Hal perkiraan bahwa ditemukannya nama Haman dalam prasasti batu rosetta yang menunjukkan bahwa kemungkinan ada seseorang bernama Haman hidup di zaman Raja Firaun di Mesir, tidak membuktikan apa-apa yang mengguncang historisitas kitab Ester. Sebab ditemukannya prasasti itu tidak menjadi tanda bahwa nama Haman itu (jika Hmn-h yang tertulis pada prasasti itu mau diinterpretasikan sebagai Hemen/ Haman) adalah satu-satunya orang saja yang bernama Haman, yang pernah hidup di dunia ini. Sebab kemungkinan tetap ada (dan besarlah kemungkinan itu) bahwa ada orang yang juga bernama Haman yang hidup di masa Raja Ahasyweros (Raja Xerxes) berabad-abad kemudian.
Lagipula jika dibaca inskripsi lengkapnya pada prasasti tersebut, tidak disebutkan bahwa nama Haman (Hmn-h) ini adalah seorang yang dekat dengan Raja Firaun, seperti yang diklaim oleh sejumlah orang. Memang disebutkan nama Hmn-h (diterjemahkan sebagai Hemen-hetep), dan disebutkan kata Raja, tetapi tidak disebutkan tentang hubungan antara kedua orang tersebut. Terjemahan tulisan di prasasti itu adalah demikian, menurut informasi yang beredar di internet:
“(1) An offering, which the king gives to Osiris, Foremost of the Westerners, Lord of Infinity, Ruler of Eternity, so that he may give everything that is offered on his food table; the sweet breath of the northern wind; a goodly funeral for his old age, for the Ka of the overseer of the stonemasons of Amun Hemen-hetep, true of voice. (2) An offering, which the King gives to the Western Desert and Amaunet, the Lady of Heaven, so that she may give food and sustenance and all kinds of offerings, all things good and pure, for the Ka of the overseer of the stonemasons of Amun Hemen-hetep, true of voice. (3) His son Pu-hotep. (4) The mistress of the house Nefret-nub.”
Teks ini tidak menyebutkan apapun tentang kedekatan ataupun posisi tinggi dari seorang yang bernama Hemen-hetep itu, yang dapat menjadi dasar bahwa orang yang ditulis namanya di sana adalah pasti seorang yang dekat dengan Firaun. Frasa itu merupakan frasa yang umum tertulis dalam banyak kubur Mesir, dan tidak menunjukkan hubungan yang khusus dengan Raja (Firaun). Sesungguhnya di internet sendiri hal klaim prasasti rosetta ini masih merupakan perdebatan, karena tertera kesalahan pengutipan sumber, yang justru melemahkan klaim tersebut. Silakan Anda ketik di google dengan kata kunci ‘Haman hoax’, dan Anda akan dapat membaca argumen-argumen yang mempertanyakan ke-valid-an klaim tersebut.
Dalam A Catholic Commentary on Holy Scripture, ed Dom Orhard, OSB, disampaikan dalam penjelasan Kitab Esther, bahwa terdapat argumen-argumen yang kuat akan historisitas kitab Ester, yaitu antara lain ((lih. A Catholic Commentary on Holy Scripture, ed Dom Orhard, OSB (New York: Thomas Nelson and Sons, 1953), p. 409)) :
1) detail topografi dan kronologis yang kuat: ada banyak nama-nama yang digunakan yang sesuai dengan fakta historis; ada acuan terhadap perayaan tahunan yang diadakan di Media dan Persia.
2) ada penyebutan perayaan festival Purim, yang pada masa abad ke-2 SM dikenal sebagai ‘hari Mordekhai’ (2 Mak 15:36). Bahwa ‘pur’ maksudnya adalah undi (lih Est 3:7; 9:24) telah ditemukan dalam bahasa Babilonia, yaitu berasal dari kata ‘puru‘, dari kata dasar ‘paru‘ yang artinya ‘memotong’. Maka artinya adalah: menentukan dengan potongan. Digunakannya kata Babilonia ‘pur’ ini untuk festival tersebut dan bukan kata Ibrani ‘goral‘ (yang berarti ‘undi’) menunjukkan bahwa festival Purim ini diadakan di masa Pembuangan bangsa Yahudi di Babilonia.
3) Penemuan arkeologis di akropolis di Susan yang berasal dari sekitar abad ke-5 SM yang ditemukan oleh arkeolog M. Dieulafoy dan J. de Morgan memperkuat deskripsi ini.
Maka kisah Ester ini berkaitan dengan masa pemerintahan Raja Ahasyweros (Raja Artaxerxes/ Xerxes (486-465). Ahli sejarah Herodotus menulis bahwa pada tahun ke-3 pemerintahannya, ia mengumpulkan banyak pangeran di Susan untuk merencanakan perang melawan bangsa Yunani. Kesempatan ini cocok dengan kesempatan di mana Raja Ahasuerus membuang ratunya, Wasti, karena sang ratu menolak untuk hadir di pesta itu, yang juga tercatat terjadi di tahun ke-3 dalam kitab Ester (lih. Est 1:3, 12). Pada tahun ke-6, ekspedisi ke Yunani tidak berhasil dan Raja kembali pada tahun berikutnya. Pada tahun-tahun tersebut (antara tahun ke-3 s/d ke-7) raja disibukkan dengan perang, sehingga ini menjelaskan jeda waktu antara turunnya ratu Wasti dan dengan pemilihan Ester sebagai Ratu.
Maka untuk menyelidiki historisitas kitab Ester, lebih masuk akal untuk meneliti bukti historis yang ada sehubungan dengan masa pemerintahan Raja Ahasuerus (menurut ahli sejarah mengacu kepada Raja Artaxerxes/ Xerxes I), dan bukan jauh-jauh meneliti ke zaman raja Firaun di berabad- abad sebelumnya. Penemuan arkeologis yang diperkirakan berasal di sekitar abad ke-5 SM di zaman Raja Ahasyweros jika dikaitkan dengan narasi kitab Ester, semakin dapat memperjelas keseluruhan kisahnya: ((lih. Claus Schedl, History of the Old Testament, Book V, (New York: Alba House, 1971), p. 134-146))
1. Ditemukannya batu arkeologis di tahun ke-2 pemerintahan Raja Xerxes di beberapa perumahan di Barsippa dan sekitarnya tentang catatan-catatan bisnis dari bermacam perusahaan. Catatan itu menjelaskan tentang adanya tahun pemberontakan di tahun ke-2 zaman pemerintahan Raja Xerxes. Terdapat empat orang penguasa/ pemberontak yang ada dalam setengah tahun (5 Agustus 484- 5 Maret 483 SM), yang bernama Bel-simanni, Samaseriba, Aksimasku dan Sikusti. Situasi ini membuat keruwetan besar dalam hal dunia usaha (bisnis). Banyak perusahaan di Barsippa ambruk, dan kemungkinan termasuk seluruh kawasan itu. Gelar Raja Xerxes sebagai Raja Babilonia juga pupus, dan Babilonia menjadi sebuah provinsi, dan kehilangan kesatuan dengan Persia. Maka dari bukti arkelogis yang ditemukan di Barsippa, diketahui bahwa tahun kedua Raja Xerxes adalah tahun pemberontakan. Salah satu teks yang ditemukan di prasasti di Barsippa (tahun 485 SM) menyebutkan nama Marduka yang kemungkinan mengacu kepada Mordekhai dalam Kitab Esther. Marduka tercatat sebagai seorang petinggi keuangan Pangeran yang mengatur perjalanan petinggi Persia yang mengadakan inspeksi ke Barsippa. Kemungkinan dengan kedudukannya ini yang mempunyai akses ke pemerintahan Persia, Mordekhai dapat mengetahui adanya rencana persekongkolan untuk membunuh raja Ahasyweros (lih. Est 2:19-23).
2. Setelah berhasil mengatasi pemberontakan-pemberontakan tersebut di tahun ke-2 pemerintahannya, Raja Ahasyweros (Xerxes) mengadakan pesta besar di tahun ke-3, di mana Ratu Wasti menolak untuk hadir di hadapan Raja pada hari ketujuh, di hadapan para pangeran dan semua petinggi bangsa sekutu Raja Ahasyweros, dan hal ini membuat Raja Ahasyweros sangat murka, dan membuang Ratu Wasti.
3. Setelah kembali dari Yunani, Raja Ahasyweros memperistri Ester. Perkawinan terjadi di bulan kesepuluh, tahun ke-7, atau sekitar 22 Desember 479 sampai 20 Januari 478 SM. Naiknya Ester sebagai Ratu Susan, tidak berarti bahwa ia menjadi Ratu bagi keseluruhan Kerajaan, yang menurut Herodotus dipegang oleh Ratu Amestris.
4. Ditemukannya Elephantine- Papyri, yang menyatakan bahwa di akhir abad ke-5 SM di Mesir memang terjadi pembantaian orang-orang Yahudi. Maka hal ini cocok dengan narasi di kitab Ester yang menyatakan adanya rencana Haman untuk menghabisi seluruh bangsa Yahudi, di zaman pemerintahan Raja Ahasyweros. Perintah pembantaian ini dimulai di hari ke-13 bulan ke-12 (8 Maret 473). Keadaan berhenti setelah Ratu Esther tampil di hadapan Raja dan memutarbalikkan keadaan, sehingga akhirnya posisi Haman digantikan oleh Mordekhai.
Penemuan daeva inscription di tahun 1935 ((Text ANET 316; E F Schmidt, Persepolis II, Contents of the Trasury and other Discoveries, (Chicago 1957): Magnificent photograph.)) juga memperkuat hal ini. Melalui inskripsi tersebut diketahui bahwa Raja Xerxes melarang dan ingin melenyapkan kultus penyembahan sepuluh dewa; yang setelah diteliti berkaitan dengan kesepuluh anak Haman, yang masing-masing memakai nama dewa-dewa Iran tersebut. Sedangkan Raja Xerxes waktu itu menyembah dewa Ahura-mazda. Penyembahan umat Israel terhadap satu Tuhan, dianggap lebih menyerupai/ lebih dekat kepada penyembahan satu dewa Ahura-mazda, sehingga hal ini diperbolehkan oleh Raja Xerxes. Dekrit penghancuran kultus sepuluh dewa tersebut dikeluarkan oleh Raja Xerxes, dan dilaporkan di Susan pembunuhan mencapai 500 orang sedangkan di provinsi-provinsi mencapai 75,000 orang.
5. Festival Purim yang bertepatan dengan bulan penuh di bulan Adar 14/15 (Februari- Maret, lih. Est 9:21) yang kemungkinan untuk mengingat bahwa perayaan itu terjadi awalnya dari Haman yang membuang undi untuk membinasakan bangsa Yahudi, namun yang kemudian menuai hasil yang sebaliknya, di mana Raja, atas pengaruh Ratu Ester, kemudian membalikkan malapetaka tersebut terhadap Haman sendiri, dan kaum keluarganya.
Kesimpulan:
Kejadian-kejadian yang tercatat di kitab Esther dapat masuk ke dalam kerangka sejarah Persia tanpa kesulitan. Walaupun mengisahkan peran wanita, tidak dapat disimpulkan secara langsung bahwa ini merupakan pengaruh sastra Yunani. Sebab menurut ahli sejarah Josephus dan Philo, kisah-kisah Perjanjian Lama memang menyampaikan gaya bahasa yang erotis. Tak jarang, wanita dalam aspek erotiknya, yang menjadi pahlawan. Kisah ini nyata contohnya dalam kitab Ester (sesungguhnya juga kisah Yudit, Ruth, dst).
tidak ada kata Hmn-h (hamman) dalam tulisan batu rosetta..itu adalah mengada2. yang tertulis adalah ptolemy..
salam damai
[Dari Katolisitas: Apapun yang tertulis di batu prasasti rosetta itu, tak ada yang mempengaruhi historisitas kitab Ester. Apa yang tertulis di sini tentang batu rosetta dikutip dari informasi yang diperoleh dari internet, yang memang masih dapat didiskusikan lebih lanjut oleh para ahli. Namun yang terpenting adalah: apapun yang tertulis di batu rosetta itu tidak ada pengaruhnya terhadap kebenaran sejarah Kitab Ester, sebab latar belakang sejarah Kitab Ester tidak berkaitan dengan sejarah Mesir kuno, namun berkaitan dengan sejarah Babilonia kuno (Raja Ahasyweros/ Xerxes)]
Comments are closed.