Pertanyaan

Ingin tanya and komentar tentang buku romo Deshy yang judulnya apakah karismatik sungguh katolik. Saya sedang baca, hampir selesai dan merasa sungguh tidak nyaman membacanya, isinya sangat “protestant” lebih mirip buku apologetic protestan pantekostal daripada buku katolik. Anehnya buku ini mendapat nihil obstat dan imprimatur, kok bisa yah?

Rm Deshy sangat mengagungkan tokoh pentacostal John Wesley pendiri Protestant Pentakostal dan tulisan2nya. Selalu menekankan bahwa karunia roh yg diterima Pentakostal adalah tanda bahwa mereka “benar”, dan sering membandingkan teologi katolik dan teologi pentakostal dengan berat kearah pentakostal, dll, dll. Saya memaksakan diri untuk meneruskan baca sampai selesai walaupun hati tidak nyaman. :((

Pertanyaan tambahan, bagi prodiakon (awam) dan suster yang memberikan “berkat” kepada anak kecil dan simpatisan, saat mereka membagikan komuni. Berkat apakah yg mereka buat? Bukankah berkat hanya untuk imam tertahbis? Apakah diakon (calon imam) dapat memberkati rosario? sebab saya pernah melihat praktek ini.

Salam, Michael

Jawaban

Shalom Michael, dan Antonius H,

1) Buku Romo Deshi Ramadhani SJ, yang berjudul “Mungkinkah Karismatik sungguh Katolik”, memang banyak mencantumkan data historis tentang gerakan karismatik. (O ya, sebelumnya saya dan Stef mengucapkan terimakasih kepada Sdr. Antonius H yang sudah mengirimkan buku Romo Deshi Ramadhani ke US ini sehingga kami dapat membacanya). Dalam uraiannya, Romo Deshi menjabarkan istilah “Pentakostalisme Klasik, Karismatik dan Neo- Pentakostalisme”. Secara umum, kesan saya adalah Romo Deshi ingin menceritakan tentang gambaran asal usul gerakan Karismatik Katolik, yang memang tak terlepas dengan gerakan Pantekostal, dan selanjutnya memberikan komentar bagaimana seharusnya agar identitas Katolik dalam gerakan ini dapat diperjelas (lihat Bab 7). Untuk maksud yang terakhir ini saya pikir sangat penting, karena memang gerakan Karismatik Katolik jangan sampai meninggalkan ciri-ciri dan tradisi Gereja Katolik. Untuk ini kita semua perlu berterima kasih pada Romo Deshi. Namun, menurut saya, hal yang sesungguhnya dapat dilengkapi/ diperjelas adalah hal pemaparan umum tentang Pantekostal. Akan lebih jelas dan objektif, menurut pandangan saya, jika di samping pemaparan doktrin tentang Pantekostal dari sisi gereja Pantekostal, Romo Deshi juga memamparkan bagaimana ajaran Gereja Katolik sehubungan dengan ajaran Pantekostal tersebut. Saya memang membaca beberapa kutipan dari Lumen Gentium dan Apostolicam Actuositatem (pada bab 6), dan Divinum Illud Munus (bab 3) namun kutipan tersebut tidak secara langsung dikaitkan dengan doktrin Pantekostal (bab 4), sehingga orang yang membaca dapat berkesan bahwa Romo Deshi juga sependapat dengan pengajaran Pantekostal tersebut.

Dalam klasifikasi Pantekostal, Romo Deshi membaginya menjadi: 1) Pentakostalisme Klasik ini adalah kelompok gereja-gereja Pantekosta awal, yang memang mengambil prinsip pengajaran dari John Wesley (1703-1791) dan tokoh-tokoh Pantekostal yang lainnya (lihat hl. 80-104) yang mengajarkan 4 pilar utama dalam konsep pemahaman teologis mereka (lihat hal. 128-139). 2) Gerakan Karismatik, yang mengacu pada pengalaman Pentakostal di dalam gereja-gereja non- Pantekostal (termasuk di sini adalah gerakan Karismatik Katolik di Indonesia). 3) Neo- Pantekostalisme, yang mengacu kepada banyak gereja dan komunitas yang bercirikan Pentakostal, tetapi berkembang sendiri secara independen (lihat hal. 111).

Saya sesungguhnya cukup prihatin, karena dalam penuturan sejarah Pantekostalisme dan penjabaran doktrin Pantekostal berikutnya (pada bab 4) kurang disertai dengan penjabaran pengajaran Gereja Katolik mengenai hal tersebut secara langsung sebagai perbandingan. Terutama mengenai 4 pilar utama dalam konsep pemahaman Teologis Pantekostal; yaitu  1) Injil sepenuh (Full Gospel); 2) Hujan Akhir (Latter Rain); 3) Iman Rasuli (Apostolic Faith) dan 4) Pentakostal (Pentacostal). Karena kurangnya disebutkan posisi Gereja Katolik mengenai ke-4 pilar itu, maka orang yang membaca dapat berpikir bahwa Gereja Katolik-pun sepaham dengan ke-4 pilar utama tersebut. Padahal menurut saya, dalam hal ke -4 pilar itu, Gereja Katolik memiliki pengertian yang sungguh berbeda. Misalnya Iman Rasuli diartikan terbagi  jadi 4 tahap, yaitu, pendirian, penyesatan, pemulihan, dan penyempurnaan (lihat hal. 135). Bahkan dikatakan bahwa kesesatan ditimbulkan karena adanya hirarki. Alangkah baik jika Romo Deshi menyebutkan hirarki apa yang dimaksud di sini. Saya percaya mungkin maksudnya adalah bukan hirarki Gereja, sebab justru sebagai orang Katolik kita percaya bahwa kunci Kerajaan Surga telah diberikan kepada Rasul Petrus [dan para penerusnya], dan Kristus akan menyertai Gereja-Nya sampai akhir zaman, sehingga tidak mungkin terjadi penyesatan oleh pihak hirarki Gereja Katolik, sebab jika demikian pendapat kita, maka artinya kita menolak mempercayai janji Kristus. Lumen Gentium Bab III dengan sangat jelas menjabarkan peran hirarki ini, yang memang merupakan sarana yang membawa seluruh Gereja kepada tujuan kekalnya. Jika ada penyimpangan dalam sejarah, itu disebabkan karena faktor manusia, karena Gereja terdiri atas “saints and sinners“/ para kudus dan pendosa, namun dari segi ajarannya, Gereja Katolik tidak pernah sesat/ disesatkan.  Peran Kaisar Konstantinus (seperti disebut pada hal 135)  memang cukup besar dalam sejarah dan cukup kontroversial untuk dua hal:  1) menjadikan agama Kristen sebagai agama negara, dan awalnya mendukung Konsili Nicea untuk menanggapi aliran sesat Arianisme, 2) namun ironisnya, akhirnya kemudian ia menjadi pendukung heresi Arianisme. (Semoga nanti jika katolisitas mulai menuliskan artikel sejarah Gereja, maka hal ini dapat menjadi lebih jelas).

Uraian berikutnya adalah masa pemulihan ditandai oleh Martin Luther dan dilanjutkan oleh John Wesley (lihat hal 137). Pernyataan ini memang menimbulkan pertanyaan bagi saya, dan saya pikir ini mungkin juga yang menjadi pertanyaan Sdr. Michael dan Antonius H dan banyak pembaca yang lain, terutama karena setelah penjabaran tersebut tidak dijabarkan apa yang menjadi pengajaran Gereja Katolik. Saya pikir akan jauh lebih jelas, jika disebutkan bagaimana Gereja Katolik memandang sikap Martin Luther ini, bukan secara mendetail, karena maksud buku itu bukan untuk apologetik, tetapi minimal dari segi akibatnya, yaitu bahwa Martin Luther akhirnya memisahkan diri dari kesatuan dengan Gereja Katolik. Sebab bagaimanapun juga, harus kita akui bahwa ‘perpecahan gereja’ sesungguhnya bukan merupakan tanda buah-buah Roh Kudus. Tanpa adanya pengarahan yang baik dari pihak otoritas Gereja Katolik, orang-orang yang ‘merasa’ sudah diurapi Roh Kudus dapat saja bertindak seperti Martin Luther ini, dan memisahkan diri dari Gereja Katolik, dan tentu saja ini bukan yang seharusnya terjadi sebagai buah dari gerakan Karismatik dalam Gereja Katolik.

Saya tidak tahu persis mengapa Romo Deshi menjabarkan ke-4 pilar ini tanpa disertai tanggapan pengajaran Gereja Katolik sehubungan dengan ke-4 pilar itu dalam bab yang sama. Perkiraan saya, mungkin beliau hanya ingin menjabarkan pengajaran dari sisi pandang gereja Pentakostal, sehingga dalam hal ini memang beliau mengatakan apa adanya dari sisi mereka. Namun, menurut hemat saya, seharusnya penjabaran ini harus langsung disertai penjelasan dari sisi pandang Gereja Katolik, supaya menjadi lebih objektif.  Misalnya, Iman rasuli ini ‘hanya’ dikaitkan dengan model yang ditemukan dalam Kisah Para Rasul, (lihat hal. 138, 140). Padahal kita sebagai Gereja Katolik, yang satu, kudus, katolik dan apostolik, sesungguhnya merupakan realitas yang paling nyata dalam perwujudan ‘Iman Rasuli’ tersebut.
Hal lain yang tak kalah penting, adalah tentang ‘Injil Sepenuh’ (Full Gospel) yang berkaitan dengan “Pembenaran” (Justification), pengudusan, penyembuhan, kedatangan Yesus yang kedua, baptisan Roh Kudus. Memang kelima hal itu bersumber dari Injil, dan Gereja Katolik juga mengakui bahwa pada Injil terdapat “sumber semua kebenaran yang menyelamatkan dan disiplin moral” (KGK 75) namun juga sesungguhnya perlu dijelaskan bahwa full Gospel yang dimaksud, menurut Gereja Katolik, tidak terpisahkan dengan kedua cara penyampaiannya, yaitu secara tertulis (dalam Kitab Suci) dan secara lisan (dalam Tradisi Suci), yang diinterpretasikan secara tepat oleh pihak Magisterium (Lihat KGK 76, 85-87). Sayangnya, penekanan ketiga hal ini secara sekaligus tidak disebutkan dalam pembahasan Full Gospel tersebut, walaupun memang kemudian di hal 190 dst. disebutkan tentang peran Magisterium Gereja.

Akhirnya, penjelasan Romo Deshi tentang bagaimana agar identitas gerakan Karismatik ini agar tetap ‘Katolik’, saya rasa itu sangat baik. Pada akhirnya memang ibadah persekutuan doa Karismatik, seberapapun meriah dan menyentuh hati, tidak dapat menggantikan peran perayaan Sakramen Ekaristi. Semua orang Katolik yang sungguh-sungguh dipenuhi Roh Kudus, seharusnya setuju akan hal ini, sebab di dalam Ekaristi kita bersatu dengan Kristus sendiri, tidak hanya bersatu dengan-Nya secara rohani melalui lagu pujian penyembahan, mendengarkan Sabda, namun sungguh-sungguh dalam arti yang sesungguhnya, secara jasmani dan rohani, dalam keheningan batin. Selanjutnya penekanan tentang devosi kepada Bunda Maria juga sangat positif. Karena ada kecenderungan memang, sepanjang pengamatan saya,  beberapa orang yang aktif di Persekutuan Doa meninggalkan devosi kepada Bunda Maria. Ini sesungguhnya sikap yang patut disayangkan. Karena seharusnya, orang yang diurapi oleh Roh Kudus menjadi lebih rendah hati, dan lebih mengasihi Kristus; dan karenanya dapat melihat dengan kerendahan hati juga, bahwa Yesus telah memberikan kepada kita seorang teladan yang telah lebih dahulu melaksanakan ajaran ini dengan sempurna, yaitu Bunda Maria. Dan karenanya, kita patut mencontoh teladan Bunda Maria, dan menghormatinya seperti Yesus-pun menghormatinya. Dan dengan demikian kitapun dapat belajar dari Bunda Maria untuk bertumbuh dalam kekudusan.

Ini sekilas dari komentar saya tentang buku Romo Deshi. Nihil Obstat dan Imprimatur yang sudah dicantumkan mungkin diberikan dengan alasan bahwa tidak ada pernyataan yang dibuat penulis yang bertentangan dengan ajaran Gereja Katolik. Pernyataan yang dibuat penulis tentang doktrin Pentakostal bersifat data historis dari kacamata gereja Pantekostal, namun penulis tidak memberikan komentar khusus mengenai hal ini. Sesungguhnya, alangkah baiknya jika data historis dan pengajaran doktrin Pantekostal itu disertai dengan tanggapan/ perbandingan langsung dengan ajaran Gereja Katolik, sehingga menjadi lebih jelas.
Di atas semua itu, kita perlu menerima, bahwa pihak Vatikan menerima gerakan Karismatik ini sebagai salah satu ecclesial movement, sehingga sepantasnya kita tidak menaruh curiga terhadap gerakan ini. Silakan membaca lebih lanjut tanggapan kami mengenai hal ini dalam jawaban ini (silakan klik). Di samping kami melihat adanya buah negatif dari gerakan ini, Stef dan saya sendiri melihat buah-buah positif dari gerakan Karismatik, dan kami secara pribadi juga mengalami pertumbuhan iman melalui gerakan ini. Sehingga memang yang terpenting, menurut hemat kami, adalah bagaimana agar gerakan ini memang sungguh dapat diarahkan sehingga tidak menyimpang dari ajaran Gereja Katolik.

2) Sekarang mengenai pertanyaan kedua, tentang apakah orang awam yang tidak tidak ditahbiskan (yaitu para suster dan petugas prodiakon) dapat memberikan berkat pada waktu membagikan komuni kudus di misa?

Untuk ini saya mengutip Instruksi dari Vatikan tahun 1997 tentang “On Certain Questions Regarding the Collaboration of the Non-Ordained Faithful in the Sacred Ministry of the Priest” (“Mengenai pertanyaan-pertanyaan tertentu tentang Kolaborasi orang-orang beriman yang tidak ditahbiskan dalam Pelayanan Suci para imam),
“Artikel 6, tentang Perayaan Liturgi
§ 1. Kegiatan-kegiatan Liturgi harus menyatakan secara jelas kesatuan Umat Allah sebagai sebuah komuni yang terstruktur. Oleh karena itu, di sini terdapat hubungan yang dekat antara perwujudan kegiatan liturgi yang teratur dan refleksi di dalam hakekat struktural liturgi Gereja. Ini terjadi ketika semua yang terlibat, dengan iman dan devosi, melaksanakan peran masing-masing yang sesuai dengan seharusnya.
§ 2. Untuk mendukung identitas yang seharusnya dari peran yang berbeda-beda dalam hal ini, penyalahgunaan yang bertentangan dengan dengan ketentuan Kan. 907 harus diberantas. Di dalam perayaan Ekaristi, para diakon dan para awam yang tidak ditahbiskan tidak dapat mengucapkankan doa-doa –misalnya, doa syukur agung dengan doxologi penutup– atau di bagian-bagian lain dalam liturgi yang dikhususkan untuk diucapkan oleh para imam saja. Demikian juga para diakon atau para awam yang tidak ditahbiskan tidak dapat melakukan ‘gestures‘  atau tindakan apapun yang layaknya dilakukan oleh imam yang memimpin perayaan tersebut.

Kan 907 (KHK) sendiri mengatakan demikian:
Dalam perayaan Ekaristi diakon dan awam tidak boleh mengucapkan doa-doa, khususnya doa syukur agung, atau melakukan tugas-tugas yang khas bagi imam yang merayakan Ekaristi.

Agar lebih spesifik, kita mengacu pada jawaban seorang ahli theologi dan Liturgi yang tergabung dalam EWTN (Eternal Word Television Network) Colin Donovan. Pada pertanyaan “Berkat apa (jika ada) yang boleh dibeikan oleh orang awam? Apakah petugas pembagi komuni dapat memberkati orang-orang yang datang kepadanya tetapi tidak/ belum dapat menerima komuni kudus?”
Untuk pertanyaan ini Mr. Donovan menjawab:
Para petugas pembagi komuni tidak dapat memberkati [orang-orang yang datang kepada mereka di gereja]. Mereka adalah pelayan yang membagikan Komuni saja. Para orang tua dapat memberkati anak-anak mereka, para superior biarawan/biarawati kepada para anggota di bawah mereka, meskipun ini bukan merupakan penyampaian kuasa [berarti sama] seperti berkat dari para imam tertahbis. Ada pengecualian memang dalam hal misalnya pembagian abu, yang sudah diberkati oleh imam, maka abu tersebut dapat dibagikan oleh para awam yang mendapat delegasi dari imam untuk maksud tersebut.”

Jadi intinya, dalam liturgi, memang segalanya ada ketentuannya; karena mengartikan sesuatu yang lebih dalam, sehingga kita sebaiknya mengikutinya dengan taat agar semakin dapat menghayati maksudnya. Karena di dalam Misa, para imam melakukan peran “in persona Christi” (sebagai Kristus), maka tentu ada ketentuan yang hanya dapat dilakukan oleh imam saja, dan bukan yang lain. Sebagai para awam, sudah sepantasnya kita mentaati ketentuan tersebut. Karena liturgi adalah sesungguhnya karya publik (lihat KGK 1069, 1071), yaitu karya Kristus sendiri (yang hadir di dalam diri para imam) bersama-sama dengan Tubuh-Nya yaitu Gereja (yaitu kita semua yang tidak ditahbiskan), maka sudah pada tempatnya agar setiap anggota Tubuh-Nya melaksanakan apa yang menjadi perannya, tanpa mengambil peran anggota yang lain, apalagi mengambil peran sebagai Kepala.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati dan Stefanus Tay- https://katolisitas.org

20 COMMENTS

  1. Saya pernah membaca buku itu…
    dan menurut saya, Romo Dhesi sudah memaparkan Kharismatik dengan baik..
    karena Romo Dhesi menekankan KASIH ….adalah yang terutama…
    Saya percaya, Allah mengaruniakan karisma-karisma pada semua orang, meski pun dia orang berdoasa…
    dan sungguh bukan hal yang mustahil, orang berdosa pun bisa mendapatkan karunia Roh Kudus…
    Namun jalan keselamatan tidaklah cukup dengan memiliki karunia-karunia Roh Kudus,
    Karunia2 Roh Kudus adalah hanya salah satu jalan untuk kita bisa mendekatkan diri kepada Tuhan.
    Jadi bukanlah hal yang mustahil juga, bila iblis “membelokkan” orang-orang yang memiliki karunia-karunia Roh Kudus bila mereka tidak mematuhi hukum KASIH…

    Saya akan membrikan sebuah perumpamaan,
    ada seorang yang pandai berpidato. Dengan talenta tersebut, dia bisa mendapatkan banyak uang dan menjadi terkenal. Namun karena keberhasilannya tersebut, dia menjadi semakin jauh dari Tuhan. Bahkan dia melupakan Tuhan, karena terlalu sibuk mencari uang dan lebih mementingkan hal-hal duniawi.

    Saya tahu, karunia berbeda dengan talenta. Namun saya percaya semua adalah anugrah dari Tuhan. Dalam penggunaaanya pun demikian. Semua bisa menjadi berkat bagi sesama, tapi juga bisa digunakan iblis untuk menjatuhkan kita ke dalam dosa.

    Namun saya percaya, bila kita punya KASIH yang besar, kita tidak akan salah memilih jalan.
    Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.
    Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
    Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.
    Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.

    Sudahkah kita memiliki hati yang penuh kasih???

    Remember…. GOD IS LOVE…

  2. Saya awam dalam hal karismatik, mugkin saya hanya spenggal mengenal karismatik. Overall berbicara tentang Karunia Roh Kudus bagi saya tidak sederhana. Semangat yang ada dalam gereja Katolik dalam frame “karunia Roh Kudus”… baik adanya tapi untuk menegaskan (discern) mana yang karunia sungguh Roh Kudus atau bukan adalh hal yang tidak sederhana…. ….tidak sesederhana ” kegembiraan dalam riuh nya tepuk tangan dlm kebaktian”. Sewaktu Yesus hendak disalib lalu Ia menyepi, berdoa sendirian, merenung sungguh terhadap apa yang harus dilakukan. Ini adalah suatu proses yang menurut saya maha Dahsyat untuk men-discern… apa yang harus Ia lakukan sebagai anak Allah. Dan Ia menyerahkan sepenuhnya pada kehendak Allah. Ada misteri “Kharisma kerendahan hati yang bagi saya menjadi pillar utama “jiwa dan roh ” gereja Katolik. Harapan saya karisma Roh Kudus yang menyemangati kehidupan Gereja sungguh2 mellaui proses yang telah diwariskan melalui teladan hidup Yesus, ibu Maria serta para rasul kudusnya.

    • Shalom Matthew,

      1. Ya, saya setuju bahwa pada akhirnya diperlukan kerendahan hati untuk menyikapi berbagai karunia Roh Kudus. Sebab, karunia-karunia Roh Kudus sesungguhnya diberikan Kristus demi kepentingan bersama untuk membangun jemaat. Lumen Gentium 12 mengatakan,

      "Kepada setiap orang dianugerahkan pernyataan Roh demi kepentingan bersama” (1Kor 12:7). Karisma-karisma itu, entah yang amat menyolok, entah yang lebih sederhana dan tersebar lebih luas, sangat sesuai dan berguna untuk menanggapi kebutuhan-kebutuhan Gereja; maka hendaknya diterima dengan rasa syukur dan gembira. Namun kurnia-kurnia yang luar biasa janganlah dikejar-kejar begitu saja; jangan pula terlalu banyak hasil yang pasti diharapkan daripadanya untuk karya kerasulan. Adapun keputusan tentang tulennya karisma-karisma itu, begitu pula tentang penggunaanya secara teratur, termasuk wewenang mereka yang bertugas memimpin dalam Gereja. Terutama mereka itulah yang berfungsi, bukan untuk memadamkan Roh, melainkan untuk menguji segalanya dan mempertahankan apa yang baik (lih. 1Tes 5:12 dan 19-21)."

      Dengan demikian, segala karunia Roh Kudus yang bersifat karismatik memang harus digunakan dalam ketaatan terhadap pihak pemimpin Gereja, agar dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan Gereja. Maka saya setuju jika pada akhirnya dibutuhkan semangat kerendahan hati untuk menggunakan karunia-karunia tersebut.

      2. Sewaktu Yesus hendak disalib lalu Ia menyepi untuk berdoa, Ia bukan hendak mempertanyakan akan apa yang harus dilakukan-Nya sebagai Putera Allah. Ia sudah mengetahui sejak awal mula bahwa misinya ke dunia adalah untuk menyelamatkan umat manusia dengan melalui sengsara dan wafat-Nya di kayu salib. Ia telah mempersiapkan para murid-Nya akan hal ini, dengan memberitahukan kepada mereka [sebanyak empat kali, dalam Injil Matius, Mat 16, 17, 20, 26] tentang penderitaan yang harus dilalui-Nya sebelum Ia bangkit dari mati dan mematahkan kuasa dosa dan maut.

      Menurut tradisi yang diajarkan para Bapa Gereja, Yesus berdoa di Taman Getsemani karena Ia mau merenungkan segala karya penyelamatan Allah, yang dimulai dari masa penciptaan sampai akhir jaman. Melalui "beatific vision"/ pandangan ilahi-Nya dan persatuan-Nya dengan Allah Bapa, Yesus melihat setiap pribadi manusia (yaitu kita semua), dari saat terbentuk di rahim ibu sampai kematian kita, segala pergumulan hidup yang dihadapi oleh setiap dari kita, termasuk segala dosa yang kita lakukan. Semua itu dipersatukan-Nya dalam sengsara-Nya, sebab untuk setiap dosa itulah Ia datang, dan untuk menebusnya di kayu salib. Karena meng-kontemplasi-kan beratnya beban dosa semua orang di sepanjang zaman inilah, maka peluh-Nya menjadi titik-titik darah. Maka para Bapa Gereja mengajarkan bahwa inilah penderitaan Yesus yang terbesar, yaitu pada saat Ia merasa ditinggalkan dan dikhianati oleh semua orang di sepanjang sejarah, termasuk anda dan saya, karena dosa-dosa kita. Namun kasih-Nya yang besar mengalahkan segalanya, dan karena kasih-Nya inilah, dosa kita ditebus oleh darah-Nya di kayu salib dan kita dapat diselamatkan dan memperoleh hidup yang kekal. Sehingga, kita dapat berkata bersama-sama dengan Rasul Paulus, "Hidupku sekarang adalah hidup oleh iman di dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." (Gal 2:20).

      Maka kembali kepada kegembiraan atau sukacita ibadah, sebaiknya kita mengingat bahwa segala sesuatunya harus seimbang. Kita harus menyadari bahwa suka cita kebangkitan Kristus diperoleh melalui Sengsara dan wafat-Nya di kayu salib. Kemuliaan Kristus diperoleh melalui ketaatan-Nya kepada kehendak Bapa (lih. Mat 26:39). Maka kitapun harus menaati kehendak dan ajaran-Nya yang kita yakini sekarang diteruskan oleh Gereja Katolik. Jadi, seseorang yang menerima karunia Roh Kudus seharusnya menjadi semakin rendah hati dan taat kepada ajaran Gereja, karena justru inilah yang menjadi tanda akan ke-otentikan karunia Roh Kudus yang diterimanya, yang selalu mengusahakan persatuan, pertobatan, dan kekudusan. Dan dalam hal ini, Bunda Maria, para rasul dan orang kudus adalah teladan kita semua.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  3. siang. saya likha. saya tidak akan mengomentari buku itu sebab, meski saya baca berkali-kali saya masih belum paham tentang isi yang akan disampaikan, karena itu saya minta bantuan untuk dapat memahami buku itu. sebab saya sedang mengerjakan karya ilmiah yang mengkaji tentang karismatik

    • Shalom Likha,

      Terima kasih atas pertanyaannya. Untuk menulis karya ilmiah tentang gerakan karismatik, saya ingin menyarankan untuk membaca buku-buku karismatik yang ada, seperti buku Romo Deshi, dll. Likha juga dapat meninjau dari sejarah berdirinya, dan juga dari tinjauan teologis, serta bagaimana perkembangan gerakan ini, baik sisi positif maupun sisi negatifnya. Oleh karena itu, carilah sumber-sumber yang berimbang (baik yang tidak setuju, maupun yang setuju), sehingga karya ilmiah tersebut dapat melihat karismatik dari beberapa sisi.
      Untuk memahami buku Romo Deshi, saya pikir akan lebih baik kalau Likha dapat menghubungi Romo Deshi dan bertanya langsung kepada beliau, sehingga Likha dapat memahaminya dengan lebih baik. Kami hanya memberikan ulasan yang singkat tentang buku tersebut, namun saya pikir Romo Deshi akan dapat menerangkan kepada Likha dengan lebih detil dan jelas.
      Selamat mengerjakan karya ilmiah dan Tuhan memberkati.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – http://www.katolisitas.org

    • Sayang saya berhalangan hadir saat Romo Deshi seminar di Paroki Cengkareng Jakarta, padahal saya saat itu baru saja habis membaca buku ini!

      Saya sempat hadir waktu Misa pertama karismatik di Paroki Petrus Paulus, Mangga Besar yang brang breng brong pakai Band segala puluhan tahun yang lalu, bersama ini saya ucapkan terima kasih sebesar besarnya atas paparan Romo Deshi sehingga saya menjadi lebih melek dan eling.

    • Dear Sdr. Likha,

      saya sangat tertarik ketika membaca bahwa anda “sedang mengerjakan karya ilimiah yang mengkaji tentang karismatik”.

      pendekatan/metode apa yg anda gunakan? tlg di sharing-kan kalau berkenan.

      shalom,
      Thomas

  4. Shaloom. Maaf saya nimbrung. Apakah Romo Deshi Ramadani SJ sudah diberitahu soal kritik terhadap buku beliau? jika belum, maka hendaknya katolisitas memberitahukan (bisa dengan FB, beliau kalau saya tak salah dosen STF Driyarkara Jakarta). Saya kira soal begini bagus buat saling belajar ikekayaan man Katolik yang akan makin kaya raya dan mencerahkan jika didiskusikan. Maaf atas usulan saya ini.
    Shaloom

    • Shalom Isa Inigo,
      Terima kasih atas usulannya. Sebenarnya kita tidak pernah mempunyai inisiatif untuk melakukan kritik buku. Hal ini dilakukan karena ada orang yang bertanya di website katolisitas.org. Kami sendiri tidak tahu apakah Romo Deshi Ramadhani, SJ, tahu atau tidak terhadap artikel di atas.
      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stefanus & ingrid – http://www.katolisitas.org

      • Dear all,

        sudah saya singgung di email saya ke Romo Deshi sih..tapi nggak tau deh apakah beliau sudah baca atau belum.

        But one thing I find very exciting, that semakin banyak orang Katolik yang baca buku itu semakin bagus menurut saya. Karena bukunya tidak berpretensi memberikan satu jawaban yg definitif mgn gerakan Karismatik Katolik di dunia & Indonesia, tapi lebih mengajak kita mengetahui bagaimana gerakan Karismatik Katolik dimulai dan bagaimana karena beberapa “kesalahan” (dengan tanda kutip, krn kan mrk juga blm tentu bersalah..let God by the judge of that) beberapa orang dalam Gereja Katolik dahulu telah menciptakan PHOBIA/ketakutan terhadap gerakan Karismatik Katolik, yang ternyata masih kuat bergema di umat Katolik sekarang. Yang selidik punya selidik cuma karena ketidak-tahuan semata umat Katolik non-Karismatik & ulah bbrp orang Katolik Karismatik yang “over”.

        Tetapi kok, menurut saya (pendapat pribadi lho ya), pada akhirnya semua orang Katolik harus menjadi orang Katolik yang sungguh Karismatik..

        Kenapa saya berpikir demikian ? Mari kita lihat di Kej 1:2 “Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.” Roh Allah yang sama, dulu, sekarang & ke depan yang ingin “menyapa & menguasai” kita adalah yang seharusnya terus dirindukan oleh setiap orang yang mengaku dirinya Kristen Katolik.

        Saudaraku, kalau kita sudah mengakui, menerima, merasakan & hidup berdasarkan Roh Allah itu yang pada dasarnya adalah Roh Kudus..WOW… Gereja Katolik kita yang kita cintai akan mengalami satu pembaruan & kebangkitan yang luar biasa..

        So does that make me a Catholic Charismatic ? by default of course..

        Peace of Christ be with you
        Thomas

        • Shalom Thomas,

          Terima kasih atas komentarnya. Memang gerakan karismatik senantiasa menarik minta untuk dicermati. Mungkin pembahasan yang lebih penting adalah bagaimana untuk menyikapi gerakan karismatik ditinjau dari sisi teologi Katolik, baik sisi negatif dan sisi positifnya. Dan bagaimana seharusnya umat Katolik yang tergabung maupun yang tidak tergabung dalam gerakan ini harus bersikap. Tanya jawab ini (silakan klik) mencoba mengupas sisi negatif dan sisi positif dari gerakan karismatik. Dan memang ketakutan akan efek-efek negatif dari gerakan karismatik memang ada buktinya, seperti yang disebutkan oleh Thomas, bahwa ada sebagian umat Katolik yang tergabung dari gerakan Karismatik, terlalu bersemangat dan kurang mencerminkan kerendahan hati. Mungkin hal ini menjadi tantangan bagi umat Katolik yang tergabung dalam gerakan karismatik bagaimana merangkul umat yang lain dengan cara hidup kudus, menjadi saksi Kristus yang baik dan rendah hati.

          Apakah semua umat Katolik harus menjadi karismatik? Tergantung dari apa definisi karismatik yang dimaksud Thomas. Kalau yang dimaksud bahwa semua umat Allah harus mempunyai hubungan yang baik dengan Yesus, harus mempunyai Roh Kudus dan Roh Kudus ini dimanifestasikan secara nyata dalam kekudusan – yaitu kasih terhadap Tuhan dan sesama atas dasar kasih kepada Tuhan, maka jawabannya adalah “YA”. Namun, kalau semua umat Katolik harus karismatik, dalam pengertian harus tergabung dalam gerakan karismatik, maka jawabannya adalah “TIDAK”. Hal ini dikarenakan ada begitu banyak spiritualitas di dalam Gereja Katolik, seperti spiritualitas St. Benediktus, St. Fransiskus Asisi, dll, yang semuanya bersumber pada misteri Paskah Kristus – yaitu: penderitaan, kematian, kebangkitan dan kenaikan Yesus. Dan setiap orang, sesuai dengan kapasitas, karakter, dan kondisinya dapat memilih jenis spiritualitas yang dapat mendorong pertumbuhan kehidupan spiritualitasnya.

          Namun, baik masuk dalam gerakan karismatik maupun tidak, semua umat Katolik harus tetap mendasarkan spiritualitasnya pada sakramen-sakramen, terutama Sakramen Ekaristi dan Sakramen Pengampunan Dosa. Dan tentu saja tidak boleh meninggalkan devosi kepada Bunda Maria, yang berguna dalam kehidupan spiritual, seperti yang telah dibuktikan oleh para kudus sepanjang sejarah Gereja Katolik. Akhirnya, kekudusan akan menjadi parameter yang jelas akan pertumbuhan spiritualitas seseorang. Oleh karena itu, mari kita, yang mempunyai spiritualitas yang berbeda-beda, tetap berakar pada sakramen dan berjuang dalam kekudusan. Hanya dengan cara inilah, Gereja Katolik yang kita kasihi dapat bertumbuh dan diperbaharui secara terus menerus dari dalam.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          stef – http://www.katolisitas.org

          • Dear Bro Stef,

            Pax et bonum!

            Terimakasih atas reply-nya. Tepat sekali Bro Stef.Statement saya bahwa semua umat Katolik harus sungguh menjadi karismatik adalah exactly bahwa semua umat Katolik HARUS mengalami & mempunyai hubungan PRIBADI yang baik & mesra dengan Roh Kudus dan memanifestasikannya secara nyata dalam kekudusan – yaitu kasih terhadap Tuhan dan sesama atas dasar kasih kepada Tuhan atau singkatnya orang Katolik yang BERBUAH spt tertulis di Galatia 5:22-23 .

            Saya sendiri nggak gitu pusing, apakah harus ikut PDKK, SHDRK, KEP/SEP, Seminar BCM, Pertumbuhan, retret KTM atau apapun juga bentuk organisasi atau media spiritualitasnya selama kegiatan2 itu diakui & dibimbing oleh Gereja Katolik. Tetapi yg sangat saya rindukan adalah SETIAP umat Katolik yang merasa kehidupan bergereja-nya hambar-hambar saja, nggak pernah/malas membaca Alkitab, nggak punya komunitas, nggak suka pelayanan, mulai jajan ke gereja lain atau malah sedang meng-eksplorasi spiritualitas diluar gereja dll.. utk berani berdoa dgn sungguh utk mendapatkan pengalaman Pentakosta Baru yang akan memberikan kekuatan baru, semangat baru, kerinduan baru untuk benar-benar “menikmati & mensyukuri” kekayaan yang ada di Gereja Katolik, spt misalnya Sakramen Ekaristi kita, sarana Sakramen Tobat kita, Kursus Pendalaman Kitab Suci, menjadi pemandu, menjadi katekis dst..dst… Itu saja kok.

            Semoga dgn demikian stigma2 yg banyak di-capkan ke org Karismatik spt berbahasa roh, penyembuhan, menyanyi keras2, bertepuk tangan, menangis dll (yg sebenarnya adalah mgn karunia2 Roh Kudus), tidak malah dijadikan batu penghalang utk mendapatkan suatu pengalaman spiritualitas yg memperbaharui (renewal) iman Katolik kita. Tetapi malah dijadikan sarana utk “to go boldly where we should have been but never have gone before”.

            Shalom
            Thomas

          • Maaf utk mengangkat lagi topik lama.

            Karismatik Katolik adalah bagian dari GK dan semangatnya dalam menghidupkan kegiatan oleh awam utk awam memang sangat bagus.
            Kegiatan-kegiatan dalam paroki-paroki saat ini umumnya digerakkan oleh kelompok PDKK.

            Tetapi mengingat bahwa asal usul Karismatik ini memang bukan berasal dari dalam Gereja sendiri (CMIIW) tapi mengadopsi budaya dari Pentakostal maka memang sebagian besar diwarnai oleh pengajaran dan budaya Pentakostal.
            Sedangkan Pentakostal sebagai bagian dari Protestanisme sebagian pengajaran dan budayannya tidak selaras dengan iman GK.

            Jadi sisi positif dari PDKK harus disempurnakan dengan memurnikan apa yg diajarkan dan dilakukan dalam kegiatan2 PDKK dengan membuang ajaran dan budaya yg tidak selaras dengan iman GK dan mengganti dengan ajaran dan tradisi Katolik.

            Janganlah merasa sayang untuk membuang sesuatu yg memang tidak sejalan dgn Gereja karena yg sempurna hanya ada dalam GK.

  5. Ingin tanya and komentar tentang buku romo Deshy yang judulnya apakah karismatik sungguh katolik. Saya sedang baca, hampir selesai dan merasa sungguh tidak nyaman membacanya, isinya sangat “protestant” lebih mirip buku apologetic protestan pantekostal daripada buku katolik. Anehnya buku ini mendapat nihil obstat dan imprimatur, kok bisa yah?

    Rm Deshy sangat mengagungkan tokoh pentacostal John Wesley pendiri Protestant Pentakostal dan tulisan2nya. Selalu menekankan bahwa karunia roh yg diterima Pentakostal adalah tanda bahwa mereka “benar”, dan sering membandingkan teologi katolik dan teologi pentakostal dengan berat kearah pentakostal, dll, dll. Saya memaksakan diri untuk meneruskan baca sampai selesai walaupun hati tidak nyaman. :((

    Pertanyaan tambahan, bagi prodiakon (awam) dan suster yang memberikan “berkat” kepada anak kecil dan simpatisan, saat mereka membagikan komuni. Berkat apakah yg mereka buat? Bukankah berkat hanya untuk imam tertahbis? Apakah diakon (calon imam) dapat memberkati rosario? sebab saya pernah melihat praktek ini.

    Salam,
    [dari Admin: Pertanyaan ini sudah dijawab di artikel di atas, silakan klik]

    • Shalom Michael, dan Antonius H,

      Saya memang belum membaca buku romo Deshi Ramadhani, namun saya pernah mengikuti seminar “Karismatik, apakah sungguh katolik?” yang dibawakan romo Deshi di paroki St. Bartolomeus Bekasi tahun 2008 lalu. Kalau kesan saya walaupun sangat bisa menerima / memahami kharismatik secara logis dan Teologis, namun romo Deshi malah sungguh katolik. Karena yang saya ingat romo Deshi pernah mengatakan bahwa bahwa dalam ibadah karismatik tidak selalu harus diikuti dengan bahasa roh dan tepuk tangan (sedangkan ibadat karismatik didominasi / diidentikkan dengan bahasa roh dan teuk tangan). Bahkan awal berdirinya Kharismatik katolik justru di lalukan dengan suasana hening / khusyuk (yang memang merupakan ciri khas katolik).

      Demikian yang bisa saya ingat romo Deshi pernah menjelaskan.

      Salam damai,
      Freddy

      • salam dalam Kristus,tentang karismatik memang tidak semua umat bisa menerimanya,misalkan waktu ada doa penyembuhan,hampir semua umat bisa berbahasa Roh,terus terang bagi kami yg baru pertamakali hadir,rasanya badan menjadi berinding,saat itu saya ajak suami yg sedang sakit,dia tampak lebih gelisah dgn situasi macam itu ,dan minta pulang aja.
        ma’af saya rasa doa penyembuhan apa nggak lebih nyaman bila dilakukan doa hening,lagu2 rohani yg lembut,agar sipasien merasa lebih nyaman dan bisa konsentrasi berdoa.

        salam
        christine

        • Shalom Christine,
          Memang salah satu yang perlu disayangkan, jika bahasa Roh malah membuat orang ‘takut’ daripada merasakan hadirat Tuhan. Sebab saya percaya bukan itu yang dimaksudkan oleh Tuhan yang memberikan karunia bahasa Roh, dan juga orang-orang yang mendoakannya. Jika memang cara berdoa semacam ini tidak dapat membawa anda untuk berdoa, maka tidak apa-apa jika anda memilih cara doa yang lain. Dalam spiritualitas Gereja Katolik terdapat bermacam-macam cara berdoa, dan doa hening dan doa rohani yang lembut, itu dapat anda diterapkan, baik dalam doa anda pribadi bersama keluarga, maupun komunitas anda. Dan jika memang sudah menjadi rencana Tuhan, kesembuhan juga tetap dapat diberikan kepada suami anda. Bagi kita umat Katolik, rahmat penyembuhan itu sudah ditawarkan secara luar biasa melalui setiap perayaan Ekaristi/ Misa Kudus. Maka saya menganjurkan, jika memungkinkan, agar anda mengajak suami anda untuk mengikuti misa kudus setiap hari. Sebab dengan menerima Kristus sendiri yang hadir di dalam rupa Hosti, maka suami anda dapat menerima Sang Tabib itu sendiri yang dapat menyembuhkannya. Rindukanlah dan terimalah Sakramen Ekaristi dengan sikap hati yang benar, sehingga jika Tuhan berkenan, Ia dapat menyembuhkan suami anda. Biar bagaimanapun, kesembuhan yang diberikan melalui persekutuan doa Karismatik itu, tetaplah bersumber dari Kristus. Oleh karena itu, jika anda dan suami dapat datang ke Misa Kudus, sesungguhnya anda dapat langsung menerima rahmat kesembuhan itu ‘langsung’ dari sumbernya. Tentu diperlukan sikap hati yang layak: mengaku dosalah sebelum menerima Ekaristi, dan dengan sikap tobat yang sejati, semoga anda dan suami dapat mengalami rahmat Allah yang menyembuhkan, baik jasmani maupun rohani.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

          • thank you Ingrid,nasihat anda benar2 membesarkan hati saya,suami saya kena parkinson sdh 10 thn,hanya mujizatlah yg kita nantikan,tolong dukungan doa ya.

            salam dlm Kristus,
            Christine

          • Shalom Christine,
            Ya, saya turut mendoakan anda dan suami anda. Silakan juga memasukkan ujud doa di dalam rubrik POJOK DOA di situs ini, supaya Romo Kris beserta timnya dapat mendoakan suami anda secara khusus.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

Comments are closed.