Kitab Suci mengajarkan agar para pewarta Injil waspada, agar jangan sampai, setelah mereka mewarta, malah justru mereka tidak diselamatkan. Maka hal yang perlu diingat bagi kita semua yang mau mewartakan Injil, yaitu:

1. Jangan sampai kita hanya mewartakan Injil saja dengan kata-kata, tetapi kita sendiri tidak melaksanakannya.

Tuhan Yesus berkata:

“Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” (Mat 7:21)

Sebab jika demikian kita menjadi seperti orang Farisi yang dikecam Yesus:

“Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya….. Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, karena kamu menutup pintu-pintu Kerajaan Sorga di depan orang. Sebab kamu sendiri tidak masuk dan kamu merintangi mereka yang berusaha untuk masuk” (Mat 23:2-13)

Maka tantangan untuk melaksanakan apa yang diwartakan itu adalah tantangan para pewarta/ para pengajar iman, sebagaimana dikatakan oleh Rasul Paulus:

“Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.” (1Kor 9:27)

2. Wartakan Injil yang sama dengan Injil yang diwartakan oleh para Rasul, sebab jika tidak hal itu tidak menghantar kita ke surga.

Maka, penting agar kita mengajarkan Injil yang sesuai dengan yang diajarkan oleh para rasul, dan bukan menurut interpretasi kita pribadi. Itulah sebabnya penting bagi para pengajar Katolik, untuk mempelajari apa pengajaran Magisterium Gereja sebagai para penerus Rasul dalam menginterpretasikan Injil.

“Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima….. Sebab orang-orang itu adalah rasul-rasul palsu, pekerja-pekerja curang, yang menyamar sebagai rasul-rasul Kristus. Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblispun menyamar sebagai malaikat Terang. Jadi bukanlah suatu hal yang ganjil, jika pelayan-pelayannya menyamar sebagai pelayan-pelayan kebenaran. Kesudahan mereka akan setimpal dengan perbuatan mereka.” (2 Kor 11:4, 13-15)

3. Jangan mewartakan Injil demi mencari untung/ kesenangan duniawi:

Para rasul memperingatkan jemaat agar waspada terhadap guru-guru/ pengajar palsu yang mencari untung dan kesenangan duniawi. Para rasul mengingatkan jemaat akan tanda pengajar sejati, yaitu yang mengikuti teladan para Rasul:

“Dan karena serakahnya guru-guru palsu itu akan berusaha mencari untung dari kamu dengan ceritera-ceritera isapan jempol mereka. Tetapi untuk perbuatan mereka itu hukuman telah lama tersedia dan kebinasaan tidak akan tertunda.” (2 Ptr 2:3)

“Saudara-saudara, ikutilah teladanku dan perhatikanlah mereka, yang hidup sama seperti kami yang menjadi teladanmu. Karena, seperti yang telah kerap kali kukatakan kepadamu, dan yang kunyatakan pula sekarang sambil menangis, banyak orang yang hidup sebagai seteru salib Kristus. Kesudahan mereka ialah kebinasaan, Tuhan mereka ialah perut mereka, kemuliaan mereka ialah aib mereka, pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi.” (Kol 3:17-19)

4. Jika kepada kita dipercayakan lebih banyak, maka kita dituntut lebih banyak.

Nampaknya kita harus mengingat selalu bahwa dalam hal iman, berlaku ketentuan ini:

“Tetapi barangsiapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit pukulan. Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut.”

5. Di atas semua itu, kita harus memiliki sikap kerendahan hati.

Di atas semua karya mewartakan Injil, harus dimiliki kerendahan hati agar terhindar dari sikap mencari perhatian terhadap diri sendiri dan bukannya mengarahkan perhatian kepada Kristus. Kita sendiri harus dengan takut dan gentar berjuang agar setia beriman sampai akhir.

Rasul Paulus mengatakannya demikian:

“Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir….. (Flp 2:12)

Ia sendiri memberi contoh, bahwa ia sendiri mempunyai sikap yang sama dalam mengerjakan keselamatannya:

“Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar…. (1Kor 2:3)”

“Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus. Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.” (Flp 3:12-14)

Yohanes Pembaptis mengajarkan kepada kita teladan imannya dalam hal ini yaitu, dalam mewartakan Kerajaan Allah, biarlah nama Tuhan yang semakin besar, dan bukan nama kita yang mewartakan:

“Ia [Kristus Sang Mesias] harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.” (Yoh 3:30)

Previous articleApa pengertian doa dan meditasi? Apa beda keduanya?
Next articleApakah Arti EENS (Extra Ecclesiam Nulla Salus)?
stefanus-ingrid
Stefanus Tay, MTS dan Ingrid Listiati, MTS adalah pasangan suami istri awam dan telah menyelesaikan program studi S2 di bidang teologi di Universitas Ave Maria - Institute for Pastoral Theology, Amerika Serikat. Pengarang buku: Maria, O, Maria