Pertanyaan serupa pernah dijawab oleh St. Thomas Aquinas, tentang apakah malaikat diciptakan dalam beatitude, yaitu keadaan melihat Tuhan dengan sempurna (beatific vision). St. Thomas menjawab: tidak. Kita sering membayangkan kondisi ‘melihat’ ini, karena menghubungkannya dengan kondisi kita manusia yang perlu untuk melihat dengan mata, sebelum kita dapat mengetahui sesuatu. Namun para malaikat itu adalah ciptaan Tuhan yang berada di atas kita, karena mereka adalah mahluk yang murni rohani, tidak terbatas oleh tubuh dan organ penglihatan untuk mengetahui sesuatu. Para malaikat itu diciptakan dengan pengetahuan tentang Allah, sehingga cukup bagi mereka untuk memutuskan akankah memilih untuk taat kepada Tuhan atau tidak.

Demikian saya terjemahkan dari tulisan St. Thomas Aquinas, Summa Theology, Part II, q.62, a.1: (seperti biasa, St. Thomas menuliskan dahulu keberatan- keberatan tentang topik yang dibicarakan, dan baru kemudian menjelaskan jawabannya)

Artikel 1. Apakah para malaikat diciptakan dalam kondisi melihat Allah dengan sempurna (beatitude)?

Keberatan 1. Kelihatannya para malaikat diciptakan dalam kondisi melihat Allah (beatitude). Sebab dikatakan ((De Eccl. Dogm. xxix) bahwa “para malaikat yang terus berada dalam kondisi beatitude di mana di dalamnya mereka diciptakan, tidak dari kodratnya mempunyai kesempurnaan yang mereka miliki. Karena itu para malaikat diciptakan di dalam beatitude.

Keberatan 2. Selanjutnya kodrat malaikat lebih sempurna daripada ciptaan yang bertubuh (corporeal). Tetapi ciptaan yang bertubuh, sesaat setelah penciptaannya dibuat dengan sempurna dan lengkap… seperti dikatakan oleh St. Agustinus (Gen. ad lit, i, 15). Oleh karena itu, Tuhan tidak menciptakan kodrat malaikat dengan tidak sempurna dan tidak lengkap. Sebab pembentukan dan kesempurnaan diperoleh dari kondisi melihat Tuhan… Karena itu, malaikat diciptakan dalam kondisi beatitude.

Keberatan 3. Selanjutnya menurut St. Agustinus (Gen ad lit. IV, 34; v,5), semua ciptaan diciptakan dalam enam hari, diciptakan bersama- sama pada saat yang sama; sehingga seluruh enam hari pasti terjadi segera sejak saat permulaan penciptaan dunia. Tetapi menurut penjelasannya, di dalam enam hari tersebut, “pagi hari” adalah pengetahuan para malaikat, yang olehnya mereka mengetahui Sang Sabda dan segala sesuatu di dalam Sang Sabda. Oleh karena itu, segera setelah penciptaan mereka, mereka mengetahui Sang Sabda, dan segala sesuatu di dalamNya. Tetapi kebahagiaan para malaikat tercapai melalui melihat Sang Sabda. Karenanya, para malaikat berada dalam kondisi beatitude (melihat Allah) sejak dari awal mula penciptaan mereka.

Sebaliknya, untuk didirikan atau diteguhkan di dalam kebaikan adalah sesuatu yang dihasilkan oleh kodrat beatitude. Tetapi para malaikat tidak diteguhkan di dalam kebaikan sesaat setelah mereka diciptakan; kejatuhan beberapa dari mereka [ke dalam dosa menolak Allah] menunjukkan tentang ini. Oleh karena itu, para malaikat tidak diciptakan dalam kondisi melihat Allah dengan sempurna (beatitude) pada saat mereka diciptakan.

Saya menjawab bahwa, Dengan istilah beatitude maksudnya adalah puncak kesempurnaan dari rasio atau dari kodrat intelektual; dan karenannya, hal itu adalah sesuatu yang diinginkan secara kodrati, sebab setiap ciptaan secara kodrati menginginkan puncak kesempurnaan. Sekarang, terdapat dua sisi dalam sebuah puncak kesempurnaan rasio atau kodrat intelektual. Yang pertama adalah yang dapat diperoleh melalui kekuatan kodrati dari diri sendiri; dan ini disebut sebagai beatitude atau kebahagiaan. Oleh karena itu Aristotle (Ethic. x) mengatakan bahwa puncak kebahagiaan manusia terletak pada kontemplasi yang paling sempurna, di mana di dalam hidup ini seseorang dapat memandang obyek yang dimengerti dengan sempurna; dan obyek itu adalah Allah. Di atas kebahagiaan ini masih ada sesuatu yang lain, yang kita nantikan di masa yang akan datang, di mana “kita melihat Tuhan sebagaimana adanya Dia”. Ini adalah sesuatu yang di atas kodrat setiap mahluk rasional (lih, q.12,a.4).

Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa mengenai kebahagiaan yang pertama ini, di mana malaikat dapat memperolehnya dengan kekuatan kodratinya, ia diciptakan dalam keadaan terberkati. Sebab malaikat tidak memperoleh kebahagiaan melalui rangkaian tindakan, seperti yang dilakukan manusia, tetapi seperti yang telah dibahas di atas, (58,3,4) kebahagiaan tersebut telah dimiliki sesaat setelah diciptakan, sesuai dengan kodrat martabatnya. Tetapi sejak dari penciptaannya, para malaikat tidak mempunyai puncak kebahagiaan yang hanya dapat dicapai di luar kekuatan kodratinya; sebab kebahagiaan sedemikian (beatitude/ beatific vision) tidak menjadi bagian dari kodrat mereka tetapi sebagai tujuan akhirnya; dan akibatnya, mereka tidak memilikinya segera dari saat awal mula mereka diciptakan.

Jawaban terhadap keberatan 1. Beatitude/ kebahagiaan di sini diartikan adalah sebagai kesempurnaan kodrat yang dimiliki oleh malaikat di dalam tingkat kemurnian (state of innocence).

Jawaban terhadap keberatan 2. Mahluk yang bertubuh (corporeal) segera pada awal penciptaan tidak dapat mempunyai kesempurnaan yang [baru dapat] dicapainya melalui proses operasi/ perbuatan; akibatnya, menurut St. Agustinus (Gen. ad. lit. v, 4,23; viii, 3), kemampuan tanah untuk menumbuhkan tanaman tidak segera ada di antara karya penciptaan yang pertama, di mana kekuatan bumi [pertama- tama] hanyalah kekuatan untuk menumbuhkan biji. Dengan cara yang sama malaikat pada saat awal mula penciptaannya mempunyai kesempurnaan kodratnya, tetapi tidak mempunyai kesempurnaan yang [baru dapat] dicapainya setelah proses operasi/ tindakan.

Jawaban terhadap keberatan 3. Malaikat mempunyai dua sisi pengetahuan akan Sang Sabda; pertama adalah secara kodrati dan kedua adalah menurut kemuliaan. Malaikat mempunyai sebuah pengetahuan kodrati yang olehnya ia mengetahui Sang Sabda melalui persamaan/ kemiripan cahaya dengan kodratnya; dan ia mempunyai pengetahuan menurut kemuliaan di mana ia mengetahui Sang Sabda melalui hakekat Tuhan sendiri. Dengan kedua pengetahuan ini malaikat mengetahui segala sesuatu di dalam Sang Sabda; yaitu, tidak dengan sempurna oleh pengetahuan kodratinya, dan dengan sempurna oleh pengetahuan menurut kemuliaan. Oleh karena itu, jenis pengetahuan yang pertama telah ada pada saat penciptaannya; namun jenis yang kedua tidak; [jenis yang kedua ini tercapai] hanya ketika para malaikat menjadi terberkati oleh karena memilih yang Baik. Dan inilah yang disebut sebagai pengetahuan pagi (morning knowledge) bagi mereka.

Jadi kesimpulannya, para malaikat itu diciptakan dengan kondisi rahmat, yang membuat mereka dapat mempunyai pengetahuan akan Allah. Pengetahuan ini tidak diperoleh dari langkah- langkah penelitian/ pembelajaran seperti halnya pada manusia, karena pada malaikat, mereka menerima pengetahuan tersebut berbarengan dengan penciptaan mereka. Kemudian sesaat setelah mereka diciptakan, mereka mengalami semacam pengadilan malaikat (seperti halnya manusia diadili setelah wafatnya) untuk memilih antara menaati Allah atau menolak-Nya. Bagi malaikat, pengadilan ini bukan berkaitan dengan hal percaya atau tidak percaya kepada Allah (karena mereka telah memiliki pengetahuan akan Allah), namun apakah mereka mau taat kepada Allah atau tidak. Sebagian dari para malaikat ini, dipimpin oleh Lucifer, memilih untuk menolak Allah, sehingga memisahkan diri dari Allah; sedangkan sisanya dipimpin oleh Mikael, memilih untuk menaati Allah. Para malaikat yang taat ini kemudian diberi karunia oleh Tuhan untuk melihat Allah dalam keadaan-Nya yang sebenarnya (beatitude/ beatific vision). Karunia inipun akan diberikan kepada manusia yang ditentukan Allah untuk bersatu dengan-Nya di surga.

13 COMMENTS

  1. Salam Katolisitas..
    Sayang mau tanya, surga itu kudus kenapa bisa ada kejatuhan malaikat dan sifat2 buruk? Lalu kalau setan itu dulunya adalah malaikat, apakah wujud setan baik seperti sebelumnya atau buruk seperti yang sering dideskripsikan?

    Terima kasih

    [Dari Katolisitas: Pada saat diciptakan, malaikat tidak diciptakan dalam keadaan beatitude (hakekat kebahagiaan Surga yang sebenarnya, yang adalah memandang Allah sebagaimana Dia adanya). Para malaikat tidak mempunyai puncak kebahagiaan yang hanya dapat dicapai di luar kekuatan kodratinya; sebab kebahagiaan sedemikian (beatitude/ beatific vision) tidak menjadi bagian dari kodrat mereka tetapi sebagai tujuan akhirnya; dan akibatnya, mereka tidak memilikinya segera dari saat awal mula mereka diciptakan. Silakan membaca penjelasan St. Thomas Aquinas selanjutnya dalam artikel di atas, silakan klik]

  2. Shalom team Katolisitas yg t’kasih…

    Saya ingin b’tanya perihal pemberontakan malaikat d syurga yg m’bawa kepada kejatuhan sebahagian daripadanya. Apakah peristiwa yg m’bawa kepada pemberontakan @ penolakan tersebut?

    Misalnya dlm agama Islam, malaikat2 tersebut memberontak kerana enggan sujud kepada Adam, menurut perintah Allah. Kalu dalam Kristian pula bagaimana?

    Mohon p’cerahan..?
    Thanx in advance.
    God Bless…

    [Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel berikut ini, silakan klik]

  3. Tobit 12:15 “Aku ini Rafael,satu dari ketujuh malaikat yang melayani di hadapan Tuhan yang mulia” ; pertanyaan saya selain Rafael, Michael, dan Gabriel…siapa lagi yang 4 ??

    Terima kasih

    [Dari Katolisitas: Silakan membaca jawaban ini, silakan klik.]

  4. Tim katolisitas, saya ingin bertanya :
    1. Mengapa malaikat dinyatakan sebagai Santo (orang kudus)? Tidak malaikat saja? Dan mengapa gelar kekudusannya adalah “Santo” (yang menandakan sifat kemaskulinan, padahal tentu tak berjenis kelamin)?
    2. Mengapa nabi dalam perjanjian lama (dan sebagian dalam perjanjian baru yang juga mengalami kepenuhan misteri Paska Kristus) tidak diangkat oleh gereja sebagai Santo/Santa, padahal mereka bisa disebut orang kudus dan mengalami kepenuhan misteri Paska Kristus (untuk nabi dalam perjanjian baru)?
    Terimakasih …

    • Shalom Yustina,

      1. Mengapa malaikat disebut sebagai Santo?

      Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:

      KGK 948    Ungkapan “persekutuan para kudus” dengan demikian mempunyai dua arti, yang berhubungan erat satu dengan yang lain: “Persekutuan dalam hal-hal kudus”/ in holy things [sancta] dan “persekutuan antara orang-orang kudus”/ among holy persons [sancti]…..

      Nah, para malaikat, sebagai mahluk rohani ciptaan Allah yang tidak bertubuh, juga adalah “holy persons“/ pribadi yang kudus. Maka mereka juga disebut sebagai Saint (pribadi yang kudus). Para malaikat itu adalah roh dan tidak mempunyai tubuh, dan karena itu tidak mempunyai jenis kelamin seperti manusia, namun mereka disebut sebagai Santo -dihubungkan dengan karakter maskulin- karena tugas yang dipercayakan Allah kepada mereka adalah untuk melindungi manusia (lih. Kel 23:20; Tob, 5:17; Luk 4:10). Melindungi dianggap sebagai tindakan yang sifatnya maskulin, sebagaimana umumnya dilakukan oleh para bapa di dalam keluarga. Namun pemahaman ini tidak mutlak/ mengikat, sehingga dalam penentuan nama baptis, seorang perempuan yang ingin mengambil nama baptis dari malaikat Mikael, dapat mengambil bentuk feminin dari nama tersebut, menjadi Mikaela atau Michelle.

      2. Apakah nabi dalam Perjanjian Lama juga adalah Santo?

      Mereka-pun adalah para orang kudus, yang disebut dalam Kitab Suci Perjanjian Lama sebagai orang-orang benar, yang kepadanya Allah berkenan, seperti kepada Abraham, Musa, Henokh, Elia, dst. Namun secara khusus Katekismus menyebutkan istilah Santa/o sebagai sebutan bagi para anggota Kristus yang terhubung dengan Kristus Sang Kepala, dan bahwa mereka menerima rahmat pengudusan dari sakramen-sakramen, terutama Ekaristi, sehingga jika ditinjau dari pengertian ini, maka orang-orang yang disebut Santo/a adalah para orang kudus yang hidup setelah zaman Yesus.

      KGK 947    “Karena semua kaum beriman membentuk satu Tubuh saja, maka harta milik dari yang satu disampaikan kepada yang lain… Dengan demikian orang harus percaya… bahwa di dalam Gereja ada pemilikan bersama… Yang paling utama dari semua anggota Gereja adalah Kristus, karena Ia adalah Kepala… Jadi milik Kristus dibagi-bagikan kepada semua anggota, dan pembagian ini terjadi oleh Sakramen-Sakramen Gereja” (Tomas Aqu., symb. 10). “Kesatuan Roh, yang olehnya [Gereja] dibimbing, mengakibatkan bahwa apa yang telah ia terima, menjadi milik bersama semua orang” (Catech. R. 1, 10,24).

      KGK 960    Gereja adalah “persekutuan para kudus “. Ungkapan ini berarti pada tempat pertama persekutuan pada “hal-hal kudus ” [sancta], terutama Ekaristi, yang olehnya “kesatuan para beriman, yang membentuk satu Tubuh dalam Kristus, dilambangkan dan diwujudkan ” (LG 3).

      3. Mengapa tidak semua orang kudus dinyatakan sebagai Santo/a oleh Gereja?

      Para nabi dan orang-orang kudus yang tidak dinyatakan sebagai Santo/a itu tetap adalah orang kudus yang menjadi anggota Gereja yang telah berjaya di Surga. Bahwa ada sejumlah orang kudus yang dinyatakan sebagai Santo/a, adalah karena Gereja mengakui teladan iman mereka -yang mencapai tingkat heroic/ ksatria, dan dengan demikian, menyerupai teladan Kristus- dan juga Gereja mengakui kekuatan doa syafaat mereka bagi umat beriman, secara khusus dalam sejarah perkembangan Gereja. Katekismus mengajarkan:

      KGK 828    Kalau Gereja menggelari kudus orang-orang beriman tertentu, artinya mengumumkan dengan resmi bahwa mereka telah menjalankan kebajikan-kebajikan dengan ksatria dan telah hidup dengan setia kepada rahmat Allah, Gereja mengakui kekuasaan Roh kekudusan yang ada di dalamnya. Ia memperkuat harapan umat beriman, karena ia memberi orang kudus kepada mereka sebagai contoh dan perantara (Bdk. LG 40;48-51). “Dalam situasi sejarah Gereja yang paling sulit, selalu terdapat orang-orang kudus pada awal pembaharuan” (CL 16,3). “Sumber rahasia dan ukuran yang tidak dapat salah dari kekuatan misioner Gereja adalah kekudusannya” (CL 17,3). 1173, 2045 829 “Namun sementara dalam diri Santa Perawan Maria Gereja telah mencapai kesempurnaannya yang tanpa cacat atau kerut, kaum beriman kristiani sedang berusaha mengalahkan dosa dan mengembangkan kesuciannya. Maka mereka mengangkat pandangannya ke arah Maria” (LG 65); di dalam dia Gereja sudah kudus sepenuhnya.

      Demikianlah, maka terdapat persyaratan yang harus dipenuhi dalam proses kanonisasi (klik di sini), agar teladan iman dan kuasa doa syafaat mereka dapat dinyatakan. Namun demikian, bukan berarti bahwa hanya para Santo/a yang telah dikanonisasi- saja yang ada di surga. Sebab dikatakan dalam Kitab Suci bahwa para kudus di surga itu tidak terhitung jumlahnya (lih. Why 7:9), meskipun mereka tidak dinyatakan sebagai Santo/a oleh Gereja. Para orang kudus itu, bersama para malaikat, memuji Tuhan dan mempersembahkan doa-doa mereka kepada Allah. Maka di sinilah kita melihat adanya persekutuan para kudus, di mana semua anggota Tubuh Kristus disatukan di dalam Dia. Kesatuan seluruh Gereja dengan Kristus Sang Kepala ini, kita rayakan setiap kali merayakan perayaan Ekaristi. Di dalam Kristuslah, semua anggota mempunyai perannya sendiri-sendiri, yang semuanya saling melengkapi (lih. 1 Kor 12); dan jika ada satu anggota dihormati maka anggota lainnya turut bersuka cita (lih. 1 Kor 12:26).

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  5. pengasuh katolisitas,,,,
    saya mau bertanya,apakah ada dokumen gereja yang secara khusus berbicara tentang keberadaan malaikat selain hasil konsili Lateran IV dan Vatikan I?

    • Shalom Milan,
      Anda dapat membaca katekeses dari Paus Yohanes Paulus II yang diberikan pada audiensi umum, tanggal 9 Juli – 20 Agustus 1986 di sini – silakan klik. Silakan juga melihat Katekismus Gereja Katolik no: 328-336. Dan sebagai referensi lebih lanjut, anda dapat membaca St. Thomas Aquinas, Summa Theology, I, q.50 – q.64. Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  6. Syallom.
    Saya mau menanyakan tentang gambar Yesus, apakah kalo kita melihat atau menggambar wajah Yesus,sama artinya bahwa yang kita gambar adalah Tuhan?
    Kalo iya apa ya bisa ya Tuhan itu digambarkan….hal ini yang sering ditanyakan dari teman Muslim..sebenarnya jawaban yang sebenarnya bagaimana mohon tanggapan

    [dari katolisitas: anda dapat melihat jawaban ini – silakan klik]

  7. Saya mau bertanya,, apakah semua malaikat pernah bertemu dengan Allah? Atau ada malaikat yang tidak pernah bertemu alias hanya percaya saja?
    Thanks b4, RBV

    [Dari Katolisitas: Pertanyaan ini telah dijawab di atas, silakan klik]

    • Salam damai sejahtera

      Pengasuh Katolisitas

      Anda menulis sbb :
      Selanjutnya menurut St. Agustinus (Gen ad lit. IV, 34; v,5), semua ciptaan diciptakan dalam enam hari, diciptakan bersama- sama pada saat yang sama; sehingga seluruh enam hari pasti terjadi segera sejak saat permulaan penciptaan dunia.

      Alkitab tidak pernah menulis bahwa Malaikat diciptakan dalam “masa enam hari” tsb, jadi kesimpulan St Agustinus tsb diambil dari mana ?

      terima kasih
      Salam
      Mac

      • Shalom Machmud,

        Memang Kitab Suci tidak mengatakan secara eksplisit bahwa para malaikat diciptakan dalam masa enam hari, namun Kitab Suci juga tidak mengatakan bahwa para malaikat diciptakan di luar masa enam hari tersebut. Maka St. Agustinus mengajarkan, bahwa para malaikat diciptakan dalam masa enam hari, karena ayat- ayat lain dalam Kitab Suci mendukung pengertian ini. Berikut ini adalah keterangannya:

        Dalam bukunya, The City of God, buku ke XI, bab 7 dan 9 dikatakan demikian:

        “Kita melihat, memang bahwa hari- hari kita tidak mempunyai sore tanpa tenggelamnya matahari, atau tidak ada pagi hari tanpa terbitnya matahari; tetapi tiga hari pertama penciptaan berlalu tanpa matahari, sebab dikatakan matahari baru diciptakan pada hari ke- empat. Dan pertama kali, sesungguhnya, terang dijadikan oleh Firman Tuhan, dan Tuhan, seperti yang kita baca, memisahkannya dari gelap, dan menamai terang sebagai Siang dan gelap sebagai Malam; tetapi seperti apa terang itu, dan dengan gerakan periodik seperti apa ia menjadikan sore dan pagi; itu melampaui jangkauan pengetahuan kita; tidaklah dapat kita memahami bagaimana persisnya; namun demikian kita harus percaya tanpa ragu/ segan. Sebab entah itu adalah terang secara material, apakah itu keluar dari bagian atas dunia yang jauh dari pandangan kita, atau dari tempat di mana matahari kemudian dijadikan; atau di bawah terang dari kota kudus yang ditentukan, yang terdiri dari para malaikat yang kudus… yang dikatakan oleh Rasul [Paulus], “Yerusalem sorgawi adalah perempuan yang merdeka, dan ialah ibu kita.” (Gal 4:26) atau, “…karena kamu semua adalah anak-anak terang dan anak-anak siang. Kita bukanlah orang-orang malam atau orang-orang kegelapan.” (1 Tes 5:5)…. (The City of God, buku ke XI, Bab 7)

        “Sekarang ini, karena saya membahas asal usul dari kota yang kudus, dan pertama adalah para malaikat yang kudus, yang merupakan bagian terbesar dari kota ini, dan tentu adalah bagian yang terberkati …. Saya mengambil tugas menjelaskan, dengan pertolongan Tuhan,… [tentang] Kitab Suci berkenaan dengan hal ini. Ketika Kitab Suci mengatakan tentang penciptaan dunia, ia tidak mengatakan dengan jelas apakah atau kapankah para malaikat diciptakan; tetapi jika mereka disebut, itu secara implisit termasuk di dalam “langit/ surga” ketika dikatakan, “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi, ” atau dalam nama “terang”, seperti disebutkan di atas [pada Bab 7]…. Sebab, oleh karena itu, Ia memulai dengan langit dan bumi – dan bumi sendiri seperti dikatakan oleh Kitab Suci, pertamanya adalah belum berbentuk dan kosong, terang belum diciptakan dan gelap gulita menutupi samudera- dan ketika segala sesuatu, yang dicatat diciptakan dan diatur seluruhnya dalam enam hari, bagaimanakah para malaikat diabaikan, seperti seolah mereka bukan termasuk dalam karya Tuhan, yang pada hari ke-tujuh beristirahat? Namun, kenyataan bahwa para malaikat adalah karya ciptaan Tuhan, tidaklah diabaikan di sini, walaupun memang tidak disebutkan secara eksplisit; tetapi di bagian lain di dalam Kitab Suci disebutkan dengan jelas. Sebab di dalam kidung pujian ketiga pemuda di tungku perapian (dalam Kitab Daniel 3:57) dikatakan, “Pujilah Tuhan, hai segala buatan Tuhan, nyanyikanlah dan tinggikanlah Dia selama- lamanya.” Dan di antara ciptaan/ segala buatan Tuhan yang disebutkan secara mendetail, para malaikat disebutkan di dalamnya [3:58]. Dan dalam kitab Mazmur, dikatakan, “Pujilah Tuhan di surga, pujilah Dia di tempat tinggi! Pujilah Dia, hai segala malaikat-Nya, pujilah Dia, hai segala tentara-Nya! Pujilah Dia, hai matahari dan bulan, pujilah Dia, hai segala bintang terang! Pujilah Dia, hai langit yang mengatasi segala langit, hai air yang di atas langit! Baiklah semuanya memuji nama TUHAN, sebab Dia memberi perintah, maka semuanya tercipta.” [Mzm 148] Maka siapakah yang berani berkata bahwa para malaikat diciptakan sesudah enam hari penciptaan? … Tuhan berkata, “…pada waktu bintang-bintang fajar bersorak-sorak bersama-sama, dan semua anak Allah [para malaikat] bersorak-sorai? (Ayb 38:7). Maka para malaikat sudah ada sebelum bintang- bintang; dan bintang- bintang diciptakan pada hari ke- empat. Haruskah kita kemudian mengatakan bahwa para malaikat diciptakan pada hari ketiga? Jauh dari itu; sebab kita tahu akan apa yang diciptakan pada hari itu. Bumi dipisahkan dari air, dan setiap elemen mengambil bentuknya sendiri, dan bumi menghasilkan semua yang tumbuh di atasnya. Jadi, pada hari kedua? Tidak juga; sebab pada hari ini dibuat cakrawala di antara air yang di atas dan di bawah, dan dikatakan “Langit”, di mana pada cakrawala itu bintang- bintang diciptakan pada hari ke- empat. Maka bukanlah suatu pertanyaan bahwa jika para malaikat termasuk di dalam karya penciptaan Tuhan sepanjang enam hari ini, mereka adalah terang yang dikatakan sebagai “Pagi”, …Tetapi ketika Tuhan berkata “Jadilah terang, maka terang itu jadi,” jika kita dibenarkan di dalam pengertian bahwa para malaikat diciptakan pada terang ini, maka tentulah mereka diciptakan sebagai [mahluk] yang mengambil bagian dalam terang kekal di mana Kebijaksanaan Tuhan yang tidak berubah, yang olehnya segala sesuatu diciptakan, dan yang kepada-Nya kita memanggil Putera Tunggal Allah; sehingga bahwa mereka [para malaikat] yang diterangi oleh Sang Terang yang menciptakan mereka, dapat menjadi terang dan disebut sebagai “Pagi”, di dalam partisipasi akan Terang dan Pagi yang tidak berubah, yaitu Firman Tuhan, yang oleh-Nya para malaikat dan semua ciptaan yang lain diciptakan. “Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia.” (Yoh 1:9)- Terang ini juga menerangi setiap malaikat yang murni, sehingga ia dapat menjadi terang bukan di dalam dirinya sendiri melainkan di dalam Tuhan; yang jika seorang malaikat meninggalkan-Nya, maka malaikat itu akan menjadi tidak murni lagi, seperti mereka yang disebut sebagai roh- roh yang najis, dan yang tidak lagi menjadi terang Tuhan, tetapi menjadi kegelapan di dalam dirinya sendiri, yang keluar dari partisipasi di dalam Terang kekal. Sebab kejahatan tidak mempunyai kodrat positif, tetapi segala sesuatu yang kehilangan kebaikan disebut sebagai “kejahatan”. (The City of God, buku ke XI, Bab 9).

        Sedangkan tentang interpretasi bahwa pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi dari ketiadaan (creatio ex- nihilo), sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. St. Agustinus juga berpegang pada Kitab Suci dan pengajaran para Bapa Gereja pendahulunya, bahwa segala sesuatu diciptakan Allah dari yang tadinya tidak ada jadi ada, di dalam kebijaksanaan dan kebaikan-Nya; dan dengan demikian tidak mempercayai bahwa penciptaan dunia adalah berasal dari suatu kekacauan yang terjadi terlebih dahulu lalu baru Allah memperbaiki. Dengan demikian, St. Agustinus mengajarkan bahwa para malaikat dalam kesatuan dengan “langit” dan bumi diciptakan Allah dalam waktu enam hari.

        Demikian, semoga uraian di atas dapat menjadi masukan buat anda.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- katolisitas.org

        • Shalom..?

          Bolehkah klau dkatakan malaikat yg dciptakan adalah termasuk dalam terang tersebut? Dengan kata lain, dr sini kita boleh menarik kesimpulan bahawa sifat malaikat itu adalah terang, @ cahaya..?

          [Dari Katolisitas: St. Agustinus, mengajarkan bahwa para malaikat diciptakan di hari pertama, yaitu saat Allah menciptakan langit, atau pada saat Allah menciptakan terang. Silakan membaca kembali tanggapan kami di atas ini, silakan klik].

    • Terima kasih banyak atas penjelasannya, pertanyaan itu sebetulnya muncul karena teman saya ada yang mengatakan bahwa tidak semua malaikat pernah melihat Allah etc etc. Saya sempat bingung dan oleh karena itu, menanyakannya disini. Skali lagi terima kasih banyak atas waktu dan penjelasannya. Sangat membantu dan meneguhkan iman serta menambah pengetahuan saya. GBU =D

Comments are closed.