarang. Voltaire, seorang seorang tokoh Enlightenment dari Perancis, yang dikenal karena sikap skeptiknya terhadap Gereja, konon pernah memperkirakan bahwa di abad ke -19, Kitab Suci akan menjadi buku antik yang hanya dipajang di museum. Namun faktanya, perkiraan Voltaire meleset jauh, sebab yang terjadi adalah sebaliknya. Setelah wafatnya, nama Voltaire dan tulisannya mungkin hanya dikenal dalam buku sejarah, tetapi Kitab Suci masih tetap hidup dan dibaca banyak orang setiap hari, dan menjadi pegangan bagi kehidupan banyak orang, sampai saat ini.

Bible: Kitab yang suci

Bible berasal dari kata Yunani, biblos atau biblon. Kita mengenal kata ‘bible‘ dalam artinya sekarang dari St. Hieronimus di abad ke-4, yang menyebutnya sebagai “the Holy Books“, atau “the Books“, ta biblia. Persamaan kata dari the Holy Bible adalah the Holy Scriptures, yang mengacu kepada kitab-kitab yang dikenal sebagai sabda Allah yang merupakan satu kesatuan dalam kesinambungan ilahi.

Unik dalam penulisannya, unik dalam pelestariannya

Sejak dari penulisannya sampai juga kepada pelestariannya, Kitab Suci mempunyai ciri khasnya tersendiri, yang tidak dimiliki oleh buku-buku lainnya.

Ke- 73 kitab dalam Kitab Suci ditulis dalam rentang waktu berabad-abad, sekitar 1600 tahun, yang ditulis oleh sekitar 50 orang yang berbeda dari negara ataupun tempat yang berbeda. Namun semuanya menuliskan rencana keselamatan Allah yang mengacu dan mengerucut kepada Kristus. Kitab-kitab Perjanjian Lama menjabarkannya secara samar-samar, entah melalui nubuat maupun gambaran tokoh-tokohnya, namun kitab-kitab Perjanjian Baru menyampaikan penggenapannya secara jelas dan sempurna, di dalam Kristus Sang Putera Allah yang menjelma menjadi manusia. Koherensi atau keselarasan semua bagian dari kitab-kitab ini yang ditulis oleh banyak penulis yang berbeda sepanjang rentang abad yang cukup panjang- sekitar 17 abad ini- membuktikan bahwa kitab ini bukan semata karya tulis manusia, namun Allah sendiri-lah yang menginspirasikan penulisannya.

Buku yang berasal dari perkataan Sabda

Kita hidup di zaman tulisan, entah lewat media buku atau sekarang, melalui internet. Maka sulit bagi kita untuk membayangkan bahwa Kitab Suci itu asalnya adalah dari perkataan lisan. Berikut ini adalah penjelasan yang disarikan dari buku What is the Bible, karangan Henri Daniel- Rops ((Cf. Henri Daniel- Rops, What is the Bible, The Twentieth Century Encyclopedia of Catholicism, volume 60, (New York: Hawthorn Books, 1959) p. 14-25)):

Kitab Suci kita yang nampaknya relatif seragam sekarang, sebenarnya berasal dari komponen-komponen yang beragam. Ada saatnya di mana sebelum kalimat-kalimat tersebut dicetak dalam buku, perkataan tersebut pertama-tama didaraskan kepada para pendengar oleh para pembawa Kabar Gembira. Maka jauh sebelum dicetak, Kitab Suci pada awalnya merupakan ajaran lisan. Bentuknya adalah kisah narasi, yang disampaikan dengan pola tertentu, yaitu dengan ritme tertentu dan puisi bersajak, rangkaian kata-kata bijak yang ringkas, ataupun dengan pengulangan kata-kata tertentu yang sama. Hal ini memungkinkan teks tersebut dapat diturunkan dari generasi ke generasi, ketika bahasa tulisan belum menjadi alat komunikasi yang umum. Ini sejalan dengan keadaan budaya, spiritualitas dan sastra dalam masyarakat di mana Kitab Suci berasal. Kitab Suci bertumbuh dalam pola masyarakat yang komunal dan tidak individual, sebagai sesuatu yang spontan dan hidup; jauh berbeda dengan budaya kertas di zaman modern, di mana bahasa tulisan menjadi sesuatu yang otomatis dan umum. Agaknya sulit bagi kita untuk membayangkan bahwa ada suatu zaman dalam sejarah, di mana masyarakat dapat hidup tanpa ketentuan baku yang tertulis.

Dalam kehidupan masyarakat Israel kuno, sampai zaman Kristus, keadaannya sangat berbeda dengan zaman kita. Masyarakat saat itu terbiasa untuk berbicara dengan fasih berdasarkan kemampuan mengingat akan suatu fakta/ kebenaran. Maka sistem pendidikan saat itu bertujuan mendidik para murid, agar mempunyai ingatan seperti seumpama sumur, yang tidak membiarkan setetes-pun dari ajaran gurunya menghilang ke luar. Maka ini dilihat dari seni menghafal dan menyusun suatu komposisi teks. Ada ritme ataupun pengulangan kata-kata tertentu, atau kemiripan bunyi, untuk membantu agar teks menjadi lebih mudah untuk diingat. Kita mengetahui bahwa ajaran sudah ada jauh sebelum dituliskan, seperti halnya nubuat-nubuat nabi Yeremia yang sudah diajarkan secara lisan tujuh puluh dua tahun lamanya sebelum ajaran itu dituliskan dalam kitab. Demikian juga halnya dengan kitab-kitab nubuat lainnya, kitab Mazmur dan kitab Kidung Agung.

Namun demikian, bukan berarti bahwa di zaman itu, elemen tertulis tidak ada sama sekali. Kitab Suci sendiri secara tidak langsung menyebutkan adanya suatu kitab tertentu. Di kitab Yosua, disebutkan adanya “Kitab Orang Jujur” (Yos 10:13). Dewasa ini setelah penemuan-penemuan arkeologis dari Sinai ke Ras Shamra, diketahui adanya tulisan-tulisan Kitab Suci sejak abad ke-sepuluh dan keduabelas sebelum masehi. Sejak zaman Nabi Musa di Mesir, tulisan telah menjadi penggunaan umum di daerah sungai Nil selama lima belas abad. Namun demikian, elemen-elemen tulisan ini hanya menjadi alat bantu untuk mengingat, sebelum elemen-elemen tersebut dikompilasikan menjadi kitab-kitab seperti yang kita kenal sekarang.

Proses yang sama terjadi pada kitab Perjanjian Baru, yaitu Injil, Kisah Para Rasul, Surat-surat Rasul dan Kitab Wahyu. Surat-surat Rasul Paulus didiktekan, dan di sini gaya lisan timbul. Juga, kitab-kitab Injil jelaslah merupakan ajaran lisan, sebelum dituliskan. Generasi pertama Gereja hidup dari ketergantungan terhadap ajaran lisan ini. Selama empat atau lima generasi Kristen mendengarkan Injil sebagai kisah yang diturunkan melalui perkataan lisan, oleh para saksi yang kredibel. Sekitar tahun 130, ketika keempat pengarang Injil telah menuliskan kitab-kitab mereka, St. Papias, Uskup Hierapolis di Phyrgia menegaskan bahwa bagaimanapun juga, ia lebih menghargai suara/ ajaran lisan dari para Rasul yang telah hidup dan berakar dalam Gereja. ((Cf. St. Papias, Fragment of Papias, Ch. I. From the Exposition of the Oracles of the Lord, in Ante-Nicene Fathers: St. Papias berkata, “Maka, jika siapapun yang telah mendengarkan pengajaran para tua-tua datang, aku bertanya dengan serinci-rincinya tentang apakah yang mereka ajarkan, – apa yang dikatakan oleh St. Andreas, atau St. Petrus, atau apakah yang dikatakan oleh Filipus, atau Tomas, atau Yakobus, atau oleh Yohanes, atau Matius, atau oleh para murid Tuhan lainnya…. Sebab aku membayangkan bahwa apa yang harus diperoleh dari kitab-kitab tidaklah sedemikian bergunanya bagiku, seperti apa yang datang dari suara/ ajaran lisan yang telah hidup dan menetap.)) Demikian pula, St. Irenaeus di Lyons, mengenang hari-hari ketika ia biasa mendengarkan St. Polycarpus, Uskup agung Smyrna, apapun yang didengarnya sendiri dari St. Yohanes Rasul. Namun demikian, demi kepentingan membimbing mereka yang meneruskan kitab Injil, dan keinginan untuk menghindari deviasi, kesalahan, distorsi, maka akhirnya Injil dituliskan.

Transisi menjadi ajaran yang tertulis

Transisi dari ajaran lisan menjadi tulisan juga menyisakan pertanyaan-pertanyaan. Yang pertama adalah soal waktu, yaitu pada titik mana teks tersebut ditulis? Pada teks Perjanjian Lama, terdapat kemungkinan tiga kali periode penulisan yang intensif: 1) Pada zaman Hezekiah/ Ezechias (Hizkia) anak Raja Ahaz, kemungkinan ajaran lisan maupun tulisan di Kerajaan Selatan (Yehuda) disusun, untuk dibandingkan dengan ajaran- ajaran yang dikumpulkan oleh Kerajaan Utara (Israel), yang dibawa oleh para ahli Samaritan, yang melarikan diri ke Yerusalem di sekitar tahun 722 SM (lih. Ams 25). 2) Di zaman Yosia, ditemukan kitab Ulangan dan versi lengkap yang pertama dari kelima kitab Musa atau Pentateuch. Karya ini diselesaikan setelah orang-orang Israel kembali dari zaman pengasingan, ketika Raja Cyrus (Koresh) di tahun 538 memperbolehkan kaum sisa Israel yang dibuang di Babilon untuk kembali ke negara mereka dan mendirikan semacam negara kecil di bawah perlindungan negara Persia. 3) Seperti Nehemia di sekitar tahun 445 SM membangun kembali tembok Yerusalem, Esdras (Ezra) membangun tembok benteng rohani, yaitu Bible/ Kitab Suci. Dikatakan bahwa ia mendiktekan kitab-kitab suci dan membuat bangsa tersebut mengikuti ketentuan-ketentuannya. Di abad kelima sebelum Masehi ini, versi-versi kuno yang berupa fragmen dikumpulkan, ajaran lisan dituliskan dan semua elemen yang bervariasi ini disusun menjadi koheren. Terhadap susunan Kitab Suci inilah, kemudian ditambahkan sejumlah kecil teks-teks rohani yang berasal dari abad-abad sesudahnya.

Fakta tentang Kitab Perjanjian Baru, kemungkinan lebih dikenal. Sebagaimana jelas tertulis di dalamnya, Kisah para Rasul, Surat-surat dan Kitab Wahyu merupakan teks yang dituliskan atau didiktekan. Sedangkan untuk keempat Injil, transisi dari perkataan mulut menjadi kitab terjadi dalam waktu yang berbeda, untuk alasan yang berbeda dan dalam keadaan yang berbeda. Kesaksian Papias mengatakan demikian: “Matius adalah yang pertama menuliskan perkataan Tuhan dalam bahasa Ibrani.” Maka diperkirakan Rasul Matius yang dulunya adalah pemungut cukai, adalah yang pertama menuliskan Injilnya, di sekitar tahun 50-an dengan bahasa Aram. Segera setelah itu, St. Petrus, yang saat itu di Roma, diikuti oleh Markus, seorang muda Yahudi yang mengenal bahasa Yunani. Dengan mendengarkan Rasul Petrus, Markus menulis apa yang didengarnya, dan membandingkan catatannya dengan bantuan ingatan banyak orang/ saksi pada saat itu, dan di tahun 55-62 menuliskan Injilnya.  Injil Markus ini ditulis dalam bahasa Yunani popular dan ditujukan untuk umat Kristen golongan bawah di Roma. Pada saat yang bersamaan, Lukas, seorang tabib/ dokter yang terpelajar yang menjadi teman seperjalanan Rasul Paulus tiba di Roma. Ia telah belajar banyak dari Rasul Paulus dan sepanjang waktu ia tinggal di Yerusalem telah mengumpulkan informasi langsung dari para saksi, termasuk kemungkinan dari Bunda Maria sendiri. Lukas lalu menuliskan Injilnya dalam bahasa Yunani yang sempurna dan ditujukan pertama-tama kepada orang-orang yang terpelajar yang ada disekitar Rasul Paulus. Kitab Injil-injil Yunani ini kemudian mulai dikenal orang, dan Rasul Matius juga kemudian menerjemahkan Injilnya dari bahasa Aram ke bahasa Yunani, kemungkinan sekitar tahun 64-68. Sedangkan Injil yang keempat, dari Rasul Yohanes, ditulis di Efesus setelah ketiga Injil yang lain ditulis. Injil Yohanes merupakan campuran antara kenangan, dokumentasi dan permenungan spiritual dan biasanya diperkirakan ditulis pada akhir abad pertama, kemungkinan sekitar 96-98. Urutan penulisan Injil sedemikian: Matius, Markus, Lukas dan Yohanes, dicatat dalam kesaksian St. Irenaeus, murid St. Polycarpus yang adalah murid Rasul Yohanes. ((lih. St. Irenaeus, Against the Heresies, Book III, ch 1,1))

Dalam bahasa apa Kitab Suci ditulis?

Secara umum terdapat tiga bahasa asli Kitab Suci:

1. Bahasa Ibrani, digunakan dalam kitab-kitab yang berasal dari tradisi Yahudi. Penemuan Dead Sea Scroll semakin memperkuat hal itu. Komunitas Essenes masih menggunakan bahasa Ibrani dalam naskah kitab-kitab mereka.

2. Bahasa Aram, yang berkaitan dengan bahasa Semitik, yaitu dialek bahasa Ibrani sehari-hari. Kitab yang ditulis dalam bahasa Aram adalah Injil Matius yang mula-mula, beberapa kitab Esdras (Ezra), Daniel dan Yeremia.

3. Bahasa Yunani, yang telah digunakan di zaman sesaat sebelum zaman Kristus -seperti yang digunakan dalam Kitab kedua Makabe dan Kebijaksanaan Salomo- dan juga di zaman Kristus dan setelahnya, sehingga kemudian kitab-kitab Kristiani di abad-abad awal ditulis dalam bahasa Yunani.

Cara penulisan Kitab Suci juga berbeda-beda dari abad yang berbeda. Tulisan Ibrani kuno tidak sama dengan tulisan Ibrani di zaman sekarang. Dalam tulisan Ibrani kuno tidak ada tanda-tanda dan titik yang menunjukkan adanya huruf hidup. Sedangkan tulisan Yunani dalam teks-teks Kitab Suci lebih mirip dengan tulisan Yunani yang dikenal sekarang, hanya saja pada teks asli tersebut, para penyalin tidak menyisakan spasi ataupun pemenggalan, sehingga sering menimbulkan kesulitan tersendiri untuk membacanya, ataupun untuk menurunkannya ke abad-abad berikutnya.

Pada bahan apa Kitab Suci yang asli ditulis?

Terdapat dua bahan material yang digunakan untuk menuliskan teks Kitab Suci: Yang pertama adalah papyrus, yaitu semacam batang rumput ilalang Mesir, yang diratakan dan gabungkan dengan coating, menjadi asal usul pembuatan kertas. Material ini lebih murah, namun lebih tidak tahan lama. Yang kedua adalah bahan dari kulit binatang, yang sering dikenal dengan sebutan parchment/vellum. Bahan ini lebih tahan lama. Awalnya baik papyrus maupun vellum digabungkan menjadi gulungan (disebut scroll), namun kemudian berkembang penulisan pada lembaran vellum yang disatukan menjadi bentuk buku, dan ini disebut codex. Penyusunan menjadi codex ini sudah dimulai di abad kedua sebelum Masehi, namun kemudian menjadi populer di zaman umat Kristen.

Manuskrip Kitab Suci

Mengingat sifat bahan manuskrip yang relatif tidak tahan lama, tidaklah mengherankan jika manuskrip asli kitab-kitab Suci telah punah. Hal ini juga terjadi pada manuskrip kitab-kitab non-religius di zaman itu, seperti Homer dan Pindar. Yang kita ketahui tentang kitab-kitab itu hanyalah salinannya. Namun demikian ada kekhususan dari manuskrip Kitab Suci, jika dibandingkan dengan karya-karya tulis lain sezamannya. Jika kita membicarakan teks-teks kuno, kita mau tidak mau harus memahami fakta yang terjadi sebelum ditemukannya mesin pencetak. Teks-teks tersebut akan diturunkan ke generasi berikutnya dengan salinan-salinan. Karena disalin secara manual maka memang terdapat bahaya adanya masalah akurasi dalam proses penyalinan. Hal ini berlaku pada penyalinan karya-karya sastra zaman kuno secara umum. Mungkin tak banyak orang yang mengetahui bahwa dalam penulisan karya-karya sastra klasik yang besar, terdapat interval/ selang waktu yang cukup besar antara saat karya tersebut disusun oleh pengarangnya dan saat ditemukannya salinan manuskrip yang pertama. Umumnya selang waktu itu mencapai seribu-an tahun. Hal ini juga membuktikan suatu fakta bahwa karya-karya sastra tersebut merupakan suatu warisan lisan yang telah hidup dan berakar dalam masyarakat tertentu selama berabad-abad, sebelum kemudian menjadi suatu karya tulis yang diturunkan. Demikianlah yang terjadi pada karya-karya yang ditulis oleh pengarang Yunani, seperti Sophocles (abad ke-5 SM), dan juga Aeshylus, Aristophanes,Thucydides, dan Plato, di mana manuskrip pertama yang diketahui berjarak 1100-1400 tahun dari saat penyusunan karya tersebut oleh pengarang-nya.

Demikian juga untuk kitab-kitab suci Ibrani. Teks tertua yang ditemukan, nampaknya adalah teks yang ditemukan di sinagoga di Karasubazar di Crimea, yang kurang lebih berasal dari abad 7 sampai 10. Di awal abad pertengahan para rabbi yang dikenal dengan sebutan Masorete memberikan perhatian terhadap tugas memperbaiki teks dan pelafalannya, dengan memberikan tambahan huruf hidup kepada teks Ibrani kuno. Teks ini kemudian dikenal dengan sebutan Massora. Konsekuensinya, memang terdapat perbedaan di sana sini antara teks Masoretik ini dengan sejumlah salinan teks lainnya, juga dari teks yang umurnya lebih tua, seperti manuskrip Septuaginta. Kitab Septuaginta adalah terjemahan Yunani (di abad ke-3-2 SM) dari kitab-kitab Perjanjian Lama Ibrani yang digunakan di Mesir dan Israel, yang kemudian kerap dikutip dalam Kitab-kitab Perjanjian Baru. Namun demikian, secara umum, penemuan the Dead Sea Scroll di sekitar 1947, menunjukkan bahwa tingkat akurasi penyalinan kitab-kitab Perjanjian Lama tersebut sangatlah baik. The Dead Sea Scroll adalah naskah-naskah kuno -yang mengandung teks-teks Kitab Suci Perjanjian Lama- yang diperkirakan disembunyikan di gua-gua Qumran sekitar tahun 66-70, sebelum Jewish War. Teks-teks itu diperkirakan sudah eksis di abad-abad sebelumnya, yaitu diperkirakan sejak abad ke-2 atau bahkan ke- 4 sebelum Masehi. Salinan lengkap kitab Yesaya dan sebagian kitab Kejadian, Ulangan dan Keluaran- menunjukkan salinan yang sangatlah mirip atau hampir identik dengan teks yang kita kenal sekarang.

Bagaimana sekarang dengan teks dalam kitab Perjanjian Baru? Fakta menunjukkan Kitab Suci Perjanjian Baru menunjukkan bukti keotentikan yang jauh melebihi karya-karya tulis sezamannya. Sebagaimana telah disinggung di atas, keotentikan suatu tulisan bersejarah, pertama-tama dilihat dari jangka waktu antara ketika karya itu dituliskan sampai ketika manuskrip pertama ditemukan. Semakin pendek jangka waktunya, maka semakin sedikit kemungkinan kesalahan dan korupsi dari kisah kejadian yang sesungguhnya oleh kesalahan penulisan. Yang kedua, kita dapat melihat tingkat otentisitas manuskrip dari berapa banyak manuskrip otentik yang ada. Semakin banyak manuskrip yang ada tentang kisah kejadian yang sama, terutama jika dilakukan pada waktu yang sama, tetapi pada lokasi yang berbeda, maka akan menambah nilai integritas dan keotentikan dokumen.

Sekarang mari kita lihat melihat fakta karya tulis yang penting dalam literatur sejarah, jika dibandingkan dengan teks Injil dan kitab-kitab Perjanjian Baru:

Karya tulisKapan ditulisCopy pertamaJangka waktuJumlah copy
Herodotus488-428 BC900 AD1,300-14008
Thucydides100 AD11001,00020
Caesar’s Gallic War58-50 BC900 AD9509-10
Roman History59 BC-17 AD900 AD90020
Homer (Iliad)900 BC400 BC500643
Injil dan PB38-100 AD130 AD30-505000 ++ Yunani,
10,000 Latin,
9,300 bhs lain

Maka kita melihat bahwa dokumen tentang sejarah Romawi ditemukan sekitar 900 tahun atau hampir 1 millenium setelah kejadian terjadi, dan hanya ada 20 copy yang masih eksis. Sedangkan, penemuan arkeologis membuktikan bahwa manuskrip Injil ditemukan sekitar 30 tahun setelah kejadian, dan bahwa terdapat lebih dari 5500 manuskrip asli ((Robert Stewart. ed, The Reliability of the New Testament: Bart Ehrman and Daniel Wallace in Dialogue, (Minneapolis: Fortress Press, 2011), p.17.)) dalam bahasa Yunani (dan sekitar 20,000 non-Yunani) yang eksis. Kitab Injil dan Perjanjian Baru yang asli seluruhnya dituliskan dalam bahasa Yunani, karena bahasa Yunani pada saat itu merupakan bahasa yang umum dipakai, bahkan oleh kaum Yahudi. Banyaknya manuskrip Yunani yang asli tersebut dapat membantu mengidentifikasi adanya kelainan teks dan dengan demikian dapat diketahui teks aslinya. Banyaknya teks asli Perjanjian Baru juga tidak mendukung perkiraan bahwa teks tersebut dipalsukan. Sebab seseorang yang mau memalsukan harus juga mengubah beribu manuskrip yang sudah ada dan beredar di tempat-tempat yang berbeda.

Dengan melihat tabel di atas, secara obyektif kita melihat bahwa karya tulis sejarah Romawi bahkan terlihat sangat ‘minim’ jika dibandingkan dengan Injil, dari segi ke-otentikannya, akurasi dan integritasnya. Padahal orang zaman sekarang tidak mempunyai kesulitan untuk menerima sejarah Romawi tersebut sebagai kebenaran. Suatu permenungan adalah bagaimana Injil yang secara obyektif lebih ‘meyakinkan’ keasliannya dibandingkan sejarah Romawi malah mengundang perdebatan. Keaslian Injil juga kita ketahui dari tulisan Bapa Gereja, seperti St. Klemens (95) sudah mengutip ayat-ayat Injil, berarti pada saat itu Injil sudah dituliskan, demikian pula Kisah para rasul, Roma, 1 Korintus, Efesus, Titus, Ibrani dan 1 Petrus. Juga di awal abad ke-2, St. Ignatius (115) telah mengutip ayat Injil Matius, Yohanes, Roma, 1dan 2 Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, 1 & 2 Timotius dan Titus.

Dari banyaknya manuskrip asli tersebut, memang banyak orang menyangka bahwa akan terdapat banyak perbedaan-perbedaan teks. Namun ternyata, fakta menunjukkan tidak demikian. Tingkat kesesuaian manuskrip Perjanjian Baru adalah 99.5 % (dibandingkan dengan Homer/ Iliad 95%). Kebanyakan perbedaan adalah dari segi ejaan dan urutan kata. Tidak ada perbedaan yang menyangkut doktrin yang penting yang dapat mengubah doktrin Kristiani.

Memang untuk teks Perjanjian Baru, kita mengenal salinan-salinan dari zaman yang berbeda, sehingga teks dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu dengan istilah minuscule, uncials dan papyri. Minuscules adalah salinan yang diperoleh setelah abad ke-9; pada saat ini, ialah ada semacam standar penulisan teks, dan ini disebut ‘received text‘. Uncials adalah manuskrip yang ditemukan antara abad ke-4 sampai abad ke-9. Teks abad ke-4 yang terkenal adalah Codex Vaticanus (yang tersimpan di Vatikan), Codex Sinaiticus (yang ditemukan di biara Sinai, dan dibawa ke Rusia dan dijual ke British Museum). Codex Bezae di Cambridge adalah dari abad ke-5. Codex itu sampai ke tangan seorang murid Calvin yang bernama Theodore Beza, dan diberikan kepada Universitas di Cambridge tahun 1581. (Selanjutnya tentang banyaknya ragam codex, silakan membaca di link ini, silakan klik). Sedangkan untuk papyri, yang terkenal adalah Egerton papyrus yang disimpan di British Museum; The Chester Beatty papyri, yang kemudian disimpan di universitas Michigan. Fragmen papyri yang terbesar, mencakup hampir keseluruhan surat-surat Rasul Paulus. Namun papyrus yang paling berharga adalah Ryland papyrus yang disimpan di Manchester, yaitu papyrus yang mengandung tulisan Injil Yohanes bab 18, yang berasal dari tahun 130, yang hampir bersamaan dengan teks aslinya yang berasal dari tahun 96-98.

Kesimpulan: Kaitan tak terpisahkan antara Tradisi Suci, Kitab Suci dan Magisterium Gereja

Pemahaman akan asal usul terbentuknya Kitab Suci harusnya semakin membantu kita untuk mengakui bahwa sesungguhnya Kitab Suci (yaitu ajaran Kristus dan para Rasul yang dituliskan), tidak terpisahkan dari Tradisi Suci (ajaran lisan dari Kristus dan para Rasul). Sebab Kitab Suci berasal dari ajaran lisan dari Kristus dan para Rasul, yang kemudian dituliskan, atas dasar kemampuan memori dari para penulisnya, dan juga pertama-tama atas dorongan Roh Kudus. Dengan kata lain, Kitab Suci mengambil sumbernya dari Tradisi Suci yang telah hidup dan berakar dalam jemaat perdana. Maka, tidak menjadi masalah, jika faktanya teks Kitab Suci yang asli/ original kemungkinan sudah punah di abad kedua, sebab ajaran yang terkandung di dalam Kitab Suci sudah ada, tetap hidup dan dilestarikan dalam kehidupan Gereja. Hal ini terlihat dari banyaknya teks Kitab Suci yang dikutip dalam tulisan para Bapa Gereja yang hidup di abad-abad awal tersebut. Inilah yang menyebabkan Kitab Suci dapat terus diturunkan dan dituliskan dengan tingkat akurasi yang tinggi, walaupun salinannya baru dapat ditemukan di abad berikutnya (sejumlah salinan teks ditemukan di tahun 130, atau mayoritas teks ditemukan dalam codices yang umumnya berasal dari abad ke-4).

Selanjutnya terbentuknya Kitab Suci juga tidak dapat dipisahkan dari proses penentuan kanonnya. Sebab tidak semua dari karya tulis di abad-abad pertama dapat dikatakan sebagai karya yang diinspirasikan oleh Roh Kudus. Magisterium Gerejalah – pertama kali oleh Paus Damasus I- yang pada tahun 382 menentukan kitab-kitab mana yang diinspirasikan oleh Roh Kudus, sehingga termasuk dalam kanon Kitab Suci. Maka Kitab Suci yang kita ketahui sekarang, berasal dari Magisterium Gereja Katolik.

Tentang sejarah kanon Kitab Suci, sudah pernah dibahas di artikel ini, silakan klik.

Lampiran:

Tabel Kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, pengarang dan perkiraan tahun penyusunannya

No Nama Kitab Pengarang Kitab Perkiraan tahun penyusunan
PERJANJIAN LAMA:
AKitab-kitab Hukum Musa
1KejadianMusa\  dikarang oleh Musa stl Exodus
2KeluaranMusa |   1600/ 1200 SM
3ImamatMusa | ditulis dalam beberapa tahapan
4BilanganMusa |   850,750,650,450 SM
5UlanganMusa/
BKitab-kitab Historis
6YosuaNN/ Yosuasekitar 1200 SM
7Hakim-hakimNNsekitar 1200- 970 SM
8RuthNN1000-700 SM atau sebelum abad ke-6 SM
91 SamuelNN/ Samuelsekitar abad ke-6 SM
102 SamuelNN/ Samuelsekitar abad ke-6 SM
111 Raja-rajaYeremia587 s/d sebelum 538 SM
122 Raja-rajaYeremia587 s/d sebelum 538 SM
131 TawarikhEzrasetelah 538 SM- abad 4 SM atau 250 SM
142 TawarikhEzrasetelah 538 SM- abad 4 SM atau 250 SM
15EzraEzra458 SM
16NehemiaNehemia445 SM
17TobitTobit dan Tobias350-170 SM
18YuditNNsekitar abad ke-2 SM
19EsterMordekhaisetelah 480/465 SM
20AyubNN/ Musasekitar 600- 400 SM
CKitab-kitab Puitis dan Kebijaksanaan
21MazmurDaud, Musa,
Salomo, Asaph,
bani Korah, Eman,
Ethan, NN
sekitar abad ke-8 SM
22AmsalSalomo800 SM/sebelum abad ke-6 SM
s/d abad  ke-5 SM
23PengkhotbahNN/ Pseudo Salomoabad ke-3 SM
24Kidung AgungSalomosetelah abad ke-8 SM
25KebijaksanaanNN/ Pseudo Salomo200-150 SM
26SirakhYeshua bin Sirakh190-180 SM
DKitab-kitab Nubuat
para Nabi
27YesayaYesaya742-701 SM, >539 SM, <520-473 SM
28YeremiaYeremia627- <587 SM
29RatapanYeremiasekitar abad ke-6 SM
30BarukhBarukh/NNsekitar abad ke-6- 5 SM
31YehezkielYehezkielsekitar abad ke-6 SM (592-570 SM)
32DanielDanielsekitar abad ke-6 SM/ abad ke-2 SM
33HoseaHoseasekitar abad ke-8 SM (750-725 SM)
34YoelYoelsekitar abad ke-8 SM/ abad ke-4 SM
35AmosAmos791-753 SM
36ObadiahObadiahsekitar abad ke-9 SM/ ke-6 SM/ <500 SM
37YunusYunus/ NNsekitar abad ke-8 SM/ ke-7 SM
38MikhaMikha740-695 SM
39NahumNahum663-612 SM
40HabakkukHabakkuk610-600 SM
41ZefanyaZefanya640-609 SM
42HagaiHagai520 SM (586-445 SM)
43ZakariaZakaria520-518 SM
44MaleakhiMaleakhi>460 SM
451 MakabeNN134 SM
462 MakabeNN124 SM
PERJANJIAN BARU:
47MatiusMatius50 an
48MarkusMarkus55-62
49LukasLukas62
50YohanesYohanes90-100
51Kisah Para RasulLukas63
52RomaPaulus57/58
531 KorintusPaulus54-57
542 KorintusPaulus57
55GalatiaPaulus57/58
56EfesusPaulus61-63
57FilipiPaulus54-57
58KolosePaulus61-63
591 TesalonikaPaulus50-52
602 TesalonikaPaulus50-52
611 TimotiusPaulus65
622 TimotiusPaulus66-67
63TitusPaulus65
64FilemonPaulus61-63
65IbraniPaulus64-67
66YakobusYakobussebelum 62
671 PetrusPetrussebelum 67
682 PetrusPetrussebelum 67
691 YohanesYohanes90-100
702 YohanesYohanes90-100
713 YohanesYohanes90-100
72YudasYudas50-70
73WahyuYohanes60-70

Sumber:

1. Dom Orchard, gen.ed., A Catholic Commentary on Holy Scripture, (New York: Thomas Nelson and Sons, 1953)

2. Scott Hahn, gen. ed., Catholic Bible Dictionary, (New York: Double Day, 2009)

3. James D Newsome, The Hebrew Prophets, (Altanta: John Knox Press, 1984), alt. by David Twellman

4. George T. Montague SM, The Living Thought of St. Paul, (Encino, California: Benzinger Bruce & Glencoe, Inc., 1976)

8 COMMENTS

  1. Shalom,
    Apakah Kitab Suci terbitan LAI juga mengambil sumber dari Textus Receptus?

    Terima kasih.

    [dari katolisitas: Biblia Hebraica Stuttgartensia (BHS) untuk Perjanjian Lama dan naskah sumber bahasa Yunani UBS Greek New Testament (GNT)]

  2. Bu Inggrid Ytk.,

    Saya berkali-kali membaca dari berbagai sumber, bahwa injil tertua adalah Injil Markus. Ada indikasi bahwa injil ini juga beberapa kali dikutip oleh pengarang injil sinoptik lain. Dari keterangan di atas, Anda menyatakan Injil tertua adalah Injil Matius. Manakah yang benar?

    Terima kasih.

    Andika HG

    [Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel ini terlebih dahulu, silakan klik.]

  3. Yth. Bu Ingrid,

    Kitab Suci (KS) ditulis oleh banyak orang yang tidak saja berbeda dalam bahasa asal mereka dan latar belakang kebudayaan yang tidak sama. Meskipun demikian melalui penelusuran kembali tulisan-tulisan mereka, secara umum dapat ditelusuri adanya kesearahan dalam isi tulisan mereka. Yang ingin saya tanyakan adalah adakah indikasi dan informasi yang menunjukkan adanya komunikasi di antara penulis-penulis yang berlatar belakang dan bahkan domisili yang berbeda-beda. Dan hal itu dapat menunjukkan bahwa, selain karena inspirasi dan bimbingan ilahi yang mereka terima, tidakkah terdapat bukti bahwa bagaimanapun juga di antara beberapa dari mereka, pernah berhubungan atau terhubungkan satu sama lain. Kalaupun semacam komunikasi antar mereka itu pernah terjadi secara ilahi (?) adakah ditemukan adanya yang menunjukkan komunikasi di antara satu atau beberapa di antara penulis-penulis KS itu, berkomunikasi di antara satu dua dari mereka yang pernah terhubungkan satu sama lain dalam mereka melakukan penulisan-penulisan mereka? Atau semua mereka itu masing-masing senantiasa bekerja sendiri-sendiri, namun karena bimbingan dan inspirasi ilahi mereka itu pada kenyataannya menghasilkan tulisan yang di sana-sini berhubungan dalam hal isinya.

    Maaf kalau mungkin pertanyaan saya ini tidak mudah dipahami karena kemampuan saya mengungkapkan hal yang bagi saya sendiri tidak saya pahami dengan jelas.

    Terima kasih atas jawaban apapun yang akan saya terima.

    Soenardi

    • Shalom P. Soenardi,

      Dalam penulisan Kitab-kitab Suci Perjanjian Lama, kita ketahui bahwa para penulisnya relatif terpisah dalam rentang masa yang berbeda (ditulis sejak abad 16 SM sampai abad 2 SM). Maka nampaknya walaupun dapat dikatakan bahwa secara umum penulis mengenal kitab-kitab yang sudah lebih dahulu dituliskan, terutama kitab-kitab Musa, namun tidak dapat disimpulkan bahwa mereka semata mengkopi/ mengulangi kitab-kitab yang ditulis terdahulu. Hal ini terlihat juga dalam hal nubuatan yang tentang Kristus ataupun tipologi tentang Kristus, yang bervariasi/ tidak seragam, namun tetap sesuai/ saling melengkapi satu sama lain. Contoh perihal nubuatan tentang Kristus, sudah pernah dibahas di artikel ini, silakan klik.

      Sedangkan dalam kitab-kitab Perjanjian Baru, memang keadaannya sedikit berbeda, sebab rentang waktu penulisan kitab-kitab tersebut yang kurang dari satu abad (sekitar 40-100 M). Sejauh yang kami ketahui, mayoritas para ahli Kitab Suci tidak menganggap bahwa para penulis Perjanjian Baru, secara khusus Injil, tidak saling mengetahui kitab-kitab yang sudah ditulis sebelumnya yang sudah beredar di kalangan jemaat. Namun demikian, juga tidak berarti bahwa para penulis itu hanya meniru/ meng-copy semua informasi yang sudah dituliskan sebelumnya. Para penulis Injil itu, mempunyai penekanan sendiri- sendiri terhadap Injil yang ditulisnya, sesuai dengan yang diilhamkan Roh Kudus, dan juga sesuai dengan kepada siapa/ kelompok jemaat yang mana, Injil itu ditujukan. St. Agustinus juga mengatakan demikian (mohon maaf karena waktu yang terbatas kami tidak dapat menerjemahkannya, namun kami percaya ini bukan masalah bagi Bapak):

      “4. Of these four, it is true, only Matthew is reckoned to have written in the Hebrew language; the others in Greek. And however they may appear to have kept each of them a certain order of narration proper to himself, this certainly is not to be taken as if each individual writer chose to write in ignorance of what his predecessor had done, or left out as matters about which there was no information things which another nevertheless is discovered to have recorded. But the fact is, that just as they received each of them the gift of inspiration, they abstained from adding to their several labours any superfluous conjoint compositions. For Matthew is understood to have taken it in hand to construct the record of the incarnation of the Lord according to the royal lineage, and to give an account of most part of His deeds and words as they stood in relation to this present life of men. Mark follows him closely, and looks like his attendant and epitomizer. For in his narrative he gives nothing in concert with John apart from the others: by himself separately, he has little to record; in conjunction with Luke, as distinguished from the rest, he has still less; but in concord with Matthew, he has a very large number of passages. Much, too, he narrates in words almost numerically and identically the same as those used by Matthew, where the agreement is either with that evangelist alone, or with him in connection with the rest. On the other hand, Luke appears to have occupied himself rather with the priestly lineage and character of the Lord. For although in his own way he carries the descent back to David, what he has followed is not the royal pedigree, but the line of those who were not kings. That genealogy, too, he has brought to a point in Nathan the son of David, which person likewise was no king. It is not thus, however, with Matthew. For in tracing the lineage along through Solomon the king, he has pursued with strict regularity the succession of the other kings; and in enumerating these, he has also conserved that mystical number of which we shall speak hereafter.” (St. Augustine, The Harmony of the Gospels, Book I, ch. 2.4)

      Selanjutnya tentang tulisan St. Augustine tentang The Harmony of the Gospels, silakan klik di link ini.

      Maka nampaknya, tidak menjadi masalah bahwa para pengarang Injil itu saling mengenal ataupun berhubungan satu sama lainnya, sebab pada kenyataannya mereka tergabung dengan kumpulan para Rasul. Rasul Matius dan Yohanes adalah para Rasul yang menuliskan ajaran Yesus, dan mereka mempunyai gaya tulisan dan sudut pandang yang berbeda. Rasul Yohanes dapat saja mengetahui akan Injil-injil sinoptik yang sudah ditulis terlebih dahulu, dan ia memilih untuk menuliskan ajaran Yesus dengan gaya penulisan yang berbeda. Markus dan Lukas juga kemungkinan telah mengetahui tentang Injil terdahulu yang sudah beredar, namun itu tidak menjadikan mereka mengulangi begitu saja, namun mereka menyampaikan apa yang diinspirasikan kepada mereka oleh Roh Kudus, dengan penekanan yang tidak sama tentang suatu peristiwa yang sama; atau menyampaikan peristiwa yang lain yang belum disampaikan oleh Injil yang terdahulu. (Contoh yang disebut oleh St. Agustinus di atas adalah Matius ingin menekankan misi Kristus sebagai raja, sedangkan Lukas menekankan misi Kristus sebagai imam. Hal ini mengakibatkan tinjauan yang berbeda tentang penjabaran silsilah Yesus. Sekilas tentang hal ini sudah dibahas di artikel ini, silakan klik).

      Akhirnya, mari mengingat bahwa para penulis Injil tergabung dengan pengajaran langsung dari Kristus, atau setidaknya, dari para Rasul, sehingga sumber penulisan mereka sebenarnya memang sama, yaitu dari Tradisi Suci para Rasul. Oleh karena itu tidak mengherankan jika apa yang mereka tulis memiliki kemiripan, ataupun persamaan. Ini serupa jika beberapa murid yang mendengarkan pengajaran yang sama, kemudian menyusun laporan tertulis, tentu akan menghasilkan tulisan yang mirip-mirip, sebab sumbernya sama. Pada penulisan Injil memang menjadi menarik, sebab peristiwa di masa hidup Yesus itu dituliskan sekian puluh tahun sesudahnya. Demikianlah maka Roh Kudus membimbing para Rasul/ para penulis apostolik itu, untuk mengingatnya dan menyampaikannya dengan benar, saat mereka menyampaikannya kepada kelompok jemaat yang berbeda-beda di masa itu (Matius menulis kepada umat Kristen keturunan Yahudi, Lukas menulis kepada kaum terpelajar, Markus kepada jemaat golongan bawah di Roma, Yohanes menulis kepada jemaat di Efesus)- namun semua Injil itu menyampaikan tentang Kristus yang satu dan sama.

      Demikian, semoga ini sedikit mencerahkan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  4. Dear Katolisitas

    boleh bertanya tentang kitab Perjanjian Lama

    1. Pada kitab Yesaya ada tertulis tentang pembebasan bangsa Israel dari pembuangan:

    44:28 Akulah yang berkata tentang Koresh: Dia gembala-Ku; segala kehendak-Ku akan digenapinya dengan mengatakan tentang Yerusalem: Baiklah ia dibangun! dan tentang Bait Suci: Baiklah diletakkan dasarnya!”

    Pertanyaan: bukankah Nabi Yesaya hidup pada 800 tahun SM? Dan proses pulangnya bangsa Israel ini sekitar 600 tahun SM ya? Bagaimana Kitab Yesaya bisa menyebut nama raja Koresh?

    2. Samakah Kerajaan Asyur dan Babel Nebukadnesar.?

    3. Mengapa kitab Ezra dan Nehemia ada di susunan sebelom Kitab Ayub dan Mazmur? Mungkin Katolisitas punya tabel urutan masa penulisan kitab Perjanjian Lama dengan penulisnya?

    Terima kasih atas penjelasannya.
    Tuhan Yesus memberkati.

    Roberts

    • Shalom Roberts,

      1. Tentang Yes 44:8

      Demikian keterangan yang saya terjemahkan dari A Haydock’s Commentary on Holy Scripture, tentang ayat tersebut:

      “Perkataan ini adalah nubuat yang telah dikatakan [oleh Nabi Yesaya] 110 tahun sebelum kelahiran Koresh. Ini menunjukkan kuasa Allah dan pengetahuan-Nya akan masa depan, meskipun tidak merusak kehendak bebas manusia. Orang tua Koresh tidak memberikan nama ini kepadanya untuk memenuhi nubuat ini, sebab mereka tidak tahu menahu soal nubuat ini…. Istilah “gembala” disebutkan di sana, sebab raja dan gembala mempunyai tugas yang serupa; dan setelah wafatnya Raja Koresh disebut “bapa”….

      Ya, memang para ahli Kitab Suci menempatkan rentang waktu zaman Nabi Yesaya di sekitar abad ke-8 sampai ke-7 SM, sedangkan tahun kembalinya bangsa Israel dari pembuangan (first exile) di zaman Raja Koresh, pada abad ke-6 SM, sekitar tahun 538 SM (menurut John. H Walton, Chronological and Background Charts of The Old Testament (Michigan: Zondervan, 1994), p. 35).

      2. Samakah kerajaan Asyur dengan Babel Nebukadnezar?

      Di tahun 2000 (abad 20) sampai sekitar 1200-an SM kedua kerajaan adalah kerajaan yang terpisah. Namun setelah kekalahan Babilonia oleh Asyur di tahun 1235 SM, nampak bahwa di zaman berikutnya terjadi keterkaitan antara kedua kerajaan. Ada zamannya di mana Raja-raja di  kedua kerajaan saling berebut pengaruh dan kuasa di Babel/ Babilon. Sekitar tahun 730-625 SM Asyur tercatat mendominasi di Babel, sedangkan tahun 625-539 kerajaan Babilon yang mendominasi. Oleh sebab terjadinya perebutan dominasi ini, maka sering kali Babel dihubungkan dengan kedua kerajaan ini.

      3. Mengapa Ezra dan Nehemia ada di urutan sebelum kitab Ayub dan Mazmur?

      Sebenarnya urutan dalam Kitab Perjanjian Lama adalah mengacu kepada pengelompokan Kitab-kitab menurut jenisnya, yaitu: A) Hukum (yaitu ke- 5 kitab Musa); B) Kitab historis; C) Kitab puisi/ kebijaksanaan; D) Kitab nubuat para nabi 

      Nah Ezra dan Nehemia termasuk dalam kelompok kitab-kitab historis, sehingga ditempatkan sebelum kelompok kitab-kitab puitis (poetry) dan kebijaksanaan (wisdom).

      4. Urutan Perjanjian Lama dan pengarangnya?

      Untuk-urutan kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, silakan membaca lampiran di bagian akhir artikel di atas, silakan klik di sini.

      [Baru saja saya tambahkan tabel itu.]

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

Comments are closed.