Pertanyaan:

Shalom Katolisitas,
Berikut ini saya ingin mendapatkan penjelasan dari team Katolisitas tentang hal:
bahwa sering kita mendengar kata “Kebenaran” maupun membacanya di dalam Alkitab.
pertanyaan saya: Apakah arti “kebenaran” itu sendiri ? sebab sulit sekali membedakan antara “kebenaran” menurut kehendak Tuhan dengan kebenaran menurut seseorang..yang tentu saja mempunyai alasan tentang “kebenaran” yang di pahami. Terima kasih atas kesediaan menjawabnya.

Salam Damai
Felix Soegiharto

Jawaban

Shalom Felix Soegiharto,

Terima kasih atas pertanyaannya tentang kebenaran. Memang dewasa ini akan sulit sekali menangkap arti kata kebenaran, terutama dengan berkembangnya relativism, paham yang mempercayai bahwa tidak ada kebenaran yang mutlak. Setiap orang dapat mengatakan bahwa itu adalah kebenaran menurutmu, namun menurutku kebenaran tersebut adalah berbeda. Dengan demikian setiap orang menjadi bertanya-tanya, apakah yang dimaksudkan dengan kebenaran dan apakah ada kebenaran yang mutlak? Kalau kita melihat contoh yang sederhana, misalkan kita dihadapkan pada suatu realitas ada balon berwarna merah. Kalau seseorang mengatakan bahwa balon tersebut berwarna ungu, maka orang tersebut tidak mengatakan kebenaran, walaupun di dalam pikirannya dia mengatakan bahwa balon tersebut berwarna ungu atau dia memakai kacamata dengan warna tertentu, sehingga membuat balon tersebut  berwarna ungu. Orang tersebut tidak mengatakan kebenaran karena apa yang ada di pikirannya tidaklah sesuai dengan kenyataan. Jadi, kebenaran dapat didefinisikan sebagai “conformity of mind with reality” atau kesesuaian antara pikiran dan realitas. Oleh karena itu, kebenaran sebenarnya adalah adalah persamaan antara pikiran (thought) dan sesuatu (thing). Dikatakan formal atau logical truth jika pemikiran memberikan pertimbangan yang benar akan suatu realitas. Oleh karena itu, kebenaran senantiasa berhubungan dengan pertimbangan dimana pikiran memberikan persetujuan atau ketidaksetujuan akan ide-ide dan realitas, dimana ide-ide ini dimanifestasikan.

Karena manusia diciptakan menurut gambaran Allah, maka manusia mempunyai akal budi (reason) yang terdiri dari akal (intellect) dan kehendak (will). Dengan akalnya, manusia dapat mengetahui kebenaran dan dengan budinya manusia dapat menginginkan kebenaran atau sesuatu yang dia pandang baik. Secara kodrat, manusia mempunyai kapasitas untuk mengetahui kebenaran hakiki, seperti: keberadaan dirinya dan keberadaan Pencipta-Nya (lihat artikel bagaimana membuktikan bahwa Tuhan itu ada – silakan klik). Namun untuk mengetahui kebenaran sejati tentang Penciptanya dan hakekat dirinya sendiri, dibutuhkan waktu yang lama dan tidak semua orang dapat sampai pada kebenaran tersebut, karena sering tercampur dengan banyak kesalahan, baik dari pemikiran sendiri maupun dari lingkungan. Dalam sejarah kita dapat mengenal Aristoteles yang berdasarkan pemikiran manusia dapat mencapai kesimpulan akan adanya Tuhan yang satu, yang baik, yang benar dan yang indah.

Karena Tuhan menginginkan agar seluruh manusia dapat sampai kepada kebenaran, maka Tuhan sendiri mewahyukan kebenaran tersebut kepada manusia. Dan inilah yang terjadi dengan agama-agama yang mendasarkan agamanya berdasarkan wahyu Allah atau kebenaran yang diwahyukan. Dalam kaitan kebenaran dalam agama Kristen, maka kita mempercayai bahwa Allah sendiri telah membimbing dan berbicara dengan perantaraan para nabi, sehingga bangsa Israel dapat sampai ke tanah terjanji, seperti yang diceritakan di dalam Perjanjian Lama. Karya keselamatan ini mencapai puncaknya dengan kedatangan Kristus yang menderita, wafat, bangkit dan naik ke Sorga, sehingga warta keselamatan tidak hanya untuk bangsa Yahudi, namun terbuka bagi seluruh umat manusia. Pertanyannya adalah, bagaimana kita dapat mengetahui hal ini sebagai suatu kebenaran? Berikut ini adalah yang dapat dijelaskan tentang kebenaran dari agama Kristen berdasarkan argumentasi “motive of credibility“, yang saya paparkan di artikel “Mengapa orang Kristen percaya bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan?” – silakan klik:

Motif 1 – Nubuat

Motif pertama adalah nubuat atau diberitakan sebelumnya. Kedatangan Tuhan sudah dinubuatkan beribu-ribu tahun sebelum Yesus datang, dengan melalui persiapan yang panjang.[6] Adalah sangat logis, kalau kedatangan Yesus untuk misi keselamatan seluruh umat manusia dipersiapkan dengan matang, dengan tanda-tanda, sehingga orang tidak sampai salah mengerti. Kita bisa mengambil contoh: Kalau beberapa orang dalam tingkatan direktur pabrik mobil Toyota mengatakan bahwa 20 tahun lagi – semua produk mobil Toyota tidak akan menggunakan bensin, namun menggunakan tenaga surya, juga dapat bergerak dengan kecepatan 200 km/jam, ditambah dengan kemampuan yang lain – maka kita akan percaya, karena yang mengatakan adalah para pembuat mobil tersebut.

Kita dapat menerapkan prinsip ini pada hal persiapan Yesus datang ke dunia ini, yang sudah diberitakan beribu-ribu tahun sebelumnya. Bahkan Nabi Yesaya yang menulis kitab Yesaya sekitar 700 tahun sebelum kedatangan Yesus Kristus, dapat secara persis menggambarkan tentang Kristus yang menderita (Lih. Yes 53). Yesaya dapat menggambarkan secara persis apa yang akan dialami oleh Kristus, karena dia mendapatkan pengetahuan dari Tuhan sendiri. Dan bahwa di dalam sejarah, semua itu terpenuhi dalam diri Yesus, maka ini menjadi bukti akan kebenaran bahwa yang dinubuatkan adalah benar, yaitu Yesus sungguh- sungguh datang dari Tuhan dan Yesus adalah Tuhan.

Hal yang lain adalah Tuhan ingin memberitahu manusia tentang Mesias jauh hari sebelumnya, sehingga pada saatnya tiba, manusia akan dapat mengenali Mesias yang dijanjikan. Dan inilah yang membedakan antara Yesus dengan tokoh-tokoh dalam agama yang lain. Tokoh-tokoh dalam agama lain tidak pernah diberitakan sebelumnya, sebaliknya Yesus diberitakan secara konsisten dalam rangkaian waktu lebih dari 1500 tahun.  Silakan membaca artikel “Yesus Tuhan yang dinubuatkanpara nabi” – silakan klik.

Motif 2 – Mukjizat

Motif ke-2 adalah mukjizat. Kita bisa melihat di dalam Alkitab, bahwa Yesus melakukan banyak sekali mukjizat, yang membuktikan bahwa Dia adalah Putera Allah, yang juga menjadi konfirmasi akan kebenaran semua pengajaran-Nya. Kita bisa menemukan bahwa Yesus menyembuhkan orang buta (Mat 9:27-31), orang bisu (Mat 9:32-35), orang tuli (Mk 7:31-37), orang lumpuh (Mat 9:1-8), bahkan membangkitkan orang mati (Yoh 11:1-46).

Yesus juga mengatakan bahwa “ …. tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepada-Ku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa” (Yoh 10:37-38).

Di atas semua itu, mukjizat terpenting adalah kebangkitan Kristus (Mat 28:1-10; Mar 16:1-20; Luk 24:1-53; Yoh 20:1-29, 21:1-19; Kis 1:3; 1 Kor 15:17; 1 Kor 15:5-8). Mungkin ada banyak orang yang dapat melakukan mukjizat dan menyembuhkan penyakit-penyakit. Namun orang tersebut pada akhirnya meninggal dan tidak dapat bangkit dengan kekuatan sendiri. Namun Yesus menunjukkan bahwa Ia mempunyai kuasa di atas segalanya, termasuk kematian. Hanya Tuhan yang dapat melakukan hal ini.

Motif 3 – Gereja yang didirikan oleh Yesus Kristus

Keberadaan Gereja Katolik, Gereja yang didirikan oleh Yesus Kristus sendiri menjadi bukti akan janji-Nya sebagai Allah untuk melidungi Gereja-Nya sampai akhir jaman (lih. Mat 16:18) di bawah kepemimpinan rasul Petrus dan juga penerusnya, yaitu para paus. Sudah begitu banyak percobaan yang dialami oleh Gereja Katolik, baik dari dalam Gereja maupun dari luar Gereja. Namun sesuai dengan janji Kristus, Gereja Katolik tetap bertahan dengan mengajarkan kebenaran yang penuh, ditandai dengan sifat: satu, kudus, katolik, dan apostolik.(lihat artikel: Gereja Tonggak Kebenaran dan Tanda Kasih Tuhan – Bagian 1 – silakan klik).

Setiap orang dewasa, yang dapat menggunakan akal budinya, dituntut untuk benar-benar menggunakan seluruh akal budi dan kekuatannya untuk dapat mencapai kebenaran hakiki, seperti: tentang hakekat dirinya, darimana dia berasal, dan tujuan hidupnya, tentang Pencipta-nya, tentang agama yang dianutnya, dll. Dan ini juga berlaku untuk umat Katolik, yang sudah seharusnya juga mempertanyakan imannya dan mencoba dengan segala cara untuk mengetahui dan mengasihi iman yang dipercayainya. Dengan demikian, pengetahuan tersebut akan membantu seseorang untuk lebih mengasihi imannya. Dan dengan mengasihi iman yang dipercayainya, maka seseorang akan lebih terdorong untuk terus berusaha memperlajari imannya secara lebih mendalam.

Dengan demikian iman tidak akan terpisahkan dari kebenaran, karena iman melibatkan persetujuan secara bebas terhadap segala kebenaran yang diwahyukan Allah. Oleh karena itu, sebagai umat Katolik yang tahu bahwa ada tiga pilar kebenaran di dalam Gereja Katolik, yang terdiri dari: 1) Kitab Suci, 2) Tradisi Suci, 3) Magisterium Gereja, maka setiap umat Katolik harus memberikan diri (pikiran/ intellect dan budi /will) secara bebas untuk taat terhadap kebenaran yang telah digariskan oleh Magisterium Gereja, yang pasti tidak mungkin bertentangan dengan Tradisi Suci dan Kitab Suci. Pada saat kita menempatkan kebenaran menurut takaran diri sendiri di atas yang telah digariskan oleh Magisterium Gereja, maka kita tidak lagi mempunyai iman yang bersifat supernatural, namun menjadi iman yang menurut pemikiran kita sendiri atau iman yang memilih-milih. Katekismus Gereja Katolik (KGK, 150) mengatakan:

Iman adalah ikatan pribadi manusia dengan Allah dan sekaligus, tidak terpisahkan dari itu, persetujuan secara bebas terhadap segala kebenaran yang diwahyukan Allah. Sebagai ikatan pribadi dengan Allah dan persetujuan terhadap kebenaran yang diwahyukan Allah, iman Kristen berbeda dengan kepercayaan yang diberikan kepada seorang manusia. Menyerahkan diri seluruhnya kepada Allah, dan mengimani secara absolut apa yang Ia katakan adalah tepat dan benar. Sebaliknya adalah sia-sia dan salah memberikan kepercayaan yang demikian itu kepada seorang makhluk (Bdk. Yer 17:5-6; Mzm 40:5; 146:3-4.)

Orang yang dibimbing oleh Sang Kebenaran atau Yesus, harus senantiasa hidup dalam kebenaran dan di dalam terang. KGK, 2466 menegaskan “Di dalam Yesus Kristus, kebenaran Allah menampilkan diri secara penuh dan sempurna. Karena “penuh rahmat dan kebenaran” (Yoh 1:14), Ia adalah “terang dunia” (Yoh 8:12), Kebenaran itu sendiri (Bdk. Yoh 14:6.), “supaya setiap orang yang percaya kepada-Ku, jangan tinggal di dalam kegelapan” (Yoh 12:46). Siapa yang tinggal di dalam Sabda Yesus adalah murid Yesus yang sebenarnya; ia akan “mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan” (Yoh 8:32) dan menguduskan dia (Bdk. Yoh 17:17.). Mengikuti Yesus berarti hidup dari “roh kebenaran” (Yoh 14:17), yang diutus Bapa dalam narna-Nya Bdk. Yoh 14:26. dan yang akan menghantar masuk ke dalam seluruh kebenaran (Yoh 16:13). Yesus mengajar kepada murid-murid-Nya cinta kepada kebenaran tanpa syarat: “Jika ya hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih daripada itu berasal dari si jahat” (Mat 5:37).

Akhirnya, kebenaran kekristenan adalah merupakan sintesis dari iman (faith) dan akal budi (reason), yang dimanifestasikan secara penuh dalam kasih (love). Dan kepenuhan kebenaran ini ada di dalam Gereja Katolik, dengan empat tanda: satu, kudus, katolik, dan apostolik. Dan sebagai umat Katolik, kita harus senantiasa taat kepada kebenaran yang dinyatakan oleh Magisterium Gereja, sehingga kita tidak mudah untuk terhanyut dalam begitu banyak kepercayaan yang lain, yang juga mengatasnamakan kebenaran.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – www.katolisitas.org

9 COMMENTS

  1. Salam damai sejahtera bagi semua.
    Dalam artikel diatas, saya menemukan definisi dari kebenaran yaitu sebagai “conformity of mind with reality” atau kesesuaian antara pikiran dan realitas. Menurut saya dalam definisi tersebut terdapat percampuran makna antara kebenaran dan objektifitas. Realitas tidak pernah benar-benar sesuai dengan pikiran manusia dan sebaliknya di mana selain adanya unsur relativitas, daya intelektual dan kapasitas indra manusia yang terbatas untuk memahami fenomena kehidupan ini secara utuh menjadi penyebabnya. Bukti dari hal tersebut menurut saya adalah peradaban yang berkembang, ilmu pengetahuan yang tidak pernah berhenti mengupas realitas yang ada di sekitar kita dan permasalahan sosial yang terus berdatangan seiring berjalannya waktu. Menurut saya dengan menjelaskan objektifitas sebagai kebenaran, justru mempersempit makna kebenaran itu sendiri dan seperti yang kita ketahui, objektifitas tidak pernah dapat membenarkan Allah secara utuh dalam pemahaman manusia. Sedangkan dalam Injil sendiri kebenaran sering ditekankan sebagai sesuatu yang absolut(menurut saya) seperti pada Yohanes 8:45 yang membuat saya bertanya bagaimana (dalam pandangan alkitab)kita dapat menemukan kebenaran dalam kehidupan yang serba tidak pasti ini. Dengan begitu, saya kurang puas dengan penjelasan bapak diatas. Mohon tanggapannya. Terima kasih.

    • Shalom Alex,
      Sebenarnya kita tidak perlu mempertentangkan antara kebenaran dan obyektifitas, karena kebenaran memang sebenarnya bersifat obyektif. Bahwa ada sebagian yang belum benar-benar diungkap sebagai satu kebenaran, bukan berarti bahwa kebenaran itu adalah sesuatu yang relatif. Dengan kata lain, tidak dapat sesuatu dengan cara yang sama dan dalam waktu yang sama dapat “menjadi” atau “tidak menjadi”. Sebagai contoh, orang tidak dapat mengatakan bahwa teori geocentric bisa benar dan bisa salah dengan cara dan waktu yang sama. Tidak mungkin kedua-duanya benar
      Kalau kita terapkan dalam iman, maka kebenaran yang dimengerti sebagai comformity of mind with reality, sebenarnya tidaklah mempersempit makna kebenaran, bahkan membuat kebenaran sebagai satu tonggak yang dapat menjadi acuan tindakan kita. Tanpa kita berani memegang kebenaran sebagai satu acuan, maka sebenarnya kita sendiri harus mendefinisikan segala sesuatunya dari awal tanpa referensi apapun. Dan tentu saja hal ini menjadi sesuatu yang absurd. Dalam konteks mengenal Allah, maka kebenaran yang diimani oleh manusia adalah berdasarkan kesaksian yang diberikan oleh Allah sendiri. Dengan demikian, kita dapat mempercayainya sebagai kebenaran yang absolut. Orang yang mempercayai kebenaran yang relatif justru sebenarnya mempunyai kontradiksi, karena walaupun dia tidak mempercayai kebenaran absolut, namun dia memegang satu kebenaran absolut, yaitu “tidak ada kebenaran absolut”. Semoga dapat memperjelas.
      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,stef – katolisitas.org

  2. Salam kenal Pak Stef

    Saya selalu mendengar kata kebenaran didalam ulasan ulasan yg Bapak jelaskan .
    Tetapi sebetulnya apa sih yang dimaksud dengan kebenaran .
    Apakah yang dimaksud dengan kebenaran itu adalah kebenaran bahwa Yesus anak Allah ?
    Ataukah kebenaran itu adalah tentang segala sesuatu yang menyangkut kehidupan kita misalnya kita harus jujur mengatakan sesuatu yang benar tidak ditutupi.

    Terima kasih

    [dari katolisitas: silakan melihat tanya jawab ini – silakan klik]

  3. saya lagi dikasi tugas tentang mencari arti sebuah kebenaran awalnya bingung.
    Tapi setelah saya baca apa yang dipaparkan disini saya jadi mengerti tentang arti sebuah kebenaran.
    Jujur tidak semuanya saya baca …tapi pemaparan melalui tulisan ini sangat membantu sekali terima kasih.

  4. Dari semua artikel tentang kebenaran hakiki yang dinyatakan atas dasar pandangan agama-agama,kristen,islam,buddha,hindu,dll tidak lain mereka hanya melakukan pembenaran. Dalam artikel tersebut diatas diurai dengan sangat lengkap plus dalilnya tentang kbenaran hakiki yang hanya bersumber pada yesus kristus. Dari semua motif yang disampaikan tentang pembuktian yesus sebagai Tuhan semuanya hanya PEMBENARAN. hanya ada satu pertanyaan untuk para katolik dan protestan dan adventist dimanapun berada, siapa yang Kalian sebut Bapa Tuhan? Kalau kberadaan bapa tuhan bisa dibuktikan maka baru bisa dikatakan bahwa yesus kristus yang kalian sembah adalah tuhan.

    • Shalom Brian,

      Terima kasih atas komentarnya. Anda mengatakan “Dari semua motif yang disampaikan tentang pembuktian yesus sebagai Tuhan semuanya hanya PEMBENARAN“. Saya telah memberikan salah satu argumentasi untuk membuktikan ke-Allahan Yesus Kristus berdasarkan “motives of credibility” . Kalau anda tidak dapat menerimanya sebagai kebenaran namun sebagai pembenaran, maka silakan memberikan argumentasi, sehingga kita dapat membahasnya secara lebih mendalam. Kemudian anda bertanya tentang Bapa Tuhan (Allah Bapa) dan lebih jauh mengatakan “Kalau kberadaan bapa tuhan bisa dibuktikan maka baru bisa dikatakan bahwa yesus kristus yang kalian sembah adalah tuhan.Pembuktian seperti apakah yang anda maksudkan di sini? Kita dapat membuktikan berdasarkan akal budi tentang keberadaan Tuhan, seperti yang saya tulis di sini – silakan klik. Kita juga dapat melihat peran Allah dalam Perjanjian Lama, yang menuntun bangsa Israel ke tanah terjanji, yang memberkati kejayaan Kerajaan Israel, menyertai penderitaan bangsa Israel. Dan Allah Bapa diperkenalkan kepada manusia secara lebih jelas oleh Yesus Kristus. Allah Bapa yang tadinya merupakan sosok yang begitu jauh, menjadi sosok yang begitu dekat, karena manusia dapat memanggil Allah sebagai Bapa. Dan ini hanyalah mungkin, karena Allah Putera hadir sebagai manusia sebagai saudara sulung, sehingga seluruh manusia menjadi anak-anak angkat Allah di dalam Kristus. Dan kejelasan akan hal ini hanya dapat diwahyukan oleh Kristus, karena Yesus sendiri adalah Putera Tunggal, yang juga adalah Allah, yang setara dengan Allah Bapa. Semoga keterangan tambahan ini dapat memperjelas.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  5. Beberapa waktu lalu saya baca artikel di asianews.it : “After 60 years of communism, Church in China faces most critical moment.”
    Saya sungguh prihatin melihat fakta sejarah , dimana benih-benih Injil mulai pupus bahkan hilang di banyak negara, karena kebijakan para elit penguasa.

    Kenapa Allah menyerah kepada penguasa negara, ketika sudah banyak darah para martir (Matteo Ricci, dll) ,sekarang umat disana kekurangan gembala, dan pelan-pelan umat pun punah secara natural?
    Kita juga bisa melihat fakta di Korea Utara, Vietnam, Turki, dan banyak tempat di Timur Tengah: Irak, Palestina, dll. dimana warga kristen hampir punah, dan minoritas yg masih bertahan terus-menerus menerima tekanan. Bahkan tempat-tempat itu dulunya awal kekristenan.

    Yesus datang agar: “bangsa-bangsa yg berjalan di bawah kegelapan akan melihat terang” ,
    kenapa sekarang Tuhan membiarkan bangsa-bangsa yang pernah melihat terang itu, membiarkan terang itu pergi (dan tentunya saat itu menumpahkan banyak darah martir) dan mereka kembali di bawah kegelapan, bukan kehendak mereka sendiri tetapi karena kebijakan elit penguasa, demi kepentingan penguasa sendiri? Quo vadis Domine?

    Dimanakah Allah meletakkan batas bagi kejahatan? Sampai kapankah?

    • Shalom Fxe,
      Memang jika kita melihat secara sepintas, kelihatannya kejadian yang terjadi di dunia sekarang ini adalah sangat memprihatinkan. Dunia menjadi semakin sekular, banyak orang tidak lagi mau percaya kepada Tuhan. Di negara-negara yang dulunya mayoritas umat Kristiani, sekarang sedikit demi sedikit menjadi atheis, atau menjadi acuh tak acuh terhadap agama. Bahkan sedikit demi sedikit apapun yang berbau ke-Tuhan-an digusur dari kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Ini memprihatinkan, dan kalau kita memusatkan perhatian kepada hal-hal negatif ini kita memang dapat menjadi kecewa dan bertanya-tanya.
      Namun sebaiknya kita juga melihat adanya hal-hal yang positif yang terjadi di dalam Gereja. Bahwa di bagian dunia yang lain, Gereja bertumbuh, walaupun di negara- negara yang tadinya non- Kristen, seperti di Afrika dan di beberapa negara Asia (termasuk Indonesia). Untuk ini kita perlu tetap bersyukur, dan karenanya tidak boleh putus berpengharapan, bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan umat-Nya dan Gereja-Nya. Betapapun berat kenyataan yang dihadapi, namun Tuhan pasti membuka jalan. Dari sejarah Gereja, kita mengetahui bahwa di saat-saat yang sulit dalam Gereja, Tuhan malah ‘memberikan’ rahmat-Nya berlimpah-limpah dan memberikan teladan orang-orang kudus yang istimewa (seperti St. Dominikus dan St. Fransiskus di jaman abad pertengahan, lihat kisah ajaran sesat Albigenses, silakan klik). Saya percaya keadaan itu tetap berlaku sampai sekarang.
      Lihat juga bagaimana misi evangelisasi sekarang menjadi semakin meluas dan mudah dengan adanya media komunikasi, seperti media internet ini, misalnya. Ini juga harus kita syukuri. Setiap jaman mempunyai tantangannya sendiri-sendiri, namun percayalah Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Keadaan yang kurang baik yang terjadi di sekitar kita harus mendorong kita untuk turut berpartisipasi memperbaikinya, daripada sekedar meratapinya. Mari kita bersama berdoa dan berusaha, agar Tuhan memakai kita semua sebagai alat-alat-Nya untuk menyebar luaskan Kabar Gembira dan kebenaran Injil. Tentu di dalam kapasitas kita masing-masing. Sepanjang dunia masih berputar dan selama masih ada waktu, mari kita mengisi hidup kita dengan mata tertuju kepada Tuhan, agar kita dapat dengan bijak menjadi saksi Kristus, dan dengan demikian, dapat membawa orang- orang lain untuk mengenal Kristus dan mengasihi-Nya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  6. Shalom Katolisitas,
    Berikut ini saya ingin mendapatkan penjelasan dari team Katolisitas tentang hal:
    bahwa sering kita mendengan kata “Kebenaran” maupun membacanya di dalam Alkitab.
    pertanyaan saya:
    Apakah arti “kebenaran” itu sendiri ? sebab sulit sekali membedakan antara “ebenaran” menurut kehendak Tuhan dengan kebenaran menurut seseorang..yang tentu saja mempunyai alasan tentang “kebenaran” yang di pahami.
    Terima kasih atas kesediaan menjawabnya.

    Salam Damai
    Felix Soegiharto

    [dari katolisitas: silakan melihat jawaban di atas – silakan klik]

Comments are closed.