Sumber foto: http://opeast.org/2014/04/10/dominicans-interactive-world-youth-day/

(Sumber buku: ”Sahabat Sepeziarahan, Pedoman Karya Pastoral orang Muda Katolik Indonesia, penerbit Komisi Kepemudaan KWI, tahun 2014, hlm. 41-48)

Pengantar

Masih saja ada orang yang menyatakan bahwa orang dewasa dan Gereja Katolik tidak perlu memberikan pendampingan kepada Orang Muda Katolik (OMK). Mereka berpendapat bahwa cukuplah pembinaan menjadi tugas pokok orangtua dan sekolah. Tidak aneh bahwa karena anggapan itu, kalaupun ada program pendampingan, maka masih saja OMK dipandang sebelah mata.

Tulisan ini sepenuhnya saya ambil dari buku ”Sahabat Sepeziarahan, Pedoman Karya Pastoral Orang Muda Katolik Indonesia”, terbitan Komisi Kepemudaan KWI tahun 2014, khususnya halaman 41-48. Tujuan penulisan ini ialah untuk membuka sudut pandang agar makin luas akan dasar-dasar pendampingan OMK.

Sikap Allah terhadap Orang Muda

Allah secara istimewa menaruh orang muda di dalam hati-Nya. Dalam sejarah keselamatan, Allah memanggil orang muda sebagai rekan kerja. Di antara mereka ada Ishak (Kej 21:1-7; 22:1-18); Musa (Kel 3); Yosua (Ul 31:7-8), Samuel (1 Sam 3: 1-21), Daud (1 Sam 16:1-13, bab 17), Yosia, raja yang bertakhta pada usia delapan tahun yang membaharui hidup keagamaan (2Raj 22, 23), Yeremia (Yer 1: 4-10), Ruth, Yudith, Ester, dan tujuh pemuda sesaudara (2Mak 7:1-42). Kisah para tokoh muda itu berliku, dan titik balik mereka sehingga berpaling kepada kehendak Allah yang Mahakudus sangat penting dijadikan inspirasi. Bahkan dalam hidup mereka, kita dapat menjumpai Allah sebagai Pembina Orang Muda. Allah adalah Pencipta semua ciptaan yang muda. Allah memperhatikan perkembangan setiap ciptaan-Nya itu dan masa depan mereka. Puncak kerja sama antara Allah dan Orang Muda terjadi ketika Ia memilih Maria. Dalam suasana sosial, budaya dan keagamaan Israel kuno ketika para suami mendominasi istri-istri, dan ketika anak-anak tak punya hak sama sekali, Allah memilih Maria, perempuan muda menjadi ibu bagi Putera-Nya yang menjelma menjadi manusia yakni Yesus. Setelah itu jelaslah bahwa pandangan Allah terhadap orang muda menjadi nyata dalam Yesus. Sang Emanuel ini membuat karya-Nya sebagai pembina orang muda sangat nyata karena Dia sendiri selalu muda dan memilih orang-orang muda pula sebagai murid-murid-Nya. Ia sendiri memperlihatkan masa muda sebagai tahap-tahap hidup yang sangat berharga.

Pada usia dua belas tahun, Ia telah mengherankan para cerdik pandai di bait Allah oleh karena kebijaksanaan-Nya. Injil mencatat bahwa ”Yesus bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya, dan makin dikasihi Allah dan manusia” (Luk 2:52). Yesus juga memperlihatkan betapa pentingnya pembinaan orang muda. Ia adalah contoh sebenarnya dari Pastoral Orang Muda itu. Ia memperlihatkan perhatian yang istimewa pada orang muda. Orang muda dan anak-anak dekat di hati Tuhan. Kaum miskin dan terlemah merupakan sasaran istimewa perhatian ilahi. (bdk. Mrk 10:13-16). Pernyataan-Nya yang mengherankan dan keras mengenai orang yang menyesatkan anak-anak (lih. Mrk 9:42) menyingkapkan kebenaran akan mutlak perlunya pendidikan, pembinaan, dan pendampingan orang muda oleh orang yang lebih dewasa.

Dalam beberapa peristiwa dalam hidup publik-Nya, Yesus secara kuat menggambarkan kasih-Nya pada orang muda. Ia mempercayai potensi orang muda. Seleksi-Nya atas beberapa orang muda untuk menjadi pemimpin bagi Gereja-Nya memperlihatkan kepercayaan-Nya akan potensi orang muda itu. Ia mengakui pentingnya peran serta dan sumbangsih dari orang muda betapapun kecilnya dan menjadikannya bermakna bagi banyak orang (lih. Yoh 6: 1-13).

Nasihat-Nya pada orang muda yang kaya (lih. Mat 19:16-22) dan penyembuhan-Nya pada remaja puteri Yairus (lih. Luk 8:40-42, 49-56) memperlihatkan perhatian istimewa-Nya pada orang muda. Ia bersyukur kepada Allah Bapa karena menyembunyikan pewahyuan-Nya dari kaum cerdik pandai namun memberikan-Nya pada orang kecil (lih. Luk 10: 21, Alkitab English Standard Version dan New International Version menyebutkan sebagai “little children”, King James Version menyebutnya sebagai ”babies”, bayi-bayi). Kesimpulannya, pandangan Allah mengenai orang muda ialah bahwa orang muda pantas dikasihi tanpa syarat.

Sikap Gereja Katolik terhadap Orang Muda

Gereja melalui Konsili Vatikan II menyatakan pandangan terhadap orang muda sebagai berikut:

”Kaum muda merupakan kekuatan yang amat penting dalam masyarakat zaman sekarang. Situasi hidup, sikap-sikap batin serta hubungan-hubungan mereka dengan keluarga mereka sendiri telah amat banyak berubah. Seringkali mereka terlalu cepat beralih kepada kondisi sosial ekonomis yang baru. Dari hari ke hari peran mereka di bidang sosial dan juga politik semakin penting. Padahal agaknya mereka kurang mampu menanggung beban-beban baru dengan baik.Bertambah pentingnya peran mereka dalam masyarakat itu menuntut dari mereka kegiatan merasul yang sepadan. Sifat-sifat alamiah mereka pun memang sesuai untuk menjalankan kegiatan itu. Sementara kesadaran akan kepribadian mereka bertambah masak, terdorong oleh gairah hidup dan semangat kerja yang meluap, mereka sanggup memikul tanggung jawab sendiri, dan ingin memainkan peran mereka dalam kehidupan sosial dan budaya. Bila gairah itu diresapi oleh semangat Kristus dan dijiwai oleh sikap patuh dan cinta kasih terhadap para Gembala Gereja, boleh diharapkan akan menghasilkan buah yang melimpah. Mereka sendiri harus menjadi rasul-rasul pertama dan langsung bagi kaum muda, dengan menjalankan sendiri kerasulan di kalangan mereka, sambil mengindahkan lingkungan sosial kediaman mereka. Hendaknya kaum dewasa dalam suasana persahabatan berusaha menjalin dialog dengan kaum muda, sehingga dengan mengatasi jarak umur mungkinlah kedua pihak saling mengenal, dan saling bertukar kekayaan masing-masing. Hendaknya kaum dewasa terutama dengan teladan, dan bila ada kesempatan dengan nasihat yang bijaksana serta bantuan yang tepat guna, mendorong kaum muda untuk merasul. Di pihak lain hendaknya kaum muda memupuk sikap hormat dan kepercayaan terhadap kaum dewasa. Dan meskipun secara alamiah mereka cenderung ke arah hal-hal baru, hendaknya mereka menghargai tradisi-tradisi yang terpuji sebagaimana seharusnya” (Apostolicam Actuositatem 12).

Pesan-pesan para paus terhadap orang muda, khususnya sejak Paus St. Yohanes Paulus II dan jumlah perjumpaan dan pembinaan OMK oleh Gereja menampilkan kenyataan bahwa Gereja tidak melihat orang muda hanya sebagai sekelompok orang dari sebuah tahapan usia tertentu. Kepemudaan itu sendiri merupakan sikap memandang kehidupan ke masa depan. Kepemudaan berciri kekritisan dan selalu mempertanyakan banyak hal, keberanian yang bersemangat tinggi walau penuh risiko. Mereka memiliki komitmen radikal, dan kemampuan kreatif untuk memberikan tanggapan baru terhadap perubahan dunia. Berbeda dari sebagian masyarakat yang melihat orang muda hanya sebagai orang dalam suatu periode persiapan masa depan dengan peran yang tidak terlalu signifikan, Gereja memandang orang muda dalam kekinian dan lebih positif.

Keinginan terkuat orang muda adalah kebebasan. Mereka ingin bebas dari semua tatanan yang membelenggu. Mereka adalah tanda suka-cita dan kebahagiaan. Mereka menuntut orisinalitas dan kesederhanaan, serta memberontak dan menolak masyarakat yang penuh dengan kemunafikan. Dinamika ini membuat mereka mampu memperbarui budaya lama yang buruk. Dinamika orang muda merupakan suatu proses kreatif yang memperbaharui budaya. Orang muda memiliki potensi kreatif yang luar biasa. Kita bahkan harus yakin bahwa orang-orang muda bukan hanya menjadi “Gereja hari esok” namun juga merupakan “Gereja saat ini”. Gereja melihat orang muda sebagai kekuatan besar untuk pembaharuan, sedangkan pembaharuan merupakan hakikat dari Gereja itu sendiri. Pelayanan pastoral untuk orang muda harus dilakukan dengan kerendahan hati, yaitu menggantikan sikap ketidakpercayaan dan apatisme terhadap orang muda dengan sikap kepercayaan dan pengharapan.

Keberpihakan pada Orang Muda

Khusus bagi OMK sebagai bagian Gereja, bergaung di seluruh dunia Katolik, perhatian istimewa Paus dan Para Uskup termasuk negara kita sendiri. Para Uskup Indonesia menyetujui “Indonesian Youth Day” dan aneka pekan OMK di keuskupan dengan dilandasi pengertian bahwa OMK merupakan kekuatan pendorong pada masa sekarang maupun masa datang bagi Gereja dan masyarakat Indonesia. Keberpihakan bagi orang muda tidak hanya sekadar pilihan strategis kepada mayoritas demografis namun karena Gereja mengakui kasih Allah bagi OMK. Dalam perwujudannya, ada dua keyakinan penting yang berfungsi sebagai syarat utama. Pertama, Gereja harus benar-benar percaya bahwa Allah, sebelum untuk orang lain, menginginkan setiap orang muda Katolik untuk tetap berada dalam Gereja-Nya. Kedua, Gereja harus yakin bahwa, dengan kebaikan dan kelemahan orang muda Katolik, Allah memutuskan untuk selalu menawarkan Gereja bagi mereka supaya mereka “hidup sepenuhnya” dan agar mereka dapat melakukan evangelisasi.

Paus St. Yohanes Paulus II mengatakan, ”Dalam Kristus dan ajaran-Nya, kalian akan menemukan ‘jalan dan kebenaran dan hidup’. Dalam Dia, kalian akan menemukan jawaban atas semua pertanyaan mendasar. Dunia dan Gereja membutuhkan orang muda yang tahu bahwa keindahan hidup terdapat dalam berbagi bersama orang lain, dan dalam berbuat baik kepada orang lain. Biarkan terang Kristus menerangi hati nurani kalian untuk mengetahui tentang kebenaran sejati, tentang kejahatan dosa dan segala sesuatu yang menodai cinta sejati”.
Akhirnya, dalam sebuah pernyataan yang luar biasa, “Paus Orang Muda”, St. Yohanes Paulus II meyakinkan kaum muda bahwa “tak satupun dari orang muda dianggap orang asing dalam Gereja … Dalam Gereja ada tempat untuk semua orang,” bahkan jika mereka memberikan kritik-kritik maka kritik mereka tetap merupakan kritik yang konstruktif. St. Yohanes Paulus II mengajak orang muda untuk mencintai Gereja, menerima keterbatasannya, dan berpartisipasi aktif dalam misinya (Bapa Suci Yohanes Paulus II “Surat kepada Kaum Muda, untuk perutusan bagi seluruh kota dalam persiapan Yubileum Agung Tahun 2000”).

Kesimpulan: Gereja Katolik Berpihak pada OMK

Tuhan menyambut setiap orang, terlebih orang muda. Demikian juga yang harus dilakukan oleh Gereja Katolik. Pilihan keberpihakan pada orang muda pada gilirannya membangkitkan dan menginspirasi Gereja. Keberpihakan ini membangkitkan dan menjiwai para penanggungjawab pastoral OMK agar mendampingi pertumbuhan OMK dengan kerelaan dan cinta yang besar, yaitu dalam semangat dan solidaritas Allah sendiri.

(RD. Yohanes Dwi Harsanto, menjabat sekretaris eksekutif Komisi Kepemudaan KWI sejak Januari 2008 sampai Januari 2015)