[Minggu Biasa ke XXXIII: Ams 31:10-13,19-20,30-31; Mzm 128:1-5; 1Tes 5:1-6; Mat 25:14-30 ]
Bacaan Injil hari ini mengingatkan kepadaku satu hal penting, yaitu bahwa Allah mengaruniakan kepada tiap- tiap orang, talenta dengan jumlah yang berbeda-beda, sesuai dengan kesanggupan masing-masing (lih. Mat 25:15). Sebab dulu aku pernah berpikir, bahwa mestinya kalau Tuhan adil, Ia akan memberikan kepada setiap orang, talenta dengan jumlah yang sama. Namun perikop Injil hari ini menyingkapkan keadilan Tuhan yang melampaui pemikiran manusia. Allah telah mengetahui kemampuan setiap kita, maka talenta yang diberikan-Nya kepada kita adalah sesuai dengan kemampuan kita masing-masing. Bagiku, kesadaran akan hal ini sangatlah melegakan. Sebab dengan demikian, aku belajar untuk menghargai apa yang Tuhan sudah percayakan kepadaku, tanpa perlu iri hati kepada apa yang dimiliki orang lain. Aku tak perlu iri hati kepada Mozart atau Pierluigi da Palestrina, misalnya, karena mereka diberi talenta musik yang luar biasa. Sebab dari mereka, Tuhanpun menuntut lebih banyak (lih. Luk 12:48). Syukurlah mereka dapat mengembalikan talenta mereka untuk kemuliaan nama Tuhan, dengan menyusun gubahan musik gerejawi yang sangat indah dan agung. Demikian pula, dalam hal rohani, aku dapat menerima dengan suka cita, keberadaan Bunda Maria dan para orang kudus, yang menerima lebih banyak karunia rohani daripada yang kuterima, karena tugas- tugas mereka yang lebih besar dalam rencana keselamatan Allah. Maka, aku dapat memandang mereka seperti seorang adik kelas memandang kakak kelasnya, berusaha -walaupun jatuh bangun- meniru teladan hidup mereka agar kelak, akupun dapat lulus dalam mengarungi ujian kehidupan dengan memelihara iman, harap dan kasih, sampai akhir.
Jadi, sepertinya tak terlalu penting bagiku untuk mempersoalkan berapa banyak talenta yang ada padaku. Entah satu atau dua, tidaklah menjadi soal, sebab yang terpenting adalah bagaimana mengembangkannya. Dalam perikop Injil hari ini, hamba yang menerima satu talenta itu berbuat kesalahan, karena mengubur talentanya itu. Ia tidak percaya bahwa tuannya mempercayakan talenta itu sesuai dengan kesanggupannya. Ia kurang berterima kasih, kurang menghargai pemberian tuannya; atau dengan kata lain, kurang mengasihi tuannya. Karena ia tidak memiliki kasih, maka ia tidak terdorong untuk melakukan apapun untuk menyenangkan hati tuannya itu. Kenyataan ini membuatku bertanya kepada diriku sendiri, sejauh mana aku telah mengasihi Tuhanku? Sebab jika aku mengasihi Tuhan, tentunya aku akan berjuang sekuat tenaga untuk menyenangkan hati-Nya, dengan menghargai dan menggunakan pemberian-Nya, bahkan mengembangkannya, agar dapat kupersembahkan kembali kepada-Nya. Tuhan memberikan kesempatan kepadaku untuk mengembangkan talenta itu di sepanjang hidupku, dan di akhir nanti Ia akan melihat apakah aku sudah melakukannya. O, betapa kumohon, agar Tuhan membantuku mengembangkan talenta itu sehingga kelak Ia memperolehnya kembali dengan bunganya!
Bacaan Kitab Suci hari ini, mengingatkan kita akan panggilan ini, yaitu untuk mengembangkan talenta yang ada pada kita, entah itu berkat- berkat jasmani, rezeki, bakat, karunia-karunia rohani dan terutama karunia cinta kasih, untuk memuliakan nama Tuhan. Sebab talenta itu adalah ‘barang titipan’ dari Tuhan, bukan milik kita sendiri, dan kita hanyalah pengelolanya saja. Di waktu usia hidup kita yang terbatas ini, kita dapat memilih untuk menggunakan berkat-berkat ini untuk melayani Tuhan dan sesama, atau kita menguburkannya saja, supaya tidak usah repot- repot. Sebab untuk mengelola talenta itu, diperlukan pengorbanan, sebagaimana seorang wanita yang rajin bekerja demi kasihnya kepada suami dan anak-anaknya (lih. Ams 31:12-13), ataupun sebagaimana seorang ayah yang meskipun telah lelah bekerja, namun tetap dengan giat mendidik anak-anaknya, agar mereka mengenal ajaran dan nasihat Tuhan (lih. Ef 6:4).
Sabda Tuhan hari ini juga mengingatkan kita untuk terus berjaga-jaga, sambil terus bekerja mengembangkan talenta yang Tuhan sudah percayakan kepada kita. Sebab seberapapun kita menyiapkan diri untuk kedatangan Tuhan di saat kematian kita, namun saat itu akan datang dengan tiba-tiba, seperti pencuri di waktu malam (1Tes 5:2). Kita memang tak dapat mengetahui, kapan saat itu datang, namun kita dapat mengusahakan untuk mengisi hari-hari hidup kita sampai saat itu tiba. Jangan sampai, kita sesungguhnya diberi banyak talenta, tetapi karena kemalasan kita, kita kubur semuanya. Jangan sampai kita hanya memiliki sedikit kasih di dalam hati kita, sehingga kita menjalani hidup dengan berat hati, dan pekerjaan melayani mendatangkan bagi kita rasa lelah tak terperi. Mari kita memohon kepada Tuhan, agar kita memiliki semangat kasih yang berkobar, supaya kita dengan hati riang dan ringan, menggunakan talenta kita untuk melayani Tuhan dan sesama.
“Ya, Tuhan, bantulah aku mengelola talenta yang Engkau percayakan kepadaku dengan sukacita, agar kelak dengan suka cita pula, Engkau menerimanya kembali dengan bunganya.”
Syalom,saya ingin bertanya,dalam injil tentang talenta,yang dimaksud talenta disana itu,talenta(bakat)atau talenta(uang)?
[Dari Katolisitas: Para ahli Kitab Suci Katolik mengartikan bahwa talenta ini dapat berarti berkat-berkat jasmani dan juga rohani, maka, termasuk di sini bakat, harta milik, maupun karunia-karunia rohani.]
Comments are closed.