Ya.
1. Yesus menghendaki hirarki dalam Gereja.
Fakta bahwa Yesus menghendaki hirarki dalam Gereja-Nya nyata bahwa dalam karya-Nya Ia memilih 12 rasul (Mat 4:18-22; Mrk 1:16-20; Luk 5:1-11) dan juga kemudian ke 70 murid (Luk 10:1). Jika Kristus tidak menghendaki semacam susunan dalam jemaat, tentu Ia tidak perlu memilih mereka- mereka ini. Maka, adanya susunan hirarki dalam Gereja justru terbentuk sesuai dengan kehendak Kristus, yang mendirikan Gereja-Nya di atas Rasul Petrus (lih. Mat 16:18). Seseorang yang dengan tekun membaca Kitab Suci akan menemukan banyaknya ayat dalam Kitab Suci yang menunjukkan keutamaan rasul Petrus jika dibandingkan dengan rasul- rasul lainnya, silakan klik di sini untuk membacanya. Di dalam konsili Yerusalem (49-50) pada saat terjadi konflik jemaat tentang masalah sunat; Rasul Petruslah yang membuat keputusan; walaupun kemudian Rasul Yakobus yang berbicara dalam khotbah penutup. Maka walau benar semua rasul dan penatua yang melayani dalam sidang itu, namun di dalam sidang itu tetap berdiri seorang pemimpin yang memutuskan, terutama jika terjadi konflik ataupun perbedaan pandangan, dan peran ini dilaksanakan oleh Rasul Petrus dan selanjutnya oleh para penerusnya. Keutamaan Uskup Roma/ Paus (penerus Rasul Petrus) juga secara khusus nampak pada surat St. Klemens, selaku penerus Rasul Petrus, yang ditujukan kepada jemaat di Korintus untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di sana, seperti pernah dibahas di sini, silakan klik.
2. Di masa selanjutnya, hirarki dimulai dari diakon, imam, penilik jemaat/ uskup.
Maka prinsip susunan kepemimpinan Gereja bermula dari Kristus yang menunjuk ke 12 rasul, dan kemudian setelah kenaikan-Nya, para murid mulai pula menunjuk para penilik jemaat dan diaken/ diakon, seperti pengajaran Rasul Paulus kepada Timotius (1 Tim 3). Para penilik jemaat ini disebut uskup ataupun imam; sebagaimana disebut dalam tulisan St. Ignatius Martir (ia adalah murid langsung dari Rasul Yohanes dan dari Uskup Antiokhia setelah Rasul Petrus) dan St. Klemens dari Aleksandria; sehingga urutannya dari yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah adalah uskup, imam, dan diakon. St. Ignatius Martir (110) mengajarkan agar jemaat tidak memisahkan diri dari kesatuan dengan para uskup yang mencerminkan pikiran Kristus.
Kepada jemaat di Efesus (n.3-5) St. Ignatius menulis:
“Aku mendesak kamu agar menyesuaikan tindakanmu dengan pikiran Tuhan. Sebab Yesus Kristus…. adalah pikiran Allah Bapa, sebagaimana para uskup, yang ditunjuk di seluruh dunia, mencerminkan pikiran Kristus.
Maka, kamu harus bertindak sesuai dengan pikiran para uskup, seperti yang pasti kamu lakukan. Para imam… adalah terikat dengan erat dengan para uskup seperti senar pada sebuah harpa…. Jangan salah tentang hal ini. Jika barangsiapa tidak berada di dalam tempat kudus (gereja), ia kekurangan roti Tuhan. Dan jika doa satu atau dua orang sangat besar kuasanya, betapa lebih lagi doa uskup dan seluruh Gereja. Barang siapa yang gagal bergabung dalam penyembahanmu menunjukkan kesombongannya, dengan kenyataan bahwa ia menjadi seorang skismatik. Ada tertulis, “Tuhan menolak orang yang sombong”. Mari kita, dengan sungguh menghindari melawan uskup sehingga kita dapat tunduk kepada Tuhan.”
Kepada jemaat di Trallia, n.2-7, St. Ignatius menulis:
“Sebab ketika kamu menaati uskup seperti seandainya ia adalah Yesus Kristus, kamu… hidup tidak hanya menurut cara manusia, tetapi menurut cara Yesus Kristus, yang demi kita, menderita, wafat, supaya kamu dapat percaya akan kematian-Nya… Oleh karena itu, adalah penting, untuk bertindak jangan sampai tanpa [persetujuan] uskup. Bahkan tunduklah kepada para imam sebagaimana kepada para rasul Yesus Kristus. Ia adalah pengharapan kita, dan jika kita hidup dalam kesatuan dengan-Nya sekarang, kita akan mencapai hidup kekal. Mereka juga yang adalah diakon… harus memuaskan semua orang. Sebab mereka tidak hanya melayani makanan dan minuman, tetapi melayani Gereja Tuhan. Barang siapa ada di dalam tempat kudus, adalah murni, sedangkan ia yang berada di luar tempat kudus adalah tidak murni. Artinya: mereka yang melakukan apapun tanpa uskup, imam dan diakon tidak mempunyai hati nurani yang jernih.” (n.7)
Kepada jemaat di Smyrna, n.8, St. Ignatius menulis:
“Jauhkan dirimu dari skisma sebagai sumber dari segala kesulitan/ kejahatan. Kamu semua harus tunduk pada uskup sama seperti Yesus Kristus kepada Allah Bapa. Tunduk juga kepada para imam seperti kamu kepada para rasul; dan hormatilah para diakon seperti kamu menghormati hukum Tuhan …. Kamu harus menganggap Ekaristi sebagai yang sah, jika dirayakan oleh uskup atau oleh seseorang yang diberinya kuasa. Di mana uskup berada, biarlah kongregasi umat berada, seperti di mana Yesus Kristus berada, di sanalah ada Gereja Katolik. Tanpa supervisi dari uskup, tidak ada baptisan ataupun perayaan Ekaristi diperbolehkan….”
Kepada jemaat di Filadelfia, n.7, St. Ignatius menulis:
“…saya berbicara dengan suara yang keras, suara dari Tuhan: “Perhatikanlah uskup dan imam dan para diakon“. Sebagian orang mengira bahwa saya mengatakan hal ini karena saya tahu adanya perpecahan di antara beberapa orang; namun Dia, yang menjadi alasan mengapa saya dirantai, menjadi saksi bahwa saya tidak mengetahuinya dari manusia; melainkan dari Roh yang membuatku mengatakan hal ini, “Jangan melakukan sesuatu tanpa uskup, jagalah badanmu sebagai bait Allah, cintailah persatuan, jauhkanlah perpecahan, turutilah Kristus, seperti Dia telah menuruti Allah Bapa.”
Selanjutnya, St. Klemens dari Aleksandria (150-215), mengajarkan:
“Banyak nasehat-nasehat untuk orang-orang tertentu telah ditulis di dalam Kitab Suci: sebagian untuk para imam, sebagian untuk para uskup dan para diakon; … “(St. Clement of Alexandria, The Instructor of Children 3:12:97:2).
“Di dalam Gereja, gradasi dari para uskup, para imam, dan para diakon terjadi sebagai suatu gambaran, menurut pendapatku, dari kemuliaan malaikat dan dimana susunan tersebut, seperti yang dikatakan di dalam Alkitab, menantikan orang-orang yang telah mengikuti langkah-langkah dari para murid dan yang telah hidup di dalam kepenuhan kebenaran menurut Kitab Suci.” (St. Clement of Alexandria, Miscellanies 6:13:107:2).
Dengan demikian, kita ketahui bahwa sejak abad-abad awal di dalam Gereja telah ada hirarki kepemimpinan, yang dimulai dari diakon, imam dan Uskup. Salah satu tugas uskup yang terpenting adalah mempersatukan umat, dengan selalu menyampaikan ajaran Kristus. Dengan kesatuan dengan Uskup inilah kita sebagai umat dapat menghindari perpecahan, dan menjaga persatuan, sebagaimana dikehendaki oleh Kristus (lih. Yoh 17:20-21).
Selamat pagi warga Katolisitas…
saya mau bertanya tentang pelajaran agama katolik ” siapa yang dimaksudkan tentang pemuka agama yang non hirarki?”
saya sudah mencari di google, tetapi saya tidak menemukannya..
Mohon bantuannya bagi siapa saja yang mengetahui perihal tersebut..
thankyou, berkah dalem
[Dari Katolisitas: Jika tentang hirarki Gereja Katolik, silakan membaca sekilas di artikel di atas, silakan klik. Dengan demikian, yang dimaksud pemuka agama non-hirarki adalah para non-tertahbis yang dipercaya untuk mengambil bagian dalam tugas-tugas kepemimpinan gerejawi. Contohnya, misalnya para anggota dewan paroki, para ketua wilayah dan lingkungan, ketua seksi/ organisasi gerejawi, para biarawati dan biarawan non-tertahbis, seperti para suster dan bruder]
Salam damai
saya ingin bertanya mengenai mekanisme pemilihan uskup, bagaimana prosesnya?
kenapa ada keuskupan yg begitu uskupnya pensiun langsung mendapat pengganti, contoh Keuskupan Bogor. Di satu sisi ada keuskupan yg sudah lama kosong atau tidak ada uskup dan hanya dijalankan oleh administrator apostolik, seperti Keuskupan Bandung.
Mohon penjelasan
Berkah Dalem
Iskandar
[Dari Katolisitas: Hal pemilihan Uskup memang bukan hal yang sederhana dan dapat ditentukan secara otomatis dan dalam waktu cepat. Sebab ada banyak pihak yang terkait di sini. Sementara menunggu jawaban dari Rm Wanta, silakan membaca di link Wikipedia klik di sini, tentang pemilihan Uskup secara umum, sebab artikep tersebut mengutip sumber dari Kitab Hukum Kanonik. Atau silakan membaca tentang Uskup, di link ini, silakan klik. Mohon maaf karena terbatasnya waktu dan tenaga kami dan masih banyaknya pertanyaan yang lain, kami tidak dapat menerjemahkannya untuk Anda.]
Shalom romo Bagus Kusumawanta,
Sy mau tanya beberapa hal gereja kita,
1. Apa kriteria sebuah keuskupan menjadi keuskupan agung atau tetap sebagai keuskupan biasa.
2. Seorang romo projo (RD) itu tunduk dibawah otoritas seorang uskup atau keuskupan?
Apabila seorang uskup dipindah tempat keuskupan, apakah uskup tersebut boleh memindahkan (rotasi) romo projo yg semula di bawah jurispidensi keuskupannya ke tempat keuskupan lain?
3. Apakah gereja Katolik Roma seluruh dunia mempunyai aturan bhw seluruh pembinaan umat didalam suatu keuskupan harus diserah terimakan ke romo projo yang semula dari romo missi?
Terima kasih sebelumnya romo, kami sekaligus menyampaikan selamat natal .
GBY.
Notoheru.
Notoherubowo yth
pembagian keuskupan agung (metropolit) dan keuskupan sufragan berdasarkan pemetaan wilayah yang menyesuaikan pembagian kepemerintahan negara setempat demi efektivitas dan efesiensi kerja pastoral. Misalnya Keuskupan Agung Semarang sebagai provinsi Jateng maka keuskupan sufragannya Keuskupan Purwokerto. Keuskupan Surabaya dan Malang sebagai sufragan Keuskupan Agung Semarang (KAS) karena wilayah misi Gereja Semarang merupakan awal karya (lebih tua) dari Surabaya. Dulu paroki yang berada di Keuskupan Surabaya seperti Rembang, Blora, Cepu, adalah stasi dari Paroki Gedangan di KAS.
salam
Rm Wanta
Saya ingin bertanya :
Hirarki ini apakah juga berhubungan dengan Ketaatan.
Seorang Romo Paroki apa hanya taat pada Uskup saja ?
Jika ada ketentuan dan aturan dari Vatikan apakah Paroki juga harus taat untuk melaksanakan.
Contoh Solidaritas Keuskupan. Jika Paroki tidak menyetor sebagian Kolekte ke Keuskupan apakah ini dibenarkan ? termasuk kolekte Khusus untuk tanah suci.
Ada hal baru kemarin yaitu aturan Transparansi Keuangan yang disahkan Paus Fransiskus . Apakah dibenarkan kalau Paroki tidak melaksanakan hal tersebut ?
Dalam hal apa saja ketaatan seorang Romo , Dewan Pastoral Paroki dan Umat kepada Uskup dan Paus ?
terima Kasih
Jevon yth
Hirarki berhubungan dengan tingkatan tahbisan dan kekuasaan rohani dalam Gereja. Jika ada ketentuan dari Vatikan, bukan hanya paroki, seluruh umat Katolik di dunia harus taat terutama tentang ajaran dogma. Paroki bagian dari keuskupan, wajib mengikuti norma aturan yang ditetapkan oleh keuskupan. Solidaritas keuskupan secara moral wajib disetor, jika tidak maka perbuatan itu bertentangan dengan nilai moral. Kolekte khusus untuk tanah suci wajib sebagai bagian dari perhatian dan ikut merawat tempat suci. Transparansi adalah nilai yang digagas untuk membarui keuangan Vatikan. Sesuatu yang baik dan juga sudah diterapkan di beberapa paroki. Semua hal umat harus taat pada Uskup dan Paus terlebih ajaran Gereja dan aturan hidup beriman.
salam
Rm Wanta
Hi Katolisitas,
Saya ingin bertanya tentang sejarah Gereja, karena seperti nya belum ada yang bertanya.
1. Setau saya kalau di seiring dengan pengakuan KeKristenan oleh Kerajaan Romawi, mulailah muncul teori dualisme yang mengakui adanya 2 pimpinan dunia yaitu Paus dan Raja.
Paus untuk pemerintahan Rohani dan Raja untuk pemerintahan Dunia, ini pun di sebut oleh Dante di karyanya “Divine Comedy” sebagai 2 matahari.
Nah pertanyaan saya, sebelum Masa Paus Gregorius VII sebelum peristiwa “penghinaan di Canossa”, Paus tidak berhak memilih Uskup, tetapi Raja.
Pertanyaan saya:
1. Apakah yang terjadi, kenapa Raja yang memilih Uskup?
2. Apakah jabatan Uskup yang dipilih oleh Raja itu sah?
Terima kasih
Shalom Kulei,
Setelah menerima kepenuhan imamat Kristus, para Uskup sebagai penerus para Rasul, diberi kuasa untuk menahbiskan Uskup yang lain dan menahbiskan para imam (lih. Kis 20:38; 1 Tim1:3, 3:1-7, 4:11-14, 5:1-dst; Tit 1:5-14). Walaupun mereka bertanggungjawab kepada Paus, para Uskup memimpin umatnya dalam nama Tuhan sebagai wakil Kristus di daerah kepemimpinannya. Maka dalam hal ini, mereka bukan semata wakil delegasi dari Tahta Suci, meskipun mereka taat kepada otoritas Tahta Suci. Para Uskup ini adalah pemimpin Gereja, yang sedapat mungkin dipilih dari daerah itu sendiri, yang dapat mengenal segala sesuatu yang berkaitan dengan penggembalaan umat di daerah yang dipercayakan kepadanya. Pada masa Gereja awal, Uskup dipilih oleh kaum klerus dan umat, dan disetujui oleh Uskup sekitarnya. Namun ada saatnya dalam sejarah (setelah abad ke 6, yaitu setelah ada banyak pemimpin negara menjadi pengikut Kristus), dalam proses pemilihan Uskup ini, masuk pengaruh pihak pemerintahan/ para raja/ kaisar. Hal ini dimungkinkan karena para pemimpin pemerintahan itu sendiri merupakan anggota Gereja setempat. Kecenderungan ini marak terjadi sampai sekitar Abad Pertengahan. Walaupun bukan keadaaan yang ideal, tetapi sesungguhnya, tidak mengubah kenyataan bahwa kandidat Uskup diusulkan oleh Gereja setempat, karena memang harus tahu seluk beluk keadaan dan budaya setempat, agar dapat memimpin umat di wilayahnya dengan sebaik-baiknya.
Menurut New Advent Encyclopedia, klik di sini, tentang sejarah pemilihan Uskup adalah sebagai berikut:
“…. Sampai abad ke-6, kaum tertahbis/ klerus dan jemaat memilih Uskup dengan kondisi bahwa pemilihan tersebut harus disetujui oleh para Uskup tetangganya… Para kaisar Romawi kadang mempengaruhi pemilihan ini, … secara umum dalam kasus ketidaksetujuan akan orang yang pantas….
Di waktu-waktu selanjutnya, para Uskup propinsi gerejawi memperoleh hak untuk menominasi kandidat [kandidat uskup yang mau dipilih]. Di Gereja Barat, para raja mempengaruhi pemilihan-pemilihan ini, seperti di Spanyol. Pengaruh dari pada pangeran dan kaisar berlangsung sampai pertikaian tentang Investitures di Jerman, ketika sejak abad ke-9 sampai ke-11, para abbas dan uskup telah menjadi pemimpin pemerintahan dunia juga. Selanjutnya tentang Investiture, klik di sini. [Pelibatan kaum religius ke dalam urusan pemerintahan dunia ini kemungkinan berhubungan dengan peran yang diberikan kaisar kepada mereka untuk mengurus perkara kaum miskin, kaum muda, penderita sakit dan para janda].
Konsili Lateran kedua (1139) memberikan kuasa kepada gereja katedral [keuskupan agung] hal utama untuk memilih uskup dan aturan ini disahkan oleh Dekrit (Decretum Gratiani. P. I., Dist. lxiii, ch. xxxv; ch. iii. De causa possessionis et proprietatis, X, II, xii; ch. liv, De electione et electi potestate, X, I, vi; Friedberg, Corpus Juris Canonici, Leipzeig, 1879-81, I, 247, II, 95,276)…
Dengan melaksanakan hak prerogatif dari keutamaannya, Tahta Suci menentukan urusan-urusan yang terpenting, seperti kanonisasi para Santo/a,… absolusi dosa-dosa berat tertentu, dst. Permohonan naik banding kepada Paus untuk meninjau keputusan yudisial para Uskup meningkat…. Uskup katedral/ Uskup agung memperoleh pengaruh yang besar untuk memimpin diocesan-nya… [Selanjutnya] Paus mengklaim haknya untuk menominasikan para Uskup, dan untuk memilih mereka (1448)….
Kemudian, Konsili Trente menetapkan persyaratan kandidat uskup…. Tahta suci bertugas untuk memeriksa kandidat Uskup, kecuali daerah-daerah dalam kewenangan Kongregasi Penyebaran Iman (di negara-negara misi/ non-Katolik), atau Kongregasi Extraordinary Ecclesiastical Affairs atau di negara-negara dengan konkordat ataupun hukum yang khusus.
Selanjutnya, ketentuan pemilihan Uskup ditetapkan oleh Paus. Walaupun demikian pemerintah setempat (yang adalah anggota Gereja) dapat mengusulkan kandidat Uskup kepada Paus. Paus sendiri kemudian menentukan nominasi para Uskup. Di negara-negara misi, Paus umumnya mengizinkan rekomendasi para kandidat. Para Uskup di wilayah itu mendiskusikan kualifikasi para kandidat dan menyerahkan hasilnya kepada Kongregasi Penyebaran Iman. Umumnya, diusulkan tiga nama kandidat oleh para imam kepada Kongregasi dan kepada Uskup Agung di propinsi itu. Uskup Agung dan para Uskup memberikan pendapat mereka tentang kandidat itu kepada Tahta Suci. Uskup tidak mempunyai kuasa sampai pemilihannya diteguhkan oleh Tahta Suci.
Untuk membaca selanjutnya tentang Uskup, silakan membaca di link New Advent tersebut dan tentang Paus Gregorius VII, klik di link ini.
Maka dari catatan sejarah, memang terjadi perkembangan dalam proses pemilihan Uskup. Paus Gregorius VII termasuk seorang Paus yang berjasa dalam ‘membersihkan’ dan mereformasi sistem kepemimpinan dalam Gereja: menolak adanya praktek simoni (suap) dalam pemilihan uskup, dan menghindarkan para uskup dan imam dari godaan yang menentang kemurnian dan kemiskinan. Untuk maksud menumpas simoni inilah ia memberikan sanksi ekskomunikasi kepada Raja Henry IV dari Jerman. Raja Henry ini kemudian menunjukkan pertobatannya di Canossa (1077), sehingga Paus mengangkat sanksi tersebut tetapi nyatanya Raja Henry kemudian tidak berubah. Paus memberikan sanksi ekskomunikasi lagi kepadanya tahun 1080.
Menurut catatan sejarah, pemilihan kandidat Uskup dilakukan oleh Gereja setempat, dan karena inilah terbuka kemungkinan masuknya pengaruh Raja, yang juga adalah anggota Gereja setempat. Namun menjadi keliru, ketika dalam proses pemilihan ini dilaksanakan praktek suap, atau nominasi kandidat secara tidak sehat. Proses ini yang diperbaiki oleh Paus Gregorius VII, yang diwujudkannya dengan memberhentikan semua kaum klerus, termasuk Uskup yang memperoleh jabatannya dengan melibatkan suap.
Memang orang dapat melihat bahwa zaman Abad Pertengahan sebagai zaman di mana terdapat praktek-praktek yang tidak benar yang dilakukan oleh oknum-oknum dalam Gereja, namun pada saat yang sama, syukurlah, bahwa Tuhan juga membangkitkan para orang kudus-Nya untuk memperbaiki keadaan tersebut, salah satunya adalah Paus St. Gregorius VII, St. Bruno, St. Peter Damian, dan juga St. Fransiskus dari Asisi yang memberikan teladan hidup kemiskinan, kemurnian dan ketaatan yang memperbaharui Gereja dari dalam. Demikianlah, praktek yang keliru juga mengakibatkan Gereja membenahi diri, sehingga selanjutnya dapat menentukan proses pemilihan Uskup dengan lebih baik dan adil.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Bu Inggrid,
Terima kasih atas jawaban nya. Saya pun akan lebih membaca-baca lagi tentang sejarah di abad pertengahan. Karena yang saya ketahui dan yang ibu jawab tidak persis sama. Kalau yang saya tau Paus sebelum Gregorius VII ditekan oleh penguasa-penguasa, sehingga utk pemilihan uskup pun harus menuruti perkataan Raja. Karena itu tindakan Paus Gregorius VII mengekskomunikasi Raja Henry IV menjadikan Para Paus setelah Gregorius VII lebih mempunyai otoritas utk mengendalikan Gereja dan bahkan politik negara.
Kalau ada yang salah, mohon diklarifikasi, terima kasih
Salam Damai
[Dari Katolisitas: Memang dapat saja terjadi bahwa ada suatu masa dalam sejarah Gereja, di mana para raja menggunakan kekuasaan mereka untuk mempengaruhi proses pemilihan Uskup. Sebab nampaknya umum terjadi di dunia politik, bahwa seorang raja/ pemimpin negara dapat menggunakan kekuasaan mereka untuk mempengaruhi banyak hal dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini, raja, sebagai salah seorang anggota Gereja lokal turut mempengaruhi proses pemilihan uskup setempat, yang pada saat itu memang ditentukan oleh Gereja lokal. Hal pengaruh raja dalam pemilihan uskup ini memang tidak ideal, dan hal ini juga diakui di sumber yang saya kutip di atas. Sebagai contohnya adalah peran raja Jerman, dalam hal ini Henry IV, dan raja sebelumnya Henry III. Syukurlah hal ini tidak berlangsung terus, sebab Paus -dalam hal ini Paus Gregorius VII- kemudian berani mengambil langkah yang tegas untuk menghentikannya, dengan memberikan sanksi kepada raja, atas campur tangan yang tidak semestinya ini.]
Sebenarnya berapa lama jabatan seorang pastor paroki. Karena sesuai pengetahu
[dari Katolisitas: kalimat Anda nampaknya belum selesai dituliskan, silakan dilengkapi jika masih ada yang perlu ditanyakan setelah membaca jawaban Rm Wanta untuk Anda di bawah ini.]
Kardin Yth
Lama jabatan pastor paroki di Indonesia tidak ada ketentuan yang ditetapkan oleh konferensi para uskup. Uskup berhak menentukan sendiri kewenangannya, jadi tiap keuskupan ada perbedaan. Pada umumnya 5 tahun, sesudah itu bisa ditambah periode berikutnya 5 tahun. Ada pula yang 6 tahun.
Salam
Rm Wanta
shalom..
maaf sebelumnya. tapi saya ingin bertanya pertanyaan yang sangat mendasar tentang agama katolik. saya seorang anak SMA yang butuh beberapa penjelasan. 1. apakah ada bukti fisiknya bahwa Rasul Petrus adalah paus pertama bagi umat katolik? saya melihat referensi dari wikipedia bahwa Rasul Petrus menjabat sebagai Paus pada tahun 32-64/67 namun dengan tanda tanya (?). saya hanya ingin mengetahui kebenarannya saja. karena gereja Katolik Roma berpusat di Vatican dan sementara pada tahun-tahun itu Rasul Petrus sepertinya belum berada di Roma (eropa) karena Yesus sendiri-pun berkarya di Israel/Timur Tengah.
2. saya jg ingin bertanya kapan tepatnya gereja katolik mulai berpusat di Roma (Vatican), dan sebelumnya pusat gereja katolik dimana?
terimakasih, mohon berkenan dijawab. maaf bila pertanyaan saya banyak :)
Shalom Bernadetta Diana,
1& 2. Jika kita membaca Kitab Suci dan tulisan-tulisan sejarah di abad- abad awal, kita akan memperoleh bukti bahwa Rasul Petrus adalah pemimpin para rasul dan pemimpin pertama Gereja yang didirikan Kristus, yaitu Gereja Katolik. Sejak abad awal Rasul Petrus dan Paulus sudah menuju Roma [yang dianggap sebagai pusat dunia saat itu] dan mendirikan Gereja di sana, sesuai dengan perintah Kristus untuk menyebarkan ajaran Kristus sampai ke ujung bumi (lih. Kis 1:8).
Silakan Anda membaca terlebih dahulu artikel seri tentang Keutamaan Petrus di situs ini:
Keutamaan Petrus (1): Menurut Kitab Suci
Keutamaan Petrus (2): Bukti Sejarah tentang Keberadaan Petrus di Roma
Keutamaan Petrus (3): Tanggapan terhadap Mereka yang Menentang Keberadaan Petrus di Roma
Keutamaan Petrus (4): Menurut Dokumen Awal Gereja
Keutamaan Petrus (5): Dalam Gereja di Lima Abad Pertama
Silakan juga membaca artikel terkait tentang Rasul Petrus:
Benarkah makam Rasul Petrus ada di bawah altar Basilika St. Petrus di Vatikan?
Tentang Petros dan Petra
Arti Kunci Rasul Petrus dan Kerajaan Surga
Selanjutnya, kalau Anda masih mempunyai pertanyaan, silakan menggunakan fasilitas pencarian di sudut kanan homepage, silakan ketik kata kuncinya, dan enter. Semoga Anda dapat menemukan pembahasannya di situs ini. Jika tidak ada, silakan Anda menuliskan pertanyaannya, nanti kami akan mencoba menjawabnya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Terimakasih artikel ini. Saya tunduk pada ajaran hierarki.
Shaloom
Santosa Wijaya
Comments are closed.