Gereja Katolik tidak mengajarkan bahwa karena Maria melahirkan dari Roh Kudus, lalu artinya Maria “menikahi” Roh Kudus ataupun sebaliknya. Maria dipenuhi/ dinaungi oleh Roh Kudus (Luk 1: 35) seperti halnya tabut perjanjian yang ditutupi oleh awan kemuliaan Tuhan (Kel 40:34-38). Jadi konteksnya di sini adalah dipenuhinya Maria oleh Roh Kudus, sehingga Roh Kudus itu memampukan Maria untuk menaati kehendak Tuhan.
Dengan demikian, Allah yang menyuruh Yusuf untuk mengambil Maria sebagai istrinya, tidak untuk diartikan bahwa Allah menyuruh Maria untuk berzinah dengan Yusuf. Ini adalah pandangan yang keliru. Maria tidak ‘menikah’ dengan Roh Kudus seperti pengertian manusia. Fakta bahwa Maria dipenuhi Roh Kudus inilah yang menjadikan Maria ingin mempersembahkan hidupnya seutuhnya (termasuk keperawanannya) kepada Tuhan, sehingga ia bertanya kepada malaikat itu, “Bagaimana hal itu mungkin terjadi karena aku tidak bersuami?/”I know not man” (Luk 1: 34– Douay Rheims, terjemahan Vulgate). Perkataan Maria ini diartikan oleh para Bapa Gereja sebagai nazarnya untuk hidup tetap perawan. Hal ini tidaklah aneh, karena hal nazar perempuan ini diperbolehkan, seperti dituliskan dalam Bil 30:3-8.
Maka, St. Jerome (410) adalah Bapa Gereja yang tidak hanya mengajarkan keperawanan Maria tetapi juga keperawanan Yusuf. Hal ini dituliskan dalam suratnya kepada Helvidius yang mempertanyakan keperawanan Maria:
“Kamu mengatakan bahwa Maria tidak tetap perawan. Sebaliknya aku akan lebih jauh mengatakan, Yusuf, mengikuti jejak Maria adalah seorang perawan juga, sehingga Anak laki- lakinya dilahirkan dari sebuah perkawinan yang perawan (virginal marriage). Ini berarti bahwa jika pria kudus ini tidak dapat dicurigai mempunyai hubungan lain di luar pernikahannya, dan jika ia dinyatakan tidak mempunyai istri lainnya, jika ia benar- benar suami Maria, yang dianggap oleh orang- orang sebagai istrinya, [ia menjadi] seorang pelindung bagi Maria daripada menjadi pasangan Maria, sehingga seseorang hanya dapat menyimpulkan bahwa pria itu yang dikatakan sebagai bapa Tuhan [Yesus], telah hidup dalam kemurnian dengan Maria.”
“Kita percaya bahwa Tuhan telah lahir dari seorang perawan, karena kita membaca di Kitab Suci demikian; [tetapi] kita tidak percaya bahwa Maria setelah kelahiran Yesus melakukan hubungan suami istri, sebab kita tidak membaca demikian.”
“Dan dapatkah pria yang benar itu [Yusuf] dapat, … berpikir untuk menghampiri [berhubungan badan] dengan Maria, ketika ia mendengar bahwa Putera Allah adalah yang dikandung di dalam rahim Maria? …. Kita harus percaya bahwa orang ini yang menghargai apa yang disampaikan kepadanya lewat mimpi tidak berani menyentuh istrinya…. Setelah itu ketika ia mengetahui dari para gembala bahwa para malaikat telah datang dari surga dan berkata kepada mereka, “Jangan takut: sebab lihatlah, aku membawa kepadamu berita kesukaan besar …. Hari ini telah lahir bagimu Juru selamat, yaitu Kristus Tuhan, dan ketika bala tentara surgawi telah bersama- sama dengannya melambungkan pujian, “Kemuliaan kepada Tuhan di tempat yang Maha Tinggi, dan damai sejahtera di bumi….,” dan ketika ia [Yusuf] telah melihat Simeon memeluk sang bayi dan mengatakan, “…biarkanlah hamba-Mu ini pergi, sebab mataku telah melihat keselamatan yang daripada-Mu”, dan ketika ia melihat nabi Hana, para majus, Raja Herodes, para malaikat; [maka] Helvidius, aku berkata, haruskah kita percaya bahwa Yusuf, meskipun telah melihat begitu banyak keajaiban ini, berani menyentuh tabut Tuhan, tempat kediaman Roh Kudus, ibu dari Tuhannya? Maria “menyimpan segala sesuatu di dalam hatinya”. Kamu tidak dapat tanpa tahu malu mengatakan bahwa Yusuf tidak memahaminya, sebab Lukas mengatakan kepada kita, “Dan bapa serta ibu-Nya amat heran akan segala yang dikatakan tentang Dia” (Luk 2:33)….”
Selanjutnya St. Jerome mengajarkan bahwa nama saudara- saudara Yesus yang disebutkan dalam Kitab Suci adalah saudara- saudara sepupun Yesus, seperti yang juga pernah dibahas di sini, silakan klik, dan di sini, silakan klik, lihat di bagian Appendix.