1. Tentang Kanon PL
Kanon PL memang sudah ada jauh sebelum kanon PB ditentukan. Bahkan fakta menunjukkan bahwa kanon PL sudah ada pada zaman Yesus dan para rasul, terbukti dengan sudah adanya Kitab Suci yang digunakan oleh umat Yahudi pada masa itu (jadi bukan baru pada awal tahun 125). Dalam Kitab Septuagint yang dituliskan antara abad ketiga dan kedua sebelum Masehi sudah memuat sejumlah kitab-kitab PL yang menunjukkan bahwa sudah ada kanon kitab-kitab PL pada masa itu (jika belum ada maka belum bisa dituliskan dalam satu buku).
Menurut Flavius Josephus (37-107)-seorang sejarahwan Yahudi (Ant Jud XII, ii), Kitab Septuaginta disebut di dalam surat Aristeas kepada saudaranya Philocrates. Tanpa menyebut nama Aristeas, Philo dari Aleksandria juga mencatat kisah berikut ini dalam bukunya (De vita Moysis, II, vi). Dikatakan di sana bahwa Raja Mesir yang bernama Ptolemeus II Philadelphus (287-247 BC) membangun perpustakaan yang besar di Aleksandria; dan kepala perpustakaannya yang bernama Demetrius Phalarus mengusulkan agar perpustakaan itu diperkaya dengan kitab-kitab suci dari bangsa Yahudi. Raja kemudian memerintahkan Eleazar, Imam besar Yahudi, untuk memberikan kepadanya salinan kitab-kitab suci mereka dalam bahasa Yunani. Salinan itu kemudian dibuat oleh tujuh puluh dua orang Yahudi (enam orang dari masing-masing suku), yang menerjemahkan kitab- kitab itu dari bahasa Ibrani ke bahasa Yunani; dan kemudian salinan ini ditempatkan di perpustakaan tersebut. Surat Aristeas dan kisah ini diterima sebagai otentik oleh banyak Bapa Gereja dari abad-abad awal (seperti St. Irenaeus, Tertullian, St. Klemens dari Aleksandria, St. Agustinus, dst.) dan penulis gerejawi sampai pada abad ke-16. Para Bapa Gereja itu bahkan meyakini bahwa dalam menerjemahkannya, ketujuhpuluh dua orang itu tidak berkonsultasi satu sama lain dan mengerjakannya di tempat terpisah, namun hasil terjemahan dan ekspresi yang digunakan di antara mereka sama dan sesuai dengan teks aslinya.
Namun demikian, St. Jerome (Hieronimus) memang menolak pandangan ini (lih. Praef. in Pentateuchum”; “Adv. Rufinum”, II, xxv), demikian pula banyak kritikus Kitab Suci sejak abad ke-16. Mereka tidak menanggap bahwa surat Ariesteas adalah asli; mereka tidak menganggapnya mungkin bahwa ke 72 orang dapat menghasilkan terjemahan teks yang sama, tanpa komunikasi di antara mereka; demikian untuk menerima bahwa terjemahan kitab Yahudi dibuat atas permintaan seorang Raja yang bukan Yahudi. Namun sebaliknya, adalah juga tidak dapat dipastikan bahwa semua kisah itu adalah suatu legenda. Sebab dari karakter khusus bahasa yang digunakan, sebagaimana dari asal usul dan versinya, menunjukkan bahwa kitab- kitab tersebut memang diterjemahkan di Aleksandria, pada masa pemerintahan Ptolemeus Philadelphus yaitu sekitar abad ke-3 sampai ke-2 BC. Jika surat Aristeas itu palsu, dan baru ditulis sekitar 130 BC seperti yang mereka klaim, maka tidak mungkin pandangan tentang asal usul Septuaginta begitu luas diterima pada masa itu, dan para Bapa Gereja mengutipnya. Perlu kita ingat bahwa para Bapa Gereja dan sejarahwan Yahudi (misal Josephus di abad ke-1) yang mengutip kisah asal usul Septuaginta itu, hidup pada zaman yang lebih dekat dengan zaman penulisan Septuaginta. Artinya, mereka masih dapat mendapatkan bukti ataupun keterangan yang dapat dipercaya dari para penerus saksi mata yang hidup pada masa itu. Maka walaupun bisa saja terjadi bahwa penerjemahan dilakukan bukan atas permintaan Raja Mesir Ptolemeus, namun juga tidak dapat dibuktikan sebaliknya, yaitu bahwa tidak ada peran Raja Ptolemeus dalam pengadaan penerjemahan itu.
2. Teks Septuaginta baru diketahui pada abad ke-4?
Teks Septuaginta tidak saja baru diketahui pada abad ke-4 M. Sebab sebagaimana telah disebut di point 1, gaya bahasa yang digunakan mengacu kepada gaya penulisan kaum Yahudi Palestina di abad 3-2 sebelum Masehi. Entah penerjemahan itu dilakukan dengan atau tanpa campur tangan Raja Ptolemeus, diketahui bahwa penerjemahan ke dalam bahasa Yunani itu sudah ada sebelum tahun 130 BC, sebagaimana tercatat pada pendahuluan/prolog kitab Sirakh yang ditulis sekitar tahun 130 BC (sebelum Masehi, bukan sesudah Masehi).
Maka walaupun manuskrip Septuaginta yang kita ketahui sekarang berasal dari salinan perkamen abad ke-4 dan 5, (yaitu Codex Vaticanus- abad ke-4, Codex Alexandrinus- abad ke-5, dan Codex Sinaiticus- abad ke-4) namun tidak berarti bahwa teks Septuaginta itu baru ada/ dituliskan pada abad ke-4 atau ke-5. Demikian juga anggapan bahwa terdapat korupsi dalam penulisan teks Kitab Suci, sebab sejak dari awal mula terdapat persyaratan yang sangat ketat untuk membuat salinan Kitab Suci, sebagaimana pernah dituliskan di sini, lihat point 1).d), silakan klik.
3. Josephus dan Philo mengakui hanya ke-39 kitab PL?
Baik Philo maupun Josephus adalah seorang Yahudi, mereka bukanlah seorang Kristen. Josephus menulis kisah sejarah ini di tahun 93-95, artinya sekitar 60 tahun setelah Kristus wafat. Argumen yang mengatakan lebih baik mengacu kepada tulisan Josephus ataupun kanon Ibrani sebenarnya sangat ‘absurd‘/ tidak masuk akal. Kanon Ibrani ini ditetapkan oleh para rabi Yahudi dalam konsili Javneh/ Jamnia sekitar tahun 100, memang hanya memuat 39 kitab PL. Sedangkan Gereja Katolik berpegang pada Septuaginta yang memuat 46 kitab (termasuk Deuterokanonika). Para rabi Yahudi itu adalah orang -orang yang menolak Kristus, mereka tidak percaya kepada Kristus bahkan sampai saat ini. Bagaimanakah mereka dapat menentukan bagi Gereja, mana kitab yang diinspirasikan oleh Roh Kudus, dan mana yang tidak? Mereka (para rabi itu) menolak Kristus (kalau tidak menolak, mereka sudah jadi umat Kristiani), lalu bagaimana sekarang kita dapat mengatakan bahwa para rabi itu dipenuhi Roh Kudus untuk menentukan kanon Kitab Suci bagi Gereja?
Lagipula, jika kita mau secara obyektif melihat, selayaknya kita melihat pada penjelasan para pengarang Protestan yang bernama Gleason Archer dan G.C. Chirichigno membuat daftar yang menyatakan bahwa Perjanjian Baru mengutip Septuagint sebanyak 340 kali, dan hanya mengutip kanon Ibrani sebanyak 33 kali. ((Gleason Archer dan G. C. Chirichigno, Old Testament Quotations in the New Testament: A Complete Survey (Chicago, IL: Moody Press, 1983), xxv-xxxii.)) Dengan demikian, kita ketahui bahwa dalam Perjanjian Baru, terjemahan Septuagint dikutip sebanyak lebih dari 90%. Jangan lupa, seluruh kitab Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani. Dan kitab-kitab yang tertulis dalam bahasa Yunani inilah yang ditolak oleh para Rabi Yahudi. Tetapi apakah kitab-kitab PL yang tertulis dalam bahasa Yunani ini berarti tidak diinspirasikan oleh Roh Kudus? Tentu tidak bukan. Meskipun ditulis bukan dalam bahasa Ibrani, kitab-kitab tersebut tetap orisinil dan asli, sebab memang pada saat itu bahasa yang umum digunakan adalah bahasa Yunani.
4. Walaupun penulis PB memakai Septuaginta, tidak satu kalipun ada kutipan langsung kitab- kitab Deuterokanonika dari Kristus dan para penulis PB?
Kita ketahui bahwa ada banyak ayat di Perjanjian Baru (PB) yang mengacu kepada Perjanjian Lama (PL), termasuk kitab-kitab Deuterokanonika. Memang ayat- ayat itu dapat dikutip secara hampir persis, namun kalau kita perhatikan, tidak selamanya ayat yang diacu oleh PB itu ditulis sama persis dengan apa yang tertulis dalam PL. Malah dapat dikatakan, sebagian besar acuan ayat dalam PB tidak menyampaikan kutipan persis dari PL, namun hanya menyerupai/ mirip dengan apa yang tertulis dalam PL, dan kemudian di PB diberi tambahan penjabaran/ penjelasan maksudnya, atau disampaikan lebih ringkas sesuai dengan maksudnya.
Mari kita lihat contoh-contohnya:
Ayat-ayat dalam Perjanjian Baru | Ayat- ayat acuannya dalam Deuterokanonika |
1. “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.” (Yoh 1:1,3) | “Allah nenek moyang dan Tuhan belas kasihan, dengan firman-Mu telah Kaujadikan segala sesuatu….” (Keb 9:1) |
2. Yesus berkata, “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.” (Mat 7:12) | “Apa yang tidak kausukai sendiri, janganlah kauperbuat kepada siapapun.” (Tob 4:15) |
3. Yesus berkata, “Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka.” (Mat 7:16,20) | “Nilai ladang ditampakkan oleh buah pohon yang tumbuh di situ” (Sir 27:6) |
4. “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya.” (Mat 6:19-20) | “Gunakanlah harta milikmu menurut perintah dari Yang Mahatinggi, niscaya lebih berfaedahlah itu bagimu dari pada emas.” (Sir 29:11) |
5. “Ibu-ibu telah menerima kembali orang-orangnya yang telah mati, sebab dibangkitkan…. orang-orang lain membiarkan dirinya disiksa dan tidak mau menerima pembebasan, supaya mereka beroleh kebangkitan yang lebih baik.” (Ibr 11:35) | Dalam kisah seorang ibu dengan ketujuh anaknya yang dihukum mati dalam Kitab Makabe, ibu itu berkata kepada anak bungsunya,”…Pencipta alam semestalah yang membentuk kelahiran manusia …Tuhan akan memberikan kembali roh dan hidup kepada kamu…..hendaklah [kamu] menyatakan diri sepantas kakak-kakakmu dan terimalah maut itu, supaya aku mendapat kembali engkau serta kakak-kakakmu di masa belas kasihan kelak.” (2Mak 7:23, 29) |
6. “Ia [Yesus] menaruh harapan-Nya pada Allah: baiklah Allah menyelamatkan Dia, jikalau Allah berkenan kepada-Nya! Karena Ia telah berkata: Aku adalah Anak Allah.” (Mat 27:43) | “Ia … menyebut dirinya anak Tuhan. Jika orang yang benar itu sungguh anak Allah, niscaya Ia [Allah] akan menolong dia serta melepaskannya dari tangan para lawannya.” (Keb 2 :13,18) |
7. “Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah.” (Luk 1:52) | “Tuhan menggulingkan takhta orang kuasa, dan menempatkan orang rendah hati ganti mereka” (Sir 10:14) |
8. “Sebab murka Allah nyata… atas segala kefasikan dan kelaliman manusia … Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih.” (Rom 1:18,20) | “Sungguh tolol karena kodratnya semua orang yang tidak mengenal Allah sama sekali; dan mereka tidak mampu mengenal Dia yang ada dari barang-barang yang kelihatan, dan walaupun berhadapan dengan pekerjaan-Nya mereka tidak mengenal Senimannya.” (Keb 13:1) |
9. “Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?” (Rom 9:21) | “Demikianpun seorang tukang periuk meramas tanah lembab dengan susah payahnya, lalu dibentuknya menjadi apa saja untuk keperluan kita. Tetapi dari tanah liat yang sama dibentuknya baik bejana untuk keperluan yang tahir maupun untuk keperluan yang keji. Sedangkan untuk apakah akan digunakan tiap-tiap bejana, itu ditentukan oleh tukang periuk belanga.” (Keb 15:7) |
10. “Sebab: “Siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan, sehingga ia dapat menasihati Dia?” (1Kor 2:16) | “Manusia manakah dapat mengenal rencana Allah, atau siapakah dapat memikirkan apa yang dikehendaki Tuhan? (Keb 9:13) |
11. “… setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah (Yak 1:19) | “Hendaklah cepat mendengarkan, tetapi laun mengucapkan jawabannya.” (Sir 5:11) |
12. “Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.” (1 Pet 1:6-7) | “Setelah disiksa sebentar mereka menerima anugerah yang besar, sebab Allah hanya menguji mereka, lalu mendapati mereka layak bagi diri-Nya. Laksana emas dalam dapur api diperiksalah mereka oleh-Nya, lalu diterima bagaikan korban bakaran.” (Keb 3:5-6) |
Sekarang, marilah kita melihat contoh-contoh ayat PB yang mengacu kepada ayat-ayat PL yang bukan kitab Deuterokanonika. Di sini juga terlihat bahwa sering kali ayat yang diacu itu memang mirip, tetapi juga tidak sama persis. Namun hal ini tentu tidak menjadi bukti, bahwa kitab- kitab PL yang dikutip itu menjadi tidak otentik:
Teks dalam Perjanjian Baru | Teks dalam Perjanjian Lama yang menjadi acuan |
1. “Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan.” (1 Kor 1:31) | “tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah TUHAN yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai, demikianlah firman TUHAN.” (Yer 9:24). |
2. “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.” (1 Kor 2:9) | “Tidak ada telinga yang mendengar, dan tidak ada mata yang melihat seorang allah yang bertindak bagi orang yang menanti-nantikan dia; hanya Engkau yang berbuat demikian.” (Yer 64:4) |
3. “Aku akan membinasakan hikmat orang-orang berhikmat dan kearifan orang-orang bijak akan Kulenyapkan.” (1 Kor 1:19) | “…. Aku akan melakukan pula hal-hal yang ajaib kepada bangsa ini, keajaiban yang menakjubkan; hikmat orang-orangnya yang berhikmat akan hilang, dan kearifan orang-orangnya yang arif akan bersembunyi.” (Yes 29:14) |
4. “Manusia pertama, Adam menjadi makhluk yang hidup”, tetapi Adam yang akhir menjadi roh yang menghidupkan. (1 Kor 15:45) | “ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.” (Kej 2:7) |
5. Dan sesudah yang dapat binasa ini mengenakan yang tidak dapat binasa dan yang dapat mati ini mengenakan yang tidak dapat mati, maka akan genaplah firman Tuhan… : “Maut telah ditelan dalam kemenangan.” (1 Kor 15:54) | “Ia akan meniadakan maut untuk seterusnya; dan Tuhan ALLAH akan menghapuskan air mata dari pada segala muka; dan aib umat-Nya akan dijauhkan-Nya dari seluruh bumi, sebab TUHAN telah mengatakannya.” (Yes 25:8) |
6. “Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.” (1 Ptr 1:16) | “Sebab Akulah TUHAN, Allahmu, maka haruslah kamu menguduskan dirimu dan haruslah kamu kudus, sebab Aku ini kudus, ….; jadilah kudus, sebab Aku ini kudus.” (Im 11:44-45) |
7. Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: “Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!” (Gal 3:13) | “…maka janganlah mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu.” (Ul 21:23) |
8. “Sungguh, Aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku.” (Ibr 10:7) | Lalu aku berkata: “Sungguh, aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang aku; aku suka melakukan kehendak-Mu, ya Allahku; Taurat-Mu ada dalam dadaku.” (Mzm 40:8-9) |
9. “Semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah” (Luk 2:23) | Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Kuduskanlah bagi-Ku semua anak sulung, semua yang lahir terdahulu dari kandungan pada orang Israel, baik pada manusia maupun pada hewan; Akulah yang empunya mereka.” (Kel 13:1-2) |
10. “Ada suara yang berseru-seru di padang gurun: “Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya.” (Luk 3:4) | Ada suara yang berseru-seru: “Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk TUHAN, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita! Setiap lembah harus ditutup, dan setiap gunung dan bukit diratakan; tanah yang berbukit-bukit harus menjadi tanah yang rata, dan tanah yang berlekuk-lekuk menjadi dataran…” (Yes 40:3-4) |
11. Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!” (Luk 4:8) | “Engkau harus takut akan TUHAN, Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi nama-Nya haruslah engkau bersumpah.” (Ul 6:13) |
12. “Ada tertulis: Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun.” (Luk 19:46) | “sebab rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa.” (Yes 56:7) “Sudahkah menjadi sarang penyamun di matamu rumah yang atasnya nama-Ku diserukan ini?” (Yer 7:11) |
Contoh di atas itu hanya sebagian saja dari ayat- ayat Perjanjian Baru (dari sebagian surat- surat Rasul dan Injil Lukas saja) yang menyatakan ayat acuan di Perjanjian Lama, (yang bukan dari kitab-kitab Deuterokanonika) namun tidak sama persis bunyinya. Jika referensi ayat- ayat kitab PL yang diacu dengan tidak sama persis ini diakui sebagai otentik, maka seharusnya dapat diterima bahwa kitab-kitab Deuterokanonika yang juga mengandung ayat-ayat acuan juga adalah otentik; sebab yang terpenting adalah kitab- kitab tersebut mengandung ajaran yang tidak terlepas dari penjelasan dan penggenapannya di dalam Kitab Perjanjian Baru.
5. Apokrifa (kitab-kitab Deuterokanonika) ditolak karena dalam perpustakaan Qumran ke 39 kitab PL ditaruh di rak khusus, berbeda dengan tulisan-tulisan apokrifa?
Mayoritas para ahli Kitab Suci memperkirakan bahwa naskah Qumran itu ditulis oleh sebuah (atau beberapa) sekte agama Yahudi, banyak yang memperkirakan dari kaum Essenes. Kaum Essenes ini bukan umat Kristen. Maka tak mengherankan jika mereka tidak menempatkan kitab-kitab Deuterokanonika (kadang disebut apokrifa) sejajar dengan Kitab-kitab Perjanjian Lama lainnya, mengingat beberapa nubuatan dalam kitab-kitab Deuterokanonika jelas mengacu kepada Kristus, sedangkan mereka ini tidak percaya kepada Kristus. Dengan demikian pembedaan yang terjadi di perpustakaan Qumran tidak berpengaruh apa- apa terhadap fakta bahwa sesungguhnya kitab- kitab Deuterokanonika itu ada dan menjadi kesatuan dengan kitab-kitab Perjanjian Lama lainnya. Hanya karena tulisan-tulisan kitab Deuterokanonika banyak yang secara langsung mengacu kepada Kristus, maka mereka tidak menerimanya.
6. St. Athanasius, St. Sirilius dari Yerusalem, Origen dan St. Hieronimus tidak menerima Deuterokanonika?
Ada sebagian umat Kristen non-Katolik yang memberikan argumentasi bahwa St. Athanasius, St. Sirilius dari Yerusalem, Origen, dan St. Hieronimus menolak kitab-kitab deuterokanonika – yang terdiri dari: Tobit, Yudit, Tambahan Ester, Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, Baruk, Tambahan Daniel, 1 dan 2 Makabe. Sebenarnya, kalau yang mengajukan keberatan akan keberadaan kitab Deuterokanonika berdasarkan keberatan para Bapa Gereja, maka mereka juga harus menerima bahwa apa yang dikatakan oleh para Bapa Gereja juga ada yang menerima sebagian dari kitab Deuterokanonika. Berikut ini adalah tanggapan kami yang kami sarikan dari link ini, silakan klik.
a. St. Athanasius
St. Athanasius memberikan daftar dari kitab Perjanjian Lama di Letters, 39. Daftar yang diberikan oleh St. Athanasius dalam bukunya tersebut adalah:
“There are, then, of the Old Testament, twenty-two books in number; for, as I have heard, it is handed down that this is the number of the letters among the Hebrews; their respective order and names being as follows. The first is Genesis, then Exodus, next Leviticus, after that Numbers, and then Deuteronomy. Following these there is Joshua, the son of Nun, then Judges, then Ruth. And again, after these four books of Kings, the first and second being reckoned as one book, and so likewise the third and fourth as one book. And again, the first and second of the Chronicles are reckoned as one book. Again Ezra, the first and second are similarly one book. After these there is the book of Psalms, then the Proverbs, next Ecclesiastes, and the Song of Songs. Job follows, then the Prophets, the twelve being reckoned as one book. Then Isaiah, one book, then Jeremiah with Baruch, Lamentations, and the epistle, one book; afterwards, Ezekiel and Daniel, each one book. Thus far constitutes the Old Testament.“
Kalau seseorang berargumentasi bahwa St. Athanasius tidak menyertakan kitab Deuterokanonika, maka ia juga selayaknya menerima bahwa St. Athanasius menerima kitab Barukh (Baruch) sebagai bagian dari Kitab Suci Perjanjian Lama. Jangan lupa, bahwa St. Athanasius juga tidak menyertakan Kitab Ester yang dipandang sebagai kanonikal oleh Kristen non-Katolik. St. Athanasius juga tidak menuliskan apa-apa tentang 1 dan 2 Makabe. Dengan demikian, argumentasi bahwa PL seharusnya tidak menyertakan kitab-kitab deuterokanonical karena St. Athanasius tidak menyertakannya dalam tulisannya tidaklah mempunyai dasar yang kuat.
b. St. Sirilius dari Yerusalem
Dalam pengajaran katekese, dia menuliskan demikian:
“35. Of these read the two and twenty books, but have nothing to do with the apocryphal writings. Study earnestly these only which we read openly in the Church. Far wiser and more pious than thyself were the Apostles, and the bishops of old time, the presidents of the Church who handed down these books. Being therefore a child of the Church, trench[6] thou not upon its statutes. And of the Old Testament, as we have said, study the two and twenty books, which, if thou art desirous of learning, strive to remember by name, as I recite them. For of the Law the books of Moses are the first five, Genesis, Exodus, Leviticus, Numbers, Deuteronomy. And next, Joshua the son of Nave[7], and the book of Judges, including Ruth, counted as seventh. And of the other historical books, the first and second books of the Kings[8] are among the Hebrews one book; also the third and fourth one book. And in like manner, the first and second of Chronicles are with them one book; and the first and second of Esdras are counted one. Esther is the twelfth book; and these are the Historical writings. But those which are written in verses are five, Job, and the book of Psalms, and Proverbs, and Ecclesiastes, and the Song of Songs, which is the seventeenth book. And after these come the five Prophetic books: of the Twelve Prophets one book, of Isaiah one, of Jeremiah one, including Baruch and Lamentations and the Epistle[9]; then Ezekiel, and the Book of Daniel, the twenty-second of the Old Testament.” (Cyril of Jerusalem, Catechetical Lectures, Nicene and Post-Nicene Fathers, Second Series, Volume 7, Lecture 4:35, p. 25.)
Dari tulisan tersebut, kita juga melihat bahwa Kitab Barukh yang menjadi bagian dari kitab- kitab Deuterokanonika dimasukkan di dalam daftar PL oleh St. Sirilius. Bahkan dalam beberapa tulisannya untuk menjelaskan tentang Roh Kudus dan kebangkitan dan kenaikan Tuhan Yesus, St. Sirilius mengutip dari kitab-kitab Deuterokanonika, yaitu dari Kitab Daniel 13,14 (yaitu kisah Bel dan naga, dan Susana).
c. Origen:
Origen menuliskan demikian:
“It should be stated that the canonical books, as the Hebrews have handed them down, are twenty-two; corresponding with the number of their letters.’ Farther on he says: ‘The twenty-two books of the Hebrews are the following: That which is called by us Genesis, but by the Hebrews, from the beginning of the book, Bresith, which means, ‘In the beginning’; Exodus, Welesmoth, that is, ‘These are the names’; Leviticus, Wikra, ‘And he called’; Numbers, Ammesphekodeim; Deuteronomy, Eleaddebareim, ‘ These are the words’; Jesus, the son of Nave, Josoue ben Noun; Judges and Ruth, among them in one book, Saphateim; the First and Second of Kings, among them one, Samouel, that is, ‘The called of God’; the Third and Fourth of Kings in one, Wammelch David, that is, ‘The kingdom of David’; of the Chronicles, the First and Second in one, Dabreiamein, that is, ‘Records of days’; Esdras, First and Second in one, Ezra, that is, ‘An assistant’; the book of Psalms, Spharthelleim; the Proverbs of Solomon, Me-loth; Ecclesiastes, Koelth; the Song of Songs (not, as some suppose, Songs of Songs), Sir Hassirim; Isaiah, Jessia; Jeremiah, with Lamentations and the epistle in one, Jeremia [Baruch 6]; Daniel, Daniel; Ezekiel, Jezekiel; Job, Job; Esther, Esther. And besides these there are the Maccabees, which are entitled Sarbeth Sabanaiel.” (Origen, Canon of the Hebrews, Fragment in Eusebius’ Church History,6:25[A.D. 244],in NPNF2,I:272)
Dalam tulisan Origen yang dikutip oleh Eusebius, maka kita dapat melihat bahwa Origen juga memasukkan Barukh dan 1 dan 2 Makabe ke dalam daftar Kitab Suci PL. Dalam tulisannya kepada Afrikanus, dia mempertahankan keotentikan dari kisah Susana dan juga nyanyian tiga anak dalam kitab Daniel yang termasuk dalam kitab-kitab Deuterokanonika (lih. Origen,To Africanus, 5 (ante A.D. 254), in ANF,IV:386)
d. St. Hieronimus:
Memang dari antara semua Bapa Gereja, nampaknya St. Hieronimus-lah yang paling menentang kanonisitas kitab- kitab Deuterokanonika:
“These instances have been just touched upon by me (the limits of a letter forbid a more discursive treatment of them) to convince you that in the holy scriptures you can make no progress unless you have a guide to shew you the way…Genesis … Exodus … Leviticus … Numbers … Deuteronomy … Job … Jesus the son of Nave … Judges … Ruth … Samuel … The third and fourth books of Kings … The twelve prophets whose writings are compressed within the narrow limits of a single volume: Hosea … Joel … Amos … Obadiah … Jonah … Micah … Nahum … Habakkuk … Zephaniah … Haggai … Zechariah … Malachi … Isaiah, Jeremiah, Ezekiel, and Daniel … Jeremiah also goes four times through the alphabet in different metres (Lamentations)… David…sings of Christ to his lyre; and on a psaltry with ten strings (Psalms) … Solomon, a lover of peace and of the Lord, corrects morals, teaches nature (Proverbs and Ecclesiastes), unites Christ and the church, and sings a sweet marriage song to celebrate that holy bridal (Song of Songs) … Esther … Ezra and Nehemiah. (Philip Schaff and Henry Wace, Nicene and Post Nicene Fathers (Grand Rapids: Eerdmans, 1953, Volume VI, 6-8, pp. 98-101).
As, then, the Church reads Judith, Tobit, and the books of Maccabees, but does not admit them among the canonical Scriptures, so let it also read these two volumes (Wisdom of Solomon and Ecclesiasticus) for the edification of the people, not to give authority to doctrines of the Church…I say this to show you how hard it is to master the book of Daniel, which in Hebrew contains neither the history of Susanna, nor the hymn of the three youths, nor the fables of Bel and the Dragon… (Ibid., Volume VI, Jerome, Prefaces to Jerome’s Works, Proverbs, Ecclesiastes and the Song of Songs; Daniel, pp. 492-493).
Namun demikian, faktanya, St. Hieronimus tetap mengutip kitab-kitab Deuterokanonika dalam tulisan- tulisannya (sedikitnya 55 kali) dan menyebutnya tetap sebagai Kitab Suci sehingga ia sesungguhnya tetap menanggapnya sejajar dengan kitab- kitab lainnya, hanya saja ia tidak membacakan kitab-kitab Deuterokanonika itu di dalam Liturgi, sebagaimana yang dilakukan oleh Bapa Gereja lainnya:
Contohnya, St. Hieronimus menulis demikian:
“Does not the Scripture say: ‘Burden not thyself above thy power’/ Bukankah Kitab Suci berkata, “Jangan mengangkat beban yang terlalu berat…” (Sir 13:2) (St. Jerome, To Eustochium, Epistle 108 (A.D. 404), in NPNF2, VI:207)
“Do not, my dearest brother, estimate my worth by the number of my years. Gray hairs are not wisdom; it is wisdom which is as good as gray hairs At least that is what Solomon says: “wisdom is the gray hair unto men. [Wisdom 4:9]” Moses too in choosing the seventy elders is told to take those whom he knows to be elders indeed, and to select them not for their years but for their discretion (Num. 11:16)? And, as a boy, Daniel judges old men and in the flower of youth condemns the incontinence of age (Daniel 13:55-59, or Story of Susannah 55-59, only found in the Catholic Bibles) Jerome, To Paulinus, Epistle 58 (A.D. 395), in NPNF2, VI:119)
Di sini St. Hieronimus mensejajarkan ajaran dari kitab Kebijaksanaan dengan ajaran Nabi Musa; dan mengacu kepada kitab Daniel, yaitu kisah Susana yang dianggap sebagai kitab Deuterokanonika.
Referensi kepada kitab- kitab Deuterokanonika juga kita ketahui dalam contoh beberapa pengajarannya ini:
1. St. Hieronimus memberikan tujuh bukti tentang apa artinya sebagai ‘gambaran Allah’, ia mengambil satu dari tujuh bukti itu dari Kitab Kebijaksanaan (lih. Keb 2:23). (St.Jerome, Letter 51, 6, 7, NPNF2, VI:87-8).
2. Menjawab ajaran sesat Pelagianisme, St. Hieronimus mengacu kepada wejangan dalam Kitab Sirakh (Sir 3:21) (St. Jerome, “Against the Pelagians, NPNF2, VI:464-5)
3. Ia megajarkan teladan iman dan belas kasih Tuhan, dengan mengacu kepada iman ketiga anak (Sadrakh, Mesakh dan Abednego) sambil mengacu kepada ayat- ayatnya di bagian kitab Daniel yang termasuk kitab Deuterokanonika; dan juga kepada iman Susana (Dan 13:45) (St. Jerome, Letter 1:9, NPNF2, VI:2)
4. Dalam mengajarkan tentang bagaimana Roh Kudus dapat bekerja atas orang yang masih muda, St. Hieronimus mengacu juga kepada kitab Daniel (Dan 13:55-63) (St. Jerome, to Heliodorus, Letter 14:9, 374 AD, NPNF2, VI:17).
5. Dalam menceritakan gambaran Gereja yang menumpas kepala Iblis, St. Hieronimus mengutip kisah dalam Kitab Yudit (lih. Yud 13:8 ) (St.Jerome, to Salvina, Letter 79:10, 400 AD, NPNF2, VI:168.)
Namun yang juga perlu diperhatikan perkataan dari St. Hieronimus berikut ini, yang menunjukkan bahwa pada akhirnya ia mengikuti keputusan Gereja, yang melalui Paus Damasus I menetapkan kanon Kitab Suci di tahun 382:
“What sin have I committed if I followed the judgment of the churches? But he who brings charges against me for relating the objections the Hebrews are wont to raise against the story of Susanna [Dan 13], the Son of the three Children [Dan 3:29-90], and the story of Bel and the Dragon [Dan 14], which are not found in the Hebrew volume, proves that he is just a foolish sycophant. For I wasn’t relating my own personal views, but rather the remarks that they are wont to make against us.” (St. Jerome, Against Rufinus 11, 33 (402 AD)
Nyatanya, St. Jerome memasukkan kitab- kitab Deuterokanonika ini ke dalam terjemahan Kitab Suci ke dalam bahasa Latin yang dibuatnya, yang terkenal dengan nama Vulgate/ Vulgata. Di sini terlihat bahwa ia adalah seorang yang rendah hati dan tidak berkeras kepada penilaiannya sendiri tentang kanon Kitab Suci.
Pada akhirnya mungkin baik kita membaca pernyataan seorang ahli patristik terkemuka dari gereja non- Katolik yang bernama J.N.D Kelly, yang mengakui bahwa sejak abad ke-1 dan 2, kitab- kitab Deuterokanonika sudah diterima Gereja sebagai bagian dari Kitab Suci:
“It should be observed that the Old Testament thus admitted as authoritative in the Church was somewhat bulkier and more comprehensive than the [Protestant Old Testament] . . . It always included, though with varying degrees of recognition, the so-called Apocrypha or deuterocanonical books. The reason for this is that the Old Testament which passed in the first instance into the hands of Christians was . . . the Greek translation known as the Septuagint. . . . most of the Scriptural quotations found in the New Testament are based upon it rather than the Hebrew.. . . In the first two centuries . . . the Church seems to have accept all, or most of, these additional books as inspired and to have treated them without question as Scripture.” (Early Christian Doctrines, pp. 53-54)
Dengan demikian, orang yang dengan tulus dan secara obyektif mempelajari tulisan para Bapa Gereja sesungguhnya dapat mengetahui, bahwa keberadaan kitab-kitab Deuterokanonika itu tidak terpisahkan dari kitab-kitab Perjanjian Lama, dan sudah diterima Gereja sejak awal, dan bukan baru saja ditambahkan kemudian di abad- abad berikutnya.
7. Penyusun Kitab-kitab Deuterokanonika
Tidak semua penulis kitab-kitab dalam Kitab Suci diketahui secara jelas nama pengarangnya. Namun, dalam kitab-kitab Perjanjian Lama itu sendiri ada banyak kitab yang tidak diketahui siapa nama penyusunnya (seperti kitab Hakim-hakim, Ruth, 1&2 Raja-raja, 1&2 Samuel, 1&2 Tawarikh, Esther). Namun demikian, apa yang tertulis di Kitab-kitab Deuterokanonika telah menjadi bagian dari ajaran iman bangsa Yahudi, yang kemudian dilestarikan sampai ke zaman Tuhan Yesus dan para Rasul, dan kemudian dalam kesatuan dengan penggenapannya dalam kitab-kitab Perjanjian Baru, diturunkan seluruhnya kepada Gereja dan oleh Gereja.
Demikian sekilas tentang penulis ataupun masa penulisan kitab-kitab dalam kitab Deuterokanonika (Disarikan dari sumber: A Catholic Commentary on Holy Scripture, Dom Orchard, OSB)
a. Kitab Tobit:
Kitab Tobit adalah kitab historis antara Nehemia dan sebelum Yudit. Kitab ini ditulis sekitar abad ke-2 sebelum Masehi (sekitar 170-250 BC) setelah zaman Assyrian. Kemungkinan ditulis dalam bahasa Aram.
Jika kita berpegang kepada Tob 12:20, maka penyusun kitab ini adalah Tobit dan Tobias, yang arti namanya mempunyai kemiripan; yaitu “Yahweh adalah kebaikanku”, atau “Kebaikanku adalah Yahweh.” Dari kedua orang inilah kisah di kitab Tobit dituliskan, kemudian diturunkan secara lisan dan dituliskan atas inspirasi Roh Kudus oleh penulis aktual Kitab tersebut. Namun kita tidak mengetahui nama dari penulis aktual kitab Tobit ini.
b. Kitab Yudit:
Kitab Yudit ditulis dalam bahasa Ibrani, oleh seorang Yahudi Palestina. Kitab Yudit mengisahkan keadaan bangsa Israel di zaman kejayaan Assyrian di kawasan Timur. Namun dari gaya bahasa yang dipergunakan, diketahui bahwa kitab Yudit ini ditulis dalam era yang kemudian dari masa kejadian-kejadian yang tertulis di Kitab tersebut, sebab disebutkan tentang kematian Yudit dan keturunan Akhior (Yud 14:6; 16:30).
c. Kitab Kebijaksanaan Salomo:
Menurut St. Hieronimus dan St. Agustinus ini (lih. City of God, XVII. 20,1), kitab ini aslinya ditulis dalam bahasa Yunani, sehingga walaupun ditulis dengan mengambil nama Salomo sebagai judulnya dan mengacu kepada kisah Salomo (lih. Keb 9:7-8,12), namun kitab ini tidak ditulis sendiri oleh Raja Salomo. Dari gaya bahasanya, dapat disimpulkan kitab ini ditulis oleh seorang Yahudi Aleksandria. Masa penulisan kitab ini adalah di awal abad 2 sebelum Masehi.
d. Kitab Sirakh:
Kitab ini terletak antara kitab Kebijaksanaan Salomo dan Kitab Yesaya. Menurut bukti dari teks Ibrani, awal kitab tersebut berjudul kitab Kebijaksanaan- Bin Sirakh. Dari teks Sir 50:27, diketahui bahwa penulisnya adalah Yesus bin Sirakh bin Eleazar. Ia hidup di awal abad ke-2 sebelum Masehi; kemungkinan sekitar tahun 180. Ia menulis sebelum masa Raja Antiokhus IV Epifanes dan revolusi Makabe.
e. Kitab Barukh:
Kitab ini berhubungan erat dengan kitab Yeremia. Di banyak Kitab Suci, kitab ini ditempatkan setelah Kitab Yeremia, sebelum kitab Yehezkiel. Kitab ini disusun oleh Barukh (artinya: “terberkati”), bin Neria bin Mahseya (Yer 32:12), dari keluarga terhormat. Saudaranya, Seraya bin Neria bin Mahseya, bekerja sebagai pejabat raja Zedekia (Yer 51:59). Barukh adalah sekretaris Nabi Yeremia (604 BC) (lih. Yer 36:4). Ia membantu Nabi Yeremia membeli sebidang ladang di Anathoth (Yer 32:12-). Barukh adalah seorang yang berkarakter kuat (lih.Yer 43:3) tetapi nampaknya tidak sekuat gurunya Nabi Yeremia, terhadap penderitaan akibat kejatuhan Yerusalem (Yer 45:3).
f & g. Kitab 1 dan 2 Makabe:
Menurut sejarah, Kitab Yudas Makabe mulai ditulis setelah kematian Simon Makabe (saudara kandung Yudas Makabe) pada tahun 134 BC, atau setelah kematian pengganti Simon Makabe, yaitu Yohanes Hyrkanus pada tahun 104 BC. Hal ini didasari bahwa kitab Makabe menceriterakan hal-hal yang baik tentang bangsa Romawi (lihat 1 Mak 8:1-32 yang membicarakan persahabatan Yudas Makabe dengan orang-orang Roma), sehingga diperkirakan kitab Makabe selesai ditulis sebelum tahun 63 BC, yaitu sebelum Pompey the Great, seorang pemimpin militer Romawi menimbulkan kemarahan bangsa Yahudi karena ia menaklukkan Yerusalem dengan mengobrak-abrik Bait Allah dan memasuki ruangan Maha Kudus yang sesungguhnya hanya dapat dimasuki oleh imam agung. Dengan demikian, kitab Makabe diperkirakan selesai di pertengahan abad ke-2 sebelum Masehi, mengingat bahwa Kitab ini sudah termasuk dalam Septuaginta (terjemahan kitab-kitab PL dalam bahasa Yunani) yang disusun antara abad 3 sampai 2 sebelum Masehi. Para ahli sejarah memandang tidak masuk akal jika kitab ini ditulis sesudahnya, karena jika demikian, bangsa Roma pasti akan digambarkan sebagai musuh bangsa Yahudi dan bukannya sahabat, seperti yang tertulis dalam 1 Mak 8:1-16. Kitab 2 Makabe diperkirakan ditulis antara 124 BC sampai sekitar 25 tahun sebelum kitab 1 Makabe.
Baik kitab 1 Makabe maupun 2 Makabe ditulis oleh kedua pengarang yang berbeda, yang tak dikenal namanya, namun dari tulisan tersebut diketahui bahwa pengarangnya adalah seorang Yahudi Palestina, yang sangat paham dengan keadaan geografi dan budaya Yahudi di abad ke-2/ 3 sebelum Masehi. Kitab ini yang sampai kepada kita ditulis dalam bahasa Yunani, namun aslinya ditulis dalam bahasa Ibrani, dan teks Ibrani kitab ini masih dikenal oleh Origen (abad 2) dan St. Jerome (abad 4), namun hanya terjemahan Yunani-nya saja yang ’survive’. Hal ini tidak mengherankan, karena di abad-abad pertama terjadi banyak pergolakan yang menekan bangsa Yahudi, sehingga mereka terpencar ke negara tetangga dan seluruh dunia. Oleh karena itu, kitab suci mereka juga kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa asing tempat di mana orang-orang Yahudi bermukim.
h. Tambahan Kitab Esther
Teks Ibrani dari Kitab Esther ditulis sekitar tahun 400 BC. Tambahan dalam bahasa Yunani dalam bentuk finalnya berasal dari zaman setelah kitab Makabe sekitar tahun 125 BC. Nama penulisnya tidak diketahui.
Banyak Bapa Gereja yang mengakui keseluruhan kitab Esther sebagai Kitab Suci, seperti yang kita ketahui dari tulisan St. Klemens dari Roma (abad ke- 1, 1 ad Cor, ch. 55, PG I, 32), St. Klemens dari Aleksandria, (abad ke- 2, Strom. 4, 19, PG 8, 1328 f.) dan Origen (abad ke-3, De Oratione, 14, PG 11, 452; Hom. 27 in Num., PG 12, 780), yang memasukkan perikop versi Yunani (yang tidak termasuk dalam kanon Ibrani).
i. Tambahan Kitab Daniel
Kitab ini ditulis mengisahkan pembuangan bangsa Israel di Babilon, 587-537 BC. Tradisi Katolik mengakui bahwa Daniel adalah pengarang asli kitab ini. Namun sejumlah ahli Kitab Suci beranggapan akan adanya kemungkinan dua tahap penyusunan kitab ini. Sebagian besar kitab ditulis di sekitar abad ke-6 BC dalam bahasa Ibrani, yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Aram di zaman Palestina, namun redaksi akhir diselesaikan di sekitar abad ke-3 sebelum Masehi di zaman Makabe. Versi Yunani dari kitab Daniel dan kitab suci Vulgata memiliki bagian yang tidak terdapat dalam teks Ibrani-Aram. Bagian ini adalah: doa Azaria (3:24-45); lagu ketiga anak-anak (3:46-90); kisah Susana (bab 13); kisah Bel dan Naga (bab 14). Secara umum, para ahli Kitab Suci Katolik beranggapan bahwa bagian-bagian ini aslinya ditulis dalam bahasa Ibrani-Aram, pada zaman Daniel. Kemudian semua kitab ini diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani. Sementara pada suatu saat, ketika redaksi kitab itu dibuat, bagian-bagian asli ini hilang, atau karena alasan lain, tidak sampai kepada pihak redaksi. Karena itu, diperoleh versi kitab Daniel yang lebih ringkas. Namun para penerjemah Yunani memperoleh teks yang lebih lengkap sehingga dalam versi Yunani diperoleh keseluruhan isi kitab Daniel, yang tidak perlu diragukan lagi kanonisitasnya.
Kenapa Kitab Deuterokanonika tidak pernah dibacakan ketika Misa? Dan jarang sekali dibahas oleh Pastor
Shalom Arnold,
Tidak benar jika kitab-kitab Deuterokanonika tidak pernah dibacakan pada waktu Misa. Silakan membaca di link ini, silakan klik, tentang bacaan Kitab Suci yang dibaca pada waktu perayaan Misa di bulan November tahun lalu (2013), sebagai contohnya. Di bulan itu, ada saja sejumlah bacaan Kitab Suci yang diambil dari kitab-kitab Deuterokanonika, misalnya Kebijaksanaan (lihat bacaan tanggal 3,11,12,13,14,15,16 Nov), 1 Makabe (18, 21, 22, 23, Nov) dan 2 Makabe (2,10,19,20 Nov), yang disebut sebagai Tambahan Daniel- Dan 3:52-56, (25 Nov), 57-61 (26 Nov), 62-67 (27 Nov), Sirakh (28, 29 Nov). Mohon maaf, karena keterbatasan waktu, saya tidak dapat memeriksanya untuk seluruh hari dalam sepanjang tahun selama Tahun A, B dan C, tetapi saya yakin bahwa ada harinya bahwa kitab-kitab Deuterokanonika itu dibacakan juga sebagai bacaan dalam perayaan Ekaristi dalam Gereja Katolik.
Karena dibacakan dalam bacaan Ekaristi, seharusnya inti pengajarannya juga termasuk dalam homili para imam yang memimpin perayaan Ekaristi yang bersangkutan pada hari itu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Selamat siang om! :-) saya mau tanya, penulis kitab deuteorokanonika itu penulisnya siapa ya?
[Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel ini, di point no.7, silakan klik]
sangat bagus artikelnya.
salam
1. Yesus Kristus sudah menyatakan bahwa Kitab Suci terdiri dari 3 part : Law, Prophets, dan Writings (Psalms) yang dalam penyusunan Yahudi ada 22 kitab/24 kitab tergantung cara klasifikasi. Substansinya sama dengan 39 kitab PL yg skrg kt tahu. Ini merupakan struktur baku dari Jewish Canon. Ini jelas menyatakan pada zaman Kristus sudah ada konsepsi mengenai kanon PL. Bahkan awal abad 125, dalam pengantar terjemahan apokrifa Sirakh, penerjemah jg menyinggung tentang 3 part tdi, menandakan bahwa kanon PL sudah ada.
2. Tidak ada bukti semua copy Septuaginta (LXX) memuat apokrifa (deuterokanon). Manuskrip LXX paling kuno yg kita miliki adalah dari abad 4 yaitu Codex Sinaiticus dkk. Semua manuskrip yang kita miliki adalah ‘Christian origin’ dan bukan ‘Jewish origin’. Dalam rentang 500 tahun, sangat mungkin telah disisipkan apokrifa.
3. Josephus dan Philo, sejarawan Yahudi menyatakan orang Yahudi hanya mengakui ke 39 kitab PL skrg sebagai FT. Kitab apokrifa merupakan “outside books”.
5. Walaupun penulis PB memakai Septuaginta, tidak satu kalipun ada kutipan langsung apokrifa dari Kristus dan para penulis PB. Penggunaan apokrifa paling jauh adalah alusi pada sedikit sekali ayat. Bandingkan kitab PL lain yang dikutip secara ekstensif.
6. Apokrifa ditolak bukan karena mereka ditulis berbahasa Yunani. Penemuan teks Qumran apokrifa dalam bahasa Ibrani bersama-sama dengan kitab PL lain itu memang betul, tapi tidak mengagetkan dunia karena mereka ditulis dalam bahasa Ibrani. Dalam perpustakaan Qumran, 39 Kitab PL ditulis dalam perkamen khusus dan ditaruh dalam rak khusus, berbeda dengan tulisan apokrifa. Justru dalam hemat saya penemuan ini melemahkan klaim deuterokanonika Katolik.
7. St. Athanasius, Cyril, Origen dan Jerome tidak menerima apokrifa. Walaupun dikatakan akhirnya mereka tunduk pada tuntutan Paus untuk menerima kanon kitab apokrifa, saya lebih melihatnya sebagai tekanan politis, sedangkan secara rasional dan obyektif mereka menolaknya.
bagaimana tanggapan tim Katolisitas?
[Dari Katolisitas: Silakan membaca jawaban/ tanggapan kami di atas, silakan klik]
Kalau membaca Rom 9:33, 10:11 dan 1 Pet 2:6 dan bandingkan dengan kutipannya dari Yes 28:16, LAI terjemahkan dari kanon Ibrani, KS Komunitas Kristiani dari LXX agaknya Yesus, para rasul dan penulis perjanjian baru lebih terbiasa menggunakan Septuaginta daripada kitab suci yang dikanonkan rabi yahudi.
[Dari Katolisitas: Sebagaimana ditulis di atas, Gleason Archer dan G.C. Chirichigno membuat daftar yang menyatakan bahwa Perjanjian Baru mengutip Septuagint sebanyak 340 kali, dan hanya mengutip kanon Ibrani sebanyak 33 kali. Dengan demikian, kita ketahui bahwa dalam Perjanjian Baru, terjemahan Septuagint dikutip sebanyak lebih dari 90%, sedangkan kanon Ibrani hanya 10 %].
Comments are closed.