Pertanyaan:

Saya ingin mengetahui pandangan Katolik di dalam membunuh binatang, berdosa atau tidak :
– apakah yang tidak berdosa hanya membunuh binatang yang untuk dimakan saja
– apakah yang tidak berdosa hanya kalau membunuhnya tidak disengaja
– apakah membunuh untuk keperluan lain adalah berdosa, seperti misalnya :
membunuh tikus karena binatang tersebut sering membuang kotoran di halaman ( dengan racun )
atau membunuh kucing dsb
membunuh karena hobi berburu, membunuh burung, babi hutan
membunuh karena terpaksa karena bertemu binatang buas yang akan memangsa manusia
– kalau dilarang apakah karena binatang ciptaan Tuhan yang juga harus dihormati, atau mungkin adalah reinkarnasi dari roh roh tertentu
– kalau tidak dilarang / tidak berdosa, bolehkah seseorang mempunyai hobi berburu binatang
Terima kasih GBU

Yongky

Jawaban:

Shalom Yongky,

Sebelum saya menjawab pertanyaan Anda, ijinkan saya mengutip terlebih dahulu apa yang diajarkan oleh Katekismus Gereja Katolik perihal menghormati integritas ciptaan Tuhan yang lain (termasuk hewan dan tumbuhan), demikian:

KGK 2415    Perintah ketujuh juga menuntut agar keutuhan ciptaan diperhatikan. Binatang, tumbuh-tumbuhan, dan makhluk tak bernyawa, dari kodratnya ditentukan untuk kesejahteraan bersama umat manusia yang kemarin, hari ini, dan esok (bdk. Kej 1:28-31). Kekayaan alam, tumbuh-tumbuhan, dan hewan dunia ini, tidak boleh dimanfaatkan tanpa memperhatikan tuntutan moral. Kekuasaan alas dunia yang hidup dan tidak hidup, yang Pencipta anugerahkan kepada manusia, tidak absolut sifatnya; ia diukur menurut usaha mempertahankan kualitas hidup sesama, termasuk pula generasi yang akan datang; ia menuntut penghormatan kepada keutuhan ciptaan (Bdk. Centessimus Annus 37-38).

KGK 2416    Binatang adalah makhluk-makhluk Allah dan berada di bawah penyelenggaraan ilahi (Bdk. Mat 6:26). Hanya dengan keberadaannya saja mereka memuji dan memuliakan Allah (Bdk. Dan 3:57-58). Karena itu manusia juga harus memberikan kebaikan hati kepada mereka. Kita perhatikan saja, dengan perasaan halus betapa besar para kudus, umpamanya santo Fransiskus dari Assisi dan Filipus Neri, memperlakukan binatang.

KGK 2417    Allah menempatkan binatang di bawah kekuasaan manusia, yang telah Ia ciptakan menurut citra-Nya sendiri (Bdk. Kej 2:19-20;9:1-14). Dengan demikian orang dapat memanfaatkan binatang sebagai makanan dan untuk pembuatan pakaian. Orang dapat menjinakkan mereka, supaya dapat melayani manusia dalam pekerjaannya dan dalam waktu senggangnya. Eksperimen dengan binatang demi kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan dalam batas-batas yang wajar, dapat diterima secara moral, karena mereka dapat menyumbang untuk menyembuhkan dan menyelamatkan manusia.

KGK 2418    Bertentangan dengan martabat manusia ialah menyiksa binatang dan membunuhnya dengan cara yang tidak wajar. Juga tidak layak, kalau manusia mengeluarkan uang untuk binatang, yang pada tempat pertama harus meringankan penderitaan manusia. Orang dapat memiliki hewan, tetapi tidak boleh mencintai mereka sebagaimana layaknya hanya berlaku untuk manusia.

Berpegang pada prinsip yang diajarkan dalam Katekismus, demikianlah saya menanggapi pertanyaan anda:

1&2. Apakah yang tidak berdosa hanya membunuh binatang yang untuk dimakan saja, atau hanya karena tidak sengaja?
Tidak. Sepanjang pembunuhan terhadap binatang itu masih dalam batas- batas yang diperbolehkan oleh moral, maka hal itu bukan dosa. Misalnya, selain untuk makanan, binatang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pakaian, untuk percobaan dalam rangka menyembuhkan dan menyelamatkan manusia (contohnya dalam rangka eksperimen obat- obatan, dst); atau jika binatang tertentu sudah mengganggu ekosistem dan keseimbangan hidup manusia, misalnya menyebabkan wabah penyakit, maka dapat dibunuh, demi mempertahankan kualitas hidup manusia.

3. Apakah membunuh untuk keperluan lain adalah berdosa, seperti misalnya a) membunuh tikus, kucing, b) berburu burung dan babi c) membunuh binatang buas karena akan memangsa manusia?

a) Diperbolehkan, jika alasan membunuh tikus adalah karena tikus membuat kotor dan membawa penyakit. Sedang membunuh kucing, silakan dilihat alasannya, sebab jika tidak ada alasan bahwa mereka telah mengganggu/ menurunkan kualitas hidup manusia, memang sebaiknya tidak dibunuh.

b) Berburu tidaklah merupakan dosa, jika alasannya adalah untuk dimakan. Sebab Tuhan sudah memberikan binatang dan tumbuhan sebagai makanan bagi manusia (lih. Kej 9:3).

c) Diperbolehkan, jika seseorang membunuh binatang buas, karena alasan binatang itu akan memangsanya/ manusia yang lain,  – jadi karena alasan pembelaan diri/ mempertahankan hidup manusia. Namun jika binatang buas itu tidak mengganggu manusia, apalagi merupakan binatang yang harus dilindungi dari kepunahan, maka pembunuhan binatang tersebut tidak dapat dibenarkan secara moral.

4. Jika dilarang membunuh binatang, apakah karena ada reinkarnasi?
Tidak. Iman Kristiani tidak mengajarkan adanya reinkarnasi. Kalau kita mengetahui perbedaan hakekat antara tumbuhan, binatang dan manusia, seperti yang dipaparkan di sini – silakan klik, maka kita juga akan mengetahui bahwa ajaran reinkarnasi bertentangan dengan akal sehat. Manusia yang mempunyai jiwa yang bersifat spiritual dan bersifat kekal, tidak mungkin berubah menjadi binatang, yang mempunyai jiwa yang tidak bersifat spiritual dan tidak kekal. Lagipula, Kitab Suci mengatakan, “…. manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi” (Ibr 9:27). Di sini dikatakan bahwa sesudah wafat, manusia akan diadili; maka ia tidak hidup lagi dan mati lagi. Maka, sesudah wafat, manusia tidak kembali lahir di dunia, apalagi diubah menjadi binatang, yang derajatnya lebih rendah dari manusia.

5. Jika tidak dilarang, bolehkah seseorang mempunyai hobi berburu binatang?
Boleh, asalkan melakukannya masih dalam batas- batas yang diperbolehkan secara moral, yaitu secara garis besar: 1) membunuh binatang tidak dengan cara yang tidak wajar (menyiksa); 2) membunuh binatang dengan maksud yang baik bagi manusia (untuk dimakan, dijadikan pakaian, melindungi manusia dari gangguan binatang tersebut, dst); 3) membunuh binatang bukan hanya demi kepuasan/ kesenangan dan kemudian disia- siakan; 4) Tidak berburu hewan yang dilindungi dari kepunahan (pembunuhan hewan langka ini melanggar hukum). 5) Berburu/ menangkap binatang, namun setelah tertangkap dilepaskan kembali, tanpa melukai/ membunuhnya.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

24 COMMENTS

  1. Shalom ibu Ingrid.

    Saya seorang Kristen Advent yang ingin belajar ajaran Katolik. Mengenai hal hewan yang boleh dimakan dan cara pemotongannya mohon bu Ingrid berkenan menjelaskannya secara perinci berdasarkan alkitab.

    Jika kita mengacu pada PL di sana jelas dipaparkan bahwa babi merupakan hewan yang kotor, tidak kosher sehingga tidak layak untuk dimakan. Seperti yang saya pahami PB menggenapi PL yang mungkin berarti bukan membatalkan PL. Menurut hemat saya dalam PB yang menyatakan bahwa “apa yang masuk ke mulut kita tidak najis” barangkali menginterpretasikan secara rohani bukan jasmani. Mohon penjelasan ibu Ingrid.

    Saya bukan vegetarian, tapi saya terbiasa untuk tidak sering memakan daging karena banyak perlakuan yang tidak manusiawi terhadap hewan yang akan dijadikan makanan sehingga tidak jarang saya merasa jijik untuk memakannya jika membayangkan perlakuan yang tidak wajar dalam pembunuhan hewan khususnya yang berada di daerah tempat saya tinggal di S*l*w*si. Mohon penjelasan bu Ingrid apakah ada ajaran atau aturan khusus dalam Katolik dalam pembunuhan hewan untuk dimakan. Seperti yang saya ketahui bahwa dalam agama Islam ada aturan khusus dalam pembunuhan dan pemotongan hewan yang akan dijadikan makanan sehingga saya menilai inilah cara yang sangat aman dan manusiawi.

    Terima kasih sebelumnya. JBU.

    • Shalom Putra Agustinus,

      Pertama-tama, saya mengundang Anda untuk membaca beberapa artikel di bawah ini, silakan klik di judul-judul berikut, sebab di sana dipaparkan prinsip yang diajarkan oleh Gereja Katolik mengenai penggenapan hukum Tuhan sehubungan dengan hal yang Anda tanyakan:

      Bolehkah kita sebagai murid Kristus makan babi?
      Apakah Hukum Taurat masih tetap berlaku?
      Apakah Hukum Taurat dibatalkan Yesus?
      Perihal makanan sembahyangan

      Berdasarkan atas prinsip yang diajarkan oleh Yesus dan para rasul, maka memang Gereja Katolik tidak mengharuskan umatnya untuk menjadi vegetarian. Namun jika dalam proses mengolah makanannya dari hewan, ada prinsip yang harus dipegang, yaitu agar tidak membunuh binatang dengan cara yang tidak wajar. Hal ini jelas disebutkan dalam Katekismus:

      KGK 2418    Bertentangan dengan martabat manusia ialah menyiksa binatang dan membunuhnya dengan cara yang tidak wajar. Juga tidak layak, kalau manusia mengeluarkan uang untuk binatang, yang pada tempat pertama harus meringankan penderitaan manusia. Orang dapat memiliki hewan, tetapi tidak boleh mencintai mereka sebagaimana layaknya hanya berlaku untuk manusia.

      Dengan demikian Gereja Katolik mengajarkan prinsipnya, walaupun tidak secara mendetail mengajarkan cara memotongnya, sebab tentang hal ini berkaitan ke hal praktis yang tidak lagi berhubungan lagi dengan nilai-nilai agama. Maka tentang detail pelaksanaannya, diserahkan kepada kebijaksanaan (prudence) orang yang melakukannya.

      Salam kasih dalam Kristus,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  2. Bagaimana misalnya dengan orang yang memiliki hewan peliharaan.
    Contohnya saja ada orang yang sudah memelihara seekor anjing, dan anjing itu sekarang sudah berumur lebih dari 15 tahun. Umur ini sudah termasuk sangat tua bagi seekor anjing.
    Anjing tersebut menderita penyakit parah dan dokter hewan menyarankan untuk di euthanasia
    Bolehkah? Dengan pertimbangan tidak ingin membuat hewan tersebut menderita

    • Shalom Valerius

      Berdasarkan prinsip seperti tertulis di point 5, di artikel di atas, maka membunuh binatang, jika itu merupakan jalan yang tidak dapat dihindari, agar tidak menyusahkan manusia yang memeliharanya, hal itu diperbolehkan. Misalnya saja pada kasus anjing yang terkena kanker, sehingga untuk pengobatannya yang belum tentu dapat menyembuhkan, sang pemelihara anjing harus mengeluarkan biaya sampai puluhan juta rupiah. Sebab prinsip utama hukum moral adalah demi pencapaian keadilan dan kesejahteraan bagi manusia. Memang idealnya demi pencapaian kesejahteraan manusia, diperoleh juga kesejahteraan bagi mahluk ciptaan yang lain. Namun demikian, jika hal tersebut tidak dimungkinkan, prioritas pertama adalah kesejahteraan manusia. Maka jika tidak ada jalan lain, sehingga membunuh hewan itu harus dilakukan, silakan kemudian dipilih caranya, yang paling tidak membuat binatang itu menderita.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  3. Shalom bapak/ibu Tay

    Saya sebenarnya sudah lama punya pertanyaan tentang hal yang berkaitan dengan artikel ini.

    1. Seperti di poin ke-3 artikel anda, namun hewan ini adalah cicak. Hewan ini suka (maaf) buang kotoran dimana-mana, termasuk diatas kepala saya. Saya menangkapnya, dan saya bunuh tanpa siksa dengan cara saya banting ke lantai (one way ticket, langsung mati). Bolehkah?

    2. Kucing. Hewan yang satu ini sering buat ribut di dapur, dan buat ribut di malam hari. Maklum, anak saya masih kecil dan sering menangis kalau ada kucing berkelahi malam-malam. Kalau dibuang ke tempat lain, kucing biasanya akan kembali lagi. Saya pegang kucing itu, saya lempar ke sungai yang deras dan tenggelam (langsung mati juga). Bolehkah?

    3. Memancing. Untuk hobi, biasanya orang memancing ikan tanpa punya maksud memakannya. Setelah didapat, tentu dilepas kembali. Beberapa kejadian, setelah terkena mata kail, ikan akan terluka dan mati setelah dilepaskan. Bolehkah?

    4. Maaf pertanyaan ini agak iseng. Saya injak seekor semut karena iseng, kemudian setelah itu saya tembak kepala seekor kucing juga karena iseng. Dosanya lebih besar mana?

    5. Karena saya hidup di desa (suku jawa), kultur budaya jawa dan agama non-kristen pun menjadi norma sosial, dan juga takhayul. Konon, kalau kita menabrak/membunuh kucing entah sengaja/tidak sengaja, kita akan terkena celaka kecuali kita segera menguburkan kucing itu tadi dengan layak. ~_~ Nah, sebagai orang katolik adalah wajib menolak takhayul. Namun, apakah artinya kita harus meninggalkan si kucing korban ‘roadkill’ itu tadi begitu saja? Bolehkah?

    6. Bisakah bapak/ibu Tay sedikit lebih menjelaskan lagi tentang poin ke-4 dalam artikel, yang berkaitan dengan jiwa binatang. Apa maksud dari “jiwa yang tidak bersifat spiritual dan tidak kekal”? Apa binatang tidak memiliki jiwa? Kalau punya jiwa, kemana jiwa mereka setelah kematian?

    7. Dalam Kej 3:14 Allah telah mengutuk ular di antara semua binatang. Apakah dengan demikian semua hewan ular adalah iblis? Apakah boleh sembarangan membunuh hewan yang satu ini walaupun ular sebagai predator alami tikus juga membantu para petani di desa? Bolehkah?

    Terima kasih sebelumnya, berkah dalem.

    • Shalom Bimomartens,

      Seperti yang telah dijelaskan, bahwa selama binatang tersebut tidak mengganggu kehidupan kita maka tidak perlu dibunuh. Jadi, dalam hal ini, kita harus bijaksana untuk bersikap sampai seberapa jauh toleransi kita terhadap binatang-binatang yang mengganggu kenyamanan kehidupan kita. Memang ada satu ‘perasaan’ bahwa kalau binatang tersebut ‘relatif besar’, maka perasaan kita juga akan semakin terganggu kalau kita menyakiti binatang tersebut. Jadi, menurut saya: (1) dalam kasus cicak yang mengganggu, maka Anda dapat menangkap dan membuangnya ke luar rumah daripada membunuhnya. (2) Kalau kasus kucing seperti yang Anda ceritakan, maka lebih baik disingkirkan ke tempat yang jauh, sehingga tidak memungkinkan untuk kembali lagi. (3) Anda dapat melakukan hobi memancing.

      (4) Pertanyaan iseng Anda: Kalau membunuh semut dan kucing atau binatang lain karena iseng, maka semua dapat menjadi dosa, karena justru dapat menimbulkan kekejaman dalam diri kita.

      (6) Tentang kucing yang tertabrak: Sebaiknya kita memungutnya dan membuangnya ke tempat sampah sehingga tidak mengganggu orang lain yang lewat. Dan memang lebih baik menguburnya, sehingga tidak menimbulkan bau busuk yang mengganggu orang lain. Dengan kata lain, semua perbuatan tersebut kita lakukan karena kita tidak mau mengganggu orang lain.

      (7) Tentang jiwa binatang: Jiwa binatang yang tidak bersifat spiritual memang tidak diciptakan untuk kekekalan, sehingga ketika mereka meninggal, jiwanya juga ikut punah.

      (8) Tentang ular: Secara prinsip iblis adalah makhluk spiritual, yang tidak mempunyai tubuh. Dia hanya menggunakan media ular untuk melakukan rencana jahatnya. Dan kutuk terhadap ular adalah kutuk terhadap iblis, yang akan menjadi terendah dari semua ciptaan dan akan mengalami penghukuman abadi di neraka. Jadi, kita juga tidak boleh sembarangan membunuh ular sejauh tidak mengganggu kehidupan kita.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  4. apakah jual beli hewan adalah salah dalam Katolik? saya dengar di eropa jual beli hewan dianggap kekejaman dan hal itu melanggar hukum. mereka kalau ingin memelihara hewan akan mengadopsi dari tempat penampungan hewan, bukan di tempat jual beli hewan. saya juga pernah melihat iklan di luar negeri yang isinya menyatakan bahwa di belakang praktek jual beli hewan ada kekejaman yang dilakukan terhadap hewan itu sebelum akhirnya terjual. bagaimana tanggapan Gereja terhadap ini?

    • Shalom Zack,

      Kami di Katolisitas hanya menyampaikan ajaran iman Katolik. Sedangkan hal hukum, apalagi yang berlaku di Eropa, itu bukan lingkup kami. Silakan bertanya kepada pihak yang lebih mengetahui tentang hal itu.

      Gereja Katolik tidak melihat hewan sederajat dengan manusia, walaupun demikian, juga tidak mengajarkan penganiayaan binatang.

      Katekismus mengajarkan hanya prinsip dasarnya, demikian:

      KGK 2415    Perintah ketujuh juga menuntut agar keutuhan ciptaan diperhatikan. Binatang, tumbuh-tumbuhan, dan makhluk tak bernyawa, dari kodratnya ditentukan untuk kesejahteraan bersama umat manusia yang kemarin, hari ini, dan esok (BA. Kej 1:28-31). Kekayaan alam, tumbuh-tumbuhan, dan hewan dunia ini, tidak boleh dimanfaatkan tanpa memperhatikan tuntutan moral. Kekuasaan atas dunia yang hidup dan tidak hidup, yang Pencipta anugerahkan kepada manusia, tidak absolut sifatnya; ia diukur menurut usaha mempertahankan kualitas hidup sesama, termasuk pula generasi yang akan datang; ia menuntut penghormatan kepada keutuhan ciptaan (BA. CA 37-38).

      KGK 2416    Binatang adalah makhluk-makhluk Allah dan berada di bawah penyelenggaraan ilahi (Bdk. Mat 6:26). Hanya dengan keberadaannya saja mereka memuji dan memuliakan Allah (Bdk. Dan 3:57-58). Karena itu manusia juga harus memberikan kebaikan hati kepada mereka. Kita perhatikan saja, dengan perasaan halus betapa besar para kudus, umpamanya santo Fransiskus dari Assisi dan Filipus Neri, memperlakukan binatang.   

      KGK 2417    Allah menempatkan binatang di bawah kekuasaan manusia, yang telah Ia ciptakan menurut citra-Nya sendiri (Bdk. Kej 2:19-20;9:1-14). Dengan demikian orang dapat memanfaatkan binatang sebagai makanan dan untuk pembuatan pakaian. Orang dapat menjinakkan mereka, supaya dapat melayani manusia dalam pekerjaannya dan dalam waktu senggangnya. Eksperimen dengan binatang demi kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan dalam batas-batas yang wajar, dapat diterima secara moral, karena mereka dapat menyumbang untuk menyembuhkan dan menyelamatkan manusia.

      KGK 2418    Bertentangan dengan martabat manusia ialah menyiksa binatang dan membunuhnya dengan cara yang tidak wajar. Juga tidak layak, kalau manusia mengeluarkan uang untuk binatang, yang pada tempat pertama harus meringankan penderitaan manusia. Orang dapat memiliki hewan, tetapi tidak boleh mencintai mereka sebagaimana layaknya hanya berlaku untuk manusia.

      Dengan melihat prinsip ini, menurut ajaran iman Katolik, binatang itu berada di bawah kekuasaan manusia, dan diperbolehkan secara moral, jika manusia mempergunakan binatang sebagai makanan, ataupun pembuat pakaian, ataupun sebagai hewan peliharaan, setelah dijinakkan, atau sebagai pembantu eksperimen/ penelitian ilmiah, dalam batas-batas yang wajar. Sebab kita tahu bahwa sekarang ini tak semua orang dapat berburu hewan, tak semua orang dapat menjinakkan hewan, atau peneliti dapat memperoleh jenis hewan yang diperlukan untuk penelitiannya. Maka implikasinya, dapat diperbolehkan terjadinya jual beli hewan, yang membantu manusia untuk mencapai maksudnya ini. Katekismus memang secara eksplisit tidak menyebutkan larangan jual beli hewan. Maka, nampaknya jual beli hewab masih dapat dibenarkan secara moral, sebab pada dasarnya, manusia berkuasa atas binatang, sehingga manusia berhak menentukan cara untuk memanfaatkan binatang itu agar berguna/ mendukung bagi kesejahteraan manusia. Walaupun memang. manusia tetap harus melakukannya dalam batas-batas yang wajar dan dapat dipertanggungjawabkan.

      Maka penganiayaan/ kekejaman terhadap binatang memang tidak dapat dibenarkan oleh Gereja Katolik, namun larangan ini bukan disebabkan karena binatang mempunyai martabat seperti manusia; namun karena perilaku penganiayaan itu tidak sesuai dengan martabat manusia.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Shalom.
        Maaf bu Ingrid, mengenai ini :
        KGK 2416 Binatang adalah makhluk-makhluk Allah dan berada di bawah penyelenggaraan ilahi (Bdk. Mat 6:26). Hanya dengan keberadaannya saja mereka memuji dan memuliakan Allah (Bdk. Dan 3:57-58).

        Saya lihat di alkitab Daniel 3 hanya sampai ayat 30.
        Terimakasih, Tuhan Memberkati.

        [Dari Katolisitas: Jika Kitab Suci Anda adalah Kitab Suci tanpa kitab-kitab Deuterokanonika, memang memuat Kitab Daniel 3 hanya sampai ayat ke-30. Namun jika Kitab Suci Anda adalah Kitab Suci dengan kitab-kitab Deuterokanonika, ayat 57-58 itu ada, diletakkan di dalam kitab Tambahan Daniel, walaupun sebenarnya itu bukan tambahan melainkan bagian dari Kitab Daniel. Kitab Suci yang dipegang oleh Gereja Katolik adalah Kitab Suci yang memuat kitab-kitab Deuterokanonika, sedangkan yang tanpa kitab-kitab Deuterokanonika adalah Kitab Suci yang umumnya dipegang oleh gereja-gereja Kristen non-Katolik. Silakan membaca selanjutnya di situs ini tentang kitab-kitab Deuterokanonika, silakan gunakan fasilitas pencarian di sisi kanan atas homepage dengan kata kunci Deuterokanonika.]

  5. Mwmbunuh binatang karena membahayakan hidup manusia kenapa diperbolehkan tetapi membunuh manusia yang membahayakan hidup seseorang tidak diperbolehkan? Bukankah keduanya sama-sama membunuh?

    Kemudian, kalau berburu hewan untuk dijadikan pajangan adalah salah secara moral, kenapa banyak masyarakat Eropa, yang secara tradisi berakar pada kekristenan, berburu hewan untuk dijadikan pajangan di rumah mereka?

    • Shalom Zhakeus,

      Berikut ini saya menjawab pertanyaan Anda berdasarkan jawaban yang diberikan di link Catholic Answers untuk pertanyaan serupa, silakan klik.

      Binatang tidak dapat disamakan dengan manusia, sebab binatang bukan mahluk yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Manusialah yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, yaitu, sebagai mahluk yang berakal budi dan berkehendak bebas, sehingga dapat mengenal dan mengasihi Penciptanya. Karena diciptakan menurut citra Allah inilah, maka manusia memiliki martabat yang luhur. Itulah sebabnya, mengapa kita harus menghormati hak-hak azasi manusia, dan tidak boleh menganiaya dan membunuh sesama manusia. Namun, jika Katekismus Gereja Katolik juga melarang kita menganiaya binatang (lih. KGK 2418), itu bukan karena binatang mempunyai martabat seperti manusia. Tindakan tersebut tidak dibenarkan karena tindakan penyiksaan mahluk ciptaan lainnya dapat mendorong rasa suka menyiksa dan ini merupakan penyimpangan kodrat manusia.

      Nah, sedangkan sejak dari awal penciptaan, binatang-binatang maupun tumbuh-tumbuhan, itu diciptakan Allah untuk manusia, dan manusia diberi kuasa oleh Allah untuk menguasai semuanya itu (lih. Kej 1:28). Oleh karena itu, manusia berhak untuk mengatur ciptaan yang lain sedemikian, sehingga dapat mendatangkan kebaikan bagi manusia, dan sedapat mungkin melestarikannya juga. Nah, dalam pengaturan ini, masih dapat dibenarkan jika manusia berburu binatang tertentu, jika keadaan membuktikan, bahwa tanpa peran pemburu-pun, populasi binatang tersebut akan terus bertambah, sehingga akan mengakibatkan sejumlah hewan tersebut mati kelaparan atau sakit. Jika masyarakat tidak berburu sekalipun, maka pemerintah tetap harus menugasi petugas pemburu profesional untuk membunuh sejumlah hewan tertentu, sebab ada tendensi bahwa area tersebut menjadi overpopulated oleh jenis hewan tersebut, padahal suatu lingkungan hidup hanya dapat mendukung jumlah yang terbatas bagi hewan-hewan tertentu. Hal inilah yang umumnya terjadi di negara-negara Eropa/ Amerika, sehingga mereka mengizinkan rakyatnya berburu binatang, contohnya berburu rusa (deer), asalkan mereka telah mempunyai surat izin berburu. (Namun ini tidak berlaku bagi perburuan hewan-hewan langka yang dilindungi oleh undang undang). Biasanya ada badan pemerintah yang menghitung berapa jumlah rusa yang dapat ditanggung oleh suatu area, lalu mempelajari populasi rusa di sana sehingga diperoleh jumlah yang diperkirakan akan lahir dalam suatu periode tertentu dan kemudian menentukan selisih antara keduanya. Selanjutnya, jumlah selisih inilah yang dapat menjadi jumlah yang dapat diberikan kepada kelompok para pemburu di daerah tersebut pada tahun itu. Sebab tanpa diburu-pun, selisih jumlah tersebut pada akhirnya akan mati karena faktor seleksi alam.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  6. Salam.. saya ingin mengutarakan pendapat saya pribadi, saya tidak bicara agama, sy hanya mau anda semua tanya hati nurani kita masing2

    Menurut sy tidak sepantasnya kita membunuh ayam,ikan,babi,sapi,kambing dll untuk kekenyangan perut kita semata, mrk juga hidup seperti kita, dilahirkan dengan kesakitan dari ibu nya, merasakan sakit saat di pukul, merasakan lapar saat ga di kasi makan, sewaktu kecil kita d’ajarkan bahwa derajat manusia lbh tinggi dr mereka tpi stlh dewasa sy merasa justru derajat manusia lbh rendah dari seekor hewan (mohon maaf jika kasar)

    Manusia bisa tega menguliti kulit hewan tsb hidup2 untuk fashion dan tubuh tetep hangat, sy rasa ini sgt egois, kita bsa hidup trus hewan itu pantas mati, gitukah..kecuali jk hewan itu mmg mati karna udh tua, sy rasa itu gpp..manusia jg memburu dengan bebas binatang binatang yg hidup di hutan, mrk salah apa? mrk kluar untuk nyari makanan buat klrg nya, bisa jadi buat anak anak nya yg baru lahir.. bagaimana jika posisi nya ayah atau ibu kita yg di tembak mati saat sedang kluar mencari nafkah.. yg lbh menyakitkan lagi jika hewan tsb harus mati untuk dijadikan pajangan dan demi harga diri dan ‘kebanggaan’ yg tidak pernah kita banggakan.. pernah anda tergores pisau atau tertusuk paku, ingatkah anda dgn sakit nya..

    Saat kita ingin membunuh mrk untuk makan, ingatlah..mrk tidak berdaya, tidak pny tenaga untuk melawan kita, percayalah.. hewan2 itu pasti ketakutan dan ingin terus hidup spt kita, terbukti mrk bsa brontak dan mengerang kesakitan saat jantung mrk ditusuk dgn kejam

    Jgn berpatokan dgn alkitab agama apapun itu, sy bukan sok suci atau sok ngerti agama.. sy hny tau bahwa smua agama mengajarkan kita kasih, kasihi lah hewan2 itu, mau mrk lbh rendah atau lbh kotor dari kita, mrk tidak pernah menyakiti kita, mrk justru pny hati yg lbh polos dr kita, mrk menyerang manusia itu pun karna manusia yg mendekati mereka dan ingin menangkap mrk dan menghancurkan habitat mrk, mrk pun sama kyk kita, akan melakukan apapun untuk melindungi klrg mrk. masi banyak makanan yg bsa kita makan tanpa harus menyakiti binatang dan tetap bikin kenyang, sy percaya nutrisi badan kita tidak harus didapat dari bunuh binatang, Tuhan pasti jagain kita,makin mengasihi dan mengampuni kita jika meliat kita pun berusaha mengabaikan kepuasan kita terhadap daging yg enak, sy ga ajak kita rame2 vegetarian tpi maukah kita pelan2 mengurangi makan daging.. bantu lah sy wujudkan itu

    Smakin bnyk org suka daging, smakin bnyk hewan yg diternak dan dibunuh.. pelan2 kurangi lah, supaya tidk bnyk terdengar jeritan hewan2 malang itu. Biarkan lah hewan itu untuk terus hidup, dan mati karna tua.percayalah jika anda buat baek anda juga akan dapat buah yg baek atau stdk nya tdk terlalu dihakimi saat kita mati

    • Shalom Lisa,

      Terima kasih atas pendapat Anda. Memang manusia mempunyai derajat yang jauh lebih tinggi daripada binatang. Itulah yang memang diajarkan dalam Kitab Suci. Walaupun manusia berhak untuk memanfaatkan binatang secara wajar, namun tidak juga dibenarkan untuk menyiksa atau membunuh binatang secara kejam demi alasan untuk dijadikan pajangan, dll. Kalau Anda tidak mau berdiskusi berdasarkan Kitab Suci, juga tidak menjadi masalah. Kami tidak menyalahkan orang yang vegetarian, karena memang itu baik. Namun, kami juga tidak dapat menyalahkan orang yang makan daging, karena memang itu tidak dilarang baik dalam agama kami maupun dalam peraturan perundangan. Kalau kita pikirkan, binatang juga termasuk semut, rayap, kecoa, nyamuk, dll. Dengan demikian, kalau kita mau konsisten untuk tidak membunuh binatang, maka kita juga tidak boleh membunuh mereka.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

      • Ada kode etik berburu, yaitu harus memakan daging hasil buruannya. Kalau tidak mau atau tidak boleh makan daging buruannya ya jangan berburu. Namun ada juga kekecualian misal babi hutan sangat merugikan petani, harus diburu, maka dagingnya harus dimakan, bisa bukan pemburunya tetapi orang2 yang dibolehkan dan mau makan dagingnya. Dijual juga boleh.

        [Dari Katolisitas: Yang kami sampaikan di situs ini adalah prinsip ajaran iman Katolik. Mohon maaf, kami tidak dapat membahas kode etik berburu ataupun kode etik lainnya.]

  7. Salam,

    Selama ini ajaran – ajaran Gereja Katolik banyak memuat segala kebaikan, terhadap sesama manusia, dan telah mulai bermunculan juga arahan-arahan agar umat Katolik menjadi lebih peduli pada lingkungan hidup.

    Saya ingin menanyakan apakah Gereja juga memberikan perhatian kepada sesama mahluk hidup, yaitu hewan.
    Bagaimanakah sikap Gereja secara nyata?
    Misalnya terhadap breeding hewan (hewan peliharaan maupun ternak), terhadap jual-beli hewan (peliharaan maupun ternak), terhadap penyiksaan, penelantaran hewan-hewan (terutama mereka yang berada dibawah tanggung jawab seseorang/sekelompok manusia – yang bisa di sebut sebagai pemilik)?

    Terhadap penelantaran hewan : seringkali terjadi kesengajaan manusia menelantarkan hewan terutama mereka yang hidup di jalanan, yang seringkali menjadi sasaran kekejaman dan kemarahan masyarakat dan menjadi kambing hitam sebagai penyebar penyakit, perusak, pengganggu, penyebab kekotoran, yang pada kenyataannya, banyak menjadi sasaran empuk perdagangan daging hewan.

    Bagaimana pula sikap Gereja Katolik akan hak hidup hewan, yang senantiasa diperlakukan sebagai komoditi, sebagai benda, sebagai produk untuk dikonsumsi semata?

    Bagaimanakah sikap Gereja Katolik terhadap nilai-nilai yang beredar dalam masyarakat bahwa manusia adalah penguasa segala yang berada di bumi dan adalah yang paling berhak mengatur, menggunakan, memanfaatkan, (bahkan menyalahkan), serta mengeksploitasi hewan – hewan ?

    Terima kasih untuk memberikan jawaban serta penjelasan yang mudah dimengerti awam.

    Salam,

    Liany

    [Dari Katolisitas: Pertanyaan serupa sudah pernah ditanyakan dan kami tanggapi di artikel di atas, silakan klik. Kami memahami bahwa Anda memiliki perhatian terhadap perlakuan terhadap hewan (itu terlihat dari pertanyaan-pertanyaan Anda selama ini yang masuk ke Katolisitas), itu baik. Gereja Katolik pada prinsipnya juga mengajarkan agar manusia memperlakukan ciptaan yang lain (tumbuhan dan hewan) dengan perlakuan yang layak dan bertanggungjawab, sebagaimana disebutkan dalam Katekismus 2415-2418.]

  8. saya mau tau binatang apa yg paling dihormati…trims…

    [Dari Katolisitas: Ajaran iman Katolik tidak secara khusus menyebutkan binatang apa yang paling dihormati. Yang jelas diajarkan adalah penghormatan dan penyembahan kepada Tuhan dan penghormatan kepada sesama manusia, terutama kepada orang tua]

    • Shalom Ikmal,

      Secara prinsip, tidak ada tingkatan binatang yang paling dihormati. Namun demikian, manusia harus melihat bahwa binatang telah diciptakan oleh Allah dan diberikan kepada manusia untuk mengelolanya, sehingga tidak diizinkan untuk menyiksa binatang demi kesenangan semata. Dituliskan dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK 2416) sebagai berikut “Binatang adalah makhluk-makhluk Allah dan berada di bawah penyelenggaraan ilahi (bdk. Mat 6:26). Hanya dengan keberadaannya saja mereka memuji dan memuliakan Allah (bdk. Dan 3:57-58). Karena itu manusia juga harus memberikan kebaikan hati kepada mereka. Kita perhatikan saja, dengan perasaan halus betapa besar para kudus, umpamanya santo Fransiskus dari Assisi dan Filipus Neri, memperlakukan binatang.”

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  9. YTH saudara saudari

    kenapa harus makan hewan yang bernyawa dan berdarah?? sedangkan yang di tulis di kej 9 :4 mengatakan bahwa “Hanya daging yang masih ada nyawanya, yakni darahnya, janganlah kamu makan.”
    mengapa kita harus menyiksa mereka?? kita lihat,, demi kenikmatan 3 inci ini saja kita mesti mengorbankan mereka, boleh” saja kita memakannya jika mereka memang betul” membolehkan kita memotongnya. dan kenyataannya bagaimana? setiap hewan selalu ingin lari dari kita untuk mempertahankan hidup, lihat saja ayam, saat ingin di potong pasti selalu ingin lari. jadi, itu sama saja dengan penyiksaan.
    terima kasih

    GBU

    [dari katolisitas: Silakan melihat jawaban dari Romo Didik ini – silakan klik dan klik ini.]

  10. Bu Ingrid ytk.,

    beberapa bulan yang lalu, saya pernah membaca artikel mengenai pola makan vegan, isinya himbauan untuk menghindari makan daging merah seperti sapi, babi, kambing dan anjing karena cara penjagalan yang sangat tidak berperikemanusiaan (atau berperikehewanan?) misalnya sapi digelonggong lalu masih diinjak2 sampai mati. Atau kambing yg diikat lehernya lalu ditarik dengan mobil berkecepatan tinggi, dan masih dipukul pake kayu walau sudah sekarat. saya melihat beberapa tayangan video nya, timbul rasa miris dan kasihan melihat binatang2 itu disembelih dengan cara yang keliru.

    nah, hewan yang mati disembelih dengan cara disiksa itu katanya tubuhnya memproduksi semacam hormon stres sehingga bila daging itu dikonsumsi manusia, maka manusianya akan tertular stress juga dan emosinya menjadi kurang terkendali. sama juga dengan konsumsi ayam pejantan / sapi yang diberi suntikan hormon, bila dikonsumsi maka hormon tersebut akan berpindah ke tubuh manusia sehingga kini makin banyak pubertas dini yang mendorong sex bebas. yang paling aman adalah memakan daging ikan (berdarah dingin) yang matinya alami nga pakai disiksa, Yesus pun memberi makan dari 2 ikan dan 5 roti.

    bagaimana pandangan Gereja Katolik mengenai pola makan Vegetarian di mana pola makan tersebut dianggap lebih memberikan kesehatan dan efek positif dari sisi emosi? apakah kita juga ikut berdosa karena ikut mengkonsumsi daging hewan yang (mungkin) disiksa sedemikian rupa sebelum disajikan di meja makan?

    terima kasih,
    Indriani

    • Shalom Indriani,

      Sepanjang pengetahuan saya, Gereja Katolik tidak pernah mengeluarkan ketentuan bahwa umat Katolik harus juga menjadi vegetarian, walaupun tentu pilihan untuk menjadi seorang vegetarian demi menyatukan mati raga yang sederhana ini dengan pengorbanan Kristus, adalah sesuatu yang baik. Hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

      Gereja Katolik tidak menyetujui pembantaian hewan seperti yang Anda kisahkan, sebagaimana ajaran dalam Katekismus Gereja Katolik yang mengajarkan agar hal tersebut tidak dilakukan (seperti telah dijabarkan di atas). Namun kita ketahui bahwa tidak semua hewan yang untuk dimakan dibunuh dengan cara demikian; masih ada banyak hewan yang dibunuh dengan cara wajar, sehingga dalam keadaan ini Gereja tidak melarang umatnya mengkonsumsi daging hewan, sepanjang dalam batas- batas normal. Walau tidak dikatakan secara eksplisit dalam Kitab Suci, ada kemungkinan Yesuspun makan daging domba, karena saat merayakan Paskah Yahudi bersama para murid-Nya, hal itulah yang umumnya dilakukan, yaitu makan daging domba Paska, roti tidak beragi dan sayur pahit (lih Kel 12:1-11).

      Maka jika Anda terpanggil untuk menjadi vegetarian, silakan saja, itu baik. Tetapi kita tidak dapat memaksakan kepada orang lain agar melakukan hal yang sama. Sepanjang Gereja Katolik tidak melarangnya secara eksplisit, maka kami di Katolisitas juga tidak dapat menuliskannya secara eksplisit bahwa semua umat Katolik harus menjadi vegetarian. Sebab mungkin pola makan vegetarian memang baik dan sehat, namun sesungguhnya, asal kita makan segala sesuatunya dalam batas normal dan dalam pengendalian diri yang baik, maka hal itu tidak melanggar ketentuan yang diajarkan dalam Kitab Suci sebagaimana telah diajarkan oleh Gereja Katolik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  11. Romo Wanta yang terhormat,

    saya copas 1 bagian diatas,

    KGK 2418 Bertentangan dengan martabat manusia ialah menyiksa binatang dan membunuhnya dengan cara yang tidak wajar. Juga tidak layak, kalau manusia mengeluarkan uang untuk binatang, yang pada tempat pertama harus meringankan penderitaan manusia. Orang dapat memiliki hewan, tetapi tidak boleh mencintai mereka sebagaimana layaknya hanya berlaku untuk manusia.

    Berdasarkan kutipan di atas,apakah sesuai apabila seseorang membunuh seekor anjing dengan cara disiksa (dimasukkan karung setelah itu dipukul berkali kali sampai ajalnya) ada juga yang diikat lalu kepalanya dipukul sampai hancur.

    Seperti kita ketahui, di Indonesia ini ada beberapa etnis suku yang gemar akan daging anjing,dan cara dibunuhnya pun saya anggap SANGAT tidak wajar (dengan cara disiksa terlebih dahulu)
    dan yang paling disesalkan seringkali hal ini terjadi di lingkungan gereja katolik sendiri, ada beberapa pastur yang memperbolehkan anjing anjing piaraannya direlakan untuk dikonsumsi.

    Saya sangat prihatin dengan nasib anjing anjing yang ada di sekitar gereja.
    Mereka tidak sepatutnya diperlakukan seperti itu.
    Apakah kutipan di atas bisa dipakai sebagai dasar untuk tidak membunuh mereka lagi?

    terima kasih romo.

    • Shalom Yung yung,

      Nampaknya anda benar, sesungguhnya anda dapat menyampaikan informasi mengenai KGK 2418 kepada pastor di paroki tersebut, jika memang benar di lingkungan gerejanya dilakukan hal- hal yang sesungguhnya tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik. Silakan, dengan motivasi kasih, dan dengan tutur kata yang santun, anda menyampaikan uneg- uneg anda, dan sampaikan juga dasarnya, yaitu dari Katekismus Gereja Katolik. Semoga hal ini dapat menjadi perhatian bersama, dan usulan anda dapat diterima.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

       

      • Salam kasih, Ibu Ingrid

        Terima kasih untuk replynya.
        Mudah mudahan dengan rujukan dari Katekismus Gereja Katolik ini usulan saya dapat diterima.

  12. saya ingin mengetahui pandangan Katolik di dalam membunuh binatang, berdosa atau tidak :
    – apakah yang tidak berdosa hanya membunuh binatang yang untuk dimakan saja
    – apakah yang tidak berdosa hanya kalau membunuhnya tidak disengaja
    – apakah membunuh untuk keperluan lain adalah berdosa, seperti misalnya :
    membunuh tikus karena binatang tersebut sering membuang kotoran di halaman ( dengan racun )
    atau membunuh kucing dsb
    membunuh karena hobi berburu, membunuh burung, babi hutan
    membunuh karena terpaksa karena bertemu binatang buas yang akan memangsa manusia
    – kalau dilarang apakah karena binatang ciptaan Tuhan yang juga harus dihormati, atau mungkin adalah reinkarnasi dari roh roh tertentu
    – kalau tidak dilarang / tidak berdosa, bolehkah seseorang mempunyai hobi berburu binatang
    Terima kasih
    GBU

    [Dari Katolisitas: Pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]

Comments are closed.