Baru-baru ini ada banyak cuplikan berita di internet yang menyimpulkan dari kutipan perkataan Paus Benediktus XVI, bahwa Paus sepertinya mentolerir dosa seksual terhadap anak-anak. Contohnya, seperti yang dikatakan di situs ini, http://www.sott.net/article/220257-Vatican-Christmas-Shocker-Pope-says-child-rape-isnt-that-bad-was-normal-back-in-his-day
Kalimat yang dipermasalahkan adalah: “In the 1970s, paedophilia was theorised as something fully in conformity with man and even with children,” the Pope said. (“Di tahun 1970-an, paedophilia dikatakan sebagai sesuatu yang sesuai dengan kodrat pria dan bahkan dengan kodrat anak-anak.”)
Mungkin reaksi spontan kita yang mendengarnya adalah kita mengernyitkan kening, “Masa sih? Benarkah Paus mengatakan demikian?”. Maka mari kita teliti bersama.
Pertama-tama, kalau kita mendengar berita semacam ini, kita perlu memeriksa, apakah sebenarnya yang dikatakan Paus secara keseluruhan, supaya kita mengetahui konteksnya. Kalau tidak demikian, kita benar-benar dapat menjadi salah paham. Sebab kalimat itu memang dikatakan oleh Paus, tetapi hal tersebut dikatakan sebagai suatu fakta yang salah. Sayangnya, pernyataan Paus yang mengatakan bahwa itu salah, tidak dikutip. Cara mengutip yang sedemikian ini, efeknya menyesatkan. Jadi kasusnya serupa dengan seorang Atheis yang dikutip mengatakan bahwa Kitab Suci mengajarkan, “Tidak ada Allah”. Tetapi itu kutipan yang ceroboh, sebab kalimat lengkapnya, “Orang bebal berkata dalam hatinya: “Tidak ada Allah.” (Mzm 14:1). Lha, artinya kan sebaliknya.
Jadi dalam hal ini kita lihat dulu konteksnya apa, dan apa sebenarnya yang dikatakan oleh Paus Benediktus XVI:
“In order to resist these forces, we must turn our attention to their ideological foundations. In the 1970s, paedophilia was theorized as something fully in conformity with man and even with children. This, however, was part of a fundamental perversion of the concept of ethos. It was maintained – even within the realm of Catholic theology – that there is no such thing as evil in itself or good in itself. There is only a “better than” and a “worse than”. Nothing is good or bad in itself. Everything depends on the circumstances and on the end in view. Anything can be good or also bad, depending upon purposes and circumstances. Morality is replaced by a calculus of consequences, and in the process it ceases to exist. The effects of such theories are evident today. Against them, Pope John Paul II, in his 1993 Encyclical Letter Veritatis Splendor, indicated with prophetic force in the great rational tradition of Christian ethos the essential and permanent foundations of moral action. Today, attention must be focussed anew on this text as a path in the formation of conscience. It is our responsibility to make these criteria audible and intelligible once more for people today as paths of true humanity, in the context of our paramount concern for mankind.”
Teks selengkapnya, silakan baca di link Vatikan, klik di sini.
Maka di sini Paus sebenarnya sedang mengatakan bahwa ada gerakan yang kuat yang berkembang di dunia sekarang ini, yang menganggap pornografi bagi anak-anak sebagai sesuatu yang normal, dan ini merusak masyarakat (silakan membaca alinea sebelumnya). Nah agar kita bisa mengalahkan kekuatan ini, kita harus melihat apakah sebenarnya dasar pemikiran mereka. Lalu Paus memberikan data faktual bahwa sekitar tahun 1970-an (setelah revolusi seks di Eropa), paedophilia dikatakan sebagai sesuatu yang sepertinya sesuai dengan kodrat pria dan bahkan anak-anak. Namun demikian, Paus mengatakan, hal ini adalah penyimpangan yang mendasar (fundamental perversion) dari konsep ethos. It was maintained, nah ‘it‘ di sini mengacu kepada pandangan yang dianut oleh penyimpangan/ fundamental perversion itu, bahwa segala perbuatan dipandang relatif, tergantung dari keadaan dan tujuan. Pandangan ini mengakibatkan bahwa moralitas dilihat hanya sebagai hitungan akibat [dari suatu perbuatan]. Paham ini berlaku sampai sekarang. Nah, untuk melawan pandangan yang salah ini, Paus Benediktus XVI mengacu kepada tulisan ensiklik Paus Yohanes Paulus II, Veritatis Spendor, yang mengatakan bahwa pondasi yang teguh (tidak bersifat relatif) untuk tindakan moral yang baik adalah nilai-nilai (ethos) Kristiani. Maka sekarang, perhatian harus difokuskan kepada tulisan ensiklik Paus Yohanes Paulus II ini, dalam rangka membentuk suara hati nurani di dalam diri setiap orang. Menurut Paus, adalah merupakan tanggungjawab kita agar dapat menjadikan kriteria ini semakin jelas dan dipahami, supaya masyarakat dapat sungguh menjadi semakin manusiawi.
Sedangkan tentang fakta bahwa tahun 70-an memang terjadi kecenderungan keterbukaan terhadap hal-hal seksual, bahkan sampai masuk dalam pendidikan anak-anak di sekolah, hal ini dilaporkan oleh pengamat independent, sebagaimana ditulis di link ini, silakan klik.
Jadi sebenarnya apa yang dikutip di media itu adalah pernyataan Paus yang sudah dipancung, sehingga tak mengherankan, sepertinya sangat janggal. Menjawab pertanyaan di atas: Apa benar Paus mentolerir dosa? Tentu jawabnya jelas: Tidak. Hanya saja, kita perlu mendengarkan keseluruhan perkataannya (atau membaca keseluruhan alinea khotbahnya), baru dapat memahami apa yang dimaksudkan Paus.
Maka, mari bersama-sama kita melihat suatu pernyataan dengan sikap terbuka, namun termasuk juga terbuka untuk melihat konteks keseluruhan dari sumber aslinya. Dengan sikap demikian, kita tidak dengan mudah dibingungkan oleh banyaknya informasi, termasuk informasi yang seringkali membelokkan apa yang sebenarnya disampaikan oleh Gereja.
Dear all,
Seperti yang diberitakan baru2 ini bahwa Bapa Suci akan mengundurkan diri akhir bulan ini, pertanyaan saya disebut apa Paus yang sudah meletakkan jabatannya itu? Kalau uskup disebut dengan Uskup Emeritus, nah kalau Paus? Lalu jika setelah meletakkan jabatan apakah sang Paus tersebut masih boleh mempersembahkan Misa Kudus?
Terima Kasih
Bambang Siahaan yth,
Paus mengundurkan diri suatu hal yang bisa terjadi dan tidak menyalahi hukum Gereja. Sesudah 1415 Paus Gregorius XII baru Paus Benediktus XVI yang akan mengundurkan diri. Paus mengundurkan diri bukan dari panggilannya menjadi Uskup tetapi dari jabatannya sebagai Paus pemimpin Gereja Katolik sejagad. Karena alasan kesehatan, Paus pada tgl 28 Februari pkl. 20.00. secara sah mengundurkan diri dengan kebebasan penuh dan kerendahan hatinya. Paus bisa merayakan Misa setiap hari dan itu wajib. Paus akan menjadi pendoa bagi umat Katolik dan bagi pemilihan Paus baru bulan Maret 2013. kita berdoa agar Allah memberikan kuasa Roh Kudus untuk memilih Paus baru dan menjadi pemimpin Gereja Katolik sejagad.
salam
Rm Wanta
Comments are closed.