Sharing Retret Penyembuhan oleh Pst Felix Supranto, SS.CC

Retret Penyembuhan, yang diadakan pada tanggal 01-03 April 2016 di Cikanyere, memberikan kepadaku sebuah pengalaman iman tentang “Cinta yang Tak Pupus Oleh Kematian”. Retret penyembuhan ini dikoordinir oleh KELASI (Keluarga Alumni Sekolah Evengelisasi Pribadi Shekinah) dan diikuti oleh 467 orang (termasuk panitia). Mereka ini datang dari berbagai daerah seperti Jakarta, Kalimantan, Solo, Lampung, bahkan ada dari Timur Leste. Peserta retret bukan hanya dari kalangan umat Katolik, tetapi ada beberapa dari keyakinan lain.

Aku mendapatkan pengalaman akan “Cinta yang Tak Pupus Oleh Kematian” itu dari Ibu Santi Triwati. Ibu Santi lahir pada tanggal 29 Mei 1966. “Cinta yang Tak Pupus Oleh Kematian” merupakan hasil permenungannya atas sebuah kehilangan yang ia alami. Ia kehilangan suaminya yang sangat ia cintai dalam tragedi hilangnya pesawat MH 370 di hari Sabtu, tanggal 08 Maret 2014 dini hari. Pada waktu itu, pesawat MH 370 sedang mengadakan penerbangan dari Kuala Lumpur menuju Beijing.

Ketika mendengar kejadian itu, ia sangat tergoncang. Ia menelepon maminya yang tinggal di Semarang untuk memberitahukan kepadanya tentang apa yang terjadi pada suaminya. Sebelum menghubungi maminya, ia berdoa: “Tuhan, berilah aku kekuatan untuk tidak menangis pada saat aku menyampaikan kejadian itu kepada mamiku. Aku tidak mau mamiku tahu bahwa aku sedang sangat sedih karena kesedihanku akan membuat mamiku juga ikut sedih”. Setelah berdoa demikian, Tuhan memberikan kepadanya ketegaran untuk menceritakan kejadian itu kepada maminya dengan tidak menangis. Ia hanya meminta kepada maminya untuk mendoakan suaminya dan penumpang lain agar bisa segera ditemukan.

Sejak pesawat MH 370 itu hilang, ia tidak bisa tidur selama 24 jam selama berhari-hari karena belum ada berita yang jelas tentang pesawat dan para penumpangnya itu. Ia terus menerus menangis setiap hari karena mengenang kebaikan suaminya. Suaminya itu senantiasa memberikan kasih secara tulus kepadanya selama dua puluh tahun walaupun mereka belum mendapatkan anak. Ia mengatakan kepadaku: “Romo, suamiku itu tidak Katolik. Akan tetapi, suamiku itu mengajarkan kepadaku tentang kasih, keromantisan, dan keharmonisan. Suamiku hampir tidak pernah marah. Sebelum dan sesudah bangun, ia selalu memelukku dan mencium pipi kiri dan dan kanan sebagai ungkapan kasih sayangnya. Dan apabila ia mau berangkat kerja, kami juga saling berpelukan dan saling mencium pipi kiri dan kanan. Aku teringat bahwa ia menyelipkan sebuah surat cinta untukku pada hari ulang tahun pernikahan kami yang pertama. Isinya bahwa suamiku menginginkan hidup bersamaku sampai kakek dan nenek”.

Ia sangat shock ketika mendengar kabar dari Malaysia bahwa pesawat MH 370 berakhir di Samudera Hindia. Ketika ia mengalami kesedihan itu, Tuhan memberikan kekuatan kepadanya melalui saudara-saudara yang setia menemaninya dan teman-teman kantor yang selalu memberi semangat hidup kepadanya. Melalui dukungan mereka itu, ia bisa kuat. Di dalam kesendiriannya, ia kini merasakan bahwa Tuhanlah yang mendampingi dan menjaganya.

Pendampingan dan penjagaan Tuhan itu membuatnya terpanggil menjadi seorang Katolik. Ia telah mengenal agama Katolik ketika mengenyam pendidikan di SMP dan SMA yang dikelola Yayasan Katolik. Pada pertengahan bulan Januari 2016 ia memutuskan untuk mengikuti kelas katekumen, yaitu belajar agama Katolik

Keputusannya untuk menjadi seorang Katolik dimantapkan dalam retret penyembuhan yang baru saja ia ikuti. Retret penyembuhan ini telah membuatnya semakin percaya bahwa Tuhan mempunyai rencana yang indah bagi dirinya dan suaminya yang telah tiada: “Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya” (Pengkotbah 3:11). Ia mengungkapkan imannya kepada Tuhan atas kepergian suaminya dalam sebuah doa berikut ini:

“Tuhan,

hanya Engkau yang tahu rencana yang terbaik bagiku.

Aku memasrahkan hidupku pada rencana-Mu

sehingga aku bisa menjalaninya dengan tenang.

Aku yakin bahwa Engkau telah memanggil suamiku

untuk pulang ke rumah Allah Bapa di Surga

karena suamiku telah menyelesaikan tugasnya di dunia,

yaitu sebagai suami yang sangat baik.

Terimakasih Tuhan atas suami yang sangat baik yang telah Engkau berikan kepadaku. Amin”.

Kini lagu “Indah Rencana-Mu” yang dinyanyikan pada waktu retret menjadi nyanyian rohaninya setiap hari yang memberi penghiburan:

Indah rencana-Mu Tuhan, di dalam hidupku
Walau ‘ku tak tahu dan ‘ku tak mengerti semua jalan-Mu
Dulu ‘ku tak tahu Tuhan, berat kurasakan
Hati menderita dan ‘ku ‘tak berdaya menghadapi semua

Tapi ‘ku mengerti s’karang, Kau tolong padaku
Kini ‘ku melihat dan ‘ku merasakan indah rencana-Mu
Kini ‘ku melihat dan ‘ku merasakan indah rencana-Mu

Pesan yang dapat kita timba dari pengalaman ibu Santi: “Kehadiran orang yang mengasihi kita akan mendatangkan sejuta harapan dan kepergiannya dari dunia meninggalkan sejuta kenangan dalam hati kita. Itulah makna cinta yang tulus tidak pupus oleh kematian.