Ada pertanyaan: Apakah makan babi diharamkan bagi umat Kristen? Sebab beberapa ayat di Perjanjian Lama menyatakan:  “Demikian juga babi hutan, karena memang berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang, tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu” (Im 11:7; bdk Yes 66: 17);  “Juga babi hutan, karena memang berkuku belah, tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu. Daging binatang-binatang itu janganlah kamu makan dan janganlah kamu terkena bangkainya” (Ul 14:8). Dalam buku penjelasan Katolik tentang Kitab Suci dijelaskan sebagai berikut: (Sumber:  A Catholic Commentary on Holy Scripture, ed. Dom B. Orchard, M.A., (New York: Thomas Nelson and Sons Ltd, 1952) p. 236 dan 268):

1. Perihal larangan makanan tertentu adalah sehubungan dengan hukum yang menunjukkan hal haram atau tidak haram, dalam rangka hukum pentahiran/ pemurnian bangsa Israel. Dalam hukum ini dikatakan hal-hal yang haram dan bagaimana  cara menghapuskan keharaman tersebut. Dalam hukum Imamat PL, hal “haram” menggambarkan keadaan seseorang yang karena perbuatan tertentu yang belum tentu perbuatan dosa, tidak dapat datang kepada Tuhan. Baik orangnya maupun penyebab kondisi orang itu dikatakan sebagai haram. Maka “haram”/ uncleanness, pada umumnya adalah bersifat eksternal, tidak selalu berkaitan dengan pelanggaran hukum moral, dan penghapusan keharaman tersebut juga merupakan sebuah upacara eksternal yang mengembalikan keadaan orang yang “tidak murni” tersebut ke kondisi sebelumnya.

Studi anthropologi telah menunjukkan bahwa pembedaan hal haram dan tidak haram dan pengertian-pengertian religius yang mendasari perbedaan itu  telah tersebar luas dan sudah lama ada sebelum zaman bangsa Yahudi. Beberapa ide dan praktek ini diterapkan oleh bangsa Israel yang nomadis dan kemudian disyaratkan oleh Tuhan, sejauh mereka tidak bertentangan dengan kepercayaan Monotheistis dan sebagai cara untuk melatih bangsa Israel menuju standar yang lebih tinggi dalam hal kemurnian moral. Maka motif moral dan religius dari hukum kemurnian adalah seperti yang tertera dalam  Im 11:44, “… haruslah kamu kudus , sebab Aku [Tuhan] ini kudus….”

2. Maka dasar untuk mengatakan suatu makanan haram atau tidak haram adalah dari segi kebersihan/ kesehatan, rasa enggan secara natural, pada tingkat tertentu pertimbangan religius, atau karena binatang-binatang tertentu mempunyai konotasi berhala ataupun tahyul. Pengertian binatang haram yang diterima pada saat itu salah satunya adalah yang berkuku belah, bersela panjang, tidak memamah biak (lih. Im 11:7, Ul 14:8), namun juga termasuk ikan yang tidak mempunyai sirip/ sisik ay.7-9, burung pemangsa ay. 13-19, serangga yang bersayap ay. 20-23, binatang reptilia ay. 29-38.

3. Maka kita melihat di sini, larangan untuk makan makanan yang haram tersebut berkaitan dengan maksud Allah untuk menguduskan umat-Nya. Setelah Kristus datang ke dunia,  Kristuslah yang menjadi jalan yang jauh lebih mulia untuk mencapai kekudusan daripada segala hukum pemurnian tersebut.  Maka hukum pengudusan/ pemurnian ini sesungguhnya dipenuhi dengan sempurna, tidak dengan menghindari makanan yang dianggap haram namun dengan dengan kita menyambut Kristus yang adalah Putera Allah yang kudus, sang Roti Hidup (Yoh 6:25-59) yang menjadi santapan rohani, ‘jalan’ yang menghantar kita kepada Allah Bapa (lih. Yoh 14:6). Bagi umat Katolik, hal ini kita terima pada saat kita menyambut Kristus sendiri dalam yaitu dalam Sabda Allah dan terutama di dalam Ekaristi. Silakan membaca lebih lanjut tentang makna Ekaristi ini, di sini (silakan klik) dan di sini (silakan klik) agar anda mengetahui mengapa Ekaristi menjadi sumber dan puncak kehidupan Kristiani.

Itulah sebabnya Yesus memberikan perintah ini, “Dengar dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang…… Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. Karena dari hati timbul segala pikiran yang jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. Itulah yang menajiskan orang…” (Mat 15:11, 18-20)

Hal ini juga kembali ditegaskan oleh Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma, “…. dalam Tuhan Yesus… tidak ada sesuatu [makanan] yang najis dari dirinya sendiri….. Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus” (Rom 14:17). Juga, Rasul Petrus mengalami penglihatan bagaimana Allah tidak menyatakan makanan apapun sebagai haram, “Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram (lih. Kis 10:15).

Di sini terlihat bahwa Kitab Suci sendiri menyatakan bahwa apa yang ditulis dalam Perjanjian Lama (PL) adalah gambaran yang akan digenapi dalam Perjanjian Baru (PB).  “Di dalam hukum Taurat hanya terdapat bayangan saja dari keselamatan yang akan datang, dan bukan hakikat dari keselamatan itu sendiri…” (Ibr 10:1). Aturan-aturan PL termasuk ketentuan makanan haram ini ada, untuk mengarahkan umat kepada penggenapannya dalam PB. Yaitu bahwa di masa PL, bangsa Israel dipisahkan Allah dari bangsa bangsa lain, termasuk oleh aturan Sabat, sunat dan larangan makanan. Di PB, Aturan tersebut digenapi dan disempurnakan oleh Kristus, dengan cara yg berbeda. Kalau penggenapannya sama, maka tidak disebut Perjanjian Baru (PB). Sunat jasmani digenapi maknanya dengan sunat rohani yaitu Baptisan (lih. Kol 2:11-12). Sabat digenapi dengan hari Tuhan, yaitu Minggu yang memperingati kebangkitan Yesus lambang kehidupan baru. Soal larangan makanan justru merupakan persiapan akan makna yang lebih hakiki, yaitu hal haram dan halal bukan dari apa yang masuk ke dalam tubuh, tetapi dari apa yg keluar dari tubuh.

Pengajaran ini pula-lah yang mendasari sikap Gereja Katolik tentang makanan sembahyangan, yang diskusinya dapat dilihat di sini, silakan klik. Pada dasarnya, kesimpulannya adalah:

1. Memang bukan soal apa yang masuk yang menajiskan kita (lih. Mat 15:11), sehingga, dengan demikian makanan apapun (asalkan memang dari segi kesehatan layak dimakan) dapat kita makan, termasuk di dalamnya daging babi.

2. Namun jika dengan memakan daging babi itu seseorang menjadi batu sandungan bagi orang lain [terutama di hadapan orang-orang yang mengharamkan babi], maka sebaiknya ia tidak makan babi (lih. Rom 14:21). Hal inilah yang dianjurkan oleh Rasul Paulus (lih. 1 Kor 8:13). Dalam hal ini memang diperlukan “prudence”/ kebijaksanaan dari pihak kita untuk menyikapinya dan memutuskannya.

3. Aturan-aturan seremonial dalam Perjanjian Lama– termasuk hal larangan makanan– tidak dimaksudkan Allah sebagai hakikat keselamatan itu sendiri. Melainkan, hal-hal itu merupakan bayangan akan keselamatan sesungguhnya yang dikaruniakan Allah melalui sengsara, wafat, kebangkitan Kristus [Misteri Paska Kristus], yang menjadi dasar dan inti iman Kristiani.  Larangan makan babi yang dianggap sebagai binatang yang kotor pada zaman itu, adalah langkah persiapan bagi umat untuk pengudusan, yang kemudian diperoleh dari santapan rohani yaitu Kristus sendiri sebagai Sang Roti Hidup. Oleh PB, pengudusan sejati tidak lagi diperoleh dari menaati larangan makanan tertentu tetapi dari menyambut Kristus dalam Ekaristi. Kita tidak dapat kembali kepada gambaran atau bayang-bayang yang bukan hakikat keselamatan (lih. Ibr 10:1), setelah hakikat keselamatan itu sendiri sudah digenapi di dalam Kristus.

75 COMMENTS

  1. Dear Katolisitas (Bu Ingrid & Pak Stef)

    Mengenai makanan haram dan halal ini, saya ada pertanyaan. Bagaimana mengartikan perikop di dalam Kisah 10:1-48 tentang Petrus dan Cornelius. Dalam ayat 11-16 berbicara mengenai Allah yang menyatakan bahwa tidak ada lagi makanan haram. Namun ada teman saya (non Katolik) berkata, perikop ini tidak mengajarkan mengenai makanan haram tapi dihubungkan dengan ayat-ayat berikutnya tentang Cornelius yang menerima Kristus, sehingga bangsa non yahudi pun memperoleh keselamatan dan dihubungkan dengan ayat 28-29.

    Bagaimana saya dapat memberikan jawaban bagi mereka yg menganggap ayat 11-16 dan ayat 28-29 harus dibaca sebagai satu kesatuan yaitu Kristus bagi bangsa lain dan bukan berbicara soal makanan atau soal haram dan halal, sehingga hukum tentang makanan halal atau haram tidak diubah oleh Allah dan tetap berlaku serta mengikat umat Kristen Perjanjian Baru.

    Demikian pertanyaan saya dan terima kasih atas kesediaan Katolisitas dalam memberikan pencerahan.

    Salam dalam Kasih Kristus,

    Stefan P

    • Shalom Stefan,

      Menurut saya, setidahnya ada 3 hal di sini yang membedakan cara kita sebagai umat Katolik untuk mengartikan ayat-ayat ini, dengan saudara-saudari kita yang Kristen non-Katolik:

      1. Prinsip menginterpretasikan Kitab Suci yang diajarkan oleh Gereja Katolik adalah, pertama-tama kita menerima arti literal yang disampaikan dari ayat-ayat Kitab Suci, dan baru kemudian juga arti spiritualnya. Baru kalau tidak mungkin diartikan secara literal (misalnya ketika Yesus berkata bahwa “Akulah pintu” (Yoh 10:9)), kita melihat kepada arti spiritualnya saja. Silakan membaca lebih lanjut di artikel ini, silakan klik).

      Nah, dalam Kis 10:1-48, jelas disampaikan di sana arti literalnya adalah tentang bagaimana Tuhan menyatakan halal, apa yang tadinya dianggap haram oleh Rasul Petrus. Hal ini bukan sesuatu yang tidak mungkin, sebab Allah dapat melakukan apa saja, sesuai dengan apa yang dianggap baik olehnya. Dalam hal ini, Allah menyatakan bahwa gambaran menghalalkan semua makanan berhubungan dengan arti yang lebih tinggi, yaitu bahwa Allah tidak membatasi karunia Roh Kudus-Nya hanya kepada bangsa Israel, tetapi juga kepada bangsa-bangsa lain.

      2. Dalam membaca dan merenungkan Kitab Suci, Gereja Katolik mengajarkan bahwa apa yang disampaikan dalam Perjanjian Lama harus dibaca dalam terang Perjanjian Baru, dan demikian pula sebaliknya. Sebab Perjanjian Lama merupakan gambaran samar-samar akan apa yang akan digenapi dalam Perjanjian Baru. Dengan demikian jika sudah digenapi dalam Perjanjian Baru, kita tidak lagi kembali mengartikannya seperti orang memahaminya dalam Perjanjian Lama, seperti seolah-olah itu belum tergenapi.
      Selanjutnya tentang apakah hubungan antara Perjanjian Lama dengan Baru, klik di sini.
      Kitab Suci harus dibaca sebagai satu kesatuan. Kita tidak dapat memilih-milih ayat tertentu untuk diartikan berdiri sendiri, seolah tidak ada kaitannya dengan ayat-ayat lainnya, yang kemudian diwahyukan Allah juga untuk memperjelas maksudnya.

      Nah, ketentuan makanan tentang haram dan halal, merupakan ketentuan hukum seremonial untuk memisahkan bangsa Israel dengan bangsa-bangsa lain di sekitarnya. (Selanjutnya tentang ketentuan seremonial, klik di sini). Ketentuan ini adalah gambaran bagaimana Allah mengkhususkan/ menguduskan umat-Nya. Nah, dalam Perjanjian Baru, Allah menggenapi gambaran ini, dengan arti yang sesungguhnya. Yaitu Allah menguduskan umat-Nya dengan kurban Kristus Putera-Nya, yaitu dalam Ekaristi, yang menyatukan semua bangsa, baik Yahudi maupun non-Yahudi. Oleh sebab itu, gambaran samar-samar di PL tentang pengudusan umat-Nya lewat ketentuan-ketentuan seremonial tidak lagi diterapkan, sebab penggenapannya yang sempurna di dalam Yesus sudah dinyatakan.

      3. Dalam menginterpretasikan Kitab Suci, Gereja Katolik tidak menggantungkannya kepada pemahaman pribadi, melainkan kepada apa yang diajarkan oleh Gereja, menurut Tradisi Suci Gereja. Hal ketentuan seremonial seperti makanan haram dan halal, sunat, dan hari Sabat, telah diperbaharui oleh Kristus, sebagaimana telah diajarkan oleh para Rasul. Gereja Katolik melestarikan apa yang telah diajarkan oleh para Rasul ini, dan tidak mengubahnya atas pemahaman pribadi, apalagi jika yang mengartikan adalah orang- orang yang terpisah sekian abad dari para Rasul, dan yang menganggap diri mereka sendiri lebih paham daripada para Rasul dalam mengartikan ajaran Kristus. Gereja Katolik tidak memaksakan pemahamannya kepada orang-orang tersebut, namun pada saat yang sama tidak bisa mengubah ajarannya untuk mengikuti pemahaman mereka.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  2. Shalom pak Stef & bu Ingrid yg t’kasih…

    Dlm Kej 7, ktika Allah mmrintah’n Nuh mmilih binatang2 yg halal- 7 psang & hram- 2 psang utk dmasuk’n dlm bahtera, sdh dtunjuk’n bhwa ad p’beda’n antra binatang2 t’sbut b’dsar’n halal haramnya.

    Nmun s’ingat sya binatang2 ini djelas’n & dasing’n Allah dlm Imamat & Ulangan…

    Soaln sya,bgaimna m’jelas’n prkara ini? Apakh binatang2 hlal & hram ini sdh dktahui pd zman kitab Kejadian? @ ad p’jelasan lain yg mnuntun kpd pristiwa dlm kitab Imamat & Ulangan..?

    Mohon p’cerahan…
    Thanx in advance…
    God bless…

    • Shalom John,

      Demikian keterangan yang kami peroleh dari Haydock’s Commentary on Holy Scripture, untuk ayat Kej 7:2 tersebut:

      “… Pembedaan antara hewan yang halal dan haram, nampaknya sudah dibuat sebelum hukum Musa…. Halal: tidak berdasarkan hukum Musa yang belum diberikan, tetapi tradisi yang membedakan antara halal dan haram telah ada: [yaitu]  halal adalah binatang yang layak dijadikan kurban, meskipun jenis binatang-binatang itu adalah yang juga dianggap halal oleh hukum Musa, yang dengan demikian meneguhkan penetapan kuno….”

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

       

    • Alkitab cetakan baru tahun 1996-2005
      Imamat 11:7-8 ”Demikian juga babi hutan, karena memang berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang, tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu. Daging binatang-binatang itu janganlah kamu makan dan bangkainya janganlah kamu sentuh; haram semuanya itu bagimu.”

      Ulangan 14:8 ”juga babi hutan, karena memang berkuku belah, tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu. Daging binatang-binatang itu janganlah kamu makan dan janganlah kamu terkena bangkainya.”

      Alkitab cetakan lama 1991
      Imamat11:7-8 ”Demikian juga babi, karena memang berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang, tetapi tidak memamah biak, haram itu bagimu.”

      Alkitab cetakan lama tahun 1941
      Imamat 11:7-8 ”Dan lagi babi, karena soenggoehpon koekoenja terbelah doewa, ija itoe bersiratan koekoenja, tetapi tiada ija memamah bijak, maka haramlah ija kapadamoe. Djangan kamoe makan daripada dagingnja dan djangan poela kamoe mendjamah bangkainja, maka haramlah ija kapadamu.”

      karena saya adalah Umat Isa maka saya TIDAK AKAN MAKAN BABI

      [Dari Katolisitas: Tidak ada masalah dengan ayat-ayat di atas. Memang dalam Perjanjian Lama, Allah memerintahkan agar bangsa Israel tidak makan daging babi. Tetapi Kitab Suci tidak hanya terdiri dari Perjanjian Lama, melainkan diperbaharui dalam Perjanjian Baru. Nah dalam Perjanjian Baru inilah terdapat ayat-ayat yang mengatakan bahwa segala makanan itu halal (lih. Kis 10:15), dan bukan dari apa yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang tetapi dari apa yang keluar dari mulut (lih. Mat 15:11,18). Oleh karena itu umumnya orang yang mengaku sebagai Kristen, tidak mengharamkan babi. Jika ia mengharamkan babi, artinya ia mengabaikan perkataan Yesus sendiri yang dicatat dalam ayat-ayat ini.]

  3. Aturan makanan dan minuman yang boleh dimakan oleh Katolik adalah semua yang dari segi kesehatan layak dimakan? kalau begitu, mengapa rokok diperbolehkan, meskipun juga tidak disarankan? Bukankah rokok dari segi kesehatan itu buruk?

    Kemudian, yang termasuk makanan dan minuman itu apa aja yah? Apakah memakan dan meminum kotoran dan air seni hewan diperbolehkan? karena ada peneliti yang berusaha membuat makanan dari kotoran hewan. Makasih.

    [dari katolisitas: Pada akhirnya, makanan adalah hanya makanan, yang masuk ke perut dan kemudian akan keluar lagi. Merokok adalah buruk kalau terlalu banyak. Namun, demi menghindari bahaya kecanduan, maka alangkah baiknya untuk tidak usah mencoba-coba. Secara prinsip, selama kita tidak membahayakan tubuh kita yang dapat dibuktikan secara ilmu pengetahuan, dan tidak menjadi batu sandungan, serta dalam kebijaksanaan, maka kita dapat makan. Kalau saya, selama ada alternatif lain, saya akan memilih makanan yang lain daripada makan makanan yang terbuat dari kotoran hewan.]

  4. Shalom team katolisitas yg t’kasih…

    Merujuk pd halal @ hram mkan dging babi ni, sya t’ingt pd Mark 7: 15-19. D stu p’ktaan Yesus lbih kurng sma dgn Mat 15: 10-20…

    Yg ingn sya tnya’n, knpa dlm Mark t’sbut t’dpat tnda kurung pd ayat 19 bg sstengah versi? – …..(dgn kata2 ini Yesus mngta’n bhwa smua mkanan bleh dmkan)…

    Sya risau klu2 ayat t’sbut hnya dtambah2 & bukn ayat asli alkitab @pn dtmbah utk mnarik dr prikop asal…

    Mhon p’cerahan ya?
    Thanx in advance
    Slam kasih dlm Kristus

    • Shalom John,

      Ayat Mrk 7:19 sudah terdapat dalam Kitab Suci Yunani kuno, demikian, “ὅτι οὐκ εἰσπορεύεται αὐτοῦ εἰς τὴν καρδίαν ἀλλ’ εἰς τὴν κοιλίαν, καὶ εἰς τὸν ἀφεδρῶνα ἐκπορεύεται; καθαρίζων πάντα τὰ βρώματα.” Itulah sebabnya Kitab Suci versi Douay Rheims (terjemahan Inggris dari Kitab Suci Latin Vulgata) menampilkan ayat Mrk 7:19 tanpa tanda kurung, demikian pula Kitab Suci versi King James (KJV), dan Kitab Suci LAI (terjemahan Indonesia).  Jika Kitab Suci Revised Standard Version (RSV) dan New American Bible (NAB) menuliskan ayat Mrk 7:19 dengan tanda kurung, kemungkinan karena kedua versi tersebut mendasarkan salinannya pada manuskrip kuno lainnya.

      Jika kita melihat adanya tanda kurung pada suatu ayat dalam Kitab Suci, itu tidaklah berarti bahwa ayat itu baru ditambahkan kemudian, tetapi bahwa teks tersebut terdapat di manuskrip kuno tertentu, namun tidak ada di manuskrip lainnya, entah karena di bagian ayat tersebut papyrus-nya rusak, tidak dapat dibaca, atau karena satu dan lain hal, memang tidak ada di salinan manuskrip tersebut. Namun demikian, jika sampai teks tersebut dicatat dalam Kitab Suci, itu disebabkan karena teks tersebut ada/ disebutkan dalam manuskrip kuno lainnya. Inilah yang terjadi pada teks Mrk 7:19, dan juga pada beberapa ayat sebelumnya, yaitu Mrk 7:16. Ayat Mrk 7:16 tidak ada di Codex Vaticanus dan Sianiticus, sehingga ditulis dalam tanda kurung pada Kitab Suci versi New American Bible dan Kitab Suci LAI, walaupun versi Douay Rheims dan King James mencatat ayat Mrk 7:16 tersebut tanpa tanda kurung.

      Maka adanya tanda kurung itu hanya untuk menyampaikan fakta apa adanya, tentang keberadaan suatu ayat dalam salinan manuskrip kuno. Ada atau tidaknya ayat itu tidak mengubah pesan inti ajaran dalam perikop tersebut, sebab apa yang disampaikan ayat itu juga sejalan dengan ajaran pada ayat-ayat lainnya dalam Kitab Suci. Sejumlah ahli Kitab Suci memperkirakan dua kemungkinan tentang ayat Mrk 7:19, yaitu perkataan tersebut memang dikatakan sendiri oleh Kristus, atau ayat tersebut adalah tambahan penjelasan dari Markus, yang sebagai juru tulis Rasul Petrus, menuliskan pengajaran dari Rasul Petrus, sejalan dengan ajaran Petrus dalam Kis 10:10-16. Apapun yang terjadi, hal tersebut tidak mengubah kenyataan bahwa ajaran tersebut memang adalah Sabda Tuhan, yang menekankan bahwa kenajisan tidak ditentukan dari makanan/ sesuatu dari luar yang masuk ke dalam perut, tetapi dari sesuatu yang timbul dari dalam hati yang kemudian dikeluarkan, seperti pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, dst (lih. Mrk 7:20-23). Perlu kita ketahui, bahwa Injil ditulis atas dasar pengajaran lisan para Rasul (Injil Matius ditulis oleh Rasul Matius, Injil Markus oleh Markus yang adalah juru tulis Rasul Petrus, Injil Lukas oleh Lukas yang adalah pembantu Rasul Paulus, dan Injil Yohanes oleh Rasul Yohanes). Artinya, para Rasul memegang peranan penting dalam menyampaikan ajaran Kristus itu; dan hal ini tak perlu kita curigai, sebab para Rasul itu telah menerima Roh Kudus pada saat Pentakosta, dan mereka dibimbing oleh Roh Kudus pada saat mengajar dan menuliskan surat-surat mereka. Maka, sekalipun ayat Mrk 7:19 itu dianggap sebagai ajaran tambahan dari Rasul Petrus, hal itu tidak mengurangi otentisitas ajaran tersebut, sama seperti kitapun tidak meragukan otentisitas ajaran yang ditulis oleh Rasul Petrus dalam surat-surat Rasul Petrus, ataupun ajaran Rasul Petrus lainnya yang dicatat dalam Kisah para Rasul.

      Demikianlah tanggapan saya, semoga berguna.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  5. Shalom…
    sebagai seorang katolik,Saya ingin tahu samaada perlu atau tidak memeruskan adat yang biasa dilakukan di kampung saya iaitu apabila pasangan bercinta yang belum berkahwin tetapi sudah tidur bersama atau mengandung sebelum kahwin akan dikenakan denda yang kami panggil SOGIT KAMPUNG yang menggunakan seekor babi tua untuk di potong yang bermaksud untuk mengelakan penduduk kampung daripada penyakit seperti selsema dsb dari perbuatan pasangan tersebut.Babi yang dipotong tersebut akan dibagi-bagikan ke setiap rumah di kampung tersebut yang menandakan mereka telah mendapat SOGIT KAMPUNG tersebut.Adat ini telah dilakukan dari nenek moyang sehingga sekarang.Secara jujur saya tidak berapa mengerti dengan kaitan pendosa boleh membawa orang lain sakit akibat dosa yang pendosa itu lakukan.Mohon penjelasan..Salam Damai

    • Shalom Nani,

      Saya tidak tahu secara persis tentang adat tersebut. Namun, secara prinsip, seseorang harus membayar sesuatu karena kesalahan yang telah dilakukannya. Sogit kampung  dianggap dapat membuang kesialan yang dapat diakibatkan dari kesalahan yang dilakukan. Namun, intinya adalah adat tersebut juga memandang bahwa perbuatan seks di luar pernikahan adalah sesuatu yang salah. Menurut saya, sebagai umat Katolik, sudah seharusnya kita menjaga kemurnian sebelum perkawinan. Lihat artikel tentang pacaran ini – silakan klik. Dengan menjaga kemurnian, maka tentu saja seorang Katolik tidak perlu lagi melakukan sogit kampung, karena tidak ada pelanggaran. Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

      • Shalom Team Katolisitas,

        Izinkan saya menambah sedikit pernyataan Nani. Nenek moyang kita, sebelum ada pegangan agama percaya, bencana ataupun musibah yang berlaku disesebuah tempat adalah disebabkan oleh perlanggaran penduduknya terhadap adat ataupun peraturan yang telah ditetapkan.
        Contohnya melakukan perlakuan sumbang dan maksiat. Oleh itu untuk memulihkan keadaan seperti sediakala, mereka harus mengorbankan binatang. Biasanya orang yang melakukan kesalahan yang “diminta” untuk menyediakan binatang korban.

        Sogit kampung dikenakan apabila seseorang telah melanggar peraturan atau pantang larang yang ditetapkan oleh sesebuah kampung. Sogit kampung ini berbeza mengikut tahap pelanggaran yang dilakukan. Untuk kes yang disebutkan oleh Nani sogit yang dikenakan mungkin seekor babi yang besar ataupun seekor kerbau. Orang yang boleh menjatuhkan hukuman tersebut adalah Ketua Kampung. Hukuman atau denda ini dikenakan kepada sesiapa sahaja tanpa mengira pegangan agama yang dianuti.

        Bagi saya persoalannya,”Adakah kita sebagai pengikut Kristus diperbolehkan memakan daging sembelihan tersebut?

        Mohon penjelasan. Terimakasih.

        [dari katolisitas: Silakan melihat jawaban ini – silakan klik]

      • Shalom..
        Terima kasih atas penjelasan namun saya tidak mengerti maksud ayat pak stef “Dengan menjaga kemurnian, maka tentu saja seorang Katolik tidak perlu lagi melakukan sogit kampung, karena tidak ada pelanggaran.”kerana tidak ada pelanggaran?maksudnya apa..mohon maaf.Salam dami

        • Shalom Nani,

          Maksud saya, dari sisi umat Katolik, kalau umat Katolik yang hidup dalam adat tersebut dapat menjaga kemurnian, maka umat Katolik tidak perlu memberikan babi, karena tidak ada kesalahan yang dilakukan. Mungkin pertanyaannya adalah, apakah umat Katolik dapat menerima makanan babi atau apa saja dari orang-orang yang telah melakukan kesalahan. Secara prinsip, makanan sebenarnya makanan dan tidak ada apapun dalam makanan sejauh dipandang sehat. Rasul Paulus memberikan nasehat demikian ” Janganlah engkau merusakkan pekerjaan Allah oleh karena makanan! Segala sesuatu adalah suci, tetapi celakalah orang, jika oleh makanannya orang lain tersandung! Baiklah engkau jangan makan daging atau minum anggur, atau sesuatu yang menjadi batu sandungan untuk saudaramu.” (Rm 14:20-21) Jadi yang terpenting adalah jangan dengan menerima makanan tersebut, maka kita menjadi batu sandungan bagi orang lain. Dengan kata lain, jangan sampai orang semakin yakin bahwa makanan tersebut sungguh-sungguh dapat membuang kesialan. Kalau sampai menjadi batu sandungan seperti ini, maka kita tidak perlu menerima makanan tersebut. Namun, sebagai umat Katolik, kita juga dapat menggunakan kesempatan ini untuk dapat berbicara dengan pasangan tersebut, sehingga mereka dapat membuat hubungan mereka menjadi lebih murni. Semoga dapat membantu.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          stef – katolisitas.org

  6. Dear Stefanus Tay & Ingrid Tay,

    Membaca artikel anda mengenai haram dan halal terutama setelah anda merefer pada Kis 10:15, saya koq kurang sependapat. Kis 10:15, jika kita baca secara menyeluruh, adalah kisah Petrus bertemu Kornelius. Memang jika kita membaca dan mengacu pada ayat yang juga anda sebut, sekilas jelas bahwa semua makanan tidak ada yang haram bagi umat katolik. Namun jika kita membaca secara lengkap dari ayat 1 sampai selesai, akan sangat jelas pula bahwa perikop itu bukan berbicara mengenai makanan, akan tetapi bahwa Kristus adalah bagi semua; kita tidak boleh menyebut orang di luar gereja sebagai kelompok yang haram. Hal senada didukung dengan perikop lain (maaf saya lupa) bahwa Yesus hadir untuk melengkapi hukum taurat (sedang di Imamat telah ditulis jelas mengenai makanan haram) dan tidak satu titikpun dari hukum taurat yang akan dihapus. Mohon tanggapan. Terima kasih.

    • Shalom Yoyok,

      Dalam menginterpretasikan Kitab Suci, Gereja Katolik selalu memegang prinsip bahwa ayat-ayat dalam Kitab Suci umumnya mempunyai arti literal dan arti spiritual, sebagaimana pernah dibahas di sini, silakan klik. Arti literal dan spiritual saling melengkapi, maka tidak bisa kita mengabaikan arti literal dari suatu ayat, demi menekankan arti spiritualnya. Kekecualiannya hanya jika interpretasi literal menjadi tidak masuk akal atau tidak mungkin terjadi/ tidak mungkin dilakukan, maka kita dapat melihat bahwa kemungkinan gaya bahasa yang digunakan adalah gaya bahasa kiasan yang memang tidak dimaksudkan untuk diartikan secara literal.

      Dalam konteks Kis 10:15, arti literalnya jelas mengajarakan bahwa semua makanan tidak haram, dan jika sudah dinyatakan tidak haram, jangan dianggap haram. Bahwa ajaran ini juga mempunyai arti spiritual yang lain (Kristus datang untuk semua bangsa), itu memang benar, tetapi arti spiritual ini tidak menihilkan/ membatalkan arti literal dari ayat tersebut.

      Sedangkan tentang penggenapan hukum taurat oleh Yesus sudah pernah dibahas di situs ini, silakan Anda membaca terlebih dahulu artikel-artikel berikut ini:

      Apa hubungan Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru?
      Tiga Hukum dalam Perjanjian Lama
      Apakah Hukum Taurat dibatalkan Yesus?

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati-katolisitas.org

  7. kalau sudah haram ya haram…tak boleh makan ya tak boleh makan. Apakah susah memahami ayat diatas?

    [Dari Katolisitas: Kami umat Katolik mengartikan Kitab Suci dengan mempertimbangkan keseluruhan ayat-ayat dalam Kitab Suci, sebagaimana diajarkan oleh Gereja. Tanpa prinsip ini seseorang dapat mempunyai pandangan yang berbeda, namun tidak sesuai dengan ajaran para Rasul yang telah diberi kuasa oleh Kristus untuk mengajarkan semua perintah-Nya.]

  8. Kepada Yth. Ibu Inggrid

    Saya sebenarnya sudah mempunyai keraguan dan kebingungan ketika membaca kitab suci sejak masih di SMP bahkan ketika saya sudah menjadi seorang ibu. Apa yang saya dapatkan tidaklah menjawab dengan jelas apa yang menjadi pertanyaan saya tentang aturan-aturan yang berlaku didalam gereja Katolik berdasarkan kitab suci.

    Seperti apa yang telah disampaikan oleh beberapa penanya di atas, saya pun masih punya ganjalan. Karena ayat-ayat yang disebutkan di atas memang dapat menyebabkan timbulnya pertanyaan yang saya rasa sebenarnya tidak mudah untuk dipahami secara gamblang dan mudah. Begitu berliku-liku sehingga hanya orang yang pandailah yang dapat mengerti keterkaitan antara satu ayat dengan ayat lain, antara yang ada di PL dengan yang ada di PB. Jika itu dijelaskan atau ingin mendapatkan penjelasan dari umat dalam arti “awa” maka mereka dan saya sangat sulit untuk mengerti apalagi menjelaskannya kepada orang lain bahkan kepada anak saya sendiri.
    Mengapa semuanya begitu rumit dan membingungkan. Contoh:

    1.Di dalam PL jelas ditulis bahwa, contoh:

    Sunat sebagai tanda perjanjian Allah dengan Abraham.
    ( Kejadian, 17: 7&10 )

    ” Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun-temurun menjadi perjanjian yang KEKAL, supaya Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu.” ( ayat 7 )

    ” …..yaitu setiap laki-laki diantara kamu harus disunat ” ( ayat 10 )

    Jadi, apakah arti atau makna kata “KEKAL” dalam ayat tersebut?

    2. Di dalam PB jelas ditulis bahwa:

    Yesus dan Hukum Taurat
    ( Matius 5 : 17, 18, 19 )

    ” Janganlah kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk MENGGENAPINYA. ” ( ayat 17 )

    ” …..selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, SEBELUM SEMUANYA TERJADI ” ( ayat 18 )

    ” Karena itu siapa YANG MENIADAKAN SALAH SATU PERINTAH HUKUM TAURAT SEKALIPUN YANG PALING KECIL, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam kerajaan sorga…” ( ayat 19 )

    ” Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, daripada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka. ” ( ayat 29 )

    ” Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa daripada tubuhmu dengan utuh masuk neraka. ” ( ayat 30 )

    Jadi, apakah arti/maksud/makna kata ” MENGGENAPINYA “, “SEBELUM SEMUANYA TERJADI”, “YANG MENIADAKAN SALAH SATU PERINTAH HUKUM TAURAT SEKALIPUN YANG PALING KECIL ” dalam ayat-ayat tersebut?

    3. Aturan pada hari Sabath diubah oleh Yesus dimana Dia menyembuhkan orang sakit pada hari Sabath dengan pertimbangan bahwa itu adalah perbuatan baik.

    Jadi bila diperhatikan dengan diperbolehkannya memakan daging babi dan beberapa lainnya dalam rangka penggenapan hukum Taurat oleh Yesus atau apapun alasan lainnya, lalu dimana letak ” kebaikannya “. Maaf, bukankah itu menjadi sekedar untuk menyenangkan hati manusia atau dengan kata kasar untuk memuaskan nafsu manusia saja.

    Dimana kebijaksanaannya ketika keputusan diambil dari keraguan iman tentang haram atau tidaknya hal itu?
    Mengapa keputusan yang diambil oleh murid2 Yesus seperti rasul Paulus dalam hal ini tidak tegas?

    4. Semua nabi dan Yesus sendiri bersujud ketika berdoa. Mengapa gereja tidak menerapkan aturan yang sama kepada seluruh umatnya ketika mereka dalam status pengikut Yesus? Mengapa menggantinya dengan berbagai lambang yang membingungkan/sulit dimengerti ketika sujud itu sendiri bukan hal yang sulit untuk dilakukan?

    5. Di dalam kitab Matius 12 : 1 – 8 kita dapat melihat bahwa Yesus membenarkan perbuatan murid-muridnya yang melanggar aturan pada hari Sabath karena memetik gandum karena mereka lapar. Dan Yesus membenarkan itu karena belas kasihan kepada sesama.

    Jadi bagaimana Anda memandang ayat-ayat tersebut ketika poligami dilarang oleh Kristen?
    Sebagai manusia dewasa terutama bila Anda sendiri mengalami yang namanya “jatuh cinta” tentu dapat merasakan bila cinta Anda harus diputuskan karena Anda sudah menikah. Dan bila ternyata jika Anda adalah seorang istri yang penuh kasih dalam arti tidak cemburu dan tidak egois seperti yang diajarkan oleh kitab suci, apakah Anda tidak merasa kasihan pada suami Anda dan perempuan lain itu?

    Maaf, Bu Ingrid dan yang lainnya yang membaca postingan saya, saya tidak bermaksud menyerang gereja atau apapun. Itu hanya apa yang ada di pikiran saya dimana pertanyaan-pertanyaan itu muncul begitu saja ketika membaca kitab suci dan pendapat-pendapat mengenai itu.

    Mohon maaf bila ada yang menyinggung perasaan.

    Terima kasih.

    • Shalom Lia,

      Seseorang yang membaca Kitab Suci dengan mengandalkan pengertiannya sendiri, akan mudah menjadi bingung. Karena umumnya orang membaca hanya pada ayat-ayat tertentu, tanpa melihat kaitannya dengan ayat-ayat lainnya dalam Kitab Suci dan tidak melihat bagaimana sesungguhnya Gereja mengartikannya. Kitab Suci itu diberikan kepada Gereja, sehingga Gerejalah yang paling berhak untuk mengartikannya dengan benar. Sebab pengertian kita terbatas, oleh karena itu, kita perlu mendengarkan pengajaran Gereja, karena Roh Kudus yang sama yang telah dianugerahkan kepada beberapa orang anggotanya untuk menuliskan Kitab Suci adalah Roh Kudus yang sama yang membimbing Gereja untuk mengartikannya.

      Gereja tidak pernah membaca kitab Perjanjian Lama terpisah dari Perjanjian Baru, melainkan sebagai satu kesatuan. Sebagaimana layaknya buku yang baik, pasti kisah awalnya ‘nyambung‘/ ada maksudnya jika dilihat dengan kisah akhirnya, demikian pula dalam Kitab Suci. Demikianlah maka aturan tentang sunat, pantang makanan, Sabat, dan segala aturan lainnya diberikan Allah karena ada kaitannya dengan Kristus yang menjadi penggenapan segala hukum itu. Maka setelah Kristus menyempurnakannya, kita melihat semua peraturan itu sebagai persiapan agar kita dapat menangkap makna yang sesungguhnya, yang terkandung di dalam segala aturan itu, dan tidak terpaku kepada aturan lahiriahnya semata, tanpa dikaitkan dengan Kristus. Sebab kalau kita hanya melakukan perturan itu semata-mata terpisah dari Kristus, kita akan menjadi seperti orang-orang yang hidup dalam Perjanjian Lama, yang tidak mengetahui arti rohani yang menjiwai segala peraturan itu, yang dimaksudkan oleh Allah agar kita pahami, setelah digenapi oleh Kristus. Maka kita perlu mengartikan Kitab Suci (dalam hal ini segala hukum yang tertulis dalam Perjanjian Lama) sebagaimana Gereja mengartikannya, agar kita dapat memahaminya, dan semakin mengagumi rencana Allah yang telah mempersiapkan bangsa pilihan-Nya sejak zaman dahulu kala agar mereka dapat memahami penggenapan segala peraturan itu, di dalam Kristus Yesus Tuhan kita.

      1. Tentang Sunat, sudah pernah dibahas di sini, silakan membacanya terlebih dahulu, silakan klik.

      2. Tentang apakah hukum di dalam Perjanjian Lama masih berlaku atau tidak berlaku?, silakan klik, dan klik di sini

      3. Aturan Sabat, sudah dibahas di artikel ini, silakan klik.

      4. Sujud dalam doa?

      Ya, saya setuju bahwa bersujud adalah posisi yang sangat baik untuk berdoa. Namun Gereja mengajarkan bahwa kita harus tetap berdoa senantiasa (lih. 1 Tes 5:17), “Pray unceasingly”. Maka tidak mungkin ini bermaksud agar kita selalu dalam posisi bersujud setiap waktu. Yang dipentingkan di sini adalah sikap batin, walaupun tentu, ketika waktu dan keadaan memungkinkan kita berdoa dengan bersujud, berlutut, atau bersimpuh. Sikap batin penuh penyerahan diri kepada Allah inilah yang menjiwai sikap sujud atau berlutut, dan inilah yang harus ditangkap maknanya, dan dilaksanakan senantiasa.

      5. Belas kasih yang utama?

      Ya, ini adalah jiwa dari segala peraturan Tuhan. Kita harus membedakan aturan yang memang diberikan oleh Tuhan dengan aturan yang dibuat oleh manusia (walaupun maksudnya adalah untuk menerapkan aturan yang dari Tuhan). Nah aturan untuk membatasi pekerjaan pada hari Sabat sampai demikian mendetail (hanya boleh berjalan sekian langkah, dst) tidak ditetapkan oleh Allah, melainkan oleh para ahli Taurat itu sendiri. Tata cara adat istiadat buatan manusia inilah yang dikecam oleh Yesus, sebab peraturan ini sampai mengabaikan belas kasih, tidak peduli kepada orang-orang yang lapar ataupun orang yang sakit yang membutuhkan pertolongan, dengan alih-alih, ingin memenuhi hukum Sabat. Di Mat 12:1-8, Yesus mengajarkan bahwa yang terpenting adalah hukum kasih, dan segala peraturan manusia itu harus dijiwai kasih, dan bukan malah sebaliknya, mematikan kasih.

      Tentu ini tidak untuk dikaitkan dengan kebiasaan poligami. Poligami sendiri sesungguhnya bertentangan secara kodrati dengan hakekat kasih yang sejati, yang total dan tanpa syarat. Allah sendiri mengandaikan hubungan kasih-Nya dengan bangsa pilihan-Nya sebagai hubungan suami istri, dan karena itu Ia tidak berkenan atas penyembahan berhala yang menunjukkan bahwa bangsa-Nya mempunyai allah lain selain Dia. Silakan membaca selanjutnya tentang poligami, silakan klik.

      Jika Anda Katolik, saya mengajak Anda untuk membaca dan mengartikan Kitab Suci sebagaimana Gereja mengartikannya, agar Anda memperoleh pemahaman yang benar akan maksudnya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

       

       

  9. Padahal sudah jelas, tidak boleh ya tidak boleh. Kenapa harus ada pengecualian? Kenapa harus ingkari alkitab?

    [Dari Katolisitas: Jawabnya adalah karena Gereja menginterpretasikan Kitab Suci sesuai dengan pengajaran para Rasul yang telah memberikan Kitab Suci kepada Gereja. Sebab ajaran Gereja tidak hanya memperhitungkan beberapa ayat saja dalam Kitab Suci, namun melihat pesan keseluruhannya; dan bagaimana ajaran Perjanjian Baru menggenapi dan menyempurnakan ajaran Perjanjian Lama.]

  10. saya tidak nampak babi itu boleh dimakan dalam perjanjian baru maupun dalam perjanjian lama. ayat matius 15:1-20 ,kalau dibaca dan dipahami betul2,konteks ayatnya lebih mengarah kepada konteks yesus menyindir/menasihati sekaligus membela muridnya yang pada ketika itu makan dengan tidak membasuh tangan..sampai saat ini saya mengambil keputusan tidak memakan babi,kerna hati kecil saya memberitahu bahwa ayat itu bukan menghalalkan apa yang haram..kerna TUHAN itu KUDUS,manusi harus menjaga dirinya daripada benda2 yang menajiskan

    Matius 15:1-20 Kemudian datanglah beberapa orang Farisi dan ahli Taurat dari Yerusalem kepada Yesus dan berkata:
    “Mengapa murid-murid-Mu melanggar adat istiadat nenek moyang kita? Mereka tidak membasuh tangan sebelum makan.”

    Tetapi jawab Yesus kepada mereka: “Mengapa kamu pun melanggar perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu?
    Sebab Allah berfirman: Hormatilah ayahmu dan ibumu; dan lagi: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya pasti dihukum mati.
    Tetapi kamu berkata: Barangsiapa berkata kepada bapanya atau kepada ibunya: Apa yang ada padaku yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk persembahan kepada Allah,
    orang itu tidak wajib lagi menghormati bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri.
    Hai orang-orang munafik! Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu:
    Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya,padahal hatinya jauh dari pada-Ku.
    Percuma mereka beribadah kepada-Ku,sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.

    Lalu Yesus memanggil orang banyak dan berkata kepada mereka:
    “Dengar dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.”
    Maka datanglah murid-murid-Nya dan bertanya kepada-Nya: “Engkau tahu bahwa perkataan-Mu itu telah menjadi batu sandungan bagi orang-orang Farisi?”
    Jawab Yesus: “Setiap tanaman yang tidak ditanam oleh Bapa-Ku yang di sorga akan dicabut dengan akar-akarnya.
    Biarkanlah mereka itu. Mereka orang buta yang menuntun orang buta. Jika orang buta menuntun orang buta, pasti keduanya jatuh ke dalam lobang.”
    Lalu Petrus berkata kepada-Nya: “Jelaskanlah perumpamaan itu kepada kami.”
    Jawab Yesus: “Kamu pun masih belum dapat memahaminya?
    Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu yang masuk ke dalam mulut turun ke dalam perut lalu dibuang di jamban?
    Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang.
    Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat.Itulah yang menajiskan orang.

    maksud dari perkataan yesus :
    Tetapi makan dengan tangan yang tidak dibasuh tidak menajiskan orang.”

    • Shalom Dexter,

      Konteks yang dibicarakan dalam Mat 15:1-20, secara khusus ayat 10-20, adalah tentang “true cleanness” (kebersihan/kemurnian yang sejati). Tuhan Yesus mengajarkan bukan hanya yang nampak dari luar secara jasmani, yang terpenting, tetapi apa yang ada di dalam hati. Demikianlah yang sering diajarkan oleh Tuhan Yesus dalam Injil, yang juga menjadi konteks dari perikop tersebut.

      Tuhan Yesus mengajarkan tentang arti sejati dari peraturan moral dan bahwa manusia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Tuhan. Orang-orang Farisi dan ahli Taurat membuat kesalahan ketika mereka menekankan kepada hal-hal eksternal/ jasmani yang terlihat dari luar, tanpa menilik kepada kemurnian hati. Sebagai contohnya, mereka menekankan pendarasan rumusan doa-doa dengan persis, daripada mengangkat jiwa kepada Tuhan (lih. Mat 6:5-6). Hal serupa terjadi dalam ketentuan tentang hal makan dan minum.

      Dalam perikop ini, Yesus menunjuk kepada kasus-kasus tersebut untuk mengajarkan kepada kita untuk menemukan inti yang terpenting dalam setiap perbuatan kita agar sesuai dengan ajaran moral: yaitu tergantung dari keputusan pribadi kita untuk memilih kebaikan dan menolak kejahatan, dan keputusan ini keluar dari dalam hati yang kemudian diwujudkan dalam perbuatan. Maka segala sikap yang nampak di luar, berhubungan dengan sikap hati. Selanjutnya Tuhan Yesus menyebutkan bermacam dosa yang telah dilakukan di dalam hati, sebelum dimanifestasikan ke luar sebagai perbuatan. Ini sejalan dengan ajaran Yesus sewaktu memberikan khotbah di bukit, ketika Ia mengatakan, “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya.” (Mat 5:28).

      Demikianlah, maka inti ajaran Yesus pada perikop Mat 15:1-20, bukan semata tentang Yesus mengajarkan agar orang makan tanpa mencuci tangan, ataupun bahwa makan tanpa mencuci tangan tidak menajiskan orang. Yesus mau menyampaikan inti ajaran tentang perintah Allah dan adat istiadat Yahudi, yaitu agar dihindari kenajisan yang timbul dari hati, yaitu segala yang jahat, yang dapat mengakibatkan orang berbuat jahat.

      Jadi memang perikop ini tidak secara khusus mengajarkan agar orang makan babi (atau makan segala yang lain) ataupun agar orang makan tak usah mencuci tangan sebelumnya. Namun perikop ini menjelaskan prinsipnya, yaitu “… bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.” (Mat 15:11). Prinsip inilah yang dipegang oleh Rasul Paulus maupun Rasul Petrus dalam ajaran mereka. Itulah sebabnya, Rasul Paulus mengajarkan bahwa walaupun pada prinsipnya tidak ada makanan yang haram (tentu asalkan makanan itu wajar untuk dimakan menurut akal sehat), namun kalau makanan itu menjadi batu sandungan bagi orang lain, maka janganlah dimakan (lih. 1 Kor 8:13).

      Dengan demikian, jika Anda memutuskan untuk tidak makan babi, silakan saja, itu baik, sebagai langkah matiraga, ataupun agar tidak menjadi batu sandungan bagi mereka yang pantang babi. Namun sejujurnya, Tuhan Yesus dan para Rasul tidak mengajarkan bahwa dengan makan babi seseorang menjadi najis, berdasarkan Mat 15:11, Kis 10:15. Sebab yang menjadikan seseorang najis adalah kejahatan yang timbul di hati yang kemudian dilakukannya, entah lewat perkataan atau perbuatan. Sesuatu yang menjadi permenungan adalah: apakah dengan pantang makan babi seseorang pasti tidak berbuat jahat, seperti yang disebutkan oleh Yesus dalam Mat 15:18, yaitu: dalam pikiran, perkataan maupun perbuatan, melakukan pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat? Semoga terang Roh Kudus membimbing kita untuk dapat memahami inti ajaran Yesus yang sesungguhnya.

      Akhirnya, diperlukan kerendahan hati untuk memahami inti ajaran yang disampaikan Tuhan Yesus dan para rasul, sebab Injil yang diberikan kepada Gereja tidak untuk diinterpretasikan menurut pemahaman pribadi. Sebab seseorang secara pribadi dapat saja memilih atau menekankan suatu aspek/ segi saja dalam mengartikan ajaran Yesus, namun para Rasul sebagai pemimpin Gereja dipimpin oleh Roh Kudus mengartikan keseluruhan dan inti pengajaran Yesus sebagaimana dimaksudkan Allah bagi Gereja. Dari para Rasul inilah kita menerima Injil Tuhan Yesus, maka kepada pengajaran para Rasul inilah kita mendasarkan pemahaman kita. Sebab jika tidak, artinya kita menempatkan pemahaman diri sendiri di atas pengajaran para Rasul, dan dengan demikian, malah sebenarnya dasarnya tidak kuat, karena sifatnya subyektif.

      Demikianlah tanggapan saya atas pernyataan Anda. Saya tidak mengetahui apakah Anda Katolik atau tidak, namun saya tidak bermaksud memaksa Anda. Yang saya sampaikan di sini adalah ajaran iman Katolik, yang mengambil dasar pengajaran Kristus dan para rasul. Jika Anda bukan Katolik dan Anda memiliki pandangan sendiri, kami juga tidak memaksa Anda untuk setuju dengan kami. Mari setidaknya kita terima inti dari ajaran Yesus, yang secara eksplisit tertulis di perikop tersebut, yaitu, “Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. Itulah yang menajiskan orang…” (Mat 15:18-20).

      Ya Tuhan, kami mohon bersihkanlah hati kami, agar daripadanya dapat keluar perkataan dan perbuatan-perbuatan baik yang menguduskan kami.”

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  11. Salam bu inggrit
    sy mau tanya,sy mau tanya;pd kitab imamat banyk kita jumpai aturan yg difirmankan Allah lewat nabi slh stunya ttg haram terhadap daging babi,tetapi di perjanjian br tdk ad aturan tersebut,malah Yesus berkata”bukan yg masuk kemulutmu yg menajiskan kamu tetapi ap yg keluar dr mlutmu”,di perjanjian br jg kt temukan bahwa masalah sunat atau tidak sunat bg laki laki laki jd tdk penting lg(bukan keharusan),ini sngat berbeda yg di anjurkan dlm kitab peejanjian lama.pertanyaan sy:
    1.mana yg harus diikuti
    2.apkah dgn kelahiran yesus sbg firman yg hidup telah membatalkan aturan di perjanjian lama yg tdk relevan lg dgn sabda yesus sendiri?
    Mhon pencerahannya
    agus-kendari,salam dlm kasih kristus

    • Shalom Agus,

      Tentang ketentuan haram dan halal pada makanan, sudah pernah dibahas di artikel di atas, silakan klik.

      Prinsip yang kita pegang adalah bahwa semua hukum dalam Perjanjian Lama adalah hukum untuk mempersiapkan bangsa Israel agar dapat menerima penggenapannya di dalam diri Kristus. Jika kita menangkap prinsip ini, maka kita mengetahui bahwa setelah digenapi di dalam Kristus, maka ketentuan yang diikuti adalah apa yang diajarkan oleh Kristus, sebagaimana diajarkan oleh para rasul dan para penerus mereka dalam Gereja. Dengan mengikuti ajaran Kristus dan para Rasul ini, maka aturan-aturan dalam Perjanjian Lama tetap diberi penghargaan dan tidak dianggap tidak ada, sebab segala peraturan-peraturan itu perlu sebagai persiapan akan penggenapannya dalam diri Kristus dalam Perjanjian Baru. Bahwa peraturan itu tidak semuanya dijalankan persis seperti peraturan pada Perjanjian Lama, itu benar, sebab dalam Perjanjian Baru yang dipertahankan adalah makna di balik segala peraturan tersebut, yang telah disempurnakan oleh Kristus. Makna yang baru yang telah disempurnakan oleh Kristus inilah yang membuat perjanjian itu layak disebut Perjanjian Baru, dan bahwa pelaksanaan hukum Allah tidak lagi didasari kewajiban melakukan peraturan secara lahiriah, tetapi oleh hukum Allah yang terutama, yaitu hukum kasih yang menjiwai kehidupan umat beriman sebagaimana diajarkan oleh Kristus.

      Tentang manakah hukum- hukum Perjanjian Lama yang tetap dipertahankan dan manakah yang diperbaharui dalam Perjanjian Baru, Gereja Katolik mengambil dasar dari ajaran St. Thomas Aquinas, silakan klik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  12. Shallom semua..ketika saya membaca komen2 saudara..saya mula berdoa kepada Tuhan, Apakah yang perlu saya katakan kepada mereka, Tuhan yang maha kuasa mengarahkan hati saya dan memberikan saya jawaban tentang persoalan2 ini..Ayat yang Tuhan berikan kepada saya..

    mari lihat dalam Perjanjian Baru, mengenai
    TUGAS TIMOTIUS DALAM MENGHADAPI PENGAJAR SESAT.

    1 TIMOTIUS 4 AYAT 2-5

    2- Oleh tipu daya pendusta-pendusta yang hati nuraninya memakai cap mereka.
    3- Mereka itu melarang orang khawin, melarang orang makan yang diciptakan Allah supaya dengan pengucapan syukur dimakan oleh orang yang percaya dan yang telah mengenal kebenaran
    4- Kerana semua yang diciptakan Allah itu baik dan satupun tidak ada yang haram, Jika diterima dengan ucapan syukur
    5- sebab semua itu dikuduskan oleh firman Allah dan oleh doa..

    Saudara Harus faham ” perkataan ini tidak ada yang haram, Jika diterima dengan ucapan syukur ” ayat 3.

    • syallom……

      sdr, perikob ayat ini berbicara tetang Tugas timotius untuk menghadapi pengajaran Sesat.
      jika kita melihat ayat yang Ke-4 kata tidak ada yang haram ini adalah perkataan orang-orang yang membelakangi firman Tuhan lihat ayat-1.
      ayat ke-4 mendegarkan dan membaca ayat ini kita akan mengatakan bahwa semua ciptaan Tuhan itu baik memang itu adalah betul, tapi bukan semua yang diciptakan oelh Allah itu untuk dimakan.
      Batu itu ciptaan Tuhan, itu baik tapi bukan utnk dimakan, cacing itu ciptaan Allah dan itu baik, tapi itu bukan untuk dimakan, kutu itu baik dan itu ciptaan Allah tapi bukan utnuk dimakan.
      Batasan satu makanan bisa dimakan Allah sudah menjelaskan dalam kitab ulangan 14 dan imamat 11.
      kata haram itu terjadi pada satu hal yang Tuhan larang (makanan)

      Tuhan memberkati.

      • Shalom Karunia,

        Mari kita melihat apa yang dituliskan dalam 1Tim 4:1-5:

        1  Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan
        2  oleh tipu daya pendusta-pendusta yang hati nuraninya memakai cap mereka.
        3  Mereka itu melarang orang kawin, melarang orang makan makanan yang diciptakan Allah supaya dengan pengucapan syukur dimakan oleh orang yang percaya dan yang telah mengenal kebenaran.
        4  Karena semua yang diciptakan Allah itu baik dan suatupun tidak ada yang haram, jika diterima dengan ucapan syukur,
        5  sebab semuanya itu dikuduskan oleh firman Allah dan oleh doa.

        Dari ayat 1-3 di atas, maka rasul Paulus sebenarnya memperingatkan jemaat Allah bahwa ada penyesat, yang mempercayai akan dualitas, yakni ajaran sesat gnostik. Karena menganggap bahwa yang material adalah jahat, maka perkawinan juga dilarang. Juga beberapa jenis makanan juga dilarang oleh mereka. Kemudian di ayat ke-4 dan 5, rasul Paulus meluruskan bahwa semua yang diciptakan oleh Allah tidak ada satupun yang haram jika didasari dan diterima dengan ucapan syukur.

        Dengan demikian, tidaklah tepat kalau ayat 4 ini merupakan ucapan dari orang-orang sesat yang disebutkan di ayat 1. Kalau ayat 4 diucapkan oleh yang sesat, maka ayat 5 juga diucapkan oleh yang sesat, sehingga sesatlah orang yang: menganggap apa yang yan diciptakan Allah itu baik, sesatlah orang yang menganggap tidak ada yang haram jika diterima dengan ucapan syukur dan sesatlah yang menganggap bahwa semua itu dikuduskan oleh Firman Allah dan doa.

        Konteks dari ayat tersebut adalah memang untuk menyelesaikan kontroversi tentang kawin dan makanan seperti yang diharamkan oleh aliran gnostik. Jadi, rasul Paulus mengatakan bahwa tidak ada yang haram untuk dimakan. Tentu saja sejauh sesuatu itu memang layak dimakan. Jadi, kita tidak perlu mendiskusikan apakah layak untuk makan batu atau tidak. Dan akhirnya, mari kita berpegang pada apa yang dikatakan oleh Yesus sendiri: “Apakah kamu juga tidak dapat memahaminya? Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam seseorang tidak dapat menajiskannya, karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu dibuang di jamban?” Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal.” (Mrk 7:18-19)

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        stef – katolisitas.org

  13. Shalom Ingrid,
    Maaf saya ingin membawakan soalan yang dipersoalkan oleh seorang remaja yang mengaku dirinya dimurtadkan oleh orang kristian,ia seperti menganggap kristian adalah agama yang menyesatkan. Sejujurnya saya sangat sedih kerana rasa terhina dengan tuduhan tersebut.Tapi saya yakin dia keliru dengan pemahaman Alkitab sama seperti saya kerana saya juga penganut kristian katolik.Saya harap cik/puan(saya orang malaysia)dapat menjawab persoalan ini.

    Dibawah ini adalah persoalan saudara kita.

    Sesuatu agama adalah tertegak berdasarkan apa yang terkandung di dalam kitab suci mereka, kerana kitab suci ini berasal dari Tuhan. Tetapi apakah yang akan terjadi sekiranya kitab suci itu sekarang sudah dinodai, apakah masih layak ia disebut sebagai sebuah kitab suci?
    Itulah Alkitab yang berada di tangan orang Kristian sekarang, mereka begita bangga namun tidak pernah teliti membacanya. Bagaimankah boleh seorang Kristian yang dilarang makan babi, tetapi mereka memakannya? Seorang Kristian yang seharusnya bersunat, tetapi mereka menolaknya? Seorang Kristian yang seharusnya kalau mati dikafani, mereka malah menggunakan peti? Ini merupakan suatu pelanggaran berat kerana mereka melanggar syariat agamanya sendiri.
    Semua percanggahan ajaran di dalam Alkitab ada dalam tulisan ini, oleh sebab ia adalah sangat penting dibaca bagi mereka yang terpedaya oleh dakyah misionaris-misionaris Kristian dan lemah iman mereka.
    A. Pelanggaran Orang Kristian Terhadap Alkitab Mereka
    1. Injil Melarang Memakan Daging Khinzir
    Inilah sebuah fakta mengenai kebohongan orang Kristen yang mengatakan bahwa mereka sangat taat pada ajaran Yesus yang terkandung dalam kitab suci mereka. Kebohongan ini terungkap ketika Alkitab sebagai kitab suci mereka dengan tegas melarang makan babi, dalilnya ada pada Kitab Ulangan 14 : 8 yang berbunyi:
    “Juga babi hutan, karena memang berkuku belah, tetapi tidak memamah biah, haram itu bagimu…”
    Dan juga pada kitab Imamat 11 : 7 yang berbunyi:
    “Demikian juga babi hutan, karena memang berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang, tetapi tidak memamah biak, haram itu bagimu.”
    Dalam Alkitab terbitan tahun 1968, bunyi kitab Imamat 11:7 adalah seperti berikut:
    “Demikian juga babi, meskipun berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang tetapi tidak memamah biak; haram bagimu.”
    Sedangkan dalam terbitan 1979, ayat haramnya babi tersebut disulap, diganti, ditambah, menjadi “babi hutan”:
    “Demikian juga babi hutan, karena memang berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang, tetapi tidak memamah biak, haram itu bagimu.” (Imamat 11:7).
    Theologi Kristen Menghalalkan Babi
    Sebahagian orang Kristian membantah ayat yang mengharamkan babi di atas dengan mengatakan: “Yang dilarang pada payat di atas adalah babi hutan, kalau babi di bandar dibolehkan”. Itulah jawapan orang-orang yang kebingungan, semua jawapan yang diberikan tidak lagi berdasarkan logik akal. Padahal mengikut akal yang sihat, apa bezanya antara babi hutan dengan babi di bandar? Walaupun di hutan atau di bandar, ia tetap bernama babi. Yang di hutan memiliki monyong yang sama halnya dengan yang di kota, hanya bezanya yang di hutan tidak dibela sedang yang di kota lebih terbela. Setujukah saudara?
    Selidik punya selidik, ternyata golongan Kristian juga memiliki dalil yang menguatkan pendapat mereka bahwa babi itu halal hukumnya. Hal ini didasarkan pada ucapan Paulus yang terdapat di dalam Kitab Roma 14 : 2, 3, 17 dan 20. Dalam satu kitab suci terdapat dua hukum yang berbeda, yang lebih parah lagi pada ayat 20 dikatakan: “…segala sesuatu adalah suci (halal).”
    2. Alkitab Melarang Minum Khamar (Arak)
    Dalam salah satu kegiatan peribadatan orang Kristen ada yang namanya perjamuan suci/perjamuan kudus. Kegiatan ini dilakukan dengan meminum secawan anggur (berwarna merah) yang katanya melambangkan darah Yesus, kemudian memakan sepotong kecil roti yang melambangkan daging Tuhan Yesus. Lalu bagaimanakah pandangan Injil mereka tentang minum khamer sendiri? Hal ini boleh dilihat pada kitab Imamat 10:9. Dan juga ada dalil lain yang menguatkan bahwa minum-minuman keras itu haram dan sangat dilarang bagi orang yang mengimani Injil.
    (4) Oleh sebab itu, peliharalah dirimu, jangan minum anggur atau minuman yang memabukkan dan jangan makan sesuatu yang haram. (14) Janganlah ia makan sesuatu yang berasal dari pohon aanggur; anggur atau minuman yang memabukkan tidak boleh diminumnya dan sesuatu yang haram tidak boleh dimakannya.” (Hakim-hakim 13 :4 dan 14)
    Ironis, orang Kristian menodai ibadahnya dengan minum anggur yang notabene sudah diharamkan oleh Tuhan mereka sendiri. Sebenarnya orang Kristian yang pernah mengikuti kegiatan perjamuan kudus (dengan meminum darah Tuhan dan memakan dagingnya) lebih kejam dan lebih sadis dari Sumanto. Kalau Sumanto itu hanya makan daging manusia, tetapi orang Kristian dengan teganya makan daging Tuhan saya sendiri. Bahkan saya dulu, lebih haus dari drakula, sebab drakula hanya minum darah manusia, sedang saya dulu meminum darah Tuhan saya sendiri.
    Theologi Kristen Menghalalkan Minum Anggur
    Mereka tentunya mempunyai alasan kenapa mereka melanggar larangan minum anggur ini, dan ternyata memang mereka punya dalil untuk menguatkan pendapat mereka tersebut. Salah satu dalil yang digunakan mereka untuk menghalalkan minum anggur adalah sebuah cerita dalam Injil tentang mukjizat tuhan Yesus yang pertama1 mengubah air menjadi anggur yang sangat nikmat rasanya. Kalau Tuhan mereka saja melakukan mukjizat dengan merubah air menjadi anggur, kenapa kita umatnya tidak boleh meminum anggur.
    Kenapa Tuhan malah melanggar hukum yang dibuatnya sendiri? Kenapa Tuhan mereka melakukan satu mukjizat yang bertentangan dengan hukum sebelumnya yang sudah ditetapkan jauh hari sebelum Yesus lahir.
    3. Bersunat wajib bagi laki-laki Kristian
    Perintah sunat bukan perintah baru, melainkan sudah ditetapkan Allah lama dan jauh sebelum Yesus lahir ke dunia. Lihat dalil pada kitab Kejadian 17:10-11 yang berbunyi :
    (10) Inilah perjanjian-Ku, yang harus kamu pegang perjanjian antara aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat. (11) haruslah dikerat kulit khatanmu dan itulah akan menjadi tanda perjanjian antara kamu dan Aku.
    Orang Kristian juga tidak dapat mengambil teladan baik dari Nabinya yang sangat terkenal yaitu Nabi Ibrahim (Abraham), padahal anak Nabi Ibrahim disunat semua. Sila lihat kepada ayat ini:
    “Kemudian Abraham menyunat Ishak, anaknya itu, kemudian ketika berumur delapan hari, seperti yang diperintahkan Allah kepadanya.” (Kejadian 21 :4)
    Bahkan Tuhan Yesus orang Kristen sendiri disunat. Aneh bukan bila sampai ada orang Kristen yang mengaku pengikut Yesus malah menolak disunat. Cuba kita lihat pada kitab Lukas 2:21.
    “Dan ketika genap delapan hari dan ia (Yesus) harus disunat, ia diberi nama Yesus.”
    Orang Kristen Menolak Hukum Sunat
    Lagi-lagi alasan utama mereka menolak hukum sunat didasarkan pada perintah Paulus, pada beberapa ayat yang berikut ini:
    “Sesungguhnya aku, Paulus, berkata kepadamu: jikalau kamu menyunatkan dirimu, Kristus sama sekali tidak berguna bagimu….sebab bagi orang yang berada di dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai erti, hanya iman yang berkerja oleh kasih.” (Galatia 5:2)
    Ada juga perkataan Paulus di Galatia 6:15 dan 1 Korintus 7:19.
    Semua ayat-ayat di atas adalah ucapannya Paulus, dan ternyata orang Kristen itu lebih mentaati perintah Paulus ketimbang perintah Tuhan mereka sendiri. Sebenarnya Tuhannya Paulus atau Yesus?
    4. Alkitab mengajarkan berdoa harus menengadahkan tangan
    Inilah salah satu bukti persamaan ajaran Alkitab dengan Al-Qur’an, yaitu kalau berdoa harus menengadahkan tangan. Mari kita dengar firman Tuhan berikut ini :
    “Oleh karena itu Aku ingin, supaya dimana orang laki-laki berdoa dengan menengadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa perselisihan.” (1 Timotius 2 : 8)
    Berdoa dengan cara ini merupakan cara yang sopan dan bukti kalau kita ini memang betul-betul memerlukan pertolongan Tuhan dengan cara meminta kepada-Nya.
    Orang Kristen Berdoa Malah Melempit Tangan
    Kalau ditanya kenapa mereka berdoa dengan cara demikian? Tentu mereka menjawab ini adalah ajaran yang telah kami terima dari orang-orang tua serta pemuka agama kami dari dulu hingga sekarang.
    Maka kalau mereka memang benar, suruh mereka menunjukkan mana dalil dalam Alkitab yang mengajarkan bahwa kalau orang Kristen berdoa hanya melempit tangan mereka? Ajaran ini berasal dari manusia, dan hanya hasil rekayasa dan tipu daya para pendeta agar cara beribadah orang Kristen tidak sama dengan orang Islam.
    5. Alkitab mengajarkan kalau oranag Kristen mati harus dikafani
    Syariat yang ada dalam Alkitab menyebutkan bahwa kalau orang Kristian itu mati, seharusnya mereka dikafani (ini adalah kewajiban).
    “Dan sesudah ia menurunkan mayat itu, ia mengafaninya dengan kain lenan, lalu membaringkannya di dalam kubur yang digali di dalam bukit batu, dimana belum pernah dibaringkan mayat.” (Lukas 23:53)
    “Orang yang telah mati itu datang keluar, kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kafan dan mukanya tertutup dengan kain peluh. Kata Yesus kepada mereka: bukalah kain-kain itu dan biarkan ia pergi.” (Yohanes 11:44)
    Orang Kristian Kalau Mati Tidak Dikafani
    Penyimpangan terberat mereka terlihat dari awal mereka mengurus jenaazah, sampai proses penguburan. Misalkan, harga peti mati tiga kali lebih mahal dari kain kafan, menghiasi jenazah dengan pakaian mahal, menyertakan semua barang kesukaan mayat ke dalam peti, mayat pula diawetkan. Itu semua tidak pernah ada dalam syariat agama.
    6. Orang Kristen Meyakini Ajaran Dosa Warisan
    Maksud dari dosa warisan adalah dosa yang dilakukan oleh satu orang (yaitu Adam) karena telah melanggar perintah Allah dengan memakan buah terlarang, sehingga dosa itu menjalar kepada manusia yang lain. Dalam dosa itu terdapat maut, jadi sangat berbahaya bagi orang Kristen yang mati sebelum dibaptis, karena ia mati dalam keadaan mewarisi dosa Adam.
    Lalu dari manakah ajaran ini berasal, dari Yesuskah selaku Tuhan mereka? Jawabannya ternyata tidak, ajaran dosa warisan ini adalah ajaran buatan Paulus. Berikut ini adalah dalil-dalil yang biasanya digunakan orang Kristen untuk menjelaskan masalah dosa warisan ini, antara lain:
    “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang itu telah berbuat dosa.”(Roma5:12)
    “Kerana semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah. Dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan Cuma-Cuma karena penebusan dalam kristus Yesus.” (Roma 23-24).
    Dan ada pula di kitab Korintius 15:21-22.
    Ayat yang terdapat dalam kitab Korintius dan Roma hanyalah surat-surat hasil buatan Paulus yang dikirimkan kepada jemaat di Korentus dan Roma. Coba bagi saudara yang punya Injil sekarang dibuka kedua kitab tersebut, diawal surat saudara akan melihat judul besar yang berbunyi: “Surat Paulus Yang Pertama Kepada Jemaat di Koretus”, dan “Surat Paulus Kepada Jemaat di Roma”.
    Yesus Membantah Ajaran Dosa Warisan
    Sekarang mari kita semak bagaimana pendapat Tuhan orang Kristen tentang dosa warisan ini.
    “Janganlah ayah dihukum mati karena anaknya, jangalah juga anak dihukum mati karena ayahnya; setiap orang harus dihukum mati karena dosanya sendiri.” (Ulangan 24:16)
    “Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang menguji batin, untuk memberikan balasan kepada setiap orang setimpal dengan tingkah lakunya, setimpal dengan hasil perbuatannya.” (Yeremia 17:10)
    Inilah ajaran yang benar dan masuk akal kerana berasal dari Tuhan. Sedang ajaran warisan yang dibuat Paulus sangat tidak masuk akal dan tidak adil, karena gara-gara dosanya Adam, apakah seluruh manusia menanggung dosa itu juga?
    7. Kalimat Syahadat dalam Alkitab
    “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” (Yohanes 17:3).
    Jelaslah bahwa Yesus adalah utusan bukan Tuhan. Bahkan pernyataan itu keluar langsung dari mulut Yesus, di Kitab Yohanes 7:16, yang berbunyi :
    “Jawab Yesus kepada mereka : ‘Ajaranku tidak berasal dari diriku sendiri, tetapi dari Dia yang telah mengutus aku’”.
    Kristian Mengatakan Bahwa Yesus adalah Allah
    Dari manakah orang Kristen mendapatkan ajaran bahwa Yesus itu Tuhan? Jawabnya sederhana, dari mana lagi kalau bukan dari Paulus. Dengan menggunakan perkataan Paulus, mereka mulai menebar berita bohong ini dari waktu ke waktu. Berikut beberapa dalil yang biasa mereka gunakan.
    “Sahut Philipus: “Jika Tuan percaya dengan segenap hati, boleh.” Jawabnya: “Aku percaya, bahwa Yesus Kristus adalah anak Allah.” (Kisah Para Rasul 8:37).
    “Maka jawab Simon Petrus: “Engkau adalah Mesias, anak Allah yang hidup!” (Matius 16:16)
    Ayat di atas adalah yang menguatkan pendapat bahwa Yesus adalah anak Allah. Tapi di ayat-ayat lain, mengatakan bahwa Yesus adalah Tuhan itu sendiri. Berikut ini adalah ayat Injil yang mengatakan bahwa Yesus adalah Allah (Tuhan):
    “Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumer segala penghiburan.” (2 Korentus 1:3)
    “Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai tuhan!” (1 Petrus 3:15)
    Masih banyak lagi ayat-ayat lainnya, yang menunjukkan inkonsistensi Injil dalam menyebut diri Yesus, ada ayat yang mengatakan bahwa Yesus itu anak Allah, tetapi di ayat lain dikatakan Yesus itu adalah Tuhan Allah sendiri. Apakah pantas, ada agama tetapi Tuhannya tidak jelas, ayat-ayat dalam kitab sucinya bertentangan satu dengan yang lainnya.
    8. Injil Melarang Perkawinan Beza Agama
    “Berkatalah mereka kepada kedua orang tua itu: ‘Kami tidak dapat berbuat demikian, memberikan adik kami kepada seorang laki-laki yang tidak bersunat (ingat kita pegaang hukum setiap laki-laki Kristen harus disunaaat), sebab hal itu aib bagi kami. Hanyalah dengan syarat ini kami dapat menyetujui permintaanmu: kamu harus sama seperti kami, yaitu setiap laki-laki diantara kamu harus disunat.’” (Kejadian 34:14-15)
    Itulah hukum nikah beza agama yang jelas dilarang dalam Alkitab, begitulah hukum yang berlaku sejak dulu dan seharusnya sekarang.
    Theologi Kristian Membolehkan Perkahwinan Beza Agama
    Kenapa orang Kristian tetap bersikukuh bahwa nikah beza agama itu dibolehkan? Kalau diteliti, ternyata pernikahan beza agama ini telah dijadikan senjata ampuh untuk melancarkan gerakan dakyah Kristianisasi di tubuh umat Islam. Misi ini dikenal dengan sebutan Misi Kawin Campur, target yang diincar biasanya bukan pasangan hidupnya, melainkan anak-anaknya.
    Lagi-lagi mereka mendapatkan celah untuk mengutarakan dalil mengenai bolehnya nikah beza agama dalam Kristen, namun ingat juga lagi-lagi ini merupakan bukti inkonsistensi Injil dalam menetapkan satu hukum. Dalil yang mereka gunakan dapat dilihat pada kitab 1 Korentus 7:12-14 yang berbunyi:
    “Kenapa orang-orang lain aku (Paulus) bukan Tuhan, katakan: “kalau ada seorang saudara beristerikan seorang yang tidak beriman dan perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan dia.-dan kalau ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia ceraikan laki-laki itu. Kerana suami yang tak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman dikuduskan oleh suaminya”
    Itulah dalilnya Paulus yang membuat hukum sendiri, yang jelas-jelas sangat bertentangan dengan Hukum Tuhan yang sudah ada sebelumnya.
    9. Orang Kristen Mengatakan Batalnya Hukum Taurat
    Sebahagian besar orang Kristen menolak ketika disodorkan dalil yang terdapat pada kitab perjanjian lama, mereka menolak dengan alasan yang sangat lucu. Alasan yang mereka utarakan karena orang Kristen sekarang hanya menggunakan hukum yang ada di dalam perjanjian baru dan hukum taurat (perjanjian lama) itu sudah dibatalkan.
    Kebanyakan dari mereka memiliki dalil yang mengatakan kenapa perjanjian lama (hukum taurat) itu dikatakan batal, tetapi lagi-lagi dalil yang mereka pakai lebih banyak dipengaruhi oleh ajaran Paulus, mari kita simak pernyataan Paulus tentang hukum Taurat yang ada di kitab perjanjian lama berikut ini :
    “Tetapi sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat, sebab kita telah mati bagi Dia, yang mengurung kita, sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut roh dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Tuhan.” (Roma 7: 6) 2
    Dapatkah saudara bayangkan bahwa dalam satu kitab suci setengahnya dipakai dan setengahny lagi tidak terpakai, bukankah seharusnya kita curiga sebenarnya ada apa dengan Kristen ini. Maka sebagai muslim kita harus cross check agar kita tidak menebar fitnah terhadap umat Kristen. Maka salah satu bentuk cross check itu adalah dengan mencari tahu bagaimanakah sikap Yesus selaku Tuhan orang Kristen dalam menyikapi permasalahan ini.
    Yesus Membantah Batalnya Hukum Taurat
    Sudah menjadi keharusan bagi orang Kristen untuk mentaati perkataan Yesus selaku Tuhan mereka ketimbang perkataan Paulus yang notabene adalah pembohong besar. Berikut ini perkataan Yesus tentang hukum Taurat:
    “Janganlah kamu menyangka, bahwa aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya melainkan untuk menggenapinya. Karena aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama ini belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan meniadakan hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.” (Matius 5:17)
    “Jika ada orang yang menolak hukum Musa, ia dihukum mati tanpa belas kasihan atas keterangan dua atau tiga orang saksi.” (Ibrani 10:28)
    Yesus mengancam mereka dengan hukuman mati tanpa belas kasihan menurut syariat Kristen, masih beranikah kalian membatalkan hukum Taurat?

    Artikel berkaitan

    Asas-asas Ajaran Kristian
    Pengakuan Remaja Yang Dimurtadkan Oleh Orang Kristian
    Kematian Kristus Di Kayu Salib Atau Perogolan Suci Yessica?
    Paradoks Epiminides dan Paulus
    Paulus Si Nabi Palsu
    Perbandingan terjemahan Yehezkiel 23 dalam Alkitab Bahasa Indonesia / Melayu

    • Shalom Ms. Nani,

      Kita tidak perlu marah, jika seseorang mengatakan bahwa agama Kristen adalah agama yang sesat. Yang perlu kita lakukan adalah mencoba dalam kapasitas kita untuk mempertanggungjawabkan iman kita baik dengan kata-kata maupun dengan perbuatan kasih, dan tentu saja mendoakan mereka.

      Pada prinsipnya, mereka melihat kontradiksi di dalam Kitab Suci tentang beberapa hal, seperti: (1) makan babi, (2) minum anggur, (3) sunat, (4) sikap doa, (5) kain kafan untuk orang meninggal, (6) dosa asal, (7) Yesus Tuhan, (8) kawin beda agama, (9) hukum taurat dibatalkan.

      Sebenarnya kalau anda menggunakan fasilitas pencarian (sebelah kanan atas) di situs ini – dengan kata kunci yang saya berikan – maka cukup banyak artikel yang membahas hal tersebut. Silakan mencoba mencari terlebih dahulu, dan mulailah dengan satu topik. Setelah satu topik selesai, anda dapat mulai dengan topik yang baru. Kesalahan umum yang terjadi dari permasalahan-permasalahan yang diajukan adalah: (a) Tidak membaca Perjanjian Lama dalam terang Perjanjian Baru; (b) Tidak melihat adanya tiga hukum dalam perjanjian lama: hukum seremonial, hukum yudisial, hukum moral; (c) Tidak melihat bahwa pemenuhan dari semua hukum adalah Yesus sendiri; (d) Mengambil ayat-ayat di dalam Kitab Suci yang membuktikan bahwa Yesus adalah manusia, namun tidak mau menerima ayat-ayat di dalam Kitab Suci yang sama yang dapat membuktikan bahwa Yesus adalah Tuhan. Semoga prinsip umum ini dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  14. Salam,

    Terimakasih banyak atas pencerahan ibu, semoga Tuhan kita Yesus memberkati kita semua melalui web ini.

    Semoga Tuhan memberkati karya kita ini.

    amin
    Amaral

  15. Ibu Ingrid,

    Mengutip dari Ibu:
    “Itulah sebabnya Yesus memberikan perintah ini, “Dengar dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang…… Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. Karena dari hati timbul segala pikiran yang jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. Itulah yang menajiskan orang…” ”

    Sepertinya Matius 15:11 tidak sedang membahas masalah makanan, tetapi membahas tentang kemunafikan, yang mana memuliakan Yesus tapi tidak mengikuti peraturannya. Jadi kenajisan di sini berkaitan dengan ketaatan, bukan berkaitan dengan makanan. Untuk lebih memahami, mohon dibaca dengan lengkap Mat 15:1-20.

    Sedangkan kenajisan yang berkaitan dengan makanan sudah sangat jelas dimuat di Imamat 11:1-47.
    Dengan kesimpulan Imamat 11:46-47

    (46) Itulah hukum tentang binatang berkaki empat, burung-burung dan segala makhluk hidup yang bergerak di dalam air dan segala makhluk yang mengeriap di atas bumi,

    (47) yakni untuk membedakan antara yang najis dengan yang tahir, antara binatang yang boleh dimakan dengan binatang yang tidak boleh dimakan.

    Mohon, untuk memahami sesuatu sebaiknya dibaca secara lengkap, dan tidak sepotong-sepotong, karena akan berakibat pengertian yang didapatkan akan berbeda dari yang dimaksud ayat tersebut.

    Thanks.

    • Shalom Ari,

      Terima kasih atas masukannya agar kami dapat membaca ayat-ayat secara lengkap. Anda memberikan argumentasi bahwa Mt 15:11 “Dengar dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.” adalah tidak berkaitan dengan makanan namun dengan ketaatan. Pertanyaannya: Kalau memang berkaitan dengan ketaatan, mengapa Yesus mengatakan yang masuk dalam mulut dan bukan masuk dalam hati? Kalau pertanyaan ini kurang kuat, bagaimana anda menafsirkan Mk 7:14-23, khususnya ayat 18-19? Apakah yang masuk dari luar ke dalam dan tidak masuk ke hati tapi ke perut dan kemudian di buang ke jamban kalau bukan makanan? Mengapa kemudian diberi penekanan bahwa Yesus menyatakan semua makanan halal?

      Mar 7:14 Lalu Yesus memanggil lagi orang banyak dan berkata kepada mereka: “Kamu semua, dengarlah kepada-Ku dan camkanlah.
      Mar 7:15 Apapun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya.
      Mar 7:16 (Barangsiapa bertelinga untuk mendengar hendaklah ia mendengar!)
      Mar 7:17 Sesudah Ia masuk ke sebuah rumah untuk menyingkir dari orang banyak, murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya tentang arti perumpamaan itu.
      Mar 7:18 Maka jawab-Nya: “Apakah kamu juga tidak dapat memahaminya? Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam seseorang tidak dapat menajiskannya,
      Mar 7:19 karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu dibuang di jamban? Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal.
      Mar 7:20 Kata-Nya lagi: “Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya,
      Mar 7:21 sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan,
      Mar 7:22 perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan.
      Mar 7:23 Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang.”

      Semoga kutipan dari Markus 7 dapat menjelaskan permasalan ini.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  16. Menurut nalar yesus mengajarkan mengharamkan babi sedangkan di ayat lain menyebutkan halal, masa’ kalau yesus tuhan berbicara salah untuk menyampaikan firmannya..? lucu gaaa?
    Seandainya di kitam injil tidak ada satu ayatpun yg menyatakan bahwa babi itu haram maka anda sebagai umat kristen betul halal babi itu. Tapi jelas2 ada ayat yang menyatakan babi itu haram. terus berarti ayat itu salah dong..! apa ada kitab suci yang berselisih dan salah dalam penulisannya.. yang jelas kesuciannya sudah ternoda dan itu bukan kitab suci lagi.

    Kalau memang yesus itu tuhan pasti ucapannya tidak akan salah…

    • Shalom kutu,

      Terima kasih atas tanggapan anda. Berikut ini adalah jawaban yang dapat saya berikan:

      St. Thomas Aquinas (ST, I-II, q. 98-108) mengatakan bahwa ada 3 macam hukum di dalam Perjanjian Lama, yaitu:

      1. Moral Law atau hukum moral: Hukum moral adalah bagian dari hukum kodrati, hukum yang menjadi bagian dari kodrat manusia, sehingga Rasul Paulus mengatakan “Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela” (Rom 2:15). Contoh dari hukum ini adalah yang tertulis di 10 perintah Allah, dimana terdiri dari dua loh batu, yang mencerminkan kasih kepada Allah (perintah 1-3) dan juga kasih kepada sesama (perintah 4-10). Hukum kodrati ini adalah hukum yang tetap mengikat (bahkan sampai sekarang) dan digenapi dengan kedatangan Kristus, karena hukum kodrati ini adalah merupakan partisipasi di dalam hukum Tuhan.
      Dalam pengertian inilah maka memang Tuhan Yesus tidak mengubah satu titikpun, sebab segala yang tertulis dalam hukum moral ini (sepuluh perintah Allah) masih berlaku sampai sekarang. Dengan prinsip ini kita melihat bahwa menguduskan hari Sabat dan memberikan persembahan perpuluhan, sesungguhnya adalah bagian dari hukum moral/ kodrat, di mana umat mempersembahkan waktu khusus (Sabat) dan hasil jerih payah (perpuluhan) kepada Allah.

      2. Ceremonial law atau hukum seremonial: sebagai suatu ekpresi untuk memisahkan sesuatu yang sakral dari yang duniawi yang juga berdasarkan prinsip hukum kodrat, seperti: hukum persembahan termasuk sunat (Kel 17:10, Im 12:3), perpuluhan (Mal 3:6-12), tentang kesakralan, proses penyucian untuk persembahan, tentang makanan, pakaian, sikap, dll. Hukum ini tidak lagi berlaku lagi dengan kedatangan Kristus, karena Kristus sendiri adalah persembahan yang sempurna, Kristus menjadi Anak Domba yang dikurbankan. Maka persembahan yang paling berkenan kepada Allah adalah kurban kita yang dipersatukan dengan korban Kristus dalam Ekaristi kudus.
      Itulah sebabnya di Gereja Katolik sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Yesus dan juga para rasul (Petrus dan Paulus) juga tidak mempermasalahkan makanan-makanan persembahan, karena bukan yang masuk yang najis, namun yang keluar. Kalau kita mau terus menjalankan hukum seremonial secara konsisten, maka kita harus juga menjalankan peraturan tentang makanan yang lain, seperti larangan untuk makan babi hutan, jenis binatang di air yang tidak bersisik (ikan lele), katak, dll. (Lih Im 11).

      3. Judicial law atau hukum yudisial: Ini adalah merupakan suatu peraturan yang menetapkan hukuman/ sangsi sehingga peraturan dapat dijalankan dengan baik. Oleh karena itu, maka peraturan ini sangat rinci, terutama untuk mengatur hubungan dengan sesama, seperti: peraturan untuk penguasa, bagaimana memperlakukan orang asing, dll. Contoh dari hukum yudisial: kalau mencuri domba harus dikembalikan empat kali lipat (Kel 22:1); hukum cambuk tidak boleh lebih dari empat puluh kali (Ul 25:3); mata ganti mata, gigi ganti gigi (Kel 21:24, Im 24:20, Ul 19:21); sangsi jika hukum perpuluhan dilanggar (lih. Bil 18:26,32). Setelah kedatangan Kristus, maka judicial law ini tidak berlaku lagi. Kalau kita mau konsisten, kita juga harus menjalankan hukuman rajam, hukum cambuk, dll. Di masa sekarang, hukum yudisial ditetapkan oleh penguasa/ pemerintah sebagai perwakilan dari Tuhan, sehingga hukum dapat ditegakkan untuk kepentingan bersama. Menarik bahwa Yesus tidak mengajarkan hukum yudisial, karena hal itu telah diserahkan kepada kewenangan otoritas pada saat itu. Dan kewenangan disiplin di dalam kawanan Kristus diserahkan kepada Gereja, di mana disiplin ini dapat berubah sejalan dengan perkembangan waktu dan keadaan. Ini juga yang mendasari perubahan Kitab Hukum Gereja 1917 ke 1983.

        Dengan adanya penjelasan dari St. Thomas ini, maka, kita mengetahui bahwa memang Kristus merupakan penggenapan Hukum Taurat Musa. Dan dengan peranNya sebagai penggenapan, maka Kristus tidak mengubah hukum moral, namun hukum seremonial dan yudisial yang dulu tidak berlaku lagi, karena hukum- hukum tersebut hanya merupakan ‘persiapan’ yang disyaratkan Allah agar umat-Nya dapat menerima dan menghargai kesempurnaan yang diberikan oleh Kristus. Maka dalam PB, sunat, tidak lagi sunat jasmani, tetapi sunat rohani (Rom 2:29). Penekanan kerohanian ini juga nampak dalam pengaturan persembahan; sebab persembahan perpuluhan PL disempurnakan oleh perintah untuk memberi persembahan kepada Allah dengan suka cita sesuai dengan kerelaan hati (lih. 2 Kor 9:7). Dengan demikian, maka Allah tidak lagi memberikan patokan tertentu; dan pada orang-orang tertentu, “kerelaan hati dan sukacita” ini malah melebihi dari sepuluh persen. Kita ketahui dari kisah hidup para kudus, dan juga pada para imam dan biarawan dan biarawati, yang sungguh mempersembahkan segala yang mereka miliki untuk Tuhan. Dengan demikian mereka mengikuti teladan hidup Kristus yang memberikan Diri-Nya secara total kepada Allah Bapa dan manusia. Di sinilah arti bagaimana penggenapan Hukum Taurat memberikan kepada kita hukum kasih yang baru. Yesus tidak membatalkan hukum Taurat, sebab dengan mengenal hukum Taurat, kita akan dapat lebih memahami Hukum Kasih yang diberikan oleh Kristus.

        Demikian juga dalam hal hukum yudisial/ judicial law. Penggenapan PL oleh Kristus mengakibatkan dikenalnya nilai-nilai Injil secara universal di seluruh dunia. Maka prinsip martabat hak-hak azasi manusia ditegakkan secara umum di negara manapun, oleh pihak otoritas pemerintahan setempat. Atau, di dalam kalangan umat Allah, penetapan hukum yudisial ini diberikan Yesus kepada Gereja, seperti yang tertera dalam Kitab Hukum Kanonik. Gereja yang menjadi umat pilihan Allah yang baru mendapat kuasa untuk mengatur anggota-anggota-nya (lih. Mat 18:18) dan segala ketentuan hukum yudisial ini adalah berdasarkan ajaran Kristus. Dengan Kristus sebagai penggenapan Hukum Taurat, maka tidak lagi dikenal prinsip denda, ‘mata ganti mata dan gigi ganti gigi’ (Kel 21:24, Mat 5:58) namun kembali ke pengajaran asal mula ‘kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri’ (Mat 22:39), yang disempurnakan Kristus menjadi, ‘kasihilah musuhmu’ (Mat 5:44). Pemahaman kita akan perintah kasih yang diajarkan oleh Yesus ini akan dapat lebih kita hayati setelah pertama- tama mengetahui bahwa kita harus melakukan prinsip keadilan seperti yang sangat ditekankan di dalam PL. Baru setelah kita menerapkan prinsip keadilan, kita mengetahui bahwa ajaran Kasih Kristus di PB ternyata jauh melampaui prinsip keadilan itu.

        Dengan demikian, umat Katolik membaca Alkitab secara keseluruhan, sehingga dapat mengerti pesan Alkitab secara menyeluruh. jadi, tidak ada pertentangan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru jika dipahami dalam konteks yang benar, termasuk dalam masalah makan babi. Tidak ada yang salah dalam ucapan Yesus, namun manusianyalah yang harus mengerti ucapan Yesus dalam konteks yang benar, sehingga memperoleh pengertian yang benar. Semoga penjelasan ini dapat menjawab pertanyaan anda.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        stef – katolisitas.org

      1. @ Kutu: dengan berbaik sangka, saya kasih saran sebaiknya Anda memahami paham Kitab Suci yang benar. Jawablah dengan jujur, seperti dulu saya ditanya guru agama katolik saya, “Apa itu Kitab Suci” ? Sebaiknya membaca pemahaman manusia terhadap Kitab-Kitab yang disebut Suci itu. Saya yakin masih banyak orang yang menyangka bahwa Kitab Suci itu jatuh dari langit , atau didiktekan oleh suara gaib dari udara… Wassalam: Isa Inigo

      2. Shalom..

        Saya ingin menanggapi pernyataan di atas sekaligus menyampaikan pendapat saya.

        Memang benar dalam Alkitab banyak sekali hal-hal yang bertentangan. Namun menurut hemat saya, “pertentangan” itu hanya muncul

        pada hal-hal yang bersifat praktis, namun tidak pernah mempertentangkan maksud/inti dari praktek yang dipertentangkan

        tersebut.

        Lalu kenapa pertentangan dalam hal praktis itu bisa muncul? Mungkin karena pemahaman dan pengenalan manusia

        akan Allah itu berkembang dan menghasilkan hal-hal yang seakan2 bertentangan namun sebenarnya merupakan kemajuan dalam

        pengenalan akan Allah.

        Contoh: larangan makan babi. Kalau tidak salah, asal usulnya waktu itu umat Israel merasa perlu untuk membedakan diri mereka

        sebagai umat pilihan Allah dengan bangsa-bangsa lain yang tidak mengenal Allah. Cara yang dipakai adalah dengan tidak makan babi dan binatang lain yang memenuhi kriteria tertentu. Binatang-binatang ini sendiri dikonsumsi oleh bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah.

        Gagasan ini pasti ditimbulkan oleh hikmat Allah. Namun yang penting bukan gagasan untuk tidak makan binatang-binatang

        tersebut, namun gagasan untuk melakukan sesuatu yang berbeda dengan dengan orang-orang yang tidak mengenal Allah (menguduskan diri).

        Sampai sekarang pun, para penganut2 agama termasuk yang di luar Kristen pun juga melakukan sesuatu yang membedakan mereka dari orang-orang di luar agama mereka.
        Dalam hal kekristenan, kami juga perlu menguduskan diri bagi Allah. Hanya bedanya kalau zaman sekarang (yang ditandai dengan kelahiran Yesus), pengudusan diri itu tidak lagi diperoleh lewat hal-hal jasmani, namun lebih lewat hal-hal rohani (sikap hati yang menunjukkan kasih kepada Tuhan dan sesama).

        Contoh lainnya: Dari dulu sampai sekarang, Allah tidak ingin manusia ciptaannya itu binasa. Ia penuh kasih namun juga adil. Dalam Perjanjian Lama keadilan Allah ditampakkan oleh penumpasan musuh-musuh Israel dan bahkan hukuman yang keras terhadap orang Israel sendiri yang melanggar hukum-hukum Tuhan.

        Dalam Perjanjian Baru, Allah menyuruh orang Israel mengampuni musuh-musuhnya dan berdoa untuk mereka. Mungkin Allah terkesan “berubah” dan “melunak”, namun kita lupa bahwa kriteria kasih dan keadilan kita berbeda dengan kriteria kasih dan keadilan Allah. Mengampuni musuh-musuh kita merupakan jalan yang lebih baik daripada yang dahulu dilakukan oleh orang Israel.

        Lalu timbul pertanyaan, apakah dulu Allah tidak menyuruh orang Israel mengampuni musuhnya? Tidak juga, Allah bersedia mengampuni orang-orang yang melawanNya seperti kisah Yunus dan kota Niniwe, tindakan Daud yang tidak mau membunuh Saul berkenan di hadapan Tuhan, Adam dan Hawa meskipun berdosa tetap dibiarkan hidup dan masih banyak lagi.

        Masih banyak lagi perkembangan-perkembangan pengenalan manusia akan Allah. Beberapa yang saya ketahui antara lain perlakuan terhadap penderita kusta, pelayanan pemakaman terhadap orang yang bunuh diri, dll. Dulu banyak imam yang bisa dibilang segan melayani pemakaman orang yang bunuh diri. Alasannya adalah karena bunuh diri itu suatu dosa karena mengambil alih kuasa Tuhan terhadap hidup manusia. Sekarang, berkembang pendapat bahwa orang yang bunuh diri belum tentu secara sadar penuh ingin mengambil alih kuasa Tuhan, namun akal sehat dan kesadarannya tidak berfungsi dengan baik sehingga dosa tersebut tidak dilakukan secara sadar penuh. Hal ini masih dapat diterima oleh Gereja meskipun sangat disesalkan.

        Demikian pendapat saya. Mohon koreksinya bila ada hal-hal yang salah.
        Terima kasih. Tuhan memberkati.

    • Salam bu Ingrid,

      Pada awal bulan ini (January 2011) ada peresmian rumah adat istri saya di kampung.
      saya harus ikut. saya ikut proses pengambilan air suci dari mata air (mata air mereka pada zaman nenek moyang mereka) dan di bawa ke rumah adat itu.
      mereka bawa babi satu ekor, untuk persembahan kepada air sebelum di ambil air itu. babi dipotong dan darahnya dioleskan dan ditumpahkan pada mata air tersebut.
      lalu babi dimasak dan dibagikan kepada semua tua adat yang hadir berdasarkan rumah adat mereka. saya pun diberi bagian dianggap menantu mereka. tetapi daging itu saya tidak makan, namun daging sisah yang dipersembahkan itu saya makan juga, tetapi bukan yang disimpang di tempat khusus itu.

      Menurut saya hemat saya: saya makan daging karena saya merasa lapar bukan adorasi kepada itu. apakah itu termasuk berdosa?

      mohon pencerahan dari ibu Inggrid.
      salam
      Aquilino Amaral

      • Shalom Aquilino Amaral,
        Membaca kasus anda, maka jika saya boleh menyarankan, sebaiknya lain kali anda tidak mengikuti upacara persembahan babi kepada air tersebut, sebab nampaknya itu bertentangan dengan iman Kristiani. Menurut iman kita, kita tidak mempersembahkan apapun kepada air ataupun dewa air. Kita tidak menyembah apapun atau siapapun, selain kepada Tuhan. Maka, jika anda turut serta mengambil bagian dalam upacara itu, maka orang lain dapat menyangka bahwa anda sebagai umat Katolik juga setuju dengan cara penyembahan semacam itu. Dalam kondisi tersebut, maka tanpa anda sadari (atau anda sadari?), sesungguhnya anda menjadi batu sandungan, karena tidak memberikan kesaksian iman Katolik dengan baik, dan kegagalan memberikan kesaksian iman dalam perbuatan ini adalah dosa.

        Tentang makanan sembahyangan, sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Memang sebenarnya firman Tuhan mengajarkan bahwa hal Kerajaan Surga bukan hal makan dan minum (Rom 14:17) dan semua makanan, jika itu sungguh- sungguh makanan, adalah halal, jika diterima dengan ucapan syukur boleh dimakan (1 Tim 4:4); namun masalahnya di sini adalah keikutsertaan anda dalam mempersembahkan makanan itu kepada sesuatu yang bukan Tuhan. Ini yang tidak sesuai dengan firman Tuhan. Berpijak pada pengajaran Rasul Paulus, maka memakan makanan sembahyangan tersebut sesungguhnya tidak masalah, asalkan anda tidak turut serta dalam ritual penyembahan itu. Namun demikian, jika memakan makanan sembahyangan itu bisa menjadi batu sandungan bagi orang lain, maka Rasul Paulus juga tetap menyarankan agar makanan tersebut tidak dimakan. Silakan anda membaca 1 Kor 10: 18-33, dan membaca jawaban kami di link yang saya sebutkan di atas.

        Demikian, semoga dapat dipahami.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- katolisitas.org

    • Salam damai. Makin banyak saya baca ttg perbahasan ini kepala saya jadi pusing.
      Pertama sekali saya mahu bertanya, adakah bacaan Imamat 11 & Ulangan 14 itu adalah termasuk dlm hukum taurat? (Saya belum faham ttg hukum taurat)
      Persoalan saya adalah; Jika tidak silap saya pernah baca artikel mengatakan bahwa terdapat dalam bible mengatakan kelahiran Yesus bukanlah untuk menidakkan hukum taurat tetapi adalah untuk melengkapkannya. Isu ini adalah berkenaan ttg larangan makan daging babi spt yang dibahaskan.

      Soalan ke 2 saya adalah; Bolehkan sesiapa tolong bagi contoh untuk penerangan lanjut ttg ayat ini.
      “Maka kita sebagai umat Katolik memang tidak diharuskan pantang babi, namun silakan untuk tidak makan babi, jika itu anda pandang baik atau demi agar tidak menjadi batu sandungan bagi umat lain yang pantang babi.”

      Semoga ada yang sudi memberi penjelasan. Terimakasih.
      Nikso.

      • Shalom Nikso,

        Pertanyaan serupa pertanyaan anda sudah pernah ditanyakan dan kami tanggapi di sini, silakan klik. Silakan membaca terlebih dahulu di sana, dan jika ada yang masih ingin ditanyakan, silakan bertanya kembali di sana.

        Memang, saya pernah menuliskan, “….kita sebagai umat Katolik memang tidak diharuskan pantang babi, namun silakan untuk tidak makan babi, jika itu anda pandang baik atau demi agar tidak menjadi batu sandungan bagi umat lain yang pantang babi.” Maksudnya adalah, berdasarkan prinsip pengajaran Yesus dalam Mat 15:11-20, memang kita tidak harus pantang makan babi. Namun demikian, sebaiknya kita tidak makan babi, dalam kondisi- kondisi tertentu, jika itu dapat menjadi batu sandungan bagi umat lain. Misalnya ketika kita pergi makan bersama dengan umat lain di tempat kerja, di mana semua rekan kerja kita adalah dari umat beragama lain yang tidak makan babi, maka sebaiknya, kitapun tidak makan babi. Ini sesuai dengan ajaran Rasul Paulus dalam 1 Kor 8:13.

        Silakan jika anda tertarik dengan topik ini untuk membaca juga artikel ini, silakan klik.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Salam Damai Kristus sdr Nikso……

        Pada Matius 11:37-40 ada tertulis 37. Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. 38. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.39 Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. 40 Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.”

        Kitab Imamat dan Ulangan adalah Kitab Taurat yang dibuat berdasarkan 2 hukum di atas karena Yesus berkata “40 Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.”

        Berdasarkan hal tersebut maka jika anda mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan dan Kristus maka memang benar ada makanan haram dan tidak haram dan juga permasalahan tersebut bisa membawa hati anda kepada kenajisan.

        Haram berarti tidak boleh dimakan dan Najis berarti sesuatu yang kotor yang menghalangi untuk beribadah atau berkomunikasi kepada Tuhan.

        Yang dibahas disini adalah daging babi. Nah…daging babi akan menjadi haram bagi anda jika anda memasak dengan sembrono dan tidak matang (sedangkan daging babi banyak mengandung cacing pita) dan anda makan dengan rakusnya sehingga membahayakan kesehatan anda. Hal tersebut berarti melanggar hukum “Kasihilah sesamamu manusia SEPERTI DIRIMU SENDIRI.” Anda tidak mengasihi diri anda sendiri dan membiarkan kerakusan anda akan daging babi merusakkan tubuh anda. Mengenai tubuh bukankah ada tertulis bahwa tubuh adalah Bait Allah.

        Permasalahan daging babi juga bisa menjadi salah satu penyebab hati anda membawa anda kepada kenajisan (Ada tertulis bukan dari luar yang menajiskanmu tetapi yang dari dalam hatimu). Hal ini terjadi misalnya anda dengan sengaja memakan daging babi dihadapan umat beragama lain yang tidak memakan daging babi dengan sikap mengejek. Hal tersebut akan membuat umat beragama lain tersebut merasa terhina dan itu berarti membuat batu sandungan bagi mereka. Saat itulah daging babi adalah alat membuat anda najis karena dari situ hatimu ingin menggunakannya untuk mengejek umat lain. Bukankah ada tertulis bahwa kamu harus berdamai dengan saudaramu dulu jika memang ada permasalahan diantara kamu sebelum mempersembahkan korban kepada Tuhan. Jika anda melakukan hal diatas dan anda memaksakan untuk tetap mempersembahkan korban berarti anda melanggar perintah “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.”

        Namun daging babi juga bisa menjadi berkat bagi anda jika anda memasaknya dengan benar dan memakan tidak berlebihan sehingga tidak mendatangkan kecelakaan bagi tubuh anda serta memakannya dengan perasaan yang tulus dan penuh ucapan syukur kepada Tuhan. Bukankah memakan makanan dengan mengucap syukur dan sadar bahwa itu adalah berkat yang melimpah dari Allah merupakan wujud “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.”

        Semoga paparan saya diatas bisa dipahami saudara Nikso. Jadi jika berdasarkan kedua hukum tersebut maka daging kambing juga haram buat yang mempunyai penyakit darah tinggi. Rokok yang terbukti merusak kesehatan juga haram untuk dikonsumsi dll.

        Adalah baik jika saudara Nikso ingin berdisiplin berpantang makan babi sebagai wujud cinta kasih anda kepada Allah namun hal tersebut akan tidak baik jika anda menganggap babi adalah binatang najis maka binatang tersebut diharamkan. Ingatlah bahwa pada kitab Kejadian Allah menciptakan langit dan bumi serta isinya dalam keadaan baik dan memberkatinya. Babi adalah ciptaan Allah maka jika anda memandang babi sebagai binatang yang najis bukankah itu suatu penghinaan bagi Penciptanya yang memandang semua ciptaanNYA dalam keadaan baik???? Tolong direnungkan.

        Mohon juga untuk direnungkan ayat Matius 15 : 2 – 20 berikut ini :

        15:2 “Mengapa murid-murid-Mu melanggar adat istiadat nenek moyang kita? Mereka tidak membasuh tangan sebelum makan.”
        15:3 Tetapi jawab Yesus kepada mereka: “Mengapa kamupun melanggar perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu?
        15:4 Sebab Allah berfirman: Hormatilah ayahmu dan ibumu; dan lagi: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya pasti dihukum mati.
        15:5 Tetapi kamu berkata: Barangsiapa berkata kepada bapanya atau kepada ibunya: Apa yang ada padaku yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk persembahan kepada Allah,
        15:6 orang itu tidak wajib lagi menghormati bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri.
        15:7 Hai orang-orang munafik! Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu:
        15:8 Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku.
        15:9 Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.”
        15:10 Lalu Yesus memanggil orang banyak dan berkata kepada mereka:
        15:11 “Dengar dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.”
        15:12 Maka datanglah murid-murid-Nya dan bertanya kepada-Nya: “Engkau tahu bahwa perkataan-Mu itu telah menjadi batu sandungan bagi orang-orang Farisi?”
        15:13 Jawab Yesus: “Setiap tanaman yang tidak ditanam oleh Bapa-Ku yang di sorga akan dicabut dengan akar-akarnya.
        15:14 Biarkanlah mereka itu. Mereka orang buta yang menuntun orang buta. Jika orang buta menuntun orang buta, pasti keduanya jatuh ke dalam lobang.”
        15:15 Lalu Petrus berkata kepada-Nya: “Jelaskanlah perumpamaan itu kepada kami.”
        15:16 Jawab Yesus: “Kamupun masih belum dapat memahaminya?
        15:17 Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu yang masuk ke dalam mulut turun ke dalam perut lalu dibuang di jamban?
        15:18 Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang.
        15:19 Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat.
        15:20 Itulah yang menajiskan orang. Tetapi makan dengan tangan yang tidak dibasuh tidak menajiskan orang.”

        Terimakasih dan Tuhan memberkati anda saudara Nikso.

        Shalom,
        Bernardus Aan

        • Shalom Bernardus Aan,

          Dalam konteks kata “haram” sendiri (in the proper sense of the word), sebenarnya tidaklah mengacu kepada masalah kesehatan dan cara penyajian makanan, namun lebih kepada manifestasi dari hukum seremonial (ceremonial). Dan seperti yang telah disebutkan di dalam Perjanjian Baru, maka Gereja Katolik mengajarkan bahwa semua makanan adalah halal – dalam konteks tidak ada yang menghalangi hubungan antara manusia dan Tuhan setelah makan makanan tersebut. Namun, dalam aplikasinya, tentu saja kita jangan menjadi batu sandungan bagi orang lain. Sebagai contoh: adalah tidak bijaksana dan melawan hukum kasih, kalau kita mengundang teman kita yang beragama Islam untuk datang ke rumah kita, namun kita menyajikan makanan yang ada babinya padahal kita tahu bahwa teman kita tidak makan babi. Semoga dapat memperjelas.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          stef – katolitas.org

          • Salam Damai Kristus Pak Stefanus,

            Memang dalam hal makanan haram karena disebabkan makanan atau cara makan tersebut najis memang dipandang sebagai manifestasi dari hukum ceremonial. Namun berdasarkan berlalunya waktu dan majunya bidang kedokteran terbukti bahwa makanan dan cara makan yang diharamkan tersebut adalah yang tidak menyehatkan.

            Kita ambil contoh saja larangan memakan lemak, larangan memakan bangkai, larangan memakan darah bukankah larangan-larangan tesebut adalah benar untuk hidup sehat. Juga larangan untuk tidak memakan hewan yang hidup di air yang tidak bersisik. Bukankah cumi-cumi tidak bersisik dan kadar kolestrolnya tinggi???

            Juga aturan makan harus mencuci tangan adalah cara makan yang disarankan pada saat ini untuk hidup yang sehat. Jangan dilupakan pula aturan untuk mengasingkan orang yang sakit kusta bukankah hal tersebut berkaitan dengan kesehatan pula.

            Jadi yang saya tangkap disini adalah ADONAI melalui Musa membuat hukum taurat untuk bangsa Israel adalah untuk membuat bangsa ini menjadi bangsa dengan tubuh yang sehat sehingga menjadi kuat pula. Juga dengan menerapkan disiplin taurat yang keras ADONAI membuat bangsa Israel menjadi bangsa yang besar dan hebat. Pada kenyataannya kita mengetahui bahwa sebagian besar pemimpin yang lahir di dunia ini adalah dari militer yang mempunyai disiplin aturan yang sangat ketat.

            Seperti ada tertulis pada kitab Ulangan tujuan dari ADONAI memberikan hukum taurat yaitu :

            11:8 “Jadi kamu harus berpegang pada seluruh perintah yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, supaya kamu kuat untuk memasuki serta menduduki negeri, ke mana kamu pergi mendudukinya,
            11:9 dan supaya lanjut umurmu di tanah yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu untuk memberikannya kepada mereka dan kepada keturunan mereka, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya.
            11:10 Sebab negeri, ke mana engkau masuk untuk mendudukinya, bukanlah negeri seperti tanah Mesir, dari mana kamu keluar, yang setelah ditabur dengan benih harus kauairi dengan jerih payah, seakan-akan kebun sayur.
            11:11 Tetapi negeri, ke mana kamu pergi untuk mendudukinya, ialah negeri yang bergunung-gunung dan berlembah-lembah, yang mendapat air sebanyak hujan yang turun dari langit;
            11:12 suatu negeri yang dipelihara oleh TUHAN, Allahmu: mata TUHAN, Allahmu, tetap mengawasinya dari awal sampai akhir tahun.

            Kesimpulannya adalah ADONAI memberikan hukum taurat termasuk mengenai haram dan tidak haram dan hukum-hukum lain tidak semata-mata menjadi ceremonial saja tetapi untuk membuat bangsa Israel menjadi bangsa yang kuat dan besar. Alleluia…..hal tersebut terjadi seperti yang dinubuatkan pada masa Daud dan diteruskan oleh Salomo ketika menjadi raja.

            Demikian pendapat saya Bp. Stefanus…TUHAN memberkati.

            Banyak-banyak salam,
            Bernardus Aan

            • Shalom Bernardus Aan,

              Terima kasih atas masukannya. Tentang konsep haram dalam Alkitab, memang berkaitan dengan hukum seremonial. Hal ini harus secara jelas kita pegang. Bahwa kemudian ilmu pengetahuan membuktikan bahwa makanan-makanan yang diharamkan adalah tidak baik untuk kesehatan, maka biarlah ilmu pengetahuan yang membuktikannya. Yesus mengatakan bahwa bukan yang masuk yang menajiskan kita, namun yang keluar; bahkan makan dengan tangan yang tidak dibasuh tidak menajiskan orang (lih. Mt 15:17-20). Tidak ada yang salah dengan makanan selama kita mempunyai pengendalian diri, sehingga tidak menggangu kesehatan tubuh kita dan tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain.

              Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
              stef – katolisitas.org

            • Salam Damai Kristus Pak Stef,

              Benar sekali penjelasan Pak Stef yaitu “Tidak ada yang salah dengan makanan selama kita mempunyai pengendalian diri, sehingga tidak menggangu kesehatan tubuh kita dan tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain.” Itu yang saya maksudkan.

              Terimakasih Pak Steff….semoga bisa dimengerti oleh sdr Nikso dan yang lain.

              TUHAN memberkati.

              Salam,
              Bernardus Aan

            • Salam Kasih bagi katolisitas, khususnya ibu Ingrid.

              Ibu mengutip lebih kurang demikian yang ditetapkan dalam Perjanjian Lama: “Pengertian binatang haram yang diterima pada saat itu salah satunya adalah yang berkuku belah, bersela panjang, tidak memamah biak (lih. Im 11:7, Ul 14:8), namun juga termasuk ikan yang tidak mempunyai sirip/ sisik ay.7-9, burung pemangsa ay. 13-19, serangga yang bersayap ay. 20-23, binatang reptilia ay. 29-38.”

              Kenapa berkuku belah? Kenapa bersela panjang dan kenapa yang tidak memamah biak? Saya meyakini ada latar belakang dan pesan yang mendalam atas hal demikian yang Allah tetapkan.

              Duc in autum.
              MR

            • Shalom Maximillian Reinhart,

              Dituliskan di Im 11:7 dituliskan ” Demikian juga babi hutan, karena memang berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang, tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu.” Alasan dari Allah memberikan perintah ini, karena binatang seperti babi – yang tidak memamah biak – dapat menjadi sumber berbagai macam penyakit.  Namun, lebih daripada itu, kaum Yahudi juga tidak boleh menyentuh bangkainya (lih. Im 11:8; Ul 14:8). Selain karena alasan kesehatan, maka alasan ke dua adalah untuk membedakan bangsa Israel dari bangsa-bangsa lain, yang sering memakai babi untuk dipersembahkan kepada dewa-dewa. Tuhan ingin memisahkan antara yang kudus dan tidak kudus (haram), sehingga bangsa Israel tidak terkontaminasi dengan penyembahan-penyembahan berhala. Namun, dalam PB, Yesus menegaskan bahwa makanan hanyalah makanan dan yang membuat najiz bukanlah yang masuk, namun yang keluar dari mulut (lih. Mat 15:11).

              Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
              stef – katolisitas.org

    • Agama katolik telah merubah ajaran Yesus tentang makanan haram, tentang hari sabat. Adakah seorang dlebih berkuasa daripada Yesus dengan mengubah hari sabat dari harisabtu ke minggu?pemimpin agama katoliklah dan Kaisar Roma (Konstantin) lah yang melakukannya semua pada tahun 321 M.

      Hal ini telah dinubuatkan oleh Daniel 7;25 tentag Kaisar Roma dan gereja Katolik
      Ia akan mengucapkan perkataan yang menetang Yang Mahatinggi, dan akan menganiaya orang-orang kudus milik Yang Mahatingi, ia berusaha mengubah waktu dan hukum, dan mereka akan diserahkan ke dalam tangannya selama satu masa, dua masa, dan setengah masa.

      Mengubah waktu dan huku di sini adalah mengubah waktu/hari sabat dari hari sabtu ke hari minggu dan mengubah hukum keempat dalam 10 hukum dengan menggantikan sabat Allah pada hari sabtu ke hari minggu.

      VICARIUS FILII DEI = ANGKA 666 (ANTI KRISTUS) sebutan untuk Paus di Roma

      MENURUT ABJAD LATIN,

      V = 5, I = 1, C = 100, A = 0, R = 0, I =1, U=5, S =0 (JUMLAHNYA = 112
      F = 0, I =1, L=50 I=1, I=1 JUMLAHNYA (53)
      D = 500. E =0 , I =1 (JUMLAHNYA 501)

      jIKA DITOTALKAN MAKA JUMLAHNYA 666

      • Shalom Jane,

        1. Gereja Katolik mengubah ajaran Kristus tentang makanan haram?

        Anda keliru jika menyangka bahwa Gereja Katolik mengubah ajaran Yesus tentang makanan haram. Yang mengajarkan bahwa makanan tidak menajiskan seseorang adalah Yesus sendiri, karena Ia mengajarkan demikian, “Apapun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya.” (Mrk 7:15). Selanjutnya, Rasul Petruspun menerima wahyu Allah yang juga memerintahkan kepadanya untuk tidak menganggap najis/ haram sesuatu yang dinyatakan halal oleh Allah, seperti tertulis dalam Kis 10: 15.

        Jadi anggapan bahwa Gereja Katolik yang mengubah larangan makanan haram, apalagi anda katakan Kaisar Roma Konstantin pada tahun 321, itu adalah anggapan yang keliru.

        2. Nubuat Daniel 7:25 adalah tentang Kaisar Roma dan Gereja Katolik?

        Nubuatan Daniel 7:25 mengacu kepada seorang anti-Kristus, sehingga tidak ada kaitannya dengan Gereja Katolik yang tidak pernah menjadi anti-Kristus. Anda beranggapan bahwa Gereja Katolik mengubah Sabat dari Sabtu ke hari Minggu. Tetapi itu adalah anggapan yang keliru juga, sebab yang mengubah Sabat dari hari Sabtu ke Minggu adalah para Rasul, demi menghormati hari kebangkitan Kristus yang terjadi pada hari pertama minggu. Sejak jemaat Kristen awal, mereka sudah beribadah pada hari Minggu, dan Tradisi Suci inilah yang kemudian dilanjutkan oleh umat Kristen secara umum, termasuk umat Katolik. Topik ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

        Tentang tuduhan anda tentang gelar Paus, yaitu Vicarius Filii Dei, yang kalau dijumlahkan itu menjadi 666, itu juga keliru. Karena gelar Paus itu bukan Vicarius Filii Dei, tetapi Vicarius Christi (yang kalau dijumlah adalah 214). Hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

        Demikian, semoga ulasan di atas dapat menjadi masukan bagi anda.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- katolisitas.org

    • To Monica

      larangan tentang makanan haram tetap berlaku biarpUN Yesus telah datang. Kedatangan Yesus bukan untuk menghilangkan hukum taurat tapi menggenapinya. Anda jangan ngawur menafsir alkitab karena biarpun langit dan bumi lenyap, satu iotapun dari Firman Allah tidak akan berubah apalagi saUt ayat, satu pasal dan satu kitab. Imamat 11 masih berlaku dan tidak ada yang bisa merubahnya termasuk Yesus. Apakah yesus makan daging babi? anda jangan ngawur. Hanya pastor, umat katolik, pendeta dan umat kristen protestan (kecuali advent) yang makan daging babi dan anda melanggar kitab imamat 11. Anda manatakan sebagai pengikut kristus, tapi kenapa andamakan daging babi dan anjing padahal yesus tidak memberi contoh dengan makan daging babi dan daging anjing serta daging-daging binatang lainnya.

      [Dari Katolisitas: pesan berikut ini disatukan karena masih satu topik]

      Kita sebagai pengikut Yesus, apakah Yesus makan daging babi dan daging anjing?
      Apakah rasul Paulus memakan daging babi dan anjing?
      apakah murid-murid Yesus akhirnya makan daging babi dan anjing? dengan melanggar perintah Allah dalam imamat 11? Menurut Saya kebanyakan kristen dan katolik telah manfsirkan salah tentang makanan haram dan halal. Hanyalah kristen advent yang masih melaksanakan Imamat 11 dengan konsekuen
      Kisah 10: 15 bukanlah tentang hal membolehkan orang kristen u makan daging haram seperti babi dan anjing tetapi
      aharam dalam ayat di atas adalah tentang orang non Yahudi yang harus diinjili.
      Baca selajutnya tentang Kisah 10, pada Kisah 10: 34
      lalu mulailah Petrus berbicara, katanya: sesungguhnya aku telah mengerti bahwa Allah tidak membedakan orang (artinya Allah tidak membedakan orang yahudi/halal dan orang non yahudi yang biasa dianggap haram. Injil harus diberitakan kepada semua orang (yahudi dan non yahudi) atau kepada yang halal dan haram karena kedatangan yesus ke dalam dunia ini untuk semua orang bukan untuk yahudi saja.

      Jadi Kisah 10:15 bukan tentang makanan haram dan halal tetapi tentang pengijilan kepada non yahudi dan yahudi (jangan anda salah tafsir) agar kristen tidak diolok2 oleh umat agama lain.

      syalom

      • Shalom Jane,

        Komentar anda sebenarnya senada dengan komentar yang pernah anda sampaikan dan telah kami tanggapi. Pandangan anda berbeda dengan kami dan dengan sebagian besar umat Kristen lainnya, karena patokan anda dalam menafsirkan Kitab Suci berbeda dengan patokan kami.

        Kami tidak mengatakan bahwa Yesus makan daging babi dan daging anjing. Tidak ada ayat dalam Kitab Suci mengatakan demikian. Namun di sisi lain, Kristus mengatakan bahwa bukan apa yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan tubuh, tetapi apa yang keluar dari mulut. Karena dari hati timbul segala pikiran yang jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, sumpah palsu dan hujat (lih. Mat 15:11, 19-20).

        Maka, ayat Kis 10:15 juga mau menyampaikan hal yang serupa. Pada awalnya Rasul Petrus juga merasa sulit untuk menerima ajaran Yesus ini, karena ia sendiri pastilah juga taat melaksanakan hukum taurat, termasuk dalam hal makanan. Namun akhirnya dengan kerendahan hati Petrus menerima kehendak Tuhan ini, yang menghendaki agar tidak ada lagi pemisahan antara orang Yahudi dan bangsa- bangsa lain, yang disebabkan oleh makanan jasmani yang mereka santap. Sebab yang Tuhan tekankan di sini adalah kemurnian hati, dan bukan semata- mata dari makanan jasmani. Rasul Paulus kemudian mengajarkan, bahwa Kerajaan Allah bukan soal makanan dan minuman (Rom 14:17). Namun demikian, walaupun tidak diharamkan, demi menjaga agar tidak menjadi batu sandungan, maka ia tetap melakukan pantangan makan daging atau minum anggur (lih. Rom 14:21). Maka sebagai umat Kristiani, demikianlah seharusnya sikap kita.

        Perintah Tuhan agar kita menjaga kemurnian ini adalah perintah yang tidak berubah sejak Perjanjian Lama sampai sekarang. Jadi silakan saja anda menerapkan Im 11 dengan tekun, jika itu panggilan hati anda, tetapi tentunya dibarengi dengan kemurnian hati, sehingga tidaklah keluar dari pikiran dan mulut anda perkataan yang jahat. Perintah untuk menjaga kemurnian ini memang adalah panggilan kepada semua orang, termasuk anda dan saya, maka marilah kita berjuang bersama untuk melaksanakannya.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- katolisitas.org

    • damai Kristus katolisitas,
      dalam gereja katolik ada tidak makanan-makanan yang diharamkan? sebab dalam perjanjian lama diceritakan bahwa seorang ibu dan tujuh anaknya disiksa oleh raja sebab tidak mau makan daging yang haram

      [Dari Katolisitas: Silakan dibaca terlebih dahulu artikel di atas, silakan klik, karena sudah disampaikan dasarnya. Jika ada yang belum jelas silakan bertanya kembali]

    • Selamat Siang romo

      saya cuma mau bertanya

      di Jakarta ada satu daerah yang menjual darah ular dimana kalo diminum bisa memberikan manfaat bagi kesehatan

      dari sudut padangan gereja katholik, apakah boleh kita meminum darah ular? bagaimana dengan dara ayam yang di bekukan yang banyak dijual di pasar untuk makanan?

      terima kasih

      • Shalom Benedict,

        Terima kasih atas pertanyaannya apakah makan darah ular atau ayam diperbolehkan. Pertama, prinsip yang harus dipegang adalah bukan yang masuk ke dalam mulut kita yang menajiskan, namun yang keluar. Kedua, makan darah dalam Perjanjian Lama itu termasuk “Ceremonial Law”/ hukum seremonial, yang dimaksudkan untuk mempersiapkan umat Israel pada kedatangan Yesus, yang mempersembahkan Tubuh dan Darah-Nya untuk keselamatan umat pilihan-Nya. Maka pada Perjanjian Lama, umat Israel dilarang minum darah, agar mereka dipisahkan dari kebiasaan bangsa-bangsa lain, dan juga agar mereka dapat dipersiapkan untuk menghargai “Darah Perjanjian Baru”, yaitu Darah Kristus. Menurut St. Thomas Aquinas, Kristus merupakan pemenuhan hukum Perjanjian Lama, yang terdiri dari Hukum Moral, hukum Seremonial dan hukum Yuridis. Setelah kedatangan Kristus di Perjanjian Baru, Hukum Moral Perjanjian Lama yaitu Sepuluh Perintah Allah, tetap berlaku, sedangkan hukum Seremonial dan hukum Yuridis tidak lagi berlaku.
        Jadi, yang harus diperhatikan adalah, apakah dengan minum darah atau makan makanan yang terbuat dari darah berbahaya secara medis atau tidak. Semoga dapat membantu.

        Salam kasih dalam Kristus,
        stef – katolisitas.org

        • Pak Tay terima kasih atas jawabannya

          yang saya mau tanyakan berikutnya, jika memang hukum seremonial dan yuridis tidak berlaku, mengapa dalam kis para rasul ayat 15 :20, 29, kemudian 21:25 masih di sebutkan terkait larangan memakan darah binatang?

          dalam katholik apa saja sih hal yang diklasifikasikan sebagai hukum seremonial dan yuridis? sunat dan perpuluhan apakah masuk dalam kedua hukum di atas?

          Terima kasih ya Pak Tay.

          • Shalom Benedict,

            Terima kasih atas pertanyaannya yang bagus. Mari kita bersama-sama melihat Kis 15:20,29 dan 21:25. Dalam konsili 1 Yerusalem, mereka membuat keputusan “tetapi kita harus menulis surat kepada mereka, supaya mereka menjauhkan diri dari makanan yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari percabulan, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari darah.” (Kis 15:20), yang diteruskan oleh Yudas dan Silas kepada jemaat di Antiokia, Siria, Kilikia, dll (ay. 23), dan keputusan ini ditegaskan kembali di Kis 21:25. Seperti yang saya jelaskan sebelumnya, peraturan tentang makanan-makanan adalah termasuk dalam kategori ceremonial law. Dan hukum yang lain, yaitu judicial law, beserta dengan ceremonial law tidak berlaku lagi setelah kedatangan Kristus, karena Kristus telah menyempurnakannya.

            1. Tentang judicial law dan ceremonial law

            Ceremonial law atau hukum seremonial: sebagai suatu ekpresi untuk memisahkan sesuatu yang sakral dari yang duniawi yang juga berdasarkan prinsip hukum kodrat, seperti: hukum persembahan termasuk sunat (Kel 17:10, Im 12:3), perpuluhan (Mal 3:6-12), tentang kesakralan, proses penyucian untuk persembahan, tentang makanan, pakaian, sikap, dll. Hukum ini tidak lagi berlaku lagi dengan kedatangan Kristus, karena Kristus sendiri adalah persembahan yang sempurna, Kristus menjadi Anak Domba yang dikurbankan. Maka persembahan yang paling berkenan kepada Allah adalah kurban kita yang dipersatukan dengan korban Kristus dalam Ekaristi kudus.

            Itulah sebabnya di Gereja Katolik sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Yesus dan juga para rasul (Petrus dan Paulus) juga tidak mempermasalahkan makanan-makanan persembahan, karena bukan yang masuk yang najis, namun yang keluar. Ulasan ini dapat melihat di jawaban ini (silakan klik ini, dan juga klik ini). Kalau kita mau terus menjalankan hukum seremonial secara konsisten, maka kita harus juga menjalankan peraturan tentang makanan yang lain, seperti larangan untuk makan babi hutan, jenis binatang di air yang tidak bersisik (ikan lele), katak, dll. (Lih Im 11).

              Judicial law atau hukum yudisial: Ini adalah merupakan suatu peraturan yang menetapkan hukuman/ sangsi sehingga peraturan dapat dijalankan dengan baik. Oleh karena itu, maka peraturan ini sangat rinci, terutama untuk mengatur hubungan dengan sesama, seperti: peraturan untuk penguasa, bagaimana memperlakukan orang asing, dll. Contoh dari hukum yudisial: kalau mencuri domba harus dikembalikan empat kali lipat (Kel 22:1); hukum cambuk tidak boleh lebih dari empat puluh kali (Ul 25:3); mata ganti mata, gigi ganti gigi (Kel 21:24, Im 24:20, Ul 19:21); sangsi jika hukum perpuluhan dilanggar (lih. Bil 18:26,32). Setelah kedatangan Kristus, maka judicial law ini tidak berlaku lagi. Kalau kita mau konsisten, kita juga harus menjalankan hukuman rajam, hukum cambuk, dll. Di masa sekarang, hukum yudisial ditetapkan oleh penguasa/ pemerintah sebagai perwakilan dari Tuhan, sehingga hukum dapat ditegakkan untuk kepentingan bersama. Menarik bahwa Yesus tidak mengajarkan hukum yudisial, karena hal itu telah diserahkan kepada kewenangan otoritas pada saat itu. Dan kewenangan disiplin di dalam kawanan Kristus diserahkan kepada Gereja, di mana disiplin ini dapat berubah sejalan dengan perkembangan waktu dan keadaan. Ini juga yang mendasari perubahan Kitab Hukum Gereja 1917 ke 1983.

              Sebagai pelengkap, hukum yang masih terus berlaku adalah moral law.

              Moral Law atau hukum moral: Hukum moral adalah bagian dari hukum kodrati, hukum yang menjadi bagian dari kodrat manusia, sehingga Rasul Paulus mengatakan “Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela” (Rom 2:15). Contoh dari hukum ini adalah yang tertulis di 10 perintah Allah, dimana terdiri dari dua loh batu, yang mencerminkan kasih kepada Allah (perintah 1-3) dan juga kasih kepada sesama (perintah 4-10). Hukum kodrati ini adalah hukum yang tetap mengikat (bahkan sampai sekarang) dan digenapi dengan kedatangan Kristus, karena hukum kodrati ini adalah merupakan partisipasi di dalam hukum Tuhan.
              Dalam pengertian inilah maka memang Tuhan Yesus tidak mengubah satu titikpun, sebab segala yang tertulis dalam hukum moral ini (sepuluh perintah Allah) masih berlaku sampai sekarang. Dengan prinsip ini kita melihat bahwa menguduskan hari Sabat dan memberikan persembahan perpuluhan, sesungguhnya adalah bagian dari hukum moral/ kodrat, di mana umat mempersembahkan waktu khusus (Sabat) dan hasil jerih payah (perpuluhan) kepada Allah.

              2. Tentang mengapa Kis 15:20 tetap memakai ceremonial law

              Setelah kita mengetahui tentang prinsip-prinsip dari ketiga hukum yang terdapat di dalam Perjanjian Lama, maka kita dapat menerapkannya dalam Kis 15:20. Kita harus tahu, bahwa konsili Yerusalem 1 membahas apa yang harus dilakukan oleh orang-orang non-Yahudi kalau mereka ingin menjadi umat Kristen. Pada waktu itu, ada tuntutan dari orang-orang Yahudi, yang telah menjadi Kristen, agar semua yang menjadi Kristen harus juga disunat. Dan konsili Yerusalem 1 akhirnya memutuskan bahwa orang-orang non-Yahudi tidak perlu disunat kalau ingin menjadi Kristen, dan dituliskan “Sebab itu aku berpendapat, bahwa kita tidak boleh menimbulkan kesulitan bagi mereka dari bangsa-bangsa lain yang berbalik kepada Allah” (Kis 15:19). Namun, untuk mencegah konflik antara umat Kristen yang datang dari non-Yahudi dan umat Kristen yang datang dari kaum Yahudi, maka mereka membuat larangan seperti yang disebutkan di Kis 15:20. Dalam Kisah 15:20, ada empat hal yang dilarang, yaitu: (a) makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala, (b) percabulan, (c) daging binatang yang mati dicekik, (d) darah. Pelarangan percabulan sering dilakukan dalam penyembahan orang-orang pagan pada waktu itu, yang juga bertentangan dengan moral law (hukum kodrat) dan juga ceremonial law – jika dihubungkan dengan konteks penyembahan. Namun bagaimana dengan tiga larangan yang lain?

              a. Ke-empat hal ini dilarang, karena empat hal inilah yang sering dilakukan oleh orang-orang pagan pada waktu itu ketika mereka melakukan penyembahan (sebagai contoh dapat dilihat apa yang terjadi pada penyembahan pagan di Korintus). Tiga hal larangan tersebut (makanan, daging, darah), tidaklah menimbulkan dosa apapun (in itself), namun dapat menimbulkan skandal. Sedangkan larangan percabulan adalah termasuk dalam moral law, yang masih terus berlaku.

              b. Konsep untuk menghindari skandal juga diberikan oleh rasul Paulus ketika dia berbicara tentang makanan bekas persembahan, yang dapat dibaca di 1Kor 8:1-13. Dikatakan bahwa orang yang kuat imannya tidak perlu makan makanan persembahan untuk tidak menimbulkan batu sandungan (lih. 1Kor 8:8). Keterangan tentang hal ini dapat dilihat di sini – silakan klik. Menghindari skandal adalah salah satu bentuk kasih, karena dengan demikian tidak membuat orang lain goyah, sehingga mereka tetap bertumbuh secara spiritual dengan baik.

              c. Alasan yang lain, kenapa diberikan tiga larangan tersebut, walaupun perbuatan tersebut (in itself) bukanlah suatu dosa adalah untuk menjembatani hubungan yang baik antara umat Kristen yang berasal dari non-Yahudi dan umat Kristen yang berasal dari Yahudi. Di satu sisi, umat Kristen yang berasal dari non-Yahudi tidak perlu disunat, namun di satu sisi mereka juga tidak boleh menimbulkan skandal bagi umat Yahudi Kristen. Bahkan rasul Paulus menyuruh Timotius untuk disunat, walaupun dia adalah anak dari ibu Yahudi dan ayah Yunani, sehingga tidak menimbulkan skandal bagi orang-orang Yahudi di Derbe, Listra dan Ikonium (lih Kis 16:1-3).

              Semoga keterangan tambahan ini dapat membantu. Tentang perpuluhan, dapat dibaca di link ini – silakan klik. Kalau setelah membaca link tersebut anda masih mempunyai pertanyaan, silakan menyampaikannya kembali.

              Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
              stef – katolisitas.org

            1. to Benedict : jangan kamu takut untuk makan darah binatang, dalam Kristen tidak ada artinya menceritakan tentang Halal dan Haram hanya omong kosong belaka, darah manusia pun boleh kamu makan, membunuih orang tiap hari, memperkosa istri orang yang baru menikah tiap hari setelah itu kamu mutilasi tubuhnya, memotong kepala orang tua mu dan memakan jantungnya. tidak masalah, karna kamu telah di tebus oleh Yesus sang juru selamat. jadi kamu jangan sok sok nanya larangan dan hukuman karena kan sudah di jamin tuh Sorga.

              • Shalom Jihan,

                Agaknya anda keliru dalam memahami ajaran iman Katolik. Gereja Katolik mengajarkan jika seseorang melakukan dosa berat, dan tidak bertobat, maka meskipun ia sudah dibaptis, ia akan kehilangan rahmat pengudusan, sehingga ia tidak lagi dalam status/ kondisi rahmat. Dalam keadaan sedemikian, jika ia wafat, maka ia memasukkan dirinya sendiri ke dalam neraka. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan demikian:

                KGK 1861 Dosa berat, sama seperti kasih, adalah satu kemungkinan radikal yang dapat dipilih manusia dalam kebebasan penuh. Ia [Dosa berat] mengakibatkan kehilangan kebajikan ilahi, kasih, dan rahmat pengudusan, artinya status rahmat. Kalau ia [dosa berat] tidak diperbaiki lagi melalui penyesalan dan pengampunan ilahi, ia mengakibatkan pengucilan dari Kerajaan Kristus dan menyebabkan kematian abadi di dalam neraka karena kebebasan kita mempunyai kekuasaan untuk menjatuhkan keputusan yang definitif dan tidak dapat ditarik kembali. Tetapi meskipun kita dapat menilai bahwa satu perbuatan dari dirinya sendiri merupakan pelanggaran berat, namun kita harus menyerahkan penilaian mengenai manusia kepada keadilan dan kerahiman Allah.

                Maka kelirulah anggapan anda (seperti yang anda tulis) bahwa orang Katolik boleh makan darah manusia, membunuh orang tiap hari, memperkosa istri orang dan kemudian memutilasi tubuhnya, atau makan jantung manusia. Silakan anda sebutkan dari manakah sumbernya sampai anda berpendapat demikian.

                Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Galatia, yang tertulis dalam Kitab Suci jelas mengatakan,

                “Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu -seperti yang telah kubuat dahulu- bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.” (Gal 5:19-21)

                Soal makan darah binatang dan makan babi, sudah pernah kami bahas di artikel di atas, sesuai dengan ajaran iman Katolik. Kami tidak memaksa anda untuk setuju dengan apa yang kami sampaikan, namun minimal anda dapat melihat bahwa Gereja Katolik mempunyai dasar mengapa mengajarkan demikian.

                Selanjutnya, Jihan, mohon maaf, pesan- pesan anda yang lain tidak dapat kami tayangkan karena gaya bahasa yang anda pakai tidak mencerminkan niatan anda untuk berdialog yang tulus dengan kami. Mari sebagai sesama umat beragama, kita menerapkan ajaran iman kita masing- masing dalam berkata- kata maupun bersikap. Jika anda masih ingin melanjutkan dialog dalam situs ini, silakan menuliskan kembali komentar anda dengan santun, yang mencerminkan bahwa anda adalah seseorang yang beriman dan ber-Tuhan.

                Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
                Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • shallom,
        saya bersyukur sekali ketika menemukan situs ini, karena ada beberapa pertanyaan yang saya ingin tau dengan pasti jawabannya.selama ini saya luntang lantung mencari jawabannya, tapi tidak memuaskan. langsung saja ya… berhubung sekarang lagi ramai dibicarakan mengenai “sungai di bawah laut”, apalagi katanya hal tersebut ada dalam Kitab Suci Islam, saya ingin bertanya, apakah hal ini juga ada dalam Alkitab kita???
        saya hanya penasaran saja…
        Dan mengenai babi, dikatakan bahwa kita tidak boleh memakan binatang yg tidak berkuku belah dan tidak memamah biak. Bukankah itu berarti kita memang tidak boleh mengkonsumsi daging babi??? dan mengapa tdk ada larangan yg tegas dr gereja ????
        saya benar2 mengharapkan bantuan saudara sekalian, karena saya tau ini adalah tempat yg tepat untuk saya menanyakan hal ini.
        Terima kasih….
        Tuhan Memberkati….

        • Shalom Angela,

          Terima kasih atas dukungannya untuk website ini. Kita harus mengerti, bahwa Alkitab bukanlah buku ilmu pengetahuan, namun merupakan wahyu Allah yang menyatakan kebenaran, sehingga manusia dapat bersatu dengan Tuhan di dalam Kerajaan Allah. Sejauh pengetahuan saya, tidak pernah Alkitab menyebutkan tentang sungai di bawah laut. Namun, kembali ke hakekat Alkitab, maka pengetahuan akan sungai di bawah laut bukanlah suatu pengetahuan yang esensial untuk membawa manusia ke Sorga. Kemudian, apakah kita dapat makan babi, maka anda dapat melihat di jawaban di atas – silakan klik. Silakan membaca terlebih dahulu jawaban di link tersebut. Kalau setelah membaca link tersebut anda masih mempunyai pertanyaan, silakan bertanya kembali. Semoga dapat membantu.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          stef – katolisitas.org

        • Syalom saudariku Angela.

          Untuk masalah makanan, saya lupa ayatnya ( mungkin pihak katolisitas bisa menambahkan ) ada tertulis, "yang menajiskan kamu itu bukan apa yang masuk ke dalam mulutmu, tapi apa yang keluar dari mulutmu". memang untuk masalah makanan gereja katolik tidak pernah menegaskan bahwa kita harus boleh atau tidak boleh memakan ini atau itu.

          TAPI menurut ilmu pengertahuan modern, makanan – makanan yang dilarang oleh TUHAN pada masa perjanjian lama itu menyebabkan penyakit.

          Saya pernah mendengarkan seminar kristen tentang makanan based on alkitab. dan memang nyata bahwa dari segi ilmu pengetahuan, bahwa makanana yang dianjurkan di alkitab adalah makanan terbaik. Contoh :

          DAGING TERMURNI ( maksudnya hampir no lemak dan tidak menyebabkan penyakit ) = daging domba
          MAKANAN LAUT TERMURNI = ikan yang bersisik ( 2 roti dan 5 ikan )\
          ROTI TERBAIK = ( roti jelai yang dipakai waktu mukjizat penggandaan roti )
          dan masih banyak lagi mulai dari biji2an sampai sayur2an.

          TUHAN memberkati

          [dari katolisitas: silakan melihat link yang saya berikan – silakan klik. Ayatnya “Dengar dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang…… Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. Karena dari hati timbul segala pikiran yang jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. Itulah yang menajiskan orang…” (Mat 15:11, 18-20)"]

          • Bagi banyak orang yang makan daging babi, mereka selalu mencari2 alasan untuk membenarkan pelanggaran mereka terhadap perintah Allah dalam Imamat 11. Adalah wajar bagi manusia yang sudah melanggar Perintah Allah dengan memberikan dalih2 yang kedengarannya enak di telinga. Semakin bagus jawabannya yang diberikan maka semakin sesatlah orang-orang yang mendengarnya. Contoh, Adam dan Hawa tidak mau disalahkan karena memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat itu. Hawa menyalahkan ular untuk membenarkan pelanggarannya, Hawa menyangka, dengan alasan yang dibuatnya akan dapat menghindarkan dia dari hukuman Allah. Adam juga menyalahkan Hawa untuk membenarkan pelanggarannya. Adam menyangka, dengan alasan yang dibuatnya agar dia terhindar dari hukuman Allah. Usaha mereka sis-sia. Allah tidak membutuhkan alasan yang indah2 dari Adam dan Hawa yang telah melanggar perintah-Nya. Allah juga tidak mau memaklumi tindakan manusia yang melanggar perintah-Nya. Yang Allah inginkan adalah PENURUTAN total terhadap perintah-Nya. Perlu anda ketahui, Allah itu tidak bodoh dalam berfirman dengan melarang umat-Nya makan daging binatang haram seperti babi. Manusia boleh mencari-cari alasan yang sangat bagus untuk membenarkan pelanggaran terhadap perintah Allah tetapi yang Allah inginkan dari umat-Nya adalah PENURUTAN terhadap perintah/firman-Nya. Apa akibatnya jika manusia tidak menurut perintah Allah tentang larangan makan daging babi?

            “Mereka yang menguduskan dan mentahirkan dirnya untuk taman-taman dewa, dengan mengikuti seseorang yang di tengah-tengahnya, yang memakan daging babi, dan binatang-binatang jijik serta tikus, mereka semuanya akan lenyap sekaligus, demikianlah Firman Tuhan” (Yesaya 66:17)

            Ayat di atas sangat jelas bagi pemakan daging babi. Firman Tuhan itu kekal sampai selama-lamanya. Kedatangan Yesus ke dalam dunia juga bukan untuk merubah Hukum Taurat dan kitab para nabi (Matius 5:17) artinya Hukum Taurat tentang makanan/minuman dan ayat firman Tuhan dalam Kitab Nabi Yesaya di atas tidak dapat dirubah oleh Tuhan Yesus. Sesungguhnya, sesatlah seseorang jika mempertentangkan ayat-ayat firman Tuhan dalam Alkitab mulai dari Kejadian-Wahyu.
            Apa yang masuk ke dalam mulut tidaklah najis menurut Tuhan Yesus artinya walaupun tanpa mencuci tangan maka makanan yang dimakan tetaplah halal. Yesus sedang berbicara dengan orang-orang Yahudi. Bagi orang Yahudi, daging babi bukanlah makanan karena haram menurut Firman Tuhan dalam Imamat 11:7 sehingga daging babi bukanlah termasuk dalam golongan apa yang masuk ke dalam mulut. Sama halnya jika yang mendengar perkataan Yesus itu adalah orang muslim dan Yesus mengatakan bahwa apa yang masuk ke dalam mulut tidaklah najis, tentu yang dimengerti oleh orang muslim adalah makanan yang boleh dimakan/halal. Karena daging babi adalah haram bagi umat Islam maka tentu mereka tidak pernah memakannya/ bukan yang masuk ke dalam mulut mereka.

            Yesus berkata: Aku dan Bapa adalah satu (Yohanes 10:30). Bapa adalah Allah, Yesus adalah Allah. Roh kudus adalah Allah. Kita sama-sama yakin bahwa Paulus diilhami oleh Roh Kudus ketika dia menulis surat-surat untuk jemaat di Roma, Korintus, dan kepada sahabatnya Timotius. Roh Kudus tidak mungkin menuntun Paulus untuk menulis surat yang bertentangan dengan Perintah Allah. Sesungguhnya, orang-orang yang memahami tulisan Paulus secara lurus-lurus tanpa menafsirkannya sesuai dengan ayat Firman Tuhan dalam Imamat 11 dan Yesaya 66:17 adalah orang yang palin sesat di dunia. Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah sama-sama Allah. Allah tidak mungkin bertentangan dengan diri-Nya sendiri. Artinya, kalau Allah melarang umat-Nya makan daging babi maka Allah tidak mungkin merubah firman-Nya dengan membolehkan umat yang telah ditebus-Nya untuk makan daging babi. Allah itu konsisten alias tidak plin plan alias tidak berubah-ubah dalam berfirman. Hanya manusia yang berubah-ubah dan berusaha untuk memutarbalikkan firman Allah. Allah itu kekal dan hukumnya kekal. Sekali DIA melarang umat-Nya makan daging binatang haram seperti babi maka firman-Nya kekal sampai selama-lamanya (Matius 5:8-19) alias daging babi tetap haram bagi umat-Nya. Yang Allah inginkan dari kita adalah PENURUTAN total atas perintah-Nya. Karena tidak menurut perintah Allah maka Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa dan kehilangan kemuliaan Allah. Demikian juga Musa, Allah menyuruhnya untuk memukul gunung batu itu dengan SATU KALI pukulan agar mengeluarkan air bagi umat israel yang kehausan di padang gurun (Bilangan 20: 2-13), tetapi Musa karena jengkel terhadap umat Israel akhirnya memukul gunung batu dengan tongkatnya sampai DUA KALI. Tindakan Musa melanggar perintah Allah sehingga karena ketidaktaatannya maka dia tidak diizinkan Allah untuk masuk ke Tanah Kanaan. Hal yang sama terjadi dengan Saul, raja pertama Israel. (I Samuel 15). Saul tidak melakukan PENURUTAN TOTAL terhadap perintah Tuhan untuk membunuh semua orang Amalek, semua ternak mereka serta rajanya. Saul ternyata tidak mau membunuh Raja Amalek yang bernama Agag dan juga dia tidak membunuh lembu-lembu dan domba-domba terbaik karena takut terhadap umat Israel padahal perintah Tuhan jelas-jelas untuk memusnahkan semua orang Amalek dan semua hewan-hewan kepunyaan mereka. Saul ternyata lebih takut terhadap manusia (umat Israel) daripada Allah. Saul tidak menurut (berdosa) dan sebagai akibatnya Tuhan menolak Saul menjadi raja atas umat-Nya. Upah dosa adalah maut. Saul mati bunuh diri.

            Apakah para pendukung daging babi lebih hebat daripada Musa dan Saul? Jangan anda berpikir bahwa anda adalah Paus, Kardinal, Uskup Agung, Uskup, Pastor, Bruder, Suster Kepala, Suster, Pemimpin Umat Basis atau Ketua PGI, Ketua Sinode, Ketua Klasis, atau seorang pendeta, seorang majelis yang merasa diri hebat menguasai isi alkitab dan membuat berbagai alasan untuk membenarkan makan daging babi. Allah tidak butuh alasan-alasan yang sangat bagus yang keluar dari mulut anda. Yang Allah inginkan adalah PENURUTAN TOTAL terhadap Firman–Nya. Para pemimpin agama yang saya sebutkan di atas adalah sama dengan ahli taurat/orang Farisi yang memutarbalikkan Firman Tuhan. Mereka telah menyesatkan umat-Nya selama ribuan tahun. Mereka justru menjadi batu sandungan bagi umat Tuhan untuk memperoleh keselamatan.
            Inilah kata-kata Tuhan Yesus bagi para pemimpin agama di atas dan bagi umat Kristen yang makan daging babi:

            Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! Akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di Sorga…… (Matius 7:21-23)

            Dengan kata lain, tidak semua orang Kristen (karena hanya orang Kristen yang memanggil Yesus adalah Tuhan) akan masuk sorga kecuali yang menuruti perintah Allah. Salah satu kehendak/ perintah Allah adalah melarang kita makan daging binatang haram seperti babi, anjing, dll (Imamat 11). Hukuman bagi pemakan daging babi ada dalam Yesaya 66:17. Kita harus menurut secara total terhadap perintah Allah dalam Imamat 11.

            Saya mengajak anda agar jangan mempertahankan alasan untuk makan daging binatang haram seperti daging babi, anjing, dll. Sebagai orang Kisten Sejati, marilah kita melakukan PENURUTAN TOTAL terhadap perintah Allah tanpa membuat berbagai alasan. Sesungguhnya alasan yang anda buat akan sia-sia bagi anda ketika anda menghadapi Hukuman Allah. Keselamatan kita tidak tergantung pada para pemimpin agama tetapi kepada Allah. Kita harus lebih menurut pada perintah Allah daripada menurut pada alasan-alasan manusia/pemimin agama.

            Kesimpulan:
            1) Menjadi orang Kristen haruslah melakukan PENURUTAN TOTAL terhadap Firman/Perintah Allah dan bukan menurut setengah-setengah atau sebagian seperti Saul.
            2) Menjadi orang Kristen haruslah melakukan PENURUTAN TOTAL terhadap Firman/Perintah Allah dan bukan mencari-cari alasan untuk membenarkan pelanggaran terhadap perintah Allah sebagaimana halnya Adam dan Hawa.
            3) Menjadi orang Kristen haruslah melakukan PENURUTAN TOTAL terhadap Firman/Perintah Allah dan tidak membuat tindakan yang melebihi perintah Allah sebagaimana halnya Musa.

            • Shalom Jane,

              Prinsip yang anda gunakan, yaitu ‘Penurunan total’ ajaran Yesus dan para rasul, itulah yang dipegang dengan erat oleh Gereja Katolik sampai sekarang. Sebab Kristus telah mendirikan Gereja-Nya di atas Rasul Petrus, dan memberikan kuasa mengajar (yaitu kuasa mengikat dan melepaskan) kepadanya (lih. Mat 16:18-19), kepada para rasul (Mat 18:18), dan kepada para penerus mereka, sebab Kristus menyertai Gereja-Nya sampai akhir jaman (lih. Mat 28:19-20). Namun karena anda tidak mengakui kepemimpinan Rasul Petrus dan para penerusnya, maka anda memiliki pemahaman yang berbeda tentang “penurunan total” perintah- perintah Allah itu.

              Kristus datang untuk menggenapi hukum Taurat, oleh karena itu kita berpegang kepada ajaran Kristus. Hukum Taurat diberikan untuk mempersiapkan bangsa Israel menerima Kristus Sang Mesias, dan jika kemudian Kristus memberikan hukum yang baru, maka hukum itu adalah untuk dipandang sebagai penggenapannya, dan bukannya untuk dipertentangkan dengan hukum yang lama. Hal ini berlaku untuk penggenapan hari Tuhan pada hari Minggu (hari pertama dalam minggu), untuk memperingati hari Kebangkitan Kristus (lih. Mat 28:2; Mrk 16:2,9; Luk 24:1; Yoh 20:19; Kis 20:7), dan hari pertama penciptaan dunia; sebab dengan hidup di dalam Kristus, maka kita menjadi ciptaan yang baru (lih. 2 Kor 5:17). Demikian juga dalam hal makanan yang haram dan halal; ini telah diperbaharui oleh Kristus, bahwa yang terpenting adalah bukan yang masuk ke dalam tubuh, tetapi yang keluar dari dalam tubuh, karena yang keluar itulah yang menajiskan tubuh, dan bukan yang masuk (lih. Mat 15:11, 18-19).

              Anda menganggap babi bukan makanan yang dapat dimasukkan ke tubuh; namun ini tidak sesuai dengan firman ALlah dalam Kitab Kejadian, yang mengatakan, “Akan takut dan akan gentar kepadamu segala binatang di bumi dan segala burung di udara, segala yang bergerak di muka bumi dan segala ikan di laut; ke dalam tanganmulah semuanya itu diserahkan. Segala yang bergerak, yang hidup, akan menjadi makananmu. Aku telah memberikan semuanya itu kepadamu seperti juga tumbuh-tumbuhan hijau.” (Kej 9:2-3). Dengan demikian pada awalnya, semua mahluk yang hidup dapat menjadi makanan manusia. Jika di masa berikutnya beberapa binatang kemudian diharamkan, itu dapat disebabkan oleh bagaimana para bangsa- bangsa lain di sekitar bangsa Israel memperlakukan binatang- binatang itu, yang dijadikan obyek penyembahan berhala. Contohnya, babi digunakan untuk korban bagi dewa Babilon, yaitu Tammuz. Dengan demikian, Allah melarang bangsa Israel untuk makan babi agar mereka tidak sama dengan bangsa- bangsa lain itu yang tidak mengenal Allah dan yang menyembah berhala. Setelah Kristus datang ke dunia, Tuhan Yesus memperbaharui hukum itu, dengan mengajarkan bahwa yang menajiskan orang bukanlah apa yang masuk ke dalam tubuh, melainkan apa yang keluar dari dalam tubuh (lih. Mat 15: 11, 18-19), dengan kata lain, tanda yang membedakan antara bangsa pilihan-Nya yang baru dan bangsa- bangsa lain, bukan ditandai dari apa yang masuk ke dalam tubuh (yaitu makanan) melainkan apa yang keluar dari tubuh (yaitu kasih dan perbuatan baik). Hal ini diperkuat dengan pengajaran Rasul Petrus (lih. Kis 10).

              Demikian pula dalam hal sunat. Dalam Perjanjian Lama, sunat lahiriah menjadi hal yang disyaratkan Tuhan (lih. Kej 17:11-12, Im 12:3, Kel 12:48) namun dalam Perjanjian Baru, hukum tersebut disempurnakan dengan ketentuan sunat secara rohani yang terpenting (Rom 2:29, Kol 2:12, Gal 2:16), dan bukan lagi sunat jasmani. Pentingnya sunat secara rohani ini sendiri bukan merupakan hal yang baru, sebab sesungguhnya sudah diajarkan dalam Ul 10:16 dan 30:6, Yer 4:4, 9:25-26. Para rasul atas amanat Kristus, mengajarkan hal ini, dan dengan demikian tidak lagi membebankan hal sunat jasmani kepada orang- orang bukan Yahudi yang ingin menjadi murid Kristus (lih. Kis. 15).

              Selanjutnya jika anda mau membaca tentang penggenapan hukum Perjanjian Lama dalam Perjanjian Baru, menurut ajaran Gereja Katolik, silakan anda klik di sini.

              Akhirnya, Jane, dalam berdialog, mari berfokus kepada doktrin yang ingin didiskusikan, tanpa perlu menggunakan kata- kata yang menuduh, seolah- olah menganggap Gereja Katolik mengajarkan sesuatu tanpa ada dasarnya. Jika anda masih mempertahankan gaya bahasa yang seperti di atas, mohon maaf komentar anda selanjutnya tidak akan dapat kami tayangkan.

              Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
              Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Mengapa Islam menjaga hubungan manusia dan anjing? Ada yang berpendapat, kesenangan terhadap anjing dapat berlebihan. Ada orang yang lebih menyukai anjingnya dibanding anaknya atau tetangganya. Jika anjing sakit akan merasa sangat sedih sedangkan anaknya sakit dibiarkan saja.

        Sebenarnya memelihara anjing dalam Islam tidak dilarang, hanya saja jangan berlebihan.

        • Shalom Tomi,
          Ya, saya setuju dengan anda, bahwa jangan sampai manusia menyanyangi binatang lebih daripada menyayangi sesama manusia. Di negara-negara maju misalnya, banyak uang dikeluarkan untuk memelihara binatang, yang kadang dianggap sepertinya melebihi manusia. Sebab sementara di belahan bumi yang lain manusia sangat kekurangan, namun di negara maju binatang diperlakukan sangat khusus, dengan aneka makanan, pakaian, rumah sakit dan salon khusus binatang. Saya rasa ini yang juga sempat disinggung dalam surat ensiklikal Paus Benediktus XVI, Caritas in Veritate (Kasih dalam kebenaran), yaitu agar kita sebagai manusia memperlakukan sesama manusia dengan layak sesuai dengan martabatnya, dan jangan sampai perlakuan terhadap lingkungan hidup dan binatang itu melebihi perlakuan terhadap sesama manusia. “Tetapi harus juga ditekankan bahwa adalah suatu yang bertentangan dengan perkembangan otentik untuk melihat alam sebagai sesuatu yang lebih penting daripada manusia.” (Caritas in Veritate, 48).

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

      • Shalom Ytk . Ibu Ingrid
        Saya mau melanjutkan bertanya nih tentang binatang yg dinyatakan haram dlm Alkitab dan kemudian sampai kini berkembang secara kuat dlm tradisi saudari-saudara kita umat Islam.
        Pertanyaannya:
        1. Mengapa babi menjadi obyek yg seakan-akan sangat dijauhi dan dibenci? Saya sempat berpikir demikian: Yg sebetulnya jauh lebih haram kayaknya justru kita dech daripada babi. Bukankah kita mudah berdosa dan sering berendam dalam kedosaan? Bahkan mengaku dosa pun menjadi enggan. Apa sih sebetulnya dosa babi itu? Apakah ada sejarah dari suatu bangsa tertentu koq sampai-sampai babi diharamkan dalam Kitab Suci Perjanjian Lama? Ceritanya bagaimana, ya? Mohon bila ada informasi, Ibu Ingrid berkenan menuliskannya.

        2. Dalam masyarakat kita yg mayoritas muslim, selain babi yg diharamkan, anjing juga diharamkan. Apakah ada cerita asal-muasalnya? Mengapa anjing juga ikut-ikutan diharamkan? Padahal dibandingkan kucing, anjing kan bisa lebih berguna untuk menjaga rumah, mencari jejak, mencari korban longsor yg tertimbun, menemukan penyelundukan obat-obat terlarang, dsb. Kalau kucing kan paling-paling cuma minta dielus-elus dan kesannya sangat manja banget tdk spt anjing yang lebih dinamis…..hehehe…koq malah jadi promosi anjing, ya? Mohon maaf…..

        Demikian Ibu Ingrid, uneg-uneg saya. Mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan.
        Terima kasih untuk jawabannya.
        Sukses selalu untuk situs yang hebat ini.
        Berkah Dalem

        • Shalom Barnabas,
          1. Tentang Babi
          Memang jika kita mempelajari antrhtropologi, maka kita ketahui bahwa larangan makan babi itu sudah berakar sejak lama sebelum jaman bangsa Yahudi. Beberapa ide dan praktek ini diterapkan oleh bangsa Israel yang nomadis dan kemudian disyaratkan oleh Tuhan, sejauh mereka tidak bertentangan dengan kepercayaan Monotheistis dan sebagai cara untuk melatih bangsa Israel menuju standar yang lebih tinggi dalam hal kemurnian moral. Maka motif moral dan religius dari hukum kemurnian adalah seperti yang tertera dalam Im 11:44, “… haruslah kamu kudus , sebab Aku [Tuhan] ini kudus….”
          Maka dalam hal ini, dalam kebijaksanaan-Nya Allah memang melarang umat Israel makan babi, yang secara standar kesehatan tidak baik. Dari Sumber Wikipedia dikatakan,

          “For instance, pork not prepared or stored properly can cause illness, as can some seafood. Pigs are also common vectors in transmission of the flu to humans from birds since they are immunologically similar to humans. By labeling the animal as unclean and forbidden, consumption and handling of those potentially dangerous foods would not occur.”

          Health issues
          Pigs harbour a range of parasites and diseases that can be transmitted to humans. These include trichinosis, Taenia solium, cysticercosis, and brucellosis. Pigs are also known to host large concentrations of parasitic ascarid worms in their digestive tract.[18] The presence of these diseases and parasites is one of the reasons why pork meat should always be well cooked or cured before eating. Some religious groups that consider pork unclean refer to these issues as support for their views.[19]

          Pigs are susceptible to bronchitis and pneumonia. They have small lungs in relation to body size; for this reason, bronchitis or pneumonia can kill a pig quickly.[20] There is concern that pigs may allow animal viruses such as influenza or Ebola Reston to infect humans more easily. Some strains of influenza are endemic in pigs (see Swine influenza), and pigs also can acquire human influenza.”

          Maka dari sini kita ketahui mungkin keadaan 4000 tahun lalu dengan standar peternakan yang masih minim, daging babi memang termasuk riskan untuk dimakan. Maka Allah melarangnya. Lagipula maksud Allah adalah memisahkan bangsa Israel dari bangsa-bangsa lain dan mempersiapkan mereka untuk menerima Kristus. Maka setelah Kristus datang kemudian di kitab Perjanjian Baru, peraturan ini diperbaharui, di mana pengudusan umat tidak lagi melalui pantang terhadap makanan yang dikatakan ‘haram’, tetapi melalui menyambut Kristus dalam Ekaristi.

          Bahwa manusia umumnya lebih pantas disebut ‘haram’ daripada babi, mungkin ada benarnya, apalagi dengan ukuran banyaknya dosa yang dibuat oleh manusia. Namun itu juga tidak menghilangkan arti bahwa babi itu bisa dimakan/ dijadikan makanan sedangkan manusia tidak bisa. Maka kita sebagai umat Katolik memang tidak diharuskan pantang babi, namun silakan untuk tidak makan babi, jika itu anda pandang baik atau demi agar tidak menjadi batu sandungan bagi umat lain yang pantang babi.

          2. Mengenai anjing.
          Jika anda membaca kitab Imamat bab 11 di situ memang disebutkan berbagai larangan untuk binatang-binatang tertentu. Walau anjing tidak secara eksplisit disebutkan, namun banyak orang meng-interpretasikan anjing termasuk di dalamnya. Silakan anda klik di Wikipedia juga, dan anda akan mendapatkan list/ daftarnya.

          Gereja Katolik memang tidak menyebutkan secara spesifik tentang daging apa yang boleh dan tidak boleh dimakan. Gereja Katolik menyerahkan kepada kebijaksanaan kita untuk menilainya. Hanya memang kita dilarang untuk makan daging setiap hari Jumat sepanjang tahun, kecuali pada hari-hari perayaan, ketentuannya, sbb:

          Kan. 1251 – Pantang makan daging atau makanan lain menurut ketentuan Konferensi para Uskup hendaknya dilakukan setiap hari Jumat sepanjang tahun, kecuali hari Jumat itu kebetulan jatuh pada salah satu hari yang terhitung hari raya; sedangkan pantang dan puasa hendaknya dilakukan pada hari Rabu Abu dan pada hari Jumat Agung, memperingati Sengsara dan Wafat Tuhan Kita Yesus Kristus.

          Maka di sini jika kita pantang daging, itu bukan karena daging itu haram, tetapi kita pantang daging, karena ingin turut mengambil bagian (walaupun sangat sedikit sekali) dalam sengsara Kristus dan sebagai ungkapan tobat kita. Di sini memang tidak disebutkan daging apa yang tidak boleh dimakan. Namun tidak berarti bahwa segala jenis daging boleh dimakan. Jika anda mempunyai alasan tertentu, sehingga anda tidak mau makan daging tertentu, misalnya, daginga anjing, juga tidak apa-apa, sebab tidak ada yang mengharuskan anda makan daging anjing. Tetapi kalau ada orang yang memakannya, kita juga tidak usah menghakimi. Yang penting dalam soal makan dan minum ini, kita menimbangnya menurut akal sehat kita dan jangan sampai kita menjadi batu sandungan buat orang lain. Marilah kita mengingat pesan Rasul Paulus, “Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus…. Janganlah engkau merusakkan pekerjaan Allah oleh karena makanan! Segala sesuatu adalah suci, tetapi celakalah orang, jika oleh makanannya orang lain tersandung!” (Rom 14:17, 20)

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

      • Maaf2 ini, bbrp suku masih ada yg mencampurkan darah (binatang, misal babi) ke daging yg dimasaknya, apakah ini diperbolehkan, krn di KS-PL ada semacam perkataan yang makan darah, harus mati…. (persisnya lupa). Lagi pula ternyata dalam darah ada nyawa, paling tdk DNA, yg bisa menurunkan sifat2?

        Sy juga tau ayat di atas (Yesus mengajarkan, “Dengar dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang…… Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. Karena dari hati timbul segala pikiran yang jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. Itulah yang menajiskan orang…” (Mat 15:11, 18-20)),

        tapi merasa jijik thdp makanan yg mengandung darah, apakah ini naluri atau bgmn?

        Komentar: sy kagum kpd Daniel dkk, yg pd jamannya memutuskan tdk mau mencemari diri dgn makanan istana/raja2, padahal mungkin ada lobster, sate, dll. Kok bisa ya…

        Pertanyaan 2: Mengapa sy takut/ ngeri/ jijik lihat ular atau bahkan gambar ular? (terutama liukan & matanya?) Adakah hub. nya dgn trauma/ luka batin, dll? Atau justru ada hub. dgn dosa?

        3: Mengapa ada orang yg takut thdp kecoak?

        • Shalom Eveline,
          1. Memang tertulis dalam Kitab suci bahwa darah itulah nyawa segala mahluk (Im 17:14). Dalam kitab yang sama tertulis juga larangan untuk makan darah (Im 7:27). Namun memang di dalam Perjanjian Baru perintah soal makan dan minuman ini diperbaharui oleh Yesus, bahwa yang menajiskan orang itu bukan dari makanan ataupun minuman yang masuk ke dalam tubuh tetapi dari segala sesuatu yang keluar dari dalam tubuh, yaitu pikiran, perkataan maupun perbuatan yang jahat (lih. Mat 15:11, 18-20) seperti yang telah anda pahami.

          Peraturan yang baru ini sifatnya menyerahkan kepada kita sendiri, seturut dengan kebijaksanaan kita untuk menentukan makanan yang akan kita makan. Walaupun memang tidak ada larangan tertentu, namun juga bukan berarti segala sesuatu boleh dan harus dimakan. Kita boleh, dengan kebijaksanaan kita, menentukan apa yang akan kita makan. Prinsipnya, asal makanan itu memang layak dimakan dan asalkan kita jangan menjadi batu sandungan bagi orang lain, seperti yang telah saya tuliskan dalam artikel di atas.
          Maka jika anda merasa jijik untuk memakan sesuatu (dalam hal ini darah), tidaklah menjadi keharusan bagi anda untuk memakannya. Karena memang tidaklah ada yang mengharuskan anda memakannya.

          Mengenai Daniel dkk dan terutama juga kisah tujuh bersaudara beserta ibu mereka dalam kitab 2 Makabe 7, itu memang kisah yang mengagumkan, bagaimana ketaatan mereka memegang hukum Tuhan (dalam hal ini larangan makan babi) sampai membuat mereka rela menanggung akibatnya. Bagi ketujuh bersaudara dan ibunya itu sampai harus dihukum mati semuanya. Itu memang contoh yang nyata, bagaimana pada jaman itu terdapat orang-orang yang dengan sungguh-sungguh rela berkorban demi menaati hukum Tuhan.

          2. Demikian juga jika anda merasa jijik melihat ular, itu juga bukan sesuatu yang aneh. Kita ketahui ular adalah binatang yang dikutuk oleh Tuhan (lih. Kej 3:14). Sebab memang terdapat banyak jenis binatang, ada yang memang tidak berbahaya dan ada yang memang berbahaya dan dapat mengancam kehidupan kita. Namun kalau hanya melihat foto/ gambarnya saja, sebenarnya kita tidak perlu takut, sebab itu bukan merupakan sesuatu yang hidup. Soal luka batin atau tidak, mungkin yang paling dapat memeriksa adalah anda sendiri. Namun rasanya, sepanjang ketakutan terhadap ular itu masih dalam batas wajar, itu bukan sesuatu yang aneh.

          3. Mengapa ada orang yg takut thdp kecoak? Wah tentang yang ini saya tidak dapat menjawabnya. Mungkin disebabkan karena ada rasa geli/ jijik, karena kecoa menandai bahwa tempatnya kurang bersih.

          Maaf jika saya kurang dapat menjawab dengan memuaskan.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

      • “Memang bukan soal apa yang masuk yang menajiskan kita (lih. Mat 15:11), sehingga, dengan demikian makanan apapun (asalkan memang dari segi kesehatan layak dimakan) dapat kita makan.”

        Tetapi kalau tidak baik untuk kesehatan, sebaiknya tidak di makan karena tubuh adalah bait Allah.
        Berikut bahayanya daging babi: http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/10/kalo-coke-di-campur-daging-yang-satu-ini-jadi-apa-yaa/

        DAN
        Ternyata makan masakan BABI = menyakitkan hati Tuhan!
        (Yesaya 65:3 suku bangsa yang menyakitkan hati-Ku senantiasa di depan mata-Ku, dengan mempersembahkan korban di taman-taman dewa dan membakar korban di atas batu bata; yang duduk di kuburan-kuburan dan bermalam di dalam gua-gua; yang memakan daging babi dan kuah daging najis ada dalam kuali mereka…)

        • Shalom Enzo,
          Yang and sebutkan di sana adalah ayat dari Penjanjian Lama yang memang telah diperbaharui oleh Tuhan Yesus. Yes 65:3 menceritakan tentang bagaimana Allah tidak menyukai mereka yang menyembah berhala, dan memakan daging babi yang memang dilarang pada saat itu, yang ditujukan untuk ‘memisahkan’/ menguduskan bangsa pilihan-Nya (Israel) dari bangsa- bangsa yang lain. Maka, larangan makan babi tersebut sesungguhnya adalah persiapan yang dilakukan oleh Allah dalam rangka menguduskan bangsa pilihan-Nya, karena pada saat itu babi dianggap najis. Namun setelah Perjanjian Lama diperbaharui dalam Perjanjian Baru, pemisahkan bangsa/ umat pilihan-Nya dari bangsa-bangsa yang lain, tidak lagi ditandai dengan larangan makan babi, tetapi dengan pengudusan oleh Tubuh dan Darah Kristus Putera-Nya sendiri, yaitu yang diterima di dalam Ekaristi. Selanjutnya, tentang hubungan hukum- hukum Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

          Maka memang benar bahwa tubuh kita adalah bait Allah (1 Kor 3:16), kita tidak boleh mencemarkannya. Namun pencemaran ini, menurut ajaran Yesus tidak disebabkan oleh makanan yang kita makan (yang masuk ke tubuh), melainkan oleh pikiran dan perbuatan-perbuatan jahat yang dilakukan oleh tubuh (yang keluar dari tubuh). Yesus mengajarkan, “Dengar dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang…… Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. Karena dari hati timbul segala pikiran yang jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. Itulah yang menajiskan orang…” (Mat 15:11, 18-20)

          Hal ini juga kembali ditegaskan oleh Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma, “…. dalam Tuhan Yesus… tidak ada sesuatu [makanan] yang najis dari dirinya sendiri….. Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus” (Rom 14:17). Atau dalam suratnya kepada jemaat di Kolose, yang mengatakan agar kita tidak merisaukan soal makanan dan minuman, karena semuanya itu hanya merupakan bayangan dari apa yang datang kemudian, yaitu wujudnya adalah Kristus (lih. Kol 2:16). Juga, Rasul Petrus mengalami penglihatan bagaimana Allah tidak menyatakan makanan apapun sebagai haram, “Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram. (lih. Kis 10:15)

          Demikian, maka dalam soal makan babi, yang digunakan adalah kebijaksanaan (prudence): makan babinya sendiri tidak dosa dan tidak mencemari tubuh, hanya sebisa mungkin kita tidak menjadi batu sandungan bagi orang-orang sekitar kita, jika kita memakannya, seperti yang dipesankan oleh Rasul Paulus (lih. Rom 14:21; 1 Kor 8:13).

          Mengenai yang terjadi di video u-tube yang anda kirimkan itu merupakan pandangan pribadi, dan ada juga yang mengadakan percobaan yang sama persis, dan tidak terjadi apa-apa.

          Bagi saya pribadi, yang terpenting adalah berpegang pada apa yang diajarkan Yesus dan para rasul-Nya, sebab itulah yang ketentuan yang mengikat umat beriman.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

      • Salam Monica,

        Di dalam kitab PL, telah dengan jelas melarang bangsa Yahudi untuk tidak makan binatang yang berkukuh panjang seperti yang anda sebutkan diatas, untuk permunian diri. Dan itu ditulis dalam taurat Musa agar kaum yahudi harus menaatinya. Ketika kita mendengar ajaran Tuhan Yesus sendiri mengenai hal haram, Yesus malah menkankan bahwa bukan dari luar yang masuk kedalam hati yang menajiskan, melain apa yang keluar dari dalam hati yang menajiskan kita. Juga Rasul Petrus melalui penglihatannya, seluruh binatang dari melata sampai binatang bermamalia tidak akan haram. Apa yang Allah mengatakan tidak haram anda jangan mengatakan itu haram, termasuk Babi.

        Firman Yesus sangat ekstrim dengan Taurat Musa, karena Yesus satu-satunya Kebenaran, kekudusan dan firman itu sendiri. Sesuai ajaran Tuhan Yesus, maka orang katolik tidak mengharamkan makan apa saja. semua binatang halal untuk dimakan termasuk babi.
        Karena keselamatan bukan datang dari Makanan, melainkan dari kebenaran, kasih dan pengorbanan oleh Yesus sendiri di Kayu salib.
        Amin

      • Shalom ingrid….

        terima kasih kerana menjawap pertanyaan saya..

        1. disini saya ingin meminta kepastian benar kah bahawa, larangan akan makanan haram hanya ada pada PL iaitu sbelum kedatangan Yesus. tetapi setelah kedatangan Yesus, YESUS telah memperbaharui dan melengkakan hukum. maka hukum lama telah diperbaharui di zaman yesus.

        2. selanjutnya, apakah hukum lama tersebut terhapus (dalam hal makanan haram) dan tidak digunakan lagi pada masa sekarang? sebab ada kawan saya menyatakan bahwa, oleh kerana kita kini berada dalam zaman Yesus(hukum dan ajaran yesus) maka kita kini berpegang pada hukum dan ajaran yesus. hukum lama dan ajaran lama digunakan oleh orang zaman sebelum yesus dan selepas kedatangan yesus, kita semua (manusia sebelum dan selepas kedatangan yesus)telah menerima dan berpegang pada hukum baru dibawa oleh yesus.

        3.apakah sebenarnya pengajaran (maksud) yang ingin disampaikan dari hukum lama mengenai larangan makanan haram tersebut?

        salam dari monica…

        • Shalom Monica,
          1. Ya benar, bagi kita yang percaya kepada Yesus, maka larangan makanan haram, sudah tidak berlaku lagi, sebab hal itu sudah diperbaharui oleh Yesus. Bahwa bagi kita yang menajiskan kita bukan apa yang masuk ke dalam mulut, melainkan yang keluar dari mulut, yang berasal dari hati (lih. Mat 15:18-19)
          2. Dengan demikian maka hukum lama dalam hal makanan haram, sudah tidak berlaku lagi, karena hukum yang baru yang lebih sempurna sudah disampaikan oleh Yesus.
          3. Jadi maksud pengajaran hukum lama tersebut adalah untuk mempersiapkan kita akan pengajaran Yesus tentang kekudusan. Bahwa sebagai bangsa pilihan Allah, terdapat hal-hal yang harus khusus dilakukan untuk menandai kekudusan. Pada jaman PL, kekudusan banyak dihubungkan dengan tanda-tanda lahiriah, seperti pantangan makanan haram, sunat, dst, sedangkan pada PB kekudusan dihubungkan dengan apa yang ada di dalam hati/ rohaniah. Sehingga agar kudus, kita bukannya berpantang makanan haram, melainkan menyambut santapan rohani (yaitu Yesus dalam Sabda-Nya dan Ekaristi); bukannya disunat secara jasmani, tetapi sunat rohani, yang artinya menanggalkan manusia lama dan mengenakan manusia baru di dalam Kristus, dan ini kita peroleh melalui Pembaptisan. Selanjutnya, jika Monica ingin melihat kaitan antara Perjanjian Lama dan Baru, silakan klik di sini. Semoga lebih jelas bagi anda.
          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati – http://www.katolisitas.org

      • Shalom dan salam bahagia…..
        Saya mohon maaf sekiranya saya salah meletakkan(POST) pertanyaan ke ruangan artikel ini kerana saya tidak tahu bagaimana mahu memberi pesan atau pertanyaan untuk topik baru pak stef…jadi saya memilih artikel bahagian ini kerana hampir2 serupa apa yang ingin saya tanyakan….

        saya mahu menanya mengenai maksud “firman TUHAN ” yang terdapat dalam :
        Imamat 11
        11:7 Demikian juga babi hutan, karena memang berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang, tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu.

        Ulangan 14
        14:8 Juga babi hutan, karena memang berkuku belah, tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu. Daging binatang-binatang itu janganlah kamu makan dan janganlah kamu terkena bangkainya.

        apakah maksud dari firman TUHAN ini ? apakah agama kristian haram memakan daging babi?
        salam kasih…

        [Dari Admin Katolisitas: Pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]

      Comments are closed.