Jika kita berpegang kepada Redemptionis Sacramentum, jawabannya adalah tidak. Homili yang menjelaskan bacaan-bacaan Kitab Suci dan Injil, merupakan satu kesatuan dengan bacaan-bacaan tersebut dalam Liturgi Sabda, di mana melalui pembacaan Sabda itu, Tuhan Yesus hadir (lih. KGK 1088).

Atas dasar pemahaman ini, umumnya homili dibawakan oleh imam perayaan yang berperan sebagai Kristus (in persona Christi), yang juga menyatakan kehadiran Kristus dalam Sabda-Nya. Maka tidak pada tempatnya homili digantikan dengan drama, apalagi dengan tari-tarian yang melompat-lompat, karena maksud homili adalah menjelaskan misteri iman dan norma-norma hidup Kristiani berkaitan dengan ayat-ayat Kitab Suci yang baru saja dibacakan.

Ketentuannya dalam Redemptionis Sacramentum tentang homili adalah demikian:

RS 64    Homili yang diberikan dalam rangka perayaan Misa Kudus, dan yang merupakan bagian utuh dari liturgi itu “pada umumnya dibawakan oleh Imam perayaan. Ia dapat menyerahkan tugas ini kepada salah seorang imam konselebran, atau kadang-kadang, tergantung situasi, kepada diakon, tetapi tidak pernah kepada seorang awam. Dalam kesempatan-kesempatan tertentu atau karena alasan khusus, tugas homili bahkan dapat diberikan kepada seorang Uskup atau Imam yang hadir dalam perayaan Ekaristi tetapi tidak ikut berkonselebrasi.

RS 65    Perlulah diingat bahwa norma apapun yang di masa lalu mengizinkan orang beriman tak tertahbis membawakan homili dalam perayaan Ekaristi, harus dipandang sebagai batal berdasarkan norma kanon 767, §1. Praktek ini sudah dibatalkan dan karenanya tidak bisa mendapat pembenaran berdasarkan kebiasaan.

RS 66    Larangan terhadap orang awam untuk berkhotbah dalam Misa, berlaku juga untuk para seminaris, untuk mahasiswa teologi dan untuk orang yang telah diangkat dan dikenal sebagai “asisten pastoral”; tidak boleh ada kekecualian untuk orang awam lain, atau kelompok, komunitas atau perkumpulan apa pun.

Demikianlah ketentuan dari Kitab Hukum Kanonik tentang homili:

KHK kan 767

§ 1 Di antara bentuk-bentuk khotbah, homililah yang paling unggul, yang adalah bagian dari liturgi itu sendiri dan direservasi bagi imam atau diakon; dalam homili itu hendaknya dijelaskan misteri- misteri iman dan norma-norma hidup kristiani, dari teks suci sepanjang tahun liturgi.

§ 2 Dalam semua Misa pada hari-hari Minggu dan hari-hari raya wajib yang dirayakan oleh kumpulan umat, homili harus diadakan dan tak dapat ditiadakan, kecuali ada alasan yang berat.

§ 3 Jika cukup banyak umat berkumpul, sangat dianjurkan agar diadakan homili, juga pada perayaan Misa harian, terutama pada masa adven dan prapaskah atau pula pada kesempatan suatu pesta atau peristiwa duka.

§ 4 Pastor paroki atau rektor gereja wajib mengusahakan agar ketentuan-ketentuan ini ditepati dengan seksama.

 

20 COMMENTS

  1. Katolisitas yg baik, saya Katolik dan saya mau bertanya mengenai homili.
    Mengapa Pastor2 kita kalo kotbah lamban sekali?
    Mau ngomong ABC saja harus putar2 dulu dengan suara yg seperti menahan lapar 3 hari tidak makan.
    Dan isi kotbah Imam2 GK sangat tidak Alkitabiah, isinya hanya isu2 sosial saja. Sy dengar krna Gereja takut terjadi salah penafsiran dari umat, tapi justru terbalik krna sudah ada saudara saya yg jadi Atheis gara2 tidak pernah baca kitab suci, dan kalau baca pun tidak mengerti latarbelakang ceritanya. Cth: Dia tidak tahu/ lupa mengapa Yesus harus ada, Apa yg membuat orang Kristen percaya bhw Yesus adalah Tuhan? Begitupun keterkaitan antar ayat2. Hal2 sprt ini harusnya wajib diperdengarkan di Gereja 2 minggu sekali.

    Saya heran, ngapain aja 9 tahun di Seminari? Sia2 donk uang persembahan membiayai studi mrka cuma utk manfaat ala kadarnya. Pendeta saja sekolah hnya 3-4 tahun tapi isi kotbahnya BERTENAGA dan TIDAK PERNAH PUTUS.
    Harusnya GK di Indo berkaca ke Katolik di Brazil. Lihatlah Romo2nya kotbah minimal 1 jam di Misa hari Minggu (bukan diluar misa) dgn suara nyaring entah romo tua ataupun muda.

    2 hal yg menjadi kekuatan dari Kristen era milenium: 1) Spirit dari Kitab suci, dan 2) Spirit dari Musik/ Penyembahan.
    Mengapa Islam tetap eksis pdhl suasana ibadah mereka pun sama tenang dgn kita? Karena mereka tetap kuat di Kitab suci-nya, nah Katolik kedua2nya tidak ada.
    Makanya Amerika Latin yg semakin jatuh ke jurang dosa (geng narkoba, free sex, dll) menyadari akan kekurangan dari sistem Katolik ini, sehingga mereka membuka diri untuk Katolik Karismatik.

    Kita tidak perlu dgn gaya Karismatik ini jika kotbah2 dari Imam2 Gereja kita lebih berkualitas (Alkitabiah) dan bertenaga disaat Penyembahan.
    Memang tidak semua, tapi 80-90% yg saya lihat memang seperti itu. Jadi apakah ini sudah SOP/ standar kotbah dari Vatikan, atau memang tergantung kualitas Imamnya masing2 ? Jika memang kualitas individu saja, saya masih bisa memaklumi. Tapi jika ini memang sistem yg sengaja dipakai Vatikan dan tetap ingin dipertahankan lebih baik saya keluar dari GK daripada keluarga saya kelak malah menjadi atheis atau pindah ke agama Non-Kristen.

    Saya mohon Uskup GK di Indo jangan menutup telinga dgn realitas yg ada. Apakah harus menunggu GK di Indonesia jadi atheis atau muallaf dulu baru kita berubah??

    • Shalom Born2live,

      Komentar Anda yang berapi-api ini sudah kami teruskan kepada Romo Wanta, agar menjadi perhatian beliau dalam formasi para imam.

      Memang kita dapat mengusulkan kepada para imam untuk mempersiapkan dan menyampaikan homili dengan lebih baik, namun sejujurnya, jika kita sungguh menghayati ajaran iman Katolik, maka kita tidak akan undur dari mengikuti perayaan Ekaristi atau bahkan sampai meninggalkan Gereja, hanya karena homili.

      Memang homili itu penting, dan semoga ini juga dapat menjadi perhatian bagi para imam, namun makna perayaan Ekaristi tidak tergantung hanya dari homili. Kristus hadir dalam bacaan Sabda-Nya, dalam persekutuan jemaat yang berdoa dan memuji Dia, dalam diri imam-Nya yang sedang mempersembahkan Misa dan secara khusus dalam rupa roti/hosti dan anggur dalam perayaan Ekaristi.

      Mungkin perlu direnungkan juga dari pihak Anda, jika Anda merasa tidak memperoleh apa-apa dari perayaan Ekaristi: Apakah Anda juga sudah mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh sebelum dan pada saat perayaan Ekaristi tersebut? Tentang hal ini, sudah pernah dibahas sekilas di sini, silakan klik.

      Apakah kita sudah sungguh memahami makna perayaan Ekaristi, klik di sini. Mengapa kita merayakan Ekaristi?, silakan klik. Jika Tuhan Yesus sendiri menghendaki kita mengenang-Nya dengan cara demikian, siapakah kita untuk mengatakan bahwa cara ini kurang baik jika dibandingkan dengan cara/ kehendak kita sendiri?

      Nah, maka penyembahan gaya karismatik itu adalah sesuatu yang baik, namun hal itu tidak dapat menggantikan perayaan Ekaristi. Penyembahan gaya karismatik merupakan salah satu cara berdoa yang diakui oleh Gereja Katolik, maka silakan jika Anda merasa terbantu dengannya, untuk bergabung dalam persekutuan doa Karismatik. Namun pertemuan doa apapun selalu mengarah kepada penghayatan akan Ekaristi, dan seharusnya semua yang terlibat dalam kegiatan Karismatik juga mempunyai kecintaan yang semakin dalam akan Yesus dalam Ekaristi. Kecintaan yang tulus dan kesadaran akan kehadiran Kristus yang nyata dalam Ekaristi inilah yang seharusnya tidak membuat umat Katolik mudah ‘berpindah’ atau meninggalkan iman Katoliknya.

      Memang perjalanan iman setiap orang tidak sama, dan saya percaya Tuhan juga sedang dan akan terus menyertai Anda dalam perjalanan ini. Semoga Anda juga terus berjuang dengan tulus untuk mencari Dia, dan Tuhan berkenan menjawab kerinduan hati Anda untuk menemukan-Nya dalam kehidupan Anda sehari-hari.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Shalom Bu Ingrid,

        Saya ucapkan banyak terima kasih kepada Katolisitas, karna dari Katolisitas-lah saya mejadi lebih paham akan makna perayaan Ekaristi. Untuk itulah – seperti yang selalu Katolisitas sampaikan – sayapun berusaha mempersiapkan diri sebaik mungkin sebelum dan selama perayaan Ekaristi. Karna itu, Sakramen Tobat lebih kerap saya terima daripada masa-masa sebelumnya. Saya merasa harus dalam keadaan pantas saat menerima Sakramen Ekaristi.

        Awal bulan Maret tahun ini, di gereja Katolik di kampung saya, dalam prosesi pemakaman ayah saya, sebagai anak sulung, saya maju paling depan saat Komuni, dan saya terima dengan berlutut sebagaimana kebiasaan saya belakangan ini. Saya tahu, sebagian orang terheran-heran saat melihat cara saya menerima Komuni. Saya tidak bermaksud menunjukkan saya sudah paling hebat atau apalah, tapi saya hanya merasa lebih pas menerima Komuni sambil berlutut. Saya selalu terkagum-kagum bahwa dulu para nabi menyampaikan Sabda Allah, kemudian Sabda Allah menjadi manusia dalam diri Tuhan Yesus Kristus, dan kini kehadiran-Nya masih bisa saya terima secara nyata dalam perayaan Ekaristi; Tubuh, Darah, Jiwa dan ke-Allahan-Nya hadir dalam rupa roti dan anggur untuk saya sambut, mau nuntut apa lagi saya? Sungguh inilah perayaan yang teramat agung bagi orang Katolik yang mempercayainya.

        Sungguh, Bu Inggrid, bukan mau menunjukkan saya sudah paling hebat atau apalah, tapi cuma mau bilang bahwa Katolisitas telah sangat membantu saya selama ini.

        Salam,
        Lukas Cung

        [Dari Katolisitas: Tuhan memiliki banyak cara untuk membawa kita lebih dekat kepada-Nya. Bersyukurlah untuk pengalaman perjumpaan yang baru dengan Kristus, dan semoga pengalaman ini berguna tidak saja untuk Anda, tetapi juga keluarga, dan kerabat dan sahabat-sahabat Anda, yang melihat betapa Anda telah diubah dan diperbaharui oleh Kristus.]

      • Ibu Ingrid Ysh, apa yg sy smpaikan ini bukan utk kepentingan saya, tapi kepentingan jiwa banyak orang.

        Justru karna sy mencintai Ekaristi makanya sy menyampaikan ini. Bgmn umat akan mencintai Ekaristi jika mereka tidak mengetahui latar belakangnya? Latar belakang ydm semuanya jelas hanya tercantum dalam KITAB SUCI. ….. Kalau iman org ybs sudah 50-50 gimana mau percaya dgn Ekaristi lagi? Sy berbicara atas fakta banyaknya umat yg mjd atheis diam2 bahkan muallaf, korup, hedonis, tidak peduli kpd ssma dll.

        Katolik banyak orang baiknya, tapi banyak juga yg acuh tak acuh, karena apa? Krna mereka masih mengira2 (ragu2 dlm hati) Yesus itu Tuhan atau bukan, apa betul Alkitab sudah diacak2 isinya dlsb.. Banyak orang Katolik itu skrg mjd jahat pribadinya dan tidak mempedulikan sesama gara2 iman mereka setengah2 meyakini apakah Tuhan itu ada atau tidak. Itu semua gara2 siapa?

        Kalo org Baptis dewasa ikut Katekisasi itu bagus, pasti gak akan lupa materinya sampe mati. Tapi yg Katolik dari lahir itu bahaya semuanya, coba tanya 1 ayat saja ke dia, apa dia masih tau?

        Gereja Katolik sudah diberi kepercayaan tanggung jawab yg EKSKLUSIF dari TUHAN untuk memberitakan siapa Dia sbnrnya. Nah, jika SISTEM-nya salah dan DIBIARKAN apa pertanggungjawaban kita dihadapan TUHAN nanti? Semoga anda punya waktu nonton video/ mp3 dari Pdt. Stephen Tong/ Pdt. Erastus Sabdono dan bandingkan dgn kotbah imam2 kita.

        Menurut sy orang2 yg menunjuk orang lain, “kamu sudah berbuat apa utk Gereja? Kok kerjaannya mengkritik aja?” Justru adalah orang yg tidak “berbuat” apa2 utk PENGEMBANGAN Gereja. Sebaliknya merasa diri sudah “cukup” baik atau “taat” dengan bentuk FANATISME yg tidak pada tempatnya.

        Jujur saya melihat Gereja skrg sedang terjun bebas dan terjadi pembiaran dari orang2 yg diberi otoritas dari TUHAN!

        • Saudaraku Born2live yth,

          KWI melalui Komisi Liturgi sudah melakukan pertemuan membahas homili para imam, semoga ada perubahan. Memang tidaklah mudah, banyak faktor terutama ketrampilan para imam dalam komunikasi masih kurang. Menyampaikan Sabda Allah dengan baik dan menyapa umat, memberi harapan umat, mengobarkan iman umat dalam waktu tidak lebih dari 15 menit. Homili berbeda dengan kotbah, berbeda dengan ceramah. Dalam konteks Ekaristi, homili menjadi satu rangkaian tak terpisahkan dengan Liturgi Sabda. Jadi tidaklah leluasa berjam jam untuk berhomili. Saya selalu mencari tahu keluhan, persoalan, kebutuhan dari umat untuk menjadi konteks homili. Bagi saya Tuhan sungguh terasakan dalam sabda-Nya ketika imam menyampaikan homili, membawa harapan dan jawaban atas hidup umat saat itu. Semoga kritik anda menjadi pemicu kami untuk berbenah diri

          Salam
          Rm Wanta

          • Romo Wanta yang saya hormati,

            Pastilah banyak orang selain saya juga berpendapat bahwa Gereja Katolik sekarang “tidak” sedang terjun bebas dan terjadi pembiaran dari orang-orang yang diberi otoritas dari Tuhan.
            Khusus menyangkut homili dari para imam kita; Martin, seorang rekan kerja saya yang usianya jauh lebih muda daripada saya yang tahun ini sudah 39, secara mengejutkan ia berkata kepada saya, bahwa kalau didengarkan dengan penuh perhatian, homili Romo Suto sangat menarik (romo sepuh di Paroki St. Yakobus, Kelapa Gading, Jakarta). Saya yakin sekali, pastilah banyak umat kita yang sependapat dengan Martin, teman kerja saya yang usianya masih sangat muda ini. Di meja kerja Martin ada tulisan “The family that prays together, stays together”, yang ia ikuti sungguh-sungguh dengan selalu menghadiri Misa Kudus bersama kedua orang tuanya. Sayapun harus malu, karna pada usia seperti Martin, saya belum tentu seperti Martin yang bisa mendengarkan homili dengan penuh perhatian. Ya, benar, Romo, asalkan mau mendengarkan dengan penuh perhatian, pastilah terasa homili para imam kita banyak yang sangat menarik – jauh lebih banyak daripada yang dikira banyak orang selama ini. Mohon maaf jika ada hati yang tidak berkenan karna merasa telah saya tuduh tidak mendengarkan homili dengan penuh perhatian. Seperti yang Romo sampaikan bahwa homili berbeda dengan khotbah dan ceramah, maka berbeda pula cara kita menyimaknya. Jadi Romo, tanpa mengurangi rasa hormat saya, saya mau bilang bahwa homili yang kurang bagus atau apalah istilahnya memang masih banyak, namun homili bagus ternyata jauh lebih banyak daripada yang dikirakan – asalkan itu tadi; bersedia mendengarkan dengan penuh perhatian, pastilah banyak homili yang bisa kita bawa pulang.

            Mengikuti semangat Martin di atas, saya pun bertambah semangat menghadiri Misa Kudus bersama istri dan kedua putri saya yang masih kecil. Diam-diam rupanya kedua putri saya suka mengikuti tata gerak liturgis yang saya lakukan, umpamanya membungkuk saat mengucapkan “yang dikandung dari Roh Kudus”. Ya, mudah-mudahan Romo, apa yang kedua putri saya contoh dari saya merupakan salah satu hasil dari tanggung jawab saya mendidik mereka dengan ajaran iman Katolik, sebagaimana janji saya saat membawa mereka dibaptis sejak bayi. Baik suka atau tidak suka, urusan tidak langsung selesai seusai orang tua membawa anak-anaknya dibaptis sejak bayi.

            Dan oleh karena Gereja Katoliklah yang telah mengumpulkan kitab-kitab yang ada, mempelajarinya, menyeleksinya, dan menetapkannya sebagai kanon-kanon kitab suci, maka saya pun percaya dengan sungguh-sungguh bahwa Gereja Katoliklah yang paling mengerti isi kitab suci. Sangatlah lucu menurut saya jika ada yang masih percaya adanya pihak lain yang lebih mengerti isi kitab suci daripada Gereja Katolik – wong yang mengumpulkan, mempelajari, menyeleksi dan menetapkan kitab-kitab tersebut sebagai kanon kitab suci adalah Gereja Katolik, koq bisa pihak lain yang lebih mengerti isinya. Maka dari itu Romo, jangan suruh saya dengarkan khotbah dari pendeta yang paling terkenal sekalipun, karna bagi saya yang paling mengerti isi kitab suci adalah Gereja Katolik, maka andalan saya adalah homili para imam kita. Jadi, Romo, jangan didik imam-imam kita sekedar pandai berhomili, tapi didik agar tetap setia dengan imamatnya hingga akhir, saya kira itulah yang paling penting.

            Mohon maaf Romo untuk kalimat yang sudah kelewatan.

            Salam,
            Lukas Cung

    • Salam Born2live,
      Sejujurnya keprihatinan seperti yang saudara sampaikan sudah menjadi keprihatinan kita semua, termasuk pula yang menjadi perhatian Paus Fransiskus yang tertuang dalam Apostolic Exhortation – Evangelii Gaudium (EG), khususnya dalam Bab III tentang “Pewartaan Injil”. Adapun bila boleh saya terjemahkan secara bebas dari sumber aslinya (www.vatican.va) dalam paragraf 135 disampaikan demikian:

      135. Marilah kita sekarang memeriksa khotbah dalam liturgi, yang memerlukan perhatian serius dari para pastor. Saya akan merenungkan pada khususnya, dan bahkan agak dengan teliti, pada homili dan persiapannya, karena begitu banyak keprihatinan-keprihatinan telah dikemukakan tentang pelayanan yang penting ini dan kita tidak dapat hanya mengabaikannya. Homili adalah batu ujian untuk menilai kedekatan dan kemampuan seorang pastor untuk berkomunikasi dengan umat-nya. Kita tahu bahwa umat beriman menganggap hal itu sangat penting, dan bahwasanya baik mereka dan para pelayan tertahbis mereka kedua-duanya menderita/bertahan oleh karena homili-homili: kaum awam yang harus mendengarkannya dan kaum pastoral yang harus mewartakannya! Itu menyedihkan bahwa hal ini terjadi. Homili itu sesungguhnya dapat menjadi sebuah pengalaman yang intens dan bahagia yang berasal dari Roh itu, sebuah perjumpaan dengan firman Allah yang menghibur (consoling), sebuah sumber yang konstan untuk pembaharuan dan pertumbuhan.

      Kemudian mengenai konteks yang liturgis disinggung dalam paragraf 137 sebagai berikut:
      137. Adalah layak mengingatnya bahwa “pewartaan yang liturgis akan firman Allah, terutama dalam perayaan Ekaristi, tidak [tersedia] begitu banyak waktu untuk meditasi dan katekese sebagai sebuah dialog antara Allah dan umat-Nya, sebuah dialog yang di mana perbuatan-perbuatan besar akan keselamatan itu diwartakan dan tuntutan-tuntutan perjanjian itu terus menerus dinyatakan kembali”.[112] Homili itu memiliki makna khusus berhubung konteksnya yang ekaristik: ia melampaui segala bentuk katekese sebagai momen tertinggi dalam dialog antara Allah dan umat-Nya yang mengarah ke persekutuan sakramental. Homili mengambil sekali lagi dialog yang Tuhan telah bina dengan umat-Nya itu. Sang pengkhotbah harus mengetahui hati komunitasnya, dalam upaya untuk menyadari di mana dambaannya untuk Allah itu hidup dan bersemangat, sebagaimana juga di mana dialog, yang dulu pernah mengasihi, itu telah digagalkan dan sekarang tidak berbuah.

      Lalu lebih lanjut dalam paragraf 142 dijelaskan bahwa:
      142. Dialog jauh melebihi dari sekedar komunikasi tentang sebuah kebenaran. Itu timbul karena kegembiraan (enjoyment) berbicara dan itu memperkaya orang-orang yang mengungkapkan kasih mereka bagi satu sama lain melalui media kata-kata. Hal ini merupakan suatu pengayaan yang tidak terkandung dalam obyek-obyek melainkan dalam pribadi-pribadi yang mengambil bagian diri mereka sendiri dalam dialog. Sebuah khotbah yang akan menjadi secara murni moralistik atau doktriner, atau suatu yang berubah menjadi sebuah ceramah tentang penafsiran Alkitab, mengurangi komunikasi dari hati ke hati yang berlangsung dalam homili itu dan memiliki sebuah karakter yang semi-sakramental: “Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran timbul oleh firman Kristus” (Rm 10:17).

      Selanjutnya tentang durasi homili dijelaskan dalam paragraf 138:
      138. Homili tidak dapat menjadi sebuah bentuk hiburan (entertainment) seperti yang disajikan oleh media, namun demikian sungguh benar perlu memberikan hidup dan makna pada perayaan. Itu merupakan sebuah gaya yang khas, karena ini adalah khotbah yang di dalamnya terletak kerangka kerja dari sebuah perayaan yang liturgis; oleh karena itu harus singkat dan menghindari pengambilan kemiripan dari sebuah pidato atau sebuah ceramah. Seorang pengkhotbah mungkin dapat menarik perhatian dari para pendengarnya selama satu jam penuh, tetapi dalam kasus ini kata-katanya menjadi lebih penting daripada perayaan iman. Jika homili berlangsung terlalu lama, itu akan mempengaruhi dua elemen karakteristik dari perayaan yang liturgis itu: keseimbangannya dan ritmenya. Ketika khotbah terjadi di dalam konteks liturgi, itu merupakan bagian dari kurban persembahan kepada Bapa dan sebuah mediasi/perantaraan rahmat yang Kristus curahkan selama perayaan itu. Konteks ini menuntut bahwa khotbah seharusnya memandu perkumpulan orang itu, dan sang pengkotbah, kepada sebuah persekutuan yang mengubah hidup dengan Kristus dalam Ekaristi. Ini berarti bahwa kata-kata dari sang pengkhotbah harus diukur, sehingga Tuhan, melebihi daripada pelayan-Nya, akan menjadi pusat perhatiannya.

      Demikianlah yang dapat saya pahami. Semoga dapat sedikit membantu.

      Peace and Best Wishes
      Anastasia Rafaela

      [Dari Katolisitas: Terima kasih atas kutipan ini. Semoga ini dapat menjadi masukan bagi para imam, dan bagi kita umat awam, agar kita juga semakin memahami bahwa homili itu tidak sama dengan khotbah pengajaran umum, karena homili itu tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan satu bagian dari keseluruhan perayaan iman, yaitu perayaan Ekaristi.]

  2. Tentang visualisai Jalan Salib, saya pernah membuat semua perhentian itu ke dalam Slide powerpoint lalu ditayangkan. setiap perhentian diisi dengan cuplikan singkat dari film “The Passion of the Christ”. Apakah ini juga dapat diperkenankan? terimakasih.

    • Salam Donatus,

      Mengenai pertanyaan tentang liturgi Jumat Agung di mana bagian Liturgi Sabda (kisah sengsara) diganti dengan menonton film “The Passion of Christ”, Rm Bosco (dari Komisi Liturgi KWI) menyatakan “Menurut Sacrosanctum Concilium dan PUMR, liturgi juga menuntut penghayatan dengan “tata gerak” yang sepadan dengan inti iman yang dirayakan. Lagi pula, “mendengarkan” Sabda Allah adalah utama dalam liturgi sabda. Karena itu menonton film tidak sesuai dengan tuntutan tersebut. Begitu pula dengan devosi Jalan Salib, walaupun “hanya” namun doa-doa jalan salib pun bukan menonton film, karena sebenarnyalah yang pokok ialah penghayatan doa dalam tata gerak devosi jalan salib, karena ada aspek “mengiringi, mengikuti Yesus”, bukan menonton. Tak ada “doa devosi film the passion of the Christ”. Yang ada ialah doa devosi “Jalan Salib Yesus Kristus”.

      Salam,
      RD. Yohanes Dwi Harsanto

  3. Salam Michael,

    sebaiknya sebelum Injil dinyanyikan Alleluia dan Bait Pengantar Injil, lalu dibacakan Injil (dalam Perayaan Ekaristi Injil dibacakan oleh frater yang sudah ditahbiskan menjadi Diakon dan kalau tidak ada Diakon, Injil dibacakan oleh konselebran kalau ada dan kalau tak ada konselebran oleh imam pemimpin Ekaristi), sesudahnya prosesi drama dan drama sebagai bagian dari homili.

    Doa dan Gbu.
    Rm B.Boli Ujan, SVD

  4. Syalom

    Bagaimana jika tiba2 Romo Berhalangan hadir, dan tidak ada romo yang dapat menggantikannya. Apakah misa dibatalkan?

    terima kasih
    Berkah Dalem

    [Dari Katolisitas: Umumnya yang terjadi adalah diadakan Ibadat Sabda. Ibadat Sabda dapat dipimpin oleh awam, umumnya oleh awam yang sering membantu imam sebagai petugas liturgis, seperti para prodiakon]

    • Salam Jasen,

      yang pertama dilakukan adalah mencari romo yang paling dekat dan dalam waktu relatif singkat dapat mengganti romo yang tiba-tiba berhalangan. Kepada umat yang hadir perlu disampaikan masalahnya dan kemungkinan jalan keluarnya. Kalau tidak ada kemungkinan untuk mendapat romo pengganti, maka Misanya dibatalkan karena tak mungkin merayakan Ekaristi tanpa seorang imam/uskup. Bila hal itu terjadi pada hari Minggu atau hari raya, maka dapat dibuat Perayaan Sabda dipandu oleh awam yang sudah disiapkan dan dilatih untuk memandu perayaan tersebut dengan menggunakan buku Perayaan Sabda Hari Minggu Dan Hari Raya Tanpa Imam (buku Masa Khusus atau buku Masa Biasa) dikeluarkan oleh Konferensi Waligereja Indonesia, Penerbit OBOR, Mei dan Juni 2013. Perayaan Sabda itu dapat dilaksanakan dengan komuni (bila ada pelayan komuni tak lazim dan hosti kudus yang dibawa dari gereja terdekat yang merayakan Misa hari itu) atau tanpa komuni kalau tidak memungkinkan.

      Salam dan doa. Gbu.
      Rm B.Boli Ujan, SVD.

  5. Dear Katolisitas,

    Bagaimana kalau dalam homili itu terdapat tanya jawab antara Romo dan umat? Apakah masih diperbolehkan? Tanya jawab ini tidak banyak, mungkin hanya sekitar 10% dari waktu homili, sisanya hanya bagian dari Romo.

    Atau homili itu hanya berupa komunikasi 1 arah saja?

    Thanks

    • Salam Kevin,

      sangat mungkin dalam homili dibuat dialog antara pembawa homili dan umat, sejauh mengaktifkan umat/pendengar untuk lebih mengerti/menangkap isi dari homili. Yang penting dialognya tidak ngawur. Perlu kejelian pembawa homili untuk mengarahkan dan menyimpulkan dialog sehingga pesannya jelas dan mudah ditangkap oleh umat/pendengar.

      Salam dan doa. Gbu.
      Rm Boli.

  6. Salam Dalam Kasih Kristus

    Pd saat Misa malam natal lalu di paroki sy bacaan injilnya diganti dng drama? Apa itu jg tidak boleh?

    Trima kasi

    Berkah Dalem

    • Shalom Michael,

      Dikatakan di dalam Redemptoris Sacramentum 62 “Tidak juga diperkenankan meniadakan ataupun menggantikan bacaan-bacaan Kitab Suci yang sudah ditetapkan, atas inisiatif sendiri, apalagi “mengganti bacaan dan Mazmur Tanggapan yang berisi sabda Allah, dengan teks-teks lain yang bukan dari Kitab Suci”. Jadi, memang tidak seharusnya menggantikan bacaan dengan teks-teks lain maupun drama.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

      [Tambahan dari Rm Boli:
      Jika ingin permakluman Injil yang istimewa pada malam Natal (lain dari pada Misa biasa), Injil dapat dinyanyikan, dapat dinyanyikan oleh diakon atau imam, jika tak ada diakon.]

      • Salam dalam Kasih Kristus

        Trima kasi pak steff atas tanggapan dn pberitahuan nya,lalu apa sy hrus sgera m’beri tahu romo paroki sy ttg hal ini?
        Lalu bagaimana dng prosesi jalan salib pd saat jumat agung yg d ganti dengan visualisasi kisah sengsara Yesus,apa hal itu d perkenankan?

        trima kasi
        Berkah Dalem

        • Shalom Michael,
          Prosesi Jalan Salib adalah salah satu bentuk devosi. Devosi timbul dari umat, sebagai ungkapan kasih umat kepada Tuhan. Maka dari hakekatnya, devosi tidak sama dengan liturgi yang merupakan suatu karya bersama antara Kristus dan Gereja-Nya. Oleh karena itu, devosi sifatnya lebih fleksibel. Dalam hal ini, jika diinginkan dan dipandang dapat lebih membangun penghayatan umat, devosi doa Jalan Salib, dapat digantikan dengan visualisasi Kisah Sengsara Yesus, atau doa Jalan Salib tersebut, dengan perhentian-perhentiannya, divisualisasikan dalam bentuk drama.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Trima kasi jg untuk jawaban dari Rm Boli
        Rm, kalo bacaan 1-2 dibacakan oleh lektor yang kemudian dilanjutkan dengan prosesi drama, bacaan Injil tetap dibacakan biasa oleh seorang frater lalu dilanjut lagi dengan drama, apa hal ini diperbolehkan?

        Berkah Dalem

Comments are closed.