Dewasa ini ada sejumlah orang beranggapan bahwa perikop Rom 9:6-29 dapat dijadikan dasar paham bahwa Allah sejak awal mula telah menentukan sejumlah orang ke Surga dan sejumlah lainnya ke neraka (double predesination). Benarkah? Penjelasan dari buku tafsir Kitab Suci menurut ajaran iman Katolik, tidak mengartikan perikop tersebut demikian.
Berikut ini adalah penjelasan yang kami sarikan dari A Catholic Commentary on Holy Scripture, gen.ed. Dom Orchard, OSB, tentang ayat-ayat tersebut:
Perikop tersebut merupakan bagian dari ketiga bab dalam surat Rasul Paulus (Rom 9 s/d 11) yang menjelaskan keterpisahan antara bangsa Israel dari Gereja Tuhan. Dalam ketiga bab ini, Rasul Paulus menjabarkan bagaimana Injil tidak dapat meyakinkan bangsa Israel. Bagaimana Injil yang menjadi penggenapan sejati akan janji-janji Mesianis, dengan ajaran intinya yang menyatakan bahwa Yesus dari Nazaret, bahkan ditolak oleh bangsa Israel sendiri yang kepadanya Allah telah menjanjikan Mesias. Dengan mengacu kepada jawaban Rasul Paulus, haruslah dilihat bahwa ia membahas tentang tidak masuknya Israel secara keseluruhan [sebagai bangsa] dari keselamatan Sang Mesias dan hal itu terjadi di sini dan saat ini, yaitu di Gereja di dunia. Maka akan menjadi kesalahpahaman yang besar untuk berpikir bahwa topik yang dibicarakan adalah tidak masuknya bangsa Israel ke Surga di Pengadilan Terakhir, karena penghakiman itu tidak bersifat kolektif melainkan perorangan [penghakiman itu tidak mengadili Israel secara kolektif sebagai bangsa, namun mengadili setiap orang secara individu].
Rm 6:29 menjabarkan penjelasan dasar tentang kesetiaan dan keadilan Allah dalam hal tidak masuknya bangsa Israel di saat itu dalam Keselamatan Injil.
Rasul Paulus menanggapi keberatan-keberatan yang diajukan oleh kaum Israel yang mengatakan bahwa Injil telah keliru, sebab menurut mereka Allah telah menjanjikan kepada bangsa Israel, berkat-berkat Mesianis. Jika Allah tidak memasukkan bangsa Israel, maka mereka menganggap bahwa Allah tidak menggenapi janji-Nya, dan ini tidak mungkin. Karena itu orang-orang Israel itu menganggap bahwa Mesias belum datang, dan apa yang ada dalam Injil umat Kristen dianggap salah, sehingga menurut mereka, mereka berhak untuk menolaknya
Terhadap argumen ini, Rasul Paulus mengatakan dalam perikop di atas, sebagai berikut:
1. Allah berhak menentukan siapa umat pilihan-Nya yang sejati
Ay. 6-13 menjabarkan penjelasan tentang kesetiaan Allah yang mendukung hal tidak masuknya bangsa Israel pada saat itu dalam Keselamatan Injil. Di sini disampaikan tanggapan terhadap keberatan kaum Israel tentang kebenaran Injil, sebab jika Injil itu benar, maka menurut mereka, Allah telah mengingkari janji-Nya terhadap bangsa Israel. Menanggapi hal ini, Rasul Paulus mengatakan bahwa karena janji Mesianis telah diberikan kepada bangsa Israel, maka penggenapannya juga datang kepada Israel. Namun demikian ada kesalahan dalam rumusan keberatan tersebut. Kesalahannya ada pada definisi umum tentang bangsa Israel, yang dipahami sebagai suku keturunan Abraham. Rasul Paulus menolak definisi ini. Sebab janji-janji Tuhan tidak diberikan kepada semua keturunan Abraham. Baik Ismail maupun Esau adalah keturunan Abraham, namun keduanya tidak menerima berkat-berkat dari Abraham bapa mereka, juga dari Ishak. Sebagaimana yang terjadi pada anak-anak Abraham dan Ishak, demikianlah yang terjadi pada sejarah Umat Pilihan Allah. Tuhanlah yang berhak memilih Israel/bangsa pilihan-Nya yang sejati [jadi tidak otomatis atas dasar keturunan jasmani dari Abraham saja]. Aku mengasihi Yakub tetapi membenci Esau… (Rm 9:13; Mal 1:2-3)
2. Allah bertindak dengan bebas untuk menentukan pilihan-Nya
Menurut Rasul Paulus, dalam kasus Esau dan Yakub terlihat bahwa Allah bertindak dengan bebas memilih siapa-siapa yang dikehendaki-Nya untuk menjadi anggota bangsa Israel pilihan-Nya. Menurut Kej 25:23, Yakub dipilih dan Esau ditolak ketika mereka belum lahir. Kalau pemilihan dan penolakan ini terjadi di kemudian hari setelah mereka hidup, maka perbuatan moral dapat dikatakan sebagai sesuatu yang mengakibatkan perbedaan ini. Namun bahwa pemilihan terjadi sebelumnya, maka pesan yang ingin disampaikan Kitab Suci adalah, kebebasan Tuhan untuk memilih, yang tidak tergantung dari keturunan Abraham maupun dari perbuatan-perbuatan manusia (lih. ay. 10-12).
3. Kesimpulan dari ajaran Paulus
Maka kesimpulan dari ajaran Rasul Paulus adalah: tentang Israel yang kepada mereka janji-janji Mesianis diberikan, kita harus membedakan antara bangsa Israel yang adalah keturunan Abraham hanya dari garis keturunan fisik dan bangsa Israel oleh karena pilihan istimewa Allah, seperti Ishak dan Yakub. Hanya yang terakhir inilah Israel yang sejati. Dengan demikian, tidak masuknya mayoritas bangsa Israel dari Kristianitas tidaklah menjadikan Injil bertentangan dengan janji-janji Allah yang tak pernah berubah, yang telah dijanjikan dalam Perjanjian Lama.
Interpretasi yang keliru dari ayat Rom 9:6-13
Argumen Rasul Paulus dalam Rom 9:6-13 telah sering salah dikutip sebagai bukti alkitabiah yang mendukung double predestination, atau preditinasi absolut dalam artian takdir kekal setiap orang telah ditentukan oleh dekrit Allah. Terhadap kesimpulan yang keliru ini, harus diingat:
1. Dua teks Kitab Suci yang dikutip dalam Rom 9:13 tidak berkaitan dengan keselamatan kekal dari Esau dan Yakub, namun hanya berkaitan dengan kehidupan mereka di dunia [Esau tidak memperoleh berkat ayahnya, sedang Yakub memperolehnya]. Dan juga Paulus mendiskusikan di sini pemilihan sehubungan dengan janji-janji Mesianis kepada Israel, namun bukan pemilihan untuk masuk Surga atau neraka.
2. Ekspresi “Aku membenci” di ayat 13 tidak untuk dianggap sebagai sesuatu yang perlu ditekankan, sebab istilah itu adalah bagian dari kutipan. Lagipula, ketika dikontraskan dengan “aku mengasihi” itu merupakan peribahasa (‘idiom‘) Yahudi, yang jika diterjemahkan adalah “Aku mengasihi lebih sedikit” (“I have loved less“), atau Aku tidak memilih, lih. Kej 29:30-dst, Luk 14:26; Ul 21: 15-17; Hak 14:16; Ams 14:20.
Selain kesalahan interpretasi sebagaimana disebutkan di atas, ada pula kesalahan lain yang menganggap bahwa ay. 10-12 adalah dasar bagi tidak adanya kaitan antara predestinasi dari perbuatan-perbuatan, sebab Esau telah ditolak sebelum ia dapat melakukan apapun untuk menolak Allah. Beberapa ahli Kitab Suci berusaha menjelaskan hal ini dengan mengatakan bahwa Allah telah mengetahui lebih dulu akan dosa-dosa maupun kebajikan-kebajikan Yakub maupun Esau. Pembedaan antara predestinasi sebelum dan sesudah perbuatan baik dilakukan, memang benar dan berguna untuk memahami hal ini, namun apakah hal ini sudah ada di pikiran Rasul Paulus ketika menuliskan Rom 9:10-12, itulah yang tidak dapat dipastikan. Maka nampaknya lebih sederhana dan lebih setia kepada teks, jika kita mengesampingkan spekulasi teologis dalam ayat-ayat Rom 9:6-13 tentang predestinasi ke Surga atau neraka, sebab hal itu ada di luar jangkauan argumen yang diutarakan oleh Rasul Paulus. Sebab di sana Paulus sedang mempersoalkan klaim Israel tentang janji-janji Mesianis sebagai sebuah bangsa; dan Paulus tidak menarik diskusi ini keluar dari batas-batas ini. Tidak termasuknya (Ismail dan) Esau dari janji-janji Mesianis, membuktikan bahwa klaim-klaim tersebut keliru dan inilah yang ingin dibuktikan oleh Rasul Paulus. Rasul Paulus tidak bermaksud membuktikan apakah Esau tidak dapat memperoleh keselamatan jiwanya karena ia tidak termasuk dalam Bangsa Pilihan Allah.
Ay. 14-29 adalah tentang penjelasan tentang keadilan Allah yang mendukung tidak masuknya bangsa Israel pada saat itu dalam Keselamatan Injil.
Keberatan di paragraf ini adalah berdasarkan dari tanggapan Paulus terhadap paragraf yang sebelumnya. Jika Kristianitas menganggap bahwa rahmat adalah satu-satunya keadaan yang terpenting bagi orang-orang terpilih, yaitu Gereja, maka keadilan yang dahsyat akan menjadi milik mereka yang berada di luar Gereja. Ajaran ini mengarah kepada ‘divine favouritism‘ yang bertentangan dengan keadilan Tuhan.
Kita selayaknya menerima bahwa Allah Mahabesar dan Mahakuasa dan karena itu bertindak sesuai dengan kebesaran dan kuasa-Nya, dan sebagai manusia kita tidak dapat menentang kebijaksanaan-Nya (lih Rm 9:19-21). Allah pasti memiliki alasan tersendiri, mengapa Ia memanggil untuk menjadi bagian dari umat pilihan-Nya, orang-orang yang bukan Yahudi, yaitu dari banga-bangsa lain (lih. Rm 9:22-26), dan hanya sejumlah orang Israel -disebut sisa Israel- yang akan masuk dalam keselamatan yang ditawarkan dalam Injil.
Selanjutnya, Paulus menjabarkan bahwa tidak masuknya bangsa Israel saat itu dari keselamatan yang datang dari Sang Mesias disebabkan karena kesalahan mereka sendiri (lih. Rom 9:30- 10:21). Artinya, jika bangsa Israel saat itu ada di luar Gereja, itu bukan karena kesalahan Allah, tetapi karena kesalahan bangsa Israel itu sendiri.