Pertanyaan:
hampir 2 bulan ini saya lebih mempelajari agama saya. cukup menyita waktu tidur saya, karena saya sering meluangkan waktu sebelum tidur untuk membaca website ini.
kok baru kepikiran sekarang. ngapain ya saya mempelajari agama saya? apa sih untungnya buat saya? apakah sekedar untuk menjawab “serangan” dari agama-agama lain?
Alexander.
Jawaban:
Shalom Alexander,
1. Mempelajari agama/ iman Katolik bagi kita sebenarnya harus kita hayati sebagai sedikit upaya yang dapat kita lakukan untuk semakin mengenal dan mengasihi Tuhan kita. Karena ada pepatah, “Kalau tak kenal maka tak sayang”, maka ini berlaku juga dalam hubungan kita dengan Tuhan. Kasih itu timbul setelah kita mengenal dan mempunyai pengetahuan tentang pihak yang kita kasihi. Jadi tidak berlebihan jika dikatakan “kasih timbul karena pengetahuan/ pengenalan”, karena umumnya kita manusia tidak bisa mengasihi kalau kita tidak kenal dengan orang yang bersangkutan. Maka mari semua kita berjuang untuk mengenal iman kita supaya kita bisa mengasihi iman kita, yang intinya adalah Allah sendiri di dalam Kristus.
2. Mempelajari iman kita adalah karena kita ingin mengikuti kehendak Tuhan sendiri, karena Allah berfirman, bahwa Ia “menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.” (1 Tim 2:4)
3. Namun pengetahuan akan iman kita ini tidak boleh berhenti di kepala, melainkan harus turun sampai ke hati, supaya kita dapat hidup sesuai dengan apa yang kita imani. Dengan kesaksian hidup inilah kita dapat menyebarkan iman kita. Dengan demikian kita melanjutkan misi Kristus.
Saya pernah menuliskan topik ini dalam tulisan ini, silakan klik.
Maka menurut saya, motivasi utama bagi kita mempelajari iman kita, bukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari orang lain [walaupun mungkin saja pertanyaan- pertanyaan tersebut dapat mendorong kita untuk lebih mempelajari iman kita]; melainkan untuk menyatakan kasih kita kepada Tuhan yang lebih dahulu mengasihi kita. Karena kita mengetahui bahwa pada akhir hidup kita, hanya akan ada tiga hal ini yang diperhitungkan Allah: iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya adalah kasih (lih. 1 Kor 13:13). Kasih yang dimaksud di sini adalah pertama-tama kasih kepada Allah, dan baru kemudian kasih kepada sesama demi kasih kita kepada Allah. Maka mari kita bertanya kepada diri kita masing-masing, sudahkah kita berusaha untuk mengasihi Allah? Dan mungkin sebagai langkah awalnya adalah berusaha mengenal Allah lewat ajaran- ajaran-Nya yang dipercayakan-Nya kepada Gereja-Nya: yaitu melalui Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium.
Maka sebaiknya setiap hari kita berdoa, “Bantulah aku, ya Tuhan, supaya aku dapat semakin mengenali imanku, supaya aku dapat semakin mengasihi Engkau.”
Semoga pada akhirnya nanti Tuhan mendapatkan kita telah berusaha semampu kita untuk mengasihi Dia, dan Ia membawa kita kepada keselamatan kekal.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org
Shalom,
Saya ingin menanyakan beberapa pertanyaan:
1. Apa yang dimaksud dengan suam-suam kuku (definisi secara menyeluruhnya)? Apa ada ciri-ciri atau kriteria di mana kita bisa mengidentifikasi kita atau orang lain termasuk orang yang semacam itu?
2. Bagaimana caranya mencintai Tuhan melalui iman Katolik secara mendalam tanpa menjadi fanatik? Sebenarnya, orang yang fanatik itu seperti apa? Jujur, saya belakangan kerap kali mengalami pertentangan dengan 2 kakak saya: Yang satunya kakak saya yang Protestan (dan yang satunya lagi kakak saya yang beragama Katolik tapi baru-baru ini menceritakan cerita pengalaman roh-roh gaib yang didengarnya dari orang Protestan kenalannya di klinik). Tapi saya juga bingung, adakah definisi orang fanatik menurut sudut pandang Gereja Katolik?
Saya amat tidak menyukainya dan tidak mau mendengarkan mereka. Dosakah saya demikian? Saya tidak tahu mengapa saya amat sensitif dan menutup telinga saya terhadap ajaran di luar Gereja Katolik (dan menganggapnya sebagai kesesatan yang harus dihindari jauh-jauh). Namun, saya malahan dibilang fanatik oleh kakak-kakak dan ayah saya sendiri karena hal tersebut dan mengatakan misalnya satu jam sebelum misa tidak boleh makan dan minum. Ya, mungkin juga sikap saya agak sinis dan kasar.
Saya tidak bisa menahan kekesalan saya terhadap sikap mereka itu. Maka, saya juga berdosa karena marah. Bagaimana saya harus menghadapi hal tersebut? Ini dilema yang kelihatannya sepele tapi sangat mengganggu. Sebab saya sedang berusaha agar iman saya jangan sampai goyah. Banyak pengaruh dan kata-kata yang dapat membuat saya terpengaruh dan saya tidak mau merusak iman yang baru tumbuh ini. Apalagi kalau saya renungkan mungkin saya bisa dibilang juga termasuk si suam-suam kuku.
Maaf kalau pertanyaan saya kurang berkenan di hati. Mohon diedit jika ada salah kata.
Mohon bantuannya.
Terima Kasih.
Salam Lay Monica,
1. Istilah “suam-suam kuku” berarti “suhu (air atau makanan) yang tidak dingin dan tidak panas”. Contoh kalimat: “Ia memandikan bayi itu dengan air suam-suam kuku”. Namun lebih lanjut, istilah ini dipakai untuk menggambarkan sikap tidak jelas, sikap seadanya, “mediocre”, lembam, tidak mau berkembang, sikap tidak mau maju namun juga tidak mau mundur. Istilah ini pun dipakai dalam kitab Wahyu Kepada Yohanes, Why 3: 15-16, bahwa yang suam-suam kuku akan dimuntahkan.
2. Cap “Fanatik” pada orang lain dengan arti peyoratif tentu saja dilarang oleh cinta kasih. Biasanya cap-cap demikian tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh yang memberi cap selain hanya dengan serampangan merendahkan orang lain, tidak mau berdialog demi penemuan kebenaran yang lebih dalam. Justru yang memberi cap tidak mau berdialog, mungkin menjadi penghayat fanatisme yang tergambar dalam cap fanatik yang peyoratif itu sendiri, tanpa mau menemukan kebenaran lebih dalam.
Konsili Vatikan II menganjurkan sikap berdialog, untuk melawan sikap kolot yang tidak mau berdialog demi menemukan kebenaran yang lebih dalam. Justru Anda bisa mempelajari dan mewartakan kebenaran iman Anda dengan berdialog terus menerus.
Contohnya, dengan memahami semua artikel dan tanya jawab di web ini, Anda bisa menjawab dan turut berpendapat dalam dialog yang sehat (bukan debat kusir mencari pembenarannya sendiri). Dialog yang sehat tentang topik ajaran agama tercipta jika kita mempelajari ajaran iman kita sendiri, sehingga bisa menanggapi dengan jernih kepada orang lain mengenai topik-topik tertentu yang muncul.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Shalom,
Romo terima kasih atas jawabannya…tapi saat saya berkonsultasi dengan pembimbing rohani saya dia bilang didiamkan dan didoakan saja karena saya tidak memiliki kompetensi. Daripada memancing konflik dengan orang-orang itu lebih baik dibiarkan saja. Lalu, yang baik sebenarnya bagaimana? Karena jujur saja, saya lelah kalau harus mendengarkan dan berbicara dengan keluarga saya itu. Mereka suka ngotot dan karena saya termasuk orang yang tidak sabaran, teteapi saya kekeuh membela keyakinan saya justru menimbulkan pertengkaran…
Terima Kasih…Mohon bantuannya lagi.
Salam Monica,
Jika demikian, baik jika tidak usah ditanggapi, karena berdialog tidak mungkin.
Seperti saya katakan, dialog bukan debat kusir. Jika motivasi mereka mau debat kusir, atau meremehkan, maka tidak usah dilayani. Jika motivasi dan situasi dialog benar yaitu demi pencarian kebenaran yang lebih dalam, maka bisa dilayani, walaupun juga perlu syarat pengetahuan iman. Jika Anda merasa belum kompeten, silahkan berikan saja link website ini kepada mereka, agar mereka baca dan semoga pengetahuan mereka mengenai ajaran Gereja Katolik makin dijernihkan, ditambah, diluruskan, dicerahkan.
Salam
Yohanes Dwi Harsanto Pr
Oke…Terima Kasih Romo…Semoga Tuhan membuka mata hati mereka…^^
shalom pak stef,
kalau kita baca buku-buku yang tidak ada imprimatur dan nihil obstat-nya, tetapi dari pengarang terkenal, misalnya scott hahn, yang sudah banyak diterjemahkan apakah baik juga, saya baca isinya kok baik dan menambah pengetahuan akan iman katolik, apakah baik juga
salam
Shalom Suryo,
Sepengetahuan kami umumnya buku- buku karangan Scott Hahn yang aslinya ditulis dalam bahasa Inggris, memperoleh nihil obstat dan imprimatur dari pihak otoritas Gereja. Namun memang pengakuan itu berlaku untuk karangan dalam bahasa Inggris itu, sebab yang hal terjemahannya nampaknya harus diteliti kembali oleh pihak otoritas Gereja dalam bahasa yang bersangkutan.
Jika terjemahannya baik dan cocok dengan aslinya, tentu buku- buku semacam ini baik untuk menambah pengatahuan akan iman Katolik. Atau, kalau anda memahami bahasa Inggris, dan dapat membeli buku- buku tersebut dalam versi aslinya, yaitu bahasa Inggris, maka silakan membaca buku tersebut dalam versi aslinya, sehingga mendapat pemahaman yang lebih baik akan apa yang dimaksud oleh penulis.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam Damai,
1.Seperti Alex,ada waktu2nya saya tertanya2 kenapa mesti belajar/mendalami agama saya?,akhirnya saya sudah ketemu jawapannya.
2. Kenapa ada umat/manusia yang rajin pergi sembahyang/Misa sesetengahnya malas?Dari perspektif agama Katolik/Katolisitas?
3. Bagaimana cara yang sepatutnya untuk kita nasihat/cakap dengan orang yg malas pergi sembahyang?misa supaya akhirnya rajin?(tanpa menyakiti hati/peribadi mereka?)
Terima kasih.
Shalom Semang,
1. Syukurlah jika anda sudah menemukan jawabannya, mengapa kita harus mempelajari iman kita.
2. Mengapa ada orang yang rajin berdoa dan ada orang yang malas?
Wah, agaknya ini serupa juga dengan pertanyaan mengapa di dunia ini ada orang yang rajin dan ada orang yang malas, dalam arti luas. Yang jelas memang seseorang dapat menjadi rajin berdoa setidaknya karena tahu bahwa ia perlu berdoa. Hal ini dapat disebabkan karena perasaan ‘sudah semestinya’, atau karena ‘kebutuhan’, tetapi sebenarnya alasan yang terbaik adalah karena kita mengasihi Tuhan yang lebih dahulu mengasihi kita. Doa adalah bentuk komunikasi dengan Allah, dan jika kita sungguh mengasihi Allah maka kita akan dengan senang hati meluangkan waktu untuk berdoa, untuk mengucap syukur, memuji kebaikan Tuhan, memohon ampun untuk kesalahan kita dan untuk memohon pertolongan-Nya.
Silakan anda membaca KGK (Katekismus Gereja Katolik) tentang doa yang ada di bagian ke- empat, no. 2558-2865. Ingatkan kepada teman anda akan kasih Allah yang menciptakan dia dan memeliharanya sampai pada saat ini, dan betapa Allah merindukannya untuk bertemu dengannya di dalam doa.
3. Bagaimana menasihati seseorang yang malas berdoa supaya rajin berdoa? Atau supaya rajin ikut misa?
Mungkin jalan yang terbaik adalah mengajaknya berdoa bersama- sama, jika anda pandang tepat keadaannya; dan silakan juga mengajaknya untuk ikut Misa bersama- sama, jika perlu anda ingatkan, anda telpon, atau anda jemput jika memungkinkan.
Namun yang terpenting adalah adakan waktu untuk berbicara dari hati ke hati, tentang makna doa dan Misa Kudus. Silakan anda sharingkan pengalaman pribadi anda, yang membuat anda terpanggil untuk lebih rajin berdoa dan mengikuti Misa Kudus. Tanyakanlah kepadanya akan apakah ada sesuatu hal yang dapat anda doakan tentang dia dan keluarga? Dengarkanlah jika ia menceritakan masalahnya kepada anda. Baru setelah mendengar permasalahannya, anda tawarkan untuk berdoa bersama. Selanjutnya, bawalah intensi doa teman anda tersebut di dalam doa pribadi anda, terutama dalam Masa Prapaska ini, anda dapat mendoakan teman anda itu secara khusus dengan doa rosario, atau Jalan Salib, dan dengan berpuasa mendoakan pertobatannya. Jika anda pandang baik, kirimkanlah ayat- ayat Kitab Suci untuk mendukung dan menghiburnya, entah lewat sms, e-mail, atau lewat pos. Ajaklah ia bergabung dengan komunitas Katolik di paroki anda.
Jika anda sudah melakukan bagian anda, selanjutnya serahkanlah segalanya ke dalam tangan Tuhan, semoga Roh Kudus berkarya untuk melembutkan hatinya, untuk menanggapi kasih Tuhan, sehingga ia dapat terdorong untuk berdoa dan mengikuti Misa Kudus.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Terima Kasih.
Shalom Pak Stef / Ibu Ingrid,
Saya baru menemukan website ini seminggu yang lalu dan saya semakin merasa bahwa saya tidak punya pengetahuan lebih tentang iman saya sendiri, dan selama seminggu saya membaca kisah-kisah, kesaksian dan dialog serta tanya-jawab didalamnya, pengetahuan dan rasa keingintahuan serta kerinduan saya semakin besar.
Saya juga menceritakan pengalaman saya membaca pertanyaan-pertanyaan dan jawaban dari Pak Stef dan Ibu Ingrid yang menurut saya sangat sopan dan mencerahkan, dan saya mencoba untuk menularkannya juga kepada pasangan saya. Saya bercerita tentang kepenuhan kebenarab didalam Gereja, tentang api penyucian, tentang bagaimana kita harus senantiasa berani dan bertumbuh dalam iman kita terhadap Kristus. Tetapi ketika saya meminta respon /komentar dari pasangan saya, dia merespon dengan berkata bahwa dia takut saya akan menjadi seorang Katolik yang fanatik. Saya tanya mengapa cerita saya seperti seorang fanatik dan mengapa dia takut? Dia menjelaskan bahwa cerita saya terlalu Katolik dan dia takut kalau saya menceritakan hal yang sama kepada orang lain akan membawa perdebatan bahkan mungkin permusuhan. Saya menjadi bingung dan tidak tahun cara yang tepat untuk menjawab. Saya hanya ingin agar kami berdua bisa lebih mengenal Yesus dan ajaran Gereja, terutama disaat kami berdua akan menerima sakramen pernikahan dalam waktu beberapa bulan lagi, sehingga kami bisa menjadi lebih kuat dalam menghadapi cobaan dan mengarungi bahtera rumah tangga kami nantinya. Saya mohon pencerahan Pak Stef tentang bagaimana cara untuk menyampaikan secara tepat, dan apakah menjadi menjadi seorang yang fanatik itu sesuatu yang positif atau negative dan bagaimana solusinya? Mohon maaf sebelumnya apabila ada kalimat saya yang salah atau menyinggung siapapun juga, terima kasih.
Anton
Shalom Antonius,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang bagaimana untuk menyampaikan iman kita kepada orang lain. Sering kita dihadapkan pada pernyataan “semua agama sama saja dan semuanya mengajarkan hal yang baik, dan tidak perlu kita menjadi fanatik“. Pernyataan seperti ini adalah pernyataan yang mempunyai konotasi bahwa menjadi fanatik adalah tidak baik. Namun ini semua tergantung dari definisi fanatik. Kalau fanatic diartikan sebagai “A state of mind which drives one to extreme and unreasonable speech or conduct. A fanatic is ordinarily unbalanced in mind with regard to the subject of his fanaticism. A religious fanatic is apt to be the’ most extreme because nothing so deeply affects the mind as religion. It was doubtless fanaticism that impelled the Jewish leaders to such unreasonable action against Christ, causing them to override the laws of judicial procedure in their fell purpose of destroying Him. The same fanaticism against Christ is seen today in Russia, recently in Mexico, and among certain sects in almost every country.“, maka ini adalah sesuatu yang tidak baik. Jadi kalau fanatik dikonotasikan sebagai suatu sikap yang berlebihan yang bertentangan dengan akal sehat, maka ini adalah sesuatu yang tidak baik.
Namun, sebagai umat Katolik, kita tidak menjadi fanatik dengan mengatakan dan menjalankan apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik, karena apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik tidaklah bertentangan dengan akal budi dan kasih. Kita melihat para santa-santo dalam sejarah Gereja Katolik melakukan hal-hal yang mungkin dipandang orang sebagai tindakan fanatik. Namun, kalau kita membaca cerita santa-santo, kita melihat bahwa mereka benar-benar menjalankan kehendak Allah dan apa yang diajarkan oleh Gereja. Dan tindakan dari semua santa-santo adalah merupakan tindakan kasih dalam derajat yang luar biasa (heroic love). Dan sebagai anggota Gereja, maka kita juga dipanggil untuk menjadi kudus.
Mungkin yang terpenting dalam hal ini adalah bukan masalah fanatik atau tidak, namun bagaimana untuk menjadi umat Katolik yang baik. Kita menjadi umat Katolik yang baik, kalau kita benar-benar berusaha dengan segala pikiran, hati dan kekuatan kita untuk mengetahui dan mengasihi iman Katolik dan menjalankannya dengan sukacita. Dan tentu saja, dalam melakukan semua ini, kita menggantungkan diri kita pada rahmat Allah dan terus bekerja sama dengan rahmat Allah secara terus-menerus. Dengan mengetahui dan menjalankan iman Katolik secara benar, maka tidak berarti kita menjadi seseorang yang fanatik dan membuat banyak musuh. Semua ini adalah tergantung dari bagaimana kita menyampaikan apa yang kita imani – yang kita percayai sebagai suatu kebenaran. Kalau kita menyampaikan dengan kasar, maka kita akan membuat banyak musuh. Namun, kalau kita dapat mempertanggungjawabkan iman kita dengan hormat dan lemah lembut, maka saya pikir tidak alasan bagi orang lain untuk memusuhi kita. Bahkan kalau kita menutup-nutupi kebenaran – dengan alasan toleransi – maka kita sebenarnya tidak berbuat kasih kepada sesama. Oleh karena itu, untuk membagikan iman kita diperlukan kebijaksanaan (prudence). Dan kita dapat meminta Tuhan untuk memberikan kepada kita karunia “kebijaksanaan“, sehingga kita dapat menyampaikan iman kita dengan baik. Semoga pemaparan ini dapat membantu. Dan selamat mempersiapkan diri untuk masuk ke dalam kehidupan perkawinan. Semoga Antonius dan pasangan terus berjuang untuk menjadi pasangan yang kudus.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
hai,
sekadar masukan, bagaimana kalau admin admin menyertakan atau menampilkan semacam recommended books yang berguna dan bagus untuk memperdalam iman kita, semacam Rome Sweet Home nya Scott Hahn. Siapa tahu ada yang terbantu dengan tambahan ini (meski mungkin beberapa buku masih dalam bahasa Inggris).
Saya sangat menghargai upaya admin admin website ini yang tak kenal lelah menyebarkan iman Katolik.
Keep up the Good work ya !!!
God bless You all
Shalom Another_believer,
Terima kasih atas usulannnya. Ini adalah usulan yang baik, hanya kami mempunyai keterbatasan waktu. Kalau kami masih mempunyai waktu, prioritas kami adalah untuk membuat program katekese yang terstruktur dan komprehensive, sehingga dapat membantu umat Katolik secara lebih luas dan dapat diterapkan dalam proses katekese di Indonesia.
Mohon doanya, agar kami dapat terus berkarya di website ini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Salam damai sejahtera
Dear Katolisitas
Kita hidup dari iman kepada iman
Pertanyaannya :
Bagaimana kita mengetahui iman kita itu BERTUMBUH, MACET ATAU MEROSOT ?
Terima kasih
Salam
Mac
Shalom Machmud,
Terima kasih atas pertanyaannya dan selamat datang kembali di katolisitas.org. Berdasarkan beberapa diskusi sebelumnya, akan lebih baik kalau saya memberikan komentar setelah Machmud menyatakan pendapat Mahcmud. Proses ini akan menjadi lebih cepat dan efektif. Semoga hal ini dapat dimengerti oleh Machmud. Oleh karena itu, silakan memberikan pendapat Machmud terlebih dahulu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
hampir 2 bulan ini saya lebih mempelajari agama saya. cukup menyita waktu tidur saya, karena saya sering meluangkan waktu sebelum tidur untuk membaca website ini.
kok baru kepikiran sekarang. ngapain ya saya mempelajari agama saya? apa sih untungnya buat saya? apakah sekedar untuk menjawab “serangan” dari agama-agama lain?
Alexander
[Dari Admin Katolisitas: pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]
Comments are closed.