Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu dipahami terlebih dahulu beberapa prinsipnya, yaitu:

1. Pembaptisan yang sah memberikan Roh Kudus

Semua orang yang dibaptis secara sah, “dilahirkan kembali oleh air dan Roh Kudus” (lih. Yoh 3:5), sehingga dengan demikian menerima Roh Kudus yang memungkinkan ia masuk dalam Kerajaan Allah.

KGK 1215    Sakramen ini [Pembaptisan] juga dinamakan “permandian kelahiran kembali dan pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus” (Tit 3:5), karena menandakan dan melaksanakan kelahiran dari air dan dari Roh, yang dibutuhkan setiap orang untuk “dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Yoh 3: 5).

KGK 1213    Pembaptisan suci adalah dasar seluruh kehidupan Kristen, pintu masuk menuju kehidupan dalam Roh [vitae spiritualis ianua] dan menuju Sakramen-sakramen yang lain. Oleh Pembaptisan kita dibebaskan dari dosa dan dilahirkan kembali sebagai putera-puteri Allah; kita menjadi anggota-anggota Kristus, dimasukkan ke dalam Gereja dan ikut serta dalam perutusannya (Bdk. Konsili Firense: DS 1314; KHK, Kann. 204 §1; 849; CCEO, can. 675 §1). “Pembaptisan adalah Sakramen kelahiran kembali oleh air dalam Sabda” (Catech. R. 2,2,5).

2. Pembaptisan yang sah diberikan oleh Gereja Katolik, dan dapat pula oleh gereja-gereja non Katolik, sepanjang ketentuan dipenuhi.

Baptisan ini dapat diberikan oleh Gereja Katolik atau gereja non-Katolik, asalkan itu dilakukan sesuai dengan maksud Gereja, dan dengan materia dan forma yang sah, yaitu dengan air dan dengan rumusan Baptisan:. “… di dalam nama Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus”.

KGK 1256    Biasanya pelayan Pembaptisan adalah Uskup dan imam dan, dalam Gereja Latin, juga diaken (Bdk. KHK, Kan. 861 §1; CCEO, Kan. 677 §1). Dalam keadaan darurat setiap orang, malahan juga seorang yang belum dibaptis, dapat menerimakan Pembaptisan, asal saja ia mempunyai niat yang diperlukan: Ia harus bersedia melakukan, apa yang dilakukan Gereja, waktu Pembaptisan, dan memakai rumusan Pembaptisan yang trinitaris. Gereja melihat alasan untuk kemungkinan ini dalam kehendak keselamatan Allah yang mencakup semua orang (Bdk. 1 Tim 2:4) dan perlunya Pembaptisan (Bdk. DS 1315; 646; KHK, Kan. 861 §2) demi keselamatan (Bdk. Mrk 16:16).

KGK 1284    Dalam keadaan darurat setiap orang dapat membaptis, sejauh ia mempunyai niat untuk melakukan apa yang dilakukan Gereja, dan menuangkan air di atas kepala orang yang dibaptis dan berkata: “Aku membaptis engkau atas nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus”.

3. Terdapat 3 jenis/cara Baptisan disampaikan

Terdapat 3 jenis/ cara Baptisan yang diakui oleh Gereja Katolik yang kesemuanya bersumber pada wafat dan kebangkitan Kristus: 1) Baptisan air, yaitu Pembaptisan yang umum dilakukan; 2) Baptisan darah, yang terjadi pada para martir yang membela iman; 3) Baptisan keinginan, yang terjadi pada para katekumen dan mereka yang dengan tulus mencari Allah namun yang bukan karena kesalahannya sendiri, tidak sampai mengenal Kristus dan Gereja-Nya. Tentang Baptisan darah dan baptisan keinginan, Katekismus mengajarkan:

KGK 1258    Gereja sudah sejak dahulu yakin bahwa orang-orang yang mengalami kematian karena iman, tanpa sebelumnya menerima Pembaptisan, telah dibaptis untuk dan bersama Kristus oleh kematiannya. Pembaptisan darah ini demikian pula kerinduan akan Pembaptisan menghasilkan buah-buah Pembaptisan walaupun tidak merupakan Sakramen.

KGK 1259    Bagi para katekumen yang mati sebelum Pembaptisan, kerinduan yang jelas untuk menerima Pembaptisan, penyesalan atas dosa-dosanya, dan cinta kasih sudah menjamin keselamatan yang tidak dapat mereka terima melalui Sakramen itu.

KGK 1260    “Sebab karena Kristus telah wafat bagi semua orang, dan panggilan terakhir manusia benar-benar hanya satu, yakni bersifat ilahi, kita harus berpegang teguh, bahwa Roh Kudus membuka kemungkinan bagi semua orang, untuk bergabung dengan cara yang diketahui oleh Allah dengan misteri Paska itu” ((GS 22) Bdk. LG 16; AG 7). Setiap manusia yang tidak mengenal Injil Kristus dan Gereja-Nya, tetapi mencari kebenaran dan melakukan kehendak Allah sesuai dengan pemahamannya akan hal itu, dapat diselamatkan. Orang dapat mengandaikan bahwa orang-orang semacam itu memang menginginkan Pembaptisan, seandainya mereka sadar akan peranannya demi keselamatan.

4. Walaupun Allah mengikatkan rahmat keselamatan pada sakramen, namun Allah tidak terikat pada sakramen-sakramen.

Walaupun Gereja Katolik mengajarkan Pembaptisan perlu untuk keselamatan, dan mengikatkan rahmat keselamatan pada Pembaptisan, namun Allah sendiri tidak terikat pada Sakramen-sakramen-Nya. Artinya, Allah tetap dapat berkarya di luar batas-batas sakramen- sakramen-Nya.

Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:

KGK 1257    Tuhan sendiri mengatakan bahwa Pembaptisan itu perlu untuk keselamatan (Bdk. Yoh 3:5). Karena itu, Ia memberi perintah kepada para murid-Nya, untuk mewartakan Injil dan membaptis semua bangsa (Bdk. Mat 28:19-20; DS 1618; LG 14; AG 5). Pembaptisan itu perlu untuk keselamatan orang-orang, kepada siapa Injil telah diwartakan dan yang mempunyai kemungkinan untuk memohon Sakramen ini (Bdk. Mrk 16:16). Gereja tidak mengenal sarana lain dari Pembaptisan, untuk menjamin langkah masuk ke dalam kebahagiaan abadi. Karena itu, dengan rela hati ia mematuhi perintah yang diterimanya dari Tuhan, supaya membantu semua orang yang dapat dibaptis, untuk memperoleh “kelahiran kembali dari air dan Roh“. Tuhan telah mengikatkan keselamatan pada Sakramen Pembaptisan, tetapi Ia sendiri tidak terikat pada Sakramen-sakramen-Nya.

5. Kuasa menguduskan diberikan Kristus kepada para Rasul.

Dengan memberikan Roh Kudus-Nya kepada para Rasul, Yesus memberikan kuasa kepada para Rasul untuk menguduskan. Kuasa yang sama diberikan kepada para penerus Rasul melalui jalur apostolik.

KGK 1087    Ketika Kristus yang bangkit memberikan Roh Kudus kepada para Rasul, Ia mempercayakan wewenang pengudusan-Nya kepada mereka (Bdk. Yoh 20:21-23) para Rasul menjadi tanda sakramental Kristus. Berkat kekuatan Roh Kudus yang sama, mereka menyerahkan wewenang pengudusan itu kepada pengganti-penggantinya. “Suksesi apostolik” ini membentuk seluruh kehidupan liturgi Gereja. Suksesi itu bersifat sakramental dan dilanjutkan melalui Sakramen Tahbisan.

6. Rahmat adalah karunia Roh Kudus yang menguduskan, namun keadaan rahmat itu dapat hilang karena dosa berat (mortal sin).

Dosa berat tersebut menghilangkan rahmat, karena dosa tersebut menghilangkan kasih. Dalam keadaan berdosa berat, manusia ‘kehilangan’ Roh Kudus, bukan karena Roh Kudus meninggalkannya, tetapi karena manusia itu sendiri meninggalkan Roh Kudus [Dalam keadaan ini, jika ia wafat dalam keadaan tidak bertobat, ia akan kehilangan rahmat keselamatan yang diperolehnya melalui Baptisan]. Keadaan rahmat diperoleh kembali melalui sakramen Pengakuan Dosa. Proses pengudusan umat beriman ini, melibatkan para rasul dan para penerus mereka yaitu para uskup dan imam, oleh rahmat tahbisan.

Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:

KGK 2003    Rahmat adalah pertama-tama anugerah Roh Kudus yang membenarkan dan menguduskan kita. Tetapi di dalam rahmat termasuk juga anugerah-anugerah yang Roh berikan kepada kita, untuk membuat kita mengambil bagian dalam karya-Nya serta menyanggupkan kita untuk berkarya demi keselamatan orang lain dan pertumbuhan Tubuh Kristus, yaitu Gereja. Termasuk di dalamnya rahmat-rahmat sakramental, artinya anugerah-anugerah khusus dalam Sakramen yang berbeda-beda. Termasuk juga di dalamnya rahmat-rahmat khusus, yang dinamakan karisma, sesuai dengan ungkapan Yunani yang dipergunakan oleh santo Paulus, yang berarti kemurahan hati, anugerah bebas, dan perbuatan baik (Bdk. LG 12). Ada berbagai macam karisma, sering kali juga yang luar biasa seperti anugerah mukjizat atau anugerah bahasa. Semuanya itu diarahkan kepada rahmat pengudusan dan bertujuan pada kesejahteraan umum Gereja. Karisma itu harus mengabdi kasih, yang membangun Gereja (Bdk. 1 Kor 12).

KGK 1855    Dosa berat merusakkan kasih di dalam hati manusia oleh satu pelanggaran berat melawan hukum Allah. Di dalamnya manusia memalingkan diri dari Allah, tujuan akhir dan kebahagiaannya dan menggantikannya dengan sesuatu yang lebih rendah.

 KGK 1861    Dosa berat, sama seperti kasih, adalah satu kemungkinan radikal yang dapat dipilih manusia dalam kebebasan penuh. Ia mengakibatkan kehilangan kebajikan ilahi, kasih, dan rahmat pengudusan, artinya status rahmat. Kalau ia tidak diperbaiki lagi melalui penyesalan dan pengampunan ilahi, ia mengakibatkan pengucilan dari Kerajaan Kristus dan menyebabkan kematian abadi di dalam neraka karena kebebasan kita mempunyai kekuasaan untuk menjatuhkan keputusan yang definitif dan tidak dapat ditarik kembali. Tetapi meskipun kita dapat menilai bahwa satu perbuatan dari dirinya sendiri merupakan pelanggaran berat, namun kita harus menyerahkan penilaian mengenai manusia kepada keadilan dan kerahiman Allah.

KGK 1856    Karena dosa berat merusakkan prinsip hidup di dalam kita, yaitu kasih, maka ia membutuhkan satu usaha baru dari kerahiman Allah dan suatu pertobatan hati yang secara normal diperoleh dalam Sakramen Pengakuan.

KGK 1087    Ketika Kristus yang bangkit memberikan Roh Kudus kepada para Rasul, Ia mempercayakan wewenang pengudusan-Nya kepada mereka (Bdk. Yoh 20:21-23) para Rasul menjadi tanda sakramental Kristus. Berkat kekuatan Roh Kudus yang sama, mereka menyerahkan wewenang pengudusan itu kepada pengganti-penggantinya. “Suksesi apostolik” ini membentuk seluruh kehidupan liturgi Gereja. Suksesi itu bersifat sakramental dan dilanjutkan melalui Sakramen Tahbisan.

7. Hubungan dengan saudara-saudari Kristen non-Katolik.

Berdasarkan prinsip bahwa Gereja Katolik mengakui adanya satu Roh dan satu Baptisan (Ef 4:4) yang bersumber pada wafat dan kebangkitan Kristus, maka Gereja Katolik mengakui adanya hubungan persaudaraan dengan saudara-saudari Kristen non Katolik:

KGK 1271    Pembaptisan membentuk dasar persekutuan semua orang Kristen, juga dengan mereka yang belum sepenuhnya berada dalam persekutuan dengan Gereja Katolik. “Sebab mereka itu, yang beriman akan Kristus dan dibaptis dengan sah, berada dalam suatu persekutuan dengan Gereja Katolik, sungguhpun tidak secara sempurna. Sungguhpun begitu, karena mereka dalam baptis dibenarkan berdasarkan iman, mereka disatu-ragakan dalam Kristus. Oleh karena itu mereka memang dengan tepat menyandang nama Kristen, dan tepat pula oleh putera-puteri Gereja Katolik diakui selaku saudara-saudari dalam Tuhan” (UR 3). “Baptis merupakan ikatan sakramental kesatuan antara semua orang yang dilahirkan kembali karenanya” (UR 22).

Tentang kesatuan ini, Konsili Vatikan II mengatakan:

“Dalam satu dan satu-satunya Gereja Allah itu sejak awal mula telah timbul berbagai perpecahan, yang oleh Rasul dikecam dengan tajam sebagai hal yang layak di hukum. Dalam abad-abad sesudahnya timbullah pertentangan-pertentangan yang lebih luas lingkupnya, dan jemaat-jemaat yang cukup besar terpisahkan dari persekutuan sepenuhnya dengan Gereja Katolik, yang seringnya karena kesalahan orang- orang di kedua belah pihak. Tetapi mereka, yang sekarang lahir dan di besarkan dalam iman akan Kristus di jemaat-jemaat itu, tidak dapat dipersalahkan dan dianggap berdosa karena memisahkan diri. Gereja Katolik merangkul mereka dengan sikap bersaudara penuh hormat dan cinta kasih. Sebab mereka itu, yang beriman akan Kristus dan dibaptis secara sah, berada dalam suatu persekutuan dengan Gereja Katolik, meskipun persekutuan ini tidak sempurna. Perbedaan- perbedaan yang ada dalam derajat yang berbeda di antara mereka dan Gereja Katolik-  baik perihal ajaran dan ada kalanya juga dalam tata-tertib, maupun mengenai tata-susunan Gereja, memang menciptakan banyak hambatan, kadang menjadi hambatan yang serius, terhadap persekutuan gerejawi yang penuh. Gerakan ekumenis bertujuan mengatasi hambatan-hambatan itu. Sungguhpun begitu, karena mereka dalam Baptis dibenarkan berdasarkan iman, mereka disaturagakan dalam Kristus. Oleh karena itu mereka memang dengan tepat menyandang nama Kristen, dan tepat pula oleh putera-puteri Gereja Katolik diakui selaku saudara-saudari dalam Tuhan.

“Oleh karena itu Gereja-Gereja dan Jemaat-Jemaat yang terpisah, walaupun menurut pandangan kita diwarnai oleh kekurangan-kekurangan, sama sekali bukannya tidak berarti atau bernilai dalam misteri keselamatan. Sebab Roh Kristus tidak menolak untuk menggunakan mereka sebagai upaya-upaya keselamatan, yang kekuatannya bersumber pada kepenuhan rahmat serta kebenaran sendiri, yang dipercayakan kepada Gereja Katolik.

Akan tetapi saudara-saudari yang tercerai dari kita, baik secara perorangan maupun sebagai Jemaat dan Gereja, tidak menikmati kesatuan, yang oleh Yesus Kristus hendak dikurniakan kepada mereka semua, yang telah dilahirkan-Nya kembali dan dihidupkan-Nya untuk menjadi satu tubuh, bagi kehidupan yang serba baru, menurut kesaksian Kitab suci dan tradisi Gereja yang terhormat. Sebab hanya melalui Gereja Kristus yang katoliklah, yang adalah “sarana umum untuk keselamatan”, dapat dicapai seluruh kepenuhan sarana penyelamatan. Sebab kita percaya, bahwa hanya kepada Dewan Para Rasul yang diketuai oleh Petruslah Tuhan telah mempercayakan segala harta Perjanjian Baru, untuk membentuk satu Tubuh Kristus di dunia. Dalam tubuh itu harus disaturagakan sepenuhnya siapa saja, yang dengan suatu cara telah termasuk umat Allah, Selama berziarah di dunia, umat itu, meskipun dalam para anggotanya tetap tidak terluputkan dari dosa, berkembang dalam Kristus, dan secara halus dibimbing oleh Allah, menurut rencana-Nya yang penuh rahasia, sampai akhirnya penuh kegembiraan meraih seluruh kepenuhan kemuliaan kekal di kota Yerusalem sorgawi.” (Konsili Vatikan II, Unitatis Redintegratio 3)

Maka, walaupun Allah tetap dapat mengikutsertakan gereja-gereja non-Katolik dalam misteri keselamatan-Nya, namun kepenuhan rahmat misteri keselamatan Allah diperoleh di dalam Gereja Katolik. Maka kesatuan penuh dengan Gereja Katolik diperlukan, agar seseorang memperoleh kepenuhan sarana yang menghantar kepada keselamatan. Paus Pius XII menjelaskan tentang hal ini demikian:

103. As you know, Venerable Brethren, from the very beginning of Our Pontificate, We have committed to the protection and guidance of heaven those who do not belong to the visible Body of the Catholic Church, solemnly declaring that after the example of the Good Shepherd We desire nothing more ardently than that they may have life and have it more abundantly.[194] Imploring the prayers of the whole Church We wish to repeat this solemn declaration in this Encyclical Letter in which We have proclaimed the praises of the “great and glorious Body of Christ”[195] and from a heart overflowing with love We ask each and every one of them to correspond to the interior movements of grace, and to seek to withdraw from that state in which they cannot be sure of their salvation. For even though by an unconscious desire and longing they have a certain relationship with the Mystical Body of the Redeemer, they still remain deprived of those many heavenly gifts and helps which can only be enjoyed in the Catholic Church. Therefore may they enter into Catholic unity and, joined with Us in the one, organic Body of Jesus Christ, may they together with us run on to the one Head in the Society of glorious love. Persevering in prayer to the Spirit of love and truth, We wait for them with open and outstretched arms to come not to a stranger’s house, but to their own, their father’s home.” (Mystici Corporis, 103)

Terjemahannya:

“103. Sebagaimana kamu ketahui, Saudara-saudara yang terhormat, sejak awal masa Pontifikat kami, Kami telah berkomitmen untuk menjaga dan membimbing ke Surga mereka yang tidak menjadi anggota Tubuh yang kelihatan dari Gereja Katolik, dengan menyatakan dengan agung bahwa menurut teladan Sang Gembala yang Baik [Kristus], Kami dengan sungguh menghendaki tiada lain kecuali bahwa mereka dapat memperoleh hidup dan memperolehnya dalam kelimpahan. Memohon doa dari seluruh Gereja, Kami hendak mengulangi deklarasi agung ini di dalam surat ensiklik ini, di mana Kami menyatakan pujian akan “Tubuh Kristus yang agung dan mulia”, dan dari hati yang melimpah dengan kasih, Kami meminta kepada setiap orang dari mereka untuk menanggapi gerakan rahmat di dalam hati dan menarik diri dari keadaan di mana mereka tidak dapat menjadi yakin akan keselamatan mereka. Sebab meskipun oleh kehendak dan kerinduan yang tak disadari, mereka mempunyai hubungan tertentu dengan Tubuh Mistik Sang penebus, mereka tetap menarik diri dari banyaknya karunia surgawi dan pertolongan yang hanya dapat diterima di dalam Gereja Katolik. Oleh karena itu, semoga mereka dapat masuk dalam kesatuan Katolik dan bergabung dengan Kami di dalam Tubuh Yesus Kristus yang satu dan organik, semoga mereka bersama dengan kita berlari kepada satu Kepala di dalam Persekutuan kasih yang mulia. Bertekun dalam doa kepada Roh kasih dan kebenaran, Kami menantikan mereka dengan tangan yang terbuka dan terbentang, untuk dapat datang, tidak sebagai rumah yang asing, tetapi sebagai rumah mereka sendiri, rumah Bapa mereka.” (Mystici Corporis, 103).

8. Kesimpulan:

Roh Kudus diberikan Allah kepada umat manusia seturut kehendak-Nya, namun cara yang diketahui Gereja adalah melalui Pembaptisan. Pembaptisan yang dikenal dalam Gereja Katolik disampaikan melalui sakramen Baptis (dengan air), Baptisan darah dan Baptisan keinginan. Semua orang yang telah dibaptis secara sah (walaupun baptisan itu diberikan tidak di Gereja Katolik), telah menerima Roh Kudus. Namun diperlukan kondisi rahmat untuk menjaga rahmat Baptisan tersebut, sebab jika seseorang melakukan dosa berat, ia dapat kehilangan rahmat tersebut dan terpisah dari Allah. Untuk mengembalikannya, diperlukan rahmat Allah yang diterima melalui sakramen Pengakuan Dosa, dan untuk menerima rahmat pengampunan ini diperlukan imam yang mempunyai jalur apostolik. Itulah sebabnya walaupun saudara-saudari kita yang Kristen non- Katolik dapat menerima Roh Kudus, mereka tetap kekurangan dalam hal rahmat yang dapat diberikan Allah untuk kembali ke dalam keadaan rahmat, jika mereka terjatuh di dalam dosa berat. Walaupun Tuhan dapat bekerja di luar sakramen, tetapi kita mengetahui bahwa Allah telah mempercayakan kepenuhan sarana untuk memberikan karunia-karunia keselamatan-Nya dalam Gereja Katolik, terutama melalui sakramen-sakramen, yang telah diinstitusikan oleh Kristus sendiri. Oleh karena itu, jika kita ingin tetap tinggal di dalam keadaan rahmat karunia Roh Kudus yang menghantar kita kepada keselamatan kekal, kita perlu untuk tetap tinggal dalam kesatuan dengan Gereja Katolik, sebagai Gereja satu-satunya yang didirikan oleh Kristus.

2 COMMENTS

  1. Katolisitas Yth:
    Mohon dijelaskan pertanyaan berikut, dan apakah ini benar ajaran Katolik.

    1. Betulkah Roh Kudus hanya bisa dimiliki oleh orang katolik saja?

    2. Ada pernyataan yang mengatakan; menurut pengajaran Katolik, Roh Kudus hanya bisa diberikan oleh PAUS dan Imam2 Tahbisannya saja.Mohon penjelasan!

    3. Dengan pertanyaan diatas, apakah orang selain katolik tidak punya Roh Kudus?

    Demikian pertanyaan saya, atas jawaban dan bantuannya diucapkan banyak terima kasih. Tuhan memberkati.

    • Shalom Lukas,

      Silakan membaca prinsipnya apakah Roh Kudus dapat diberikan kepada orang-orang yang non Katolik, klik di sini.

      Atas dasar prinsip tersebut, izinkan saya menanggapi pertanyaan-pertanyaan Anda:

      1. Betulkah Roh Kudus hanya bisa dimiliki oleh orang Katolik saja?

      Tidak. Roh Kudus diberikan oleh Allah kepada semua orang yang dibaptis secara sah. Kepada orang yang tidak/ belum menerima sakramen Pembaptisan, Roh Kudus tetap dapat bekerja di dalam diri mereka untuk menghantar mereka kepada keselamatan, sebab ada di antara mereka yang bahkan belum sempat dibaptis namun telah wafat demi iman (ini dikatakan mereka menerima Baptisan darah); para katekumen yang telah wafat ataupun mereka yang mencari dan menaati Tuhan dengan segenap hati, namun yang bukan karena kesalahan sendiri tidak sampai mengenal Kristus dan Gereja-Nya (ini dikatakan sebagai Baptisan keinginan).

      2. Roh Kudus hanya bisa diberikan oleh Paus dan Imam-imam tahbisannya saja?

      Atas dasar yang dijabarkan dalam artikel di atas, maka Roh Kudus dapat dikaruniakan Allah kepada seseorang melalui berbagai cara, namun cara yang jelas ditentukan oleh Tuhan adalah melalui sakramen-sakramen Gereja, yang diberikan kepada umat melalui para imam yang mempunyai jalur apostolik, sehingga dengan demikian mereka meneruskan kuasa yang diberikan oleh Kristus kepada para rasul. Rahmat Allah yang diberikan oleh sakramen-sakramen ini ada yang memberi meterai di jiwa, seperti Baptisan, Penguatan dan Tahbisan. Khusus untuk Penguatan dan Tahbisan, rahmat sakramental tersebut hanya dapat diberikan oleh pelayan yang berwewenang untuk itu, yaitu Tahbisan oleh Uskup, dan Penguatan oleh Uskup atau imam yang diberi kuasa oleh Uskup.

      3. Apakah orang selain Katolik tidak punya Roh Kudus? 

      Semua orang yang sudah dibaptis secara sah, dapat memperoleh Roh Kudus, hanya saja apakah mereka dapat terus bertahan dalam kondisi rahmat sampai akhir hidupnya, itulah yang memang menjadi pertanyaan. Orang-orang Katolik dapat menerima sakramen Pengampunan Dosa dan Ekaristi untuk mengembalikan kepada kondisi rahmat, sedangkan mereka yang tidak Katolik, tidak menerima kelengkapan sarana yang menyalurkan karunia-karunia sakramental Roh Kudus sebagaimana yang dapat diterima oleh umat Katolik- untuk menghantarkan mereka kepada keselamatan kekal.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

Comments are closed.