Penjelasan dari A Catholic Commentary on Holy Scripture, ed. Dom Orchard, OSB, tentang ayat Mat 22:11-12 tersebut adalah:

“…. Adalah tidak mengherankan jika ada tamu-tamu yang tidak berpakaian yang layak untuk pesta, karena mereka telah terburu-buru datang ke pesta dan seolah dikumpulkan tanpa dipilih-pilih. Maka keputusan sang raja hanya dapat dibenarkan jika kita mengasumsikan bahwa alasan mereka berpakaian seadanya itu adalah suatu kesalahan yang disengaja. [Namun] perumpamaan tidak ditujukan untuk menjelaskan detail-detail semacam ini. Kita diharapkan untuk melihat secara otomatis, bahwa ‘pakaian pesta’ adalah simbol yang mewakili kelayakan bagi Kerajaan. Kurangnya kelayakan tersebut, jelas merupakan kesalahan yang disengaja, dan tidak perlu dijelaskan lagi. Orang itu tak memiliki excuse/ tak dapat mengelak. Raja mengeluarkan keputusan dan pesta dimulai atau dilanjutkan dengan keadaan yang baru, yaitu menjadi pesta di mana semua yang hadir adalah sempurna…..”

Haddock’s Commentary menjelaskan tentang makna ‘pakaian pesta’ dalam Mat 22:11-12 tersebut demikian:

“St. Agustinus mengatakan bahwa pakaian pesta itu adalah … perbuatan cinta kasih. Inilah yang juga diajarkan oleh St. Gregorius, St. Ambrosius dan lainnya. Apa yang dijabarkan oleh St. Yohanes Krisostomus, bahwa itu adalah kehidupan yang murni, atau kehidupan yang bersinar dengan kebajikan, bebas dari dosa, adalah hampir sama dengan cinta kasih, sebab cinta kasih tidak dapat ada tanpa kehidupan yang baik, demikian juga kemurnian hidup yang baik, tidak dapat ada tanpa cinta kasih. Di homilinya yang ke-70, St. Yohanes Krisostomus mengatakan bahwa pakaian kehidupan adalah perbuatan-perbuatan kita, … agar jangan orang menganggap bahwa iman saja cukup untuk keselamatan. Maka ketika kita dipanggil oleh rahmat Tuhan, kita diberi jubah putih, untuk kita jaga dari noda dosa, dari setiap dosa berat, tergantung dari ketekunan (berjaga dan berdoa) dari setiap individu….”

3 COMMENTS

  1. Ibu Ingrid dan Bapak Stephen Tay terkasih.

    Artikel-artikel ibu dan bapak sampaikan, sungguh sangat luar biasa, sebagai mutiara-mutiara berharga dari kekayaan Gereja Katolik.Saya pribadi sangat senang, puas dan yang utama semakin meneguhkan iman katolik saya.

    Ibu dan Bapak terkasih, saya sebagai penulis renungan di group-group kristiani (katolik dan non katolik) via Facebook,selalu ada ilustrasi gambar. Namun beberapa hari ini renungan-renungan dengan ilustrasi gambar Yesus dikatakan sesat. Berdasarkan wahyu pribadi yang sdri Sherly Grace terima. Berikut saya sampaikan link komennya.

    Sherly Grace Massie Dua
    Sherly Grace Massie Dua 10 September 1:21
    Salam damai sejahtera,

    Saya bersaksi bahwa pada 21 Desember 2006, melalui Ulangan 4:15-16 dan Yohanes 14:6-7, TUHAN membuka kebenaran bahwa patung dan gambar yang mengumpamakan Yesus adalah berhala. Kebenaran ini menjadi kunci untuk membuka nubuat Kisah Para Rasul 17:29-31; sekarang Elohim memberitakan kepada manusia, bahwa dimana-mana semua mereka harus bertobat. Di bawah ini adalah kesaksiannya:

    http://www.facebook.com/notes/sherly-grace-massie/kabar-baik-1-kedok-penipuan-iblis-dibuka-kebenaran-yang-memerdekakan/468765216501389

    Mohon bantuan penjelsannya. Terima kasih Tuhan memberkati.

    • Shalom Lucas Margono,

      Terima kasih atas dukungan Anda untuk karya kerasulan katolisitas. Terhadap wahyu-wahyu pribadi yang bertentangan dengan ajaran Gereja Katolik, kita tidak perlu guncang mendengarnya. Silakan melihat tanya jawab ini – silakan klik. Tanpa adanya wahyu-wahyu pribadi tersebut, sebenarnya Allah telah memberikan kebenaran yang cukup untuk mengantar kita kepada keselamatan. Jadi, selama kita terus setia pada 3 pilar kebenaran: Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja, maka kita mempunyai pondasi yang kuat akan iman kita. Iman dengan dasar 3 pilar kebenaran jauh lebih kuat dibandingkan dengan iman berdasar kepada wahyu-wahyu pribadi yang sangat sulit dibuktikan kebenarannya. Bagi umat Katolik sebenarnya sangat mudah untuk menentukan apakah wahyu pribadi tersebut benar atau tidak. Parameternya adalah apakah wahyu pribadi tersebut sesuai dengan 3 pilar kebenaran tersebut. Kalau tidak sesuai, maka wahyu-wahyu pribadi tersebut adalah palsu. Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  2. dear katolisitas,

    Dalam misa pagi ini, bacaan Injil, yang diambil dari Matius 22: 1 – 14, sedikit membingungkan saya. Ada semacam ketidakkonsistenan tuan pesta.

    Dikisahkan bahwa setelah para undangan menolak untuk datang, tuan pesta berkata kepada para hambanya, “Perjamuan kawin telah tersedia, tetapi orang-orang yang diundang tadi tidak layak untuk itu.” (ay. 8). Karena itu, para hamba pergi “mengumpulkan semua orang yang dijumpainya di jalan-jalan, orang-orang jahat dan orang-orang baik, sehingga penuhlah ruangan perjamuan kawin itu dengan tamu.” (ay. 10).

    Ada kesan bahwa yang datang ke pesta itu adalah orang yang “dipaksa”. Namun menjadi heran dengan sikap tuan pesta terhadap satu peserta yang kedapatan tidak berpakaian pesta. Bukankah orang itu datang ke pesta secara tiba-tiba karena “dipaksa” para hamba tuan pesta?

    Saya membayangkan bahwa orang itu bertemu dengan para hamba di jalan dan lalu “memaksanya” datang ke pesta. Keinginannya untuk berganti pakaian pun tak sempat. Para hamba mungkin berpikir, jika orang itu pulang ke rumah dulu untuk ganti pakaian, bakalan tak datang ke pesta, sama seperti beberapa undangan sebelumnya, yang sibuk urus ladang dan urusannya.

    Karena itu, seharusnya tuan pesta senang dengan kehadirannya. Tapi kenapa terhadap satu orang yang tidak berpakaian layak itu tuan pesta bertindak kejam dengan perintah, “Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.” (ay. 13).

    Mohon pencerahan.
    brian

    [Dari Katolisitas: Silakan membaca tanggapan kami di atas, silakan klik]

Comments are closed.