Dari editor

Berikut ini adalah kesaksian iman dari salah seorang pengajar kami di Institute for Pastoral Theology, Ave Maria University. Dr. Lawrence Feingold, STD adalah seorang Doktor Teologi yang sangat luar biasa, bukan saja dalam hal mengajar, tetapi juga dalam kesehariannya sebagai seorang Katolik. Ia sangat mendalami ajaran St. Thomas Aquinas, sehingga dapat mengajarkan kepada kami dengan begitu sangat menyakinkan tentang keberadaan Allah, Yesus Kristus, dan tentu saja, Gereja Katolik dan pengajaran Gereja. Di balik semua kelebihannya mengajar, Dr. Feingold ini adalah sosok pribadi yang sederhana, sangat rendah hati dan juga murah hati. Sungguh, ia hidup sesuai dengan apa yang diajarkannya. Semoga kesaksian imannya ini menjadi berkat buat kita semua.

Feingold Dari seorang Atheis menjadi seorang Katolik

Saya dibesarkan sebagai seorang atheis. Ayah saya adalah seorang Yahudi, dan ibu saya seorang Protestan, tetapi keduanya tidak pernah mempraktekkan iman mereka, meskipun sesekali kami pergi ke kebaktian gereja Unitarian. Meskipun ayah saya melepaskan agama Yahudi setelah masa Bar-Mitzvah (umur 13 tahun), saya dibesarkan dengan identitas sebagai seorang Yahudi, bersamaan dengan keluarga dari pihak ayah saya. Istri saya, Marsha, juga seorang Yahudi, yang walaupun dibesarkan di lingkungan Yahudi, namun akhirnya melepaskan agama Yahudi setelah kuliah. Kesaksian ini saya buat, untuk menjelaskan bagaimana sampai akhirnya saya dapat berdoa, untuk pertama kalinya, saat saya berumur dua puluh sembilan tahun, saat saya dan Marsha tinggal di kota kecil di Italia, Tuscany, pada saat saya menjadi seniman pematung batu marmer. Sejak saat itu hati saya terus dipenuhi keinginan untuk mengenal Tuhan, yang akhirnya membawa saya ke pangkuan Gereja Katolik.

Tuhan tentu dapat memakai segala cara untuk membuat kita tunduk di hadapan-Nya dan berdoa. Namun, yang paling umum adalah melalui kesulitan dan masalah yang kita alami, yang mengingatkan kita pada Salib, yang melaluinya Yesus telah menebus dunia. Dalam hidup kami, salib itu bukanlah hal yang terlalu besar dan istimewa. Kuasa Tuhan sering kali dinyatakan dengan mendatangkan hal-hal yang besar melalui hal yang sederhana. Tuhan sesungguhnya telah mempersiapkan saya tentang hal ini melalui studi dan pekerjaan saya sebagai seniman, meskipun pada saat itu saya tidak menyadarinya…

Saya beruntung dapat belajar Art History dari Norris K. Smith, seorang professor di Universitas Washington. Beliau mengajarkan agar kami melihat seni sebagai ekspresi tentang Tuhan, manusia dan dunia. Setiap karya seni yang baik menyatakan bentuk yang indah, pandangan dunia, dan juga realitas alam yang baik. Karya-karya seni yang terbaik didukung oleh realitas alam dan kemanusiaan yang baik dan seimbang, sedangkan keburukan karya seni sering berhubungan dengan penurunan nilai-nilai di jaman itu. Di jaman modern ini, terjadi penurunan nilai kemanusian yang tidak lagi melihat manusia sebagai ciptaan Tuhan yang memiliki martabat yang tinggi, dan hal ini terlihat dari karya seni jaman modern yang arahnya menunjukkan kesemerawutan atau kekosongan yang ekstrim. Tanpa saya sadari refleksi ini mengendap di dalam pikiran saya. Saya menjadi semakin sadar bahwa ‘dehumanization’ di dalam Art/ karya seni modern itu disebabkan oleh menghilangnya iman Kristiani di dalam masyarakat karena akibat sekularism.

Saya ingat pada waktu saya mengunjungi kapel Sistina, sesaat sebelum saya bertobat, saya mengagumi lukisan ‘Penghakiman Terakhir’ di dalam kapel, padahal pada waktu itu saya masih seorang atheis! Saya (dan mungkin juga para turis lainnya) memandang lukisan tersebut tanpa mempertanyakan kebenaran yang dilukiskan di dinding kapel tersebut, seolah-olah lukisan itu hanyalah karya seni semata- mata. Harus saya akui, sedikit demi sedikit saya mulai mengagumi dan menyenangi karya seni Kristiani.

Namun demikian, kekagumanku akan karya seni Kristen tidak membuat saya bertobat, tanpa saya mengalami masalah pribadi. Pada tahun 1988, Marsha istriku mengandung anak kami yang pertama dan ia mengalami kecemasan-kecemasan yang di luar batas kewajaran tentang kehamilannya. Ia menjadi uring-uringan, dan pada suatu saat ia berkata pada saya bahwa ia tidak ingin hidup lagi. Saya tidak dapat memahami hal ini, dan saya mengalami bahwa saya tidak punya solidaritas di dalam hati saya terhadap kesulitan istriku ini. Hal tersebut membuat saya merenungkan akan keterbatasan kasih saya kepadanya, dan secara umum hal ini membawa saya menyadari akan terbatasnya kasih manusia. Betapa sesungguhnya manusia (dalam hal ini istri saya) merindukan untuk dikasihi sebagai mana adanya, dan saya sungguh hampir tidak dapat melakukannya!

Renungan ini membawa saya berpikir, bagaimana sampai kita sebagai manusia dapat mempunyai keinginan untuk dikasihi sampai sedemikian, jika tidak ada Tuhan? Jika tidak ada Tuhan yang dapat mengasihi kita seperti Bapa, maka kehausan kita untuk dikasihi dan mengasihi akan menjadi sia-sia dan percuma, sebab tidak akan dapat terpenuhi. Di sini pulalah saya menemukan arti kasih sejati sebagai pasangan, yaitu untuk melihat pasangan saya sebagai mana adanya, yang walaupun lemah namun layak dikasihi, dan hanya kasih sejati yang dapat melihat hal ini. Ya, istriku layak kukasihi, meskipun hal itu di atas kemampuanku untuk mengasihinya. Pemikiran ini membuat saya menyadari bahwa Tuhan harus ada, sebab hanya Tuhan saja yang dapat mengasihi setiap manusia sebagaimana adanya.

Jika Tuhan tidak ada maka keberadaan kita sebagai manusia tidak ada artinya. Tidak mungkin manusia itu hanya sebagai ‘produk kagetan’ yang dihasilkan oleh kebetulan yang buta, ataupun hasil ‘kecelakaan’ semata, seperti yang dinyatakan oleh tokoh-tokoh atheis seperti Jean-Paul Satre. Jadi, manusia pastilah merupakan hasil dari kasih ilahi, dan manusia direncanakan untuk mengambil bagian dalam kasih ilahi itu, asalkan mau menanggapi panggilan tersebut.

Saya menjadi sangat yakin bahwa Tuhan itu sungguh ada di dalam kehidupan manusia. Saya menjadi sadar bahwa kemampuan untuk mengasihi sesungguhnya datang dari Tuhan. Dan untuk memperoleh kemampuan untuk mengasihi itu saya harus berdoa. Sungguh, sampai saat inipun saya tidak dapat menjelaskan bagaimana saya memperoleh keyakinan seperti itu, selain percaya bahwa hal itu disebabkan karena rahmat Tuhan. Oleh rahmat itu, saya disadarkan bahwa manusia diciptakan sesuai dengan gambaran Allah sehingga dapat mengambil bagian di dalam sifat Allah yang paling khas, yaitu mengasihi.

Dengan keyakinan ini saya mencoba berdoa untuk pertama kalinya di dalam hidup saya. Ketika saya naik kereta api ke Florence untuk berdoa di Duomo yang dibangun oleh Brunelleschi, saya tidak membayangkan agama Kristen, tetapi saya juga tidak menentangnya. Di sana saya hanya berdoa: “…Tuhan, ajarilah aku mengasihi, ajarilah aku menjadi terang buat orang lain….” Saya tidak tahu kenapa saya berdoa demikian, namun sampai sekarangpun saya masih menyukai doa tersebut.

Tuhan ingin agar kita berdoa, dan jika kita berdoa, Ia melimpahkan rahmat-Nya pada kita. Setelah berdoa demikian, saya teringat akan Mazmur 2: “Engkau adalah Anak-Ku! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini.” Meskipun saya seorang atheis, saya mengetahui Alkitab melalui kuliah Art dan studi perbandingan antar agama yang menjadi minat saya. Pada saat itu saya mengerti bahwa perkataan tersebut ditujukan oleh Tuhan Allah Bapa kepada Yesus PuteraNya, namun juga kepada saya (dan orang-orang lain) di dalam Kristus Putera-Nya, yang diangkat menjadi anak-anak angkat Allah.

Setelah berdoa demikian, saya tahu bahwa saya harus menjadi seorang Kristen. Sebelum saat itu, saya sesungguhnya sudah sangat menghormati figur Yesus, Kisah sengsaraNya, ajaran Delapan Sabda Bahagia dan khotbahNya di bukit, tetapi saya tidak dapat memahami hubungan-Nya dengan saya secara pribadi, hubungan-Nya dengan seluruh umat manusia, dan apakah Dia itu sungguh-sungguh Tuhan. Saya rasa sikap saya ini mirip dengan sikap kebanyakan orang Yahudi yang kebetulan membaca Kitab Perjanjian Baru.

Namun setelah doa ini, hubungan saya dengan Yesus menjadi sangat berbeda. Saya seolah-olah diperkenalkan dengan misteri kasih Allah Bapa dan Allah Putera, yang sesungguhnya berkaitan dengan keinginan semua orang untuk dikasihi sebagai anak-anak Allah. Allah Putera sesungguhnya telah menjadi manusia yang berkebangsaan Yahudi, wafat di salib, sehingga semua orang, baik Yahudi maupun bangsa lain, dapat menerima karunia kasih-Nya dan diangkat menjadi anak-anak Allah. Meskipun pada saat itu saya belum mengerti sepenuhnya, namun kesadaran dan pengalaman saya bahwa kasih-Nya mengangkat saya menjadi anak-Nya, merupakan sesuatu yang tak terlupakan. Pengalaman tersebut menjadikan saya seperti ‘lahir baru’, membawa saya pada pertobatan akan dosa-dosa saya dan mendatangkan suka cita yang tak terlukiskan!

Saya membagikan pengalaman ini kepada istri saya, Marsha, dan kami sepakat untuk menjadi Kristen. Namun demikian, tidak jelas bagi kami saat itu, kami harus masuk ke Gereja mana. Keraguan kami berlangsung sampai 6 bulan. Pikiran saya terombang- ambing antara iman Gereja Katolik dan pendapat umum gereja Protestan yang menolak institusi Gereja, seperti yang sering saya dengar sejak kecil.

Lagi-lagi, seni dan kebudayaan Kristen membantu saya untuk membuat keputusan. Sekitar satu bulan setelah pengalaman awal pertobatan saya, saya mengikuti Misa kudus di paroki dekat kami tinggal. Homili pada waktu itu disampaikan oleh Archbishop dari Pisa, untuk menghormati Bunda Maria, yang lukisannya pada waktu itu dipajang di gereja. Homili tersebut menceritakan Bunda Maria sebagai Hawa yang baru, yang oleh ketaatannya memulihkan ketidaktaatan Hawa, dan karenanya membuka gerbang bagi Inkarnasi Tuhan Yesus. Inilah yang melahirkan devosi kepada Bunda Maria.

Namun, walaupun saya telah menerima rahmat dalam Misa tersebut, saya masih bergumul dengan kepercayaan saya terhadap kehadiran Yesus yang nyata di dalam Ekaristi. Tanpa saya sadari, pendapat gereja Protestan cukup mempengaruhi saya. Ada saatnya saya percaya pada pengajaran Gereja Katolik, dan hati saya dipenuhi oleh syukur dan suka cita, namun ada juga saatnya saya meragukannya, dan hati saya menjadi sangat sedih karena itu. Di satu sisi saya percaya bahwa Kristus tidak akan pernah meninggalkan Gereja dan membiarkannya disesatkan oleh manusia, namun harus kuakui saya kadang ragu, apakah penyertaan-Nya dinyatakan di dalam Ekaristi. Pergumulan saya ini terjadi berkali-kali: suka cita datang karena iman kepada Gereja Katolik, dan duka cita pada saat saya masih meragukan iman tersebut.

Demikianlah, meskipun dalam pergumulan, saya terus merasa bahwa melalui Gereja, Tuhan terus bekerja di dalam sejarah manusia. Lambat laun saya percaya bahwa karya Tuhan tersebut dinyatakan di dalam sakramen, terutama Ekaristi. Tanpa Gereja, dunia ini sudah ‘ditinggalkan’, karena Alkitab memang menceritakan tentang teladan Yesus dan segala perbuatan-Nya, namun kehadiran-Nya dan pengudusan-Nya secara nyata terdapat di dalam Gereja. Dengan keyakinan ini, akhirnya saya dan Marsha memutuskan untuk dibaptis, dan kami memilih dibaptis di gereja Anglikan. Kemudian saya menjajaki kemungkinan untuk menjadi imam/ pastor Anglikan atau Episkopalian.

Namun rupanya Tuhan berkehendak lain. Tak lama setelah dibaptis, saya datang ke British Library di Florence, dan saya melihat buku yang berjudul the Newman Reader, yaitu koleksi tulisan-tulisan Kardinal John Henry Newman. Begitu saya mulai membaca, saya langsung tertarik. Saya membaca autobiografi Kardinal Newman, Apologia pro vita sua, dan tulisannya yang terkenal, Essay on the Development of Christian Doctrine, yaitu tulisan yang menghantarkannya untuk beralih dari seorang pemeluk Anglikan menjadi seorang Katolik.

Pada saat itu, saya mulai mempelajari Katekismus Gereja Katolik, yang ditulis oleh Fr. Hardon. Dengan membaca kedua buku ini, saya berketetapan untuk menjadi seorang Katolik. Saya segera memberitahukan hal ini kepada Marsha. Ia cukup terkejut, namun akhirnya iapun setuju untuk bersama-sama masuk ke Gereja Katolik. Maka, saya menghubungi Pastor paroki kami di Long Island, pada tanggal 8 Desember 1988, yaitu hari raya Bunda Maria dikandung Tanpa Noda. Akhirnya kami resmi menjadi Katolik pada tanggal 25 Maret 1989, pada Perayaan Ekaristi Malam Paskah.

Orang mungkin bertanya, pernyataan Kardinal Newman yang mana yang membawa saya pada iman Katolik? Seingat saya adalah prinsip yang disebutnya sebagai “dogmatic principle”: bahwa terdapat kepenuhan kebenaran yang objektif yang datangnya dari Tuhan sendiri dan bukan dari manusia. Dan untuk sampai ke sana, kita tidak saja harus memohon dan berdoa dengan tekun, tetapi juga dengan menerimanya dengan ketaatan. Kedua, Kardinal Newman mengatakan bahwa Gereja perlu dibekali oleh otoritas dogmatik yang kelihatan agar dapat terhindar dari gerbang neraka dan serangan manusia yang skeptis dan yang mengikuti keinginan sendiri. Tanpa hal ini, karya Tuhan menjadi tidak lengkap, karena dengan sangat mudah Gereja akan terbawa arus jaman. Jika Tuhan sudah mau berpayah-payah menjadi manusia untuk menyatakan kebenaran-Nya yang menyelamatkan, dan wafat di salib untuk semua orang, tentunya Ia-pun mau berpayah-payah menjaga kehadiran-Nya di dunia, dan menjaga agar ajaran-Nya tidak disesatkan oleh manusia.

Lalu, otoritas mengajar yang mana yang ditetapkan Yesus? Hal ini tentu tidak sulit ditemukan, jika hati kita mau terbuka. Jika Tuhan mendirikan Gereja-Nya atas Petrus, maka otoritas mengajar ini diberikan kepada Petrus dan semua penerusnya; sebab Yesus berjanji, “Engkau adalah Petrus (batu karang), dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku, dan alam maut tidak akan menguasainya.” Organisasi mana yang dapat meng-klaim sebagai Gereja yang didirikan di atas Petrus? Hanya Gereja Katolik yang mempunyai klaim demikian, dengan bukti sejarah selama 2000 tahun, melalui rantai kepemimpinan Paus yang tak terputus, yang memimpin Gereja atas dasar iman para rasul. Hal ini hanya dimungkinkan oleh bantuan istimewa dari Allah sendiri.

Dan, jika Kristus telah mendirikan otoritas Gereja, apakah yang harus kita lakukan selain dari tunduk mentaatinya? Jika tidak demikian, bukankah artinya kita memberontak dari Allah dan menolak karunia terang iman dari Allah? Setelah memasuki Gereja Katolik pada tanggal 25 Maret 1989, dengan rahmat Tuhan, saya menjadikan perkataan Kardinal Newman sebagai perkataan saya sendiri:

Sejak saya menjadi Katolik, saya tidak punya lagi sejarah mengenai pendapat religius secara pribadi. Bukan berarti pikiran saya jadi berhenti, atau saya tidak lagi memikirkan hal-hal Theologis, tetapi saya tidak perlu merekam perubahan-perubahan ajaran, dan saya tidak lagi merasa gelisah karena apapun juga. Saya selalu ada dalam damai dan puas, karena saya tidak lagi merasa ragu…. Saya seperti kapal yang kembali ke pelabuhan setelah melalui badai di lautan; dan kebahagiaanku karenanya tetap tak terputuskan sampai pada hari ini.

Kedamaian di hati yang sedemikian dialami oleh semua orang yang memasuki atau yang kembali ke pangkuan Gereja Katolik, asalkan mereka terus berjuang memahami “dogmatic principle” tersebut. Kami memasuki Gereja Katolik karena yakin bahwa inilah Gereja yang didirikan oleh Tuhan sendiri. Kami percaya akan segala ajaran Gereja, karena Gereja mengajarkannya dengan otoritas penuh yang diberikan oleh Allah, dan karenanya, Gereja berbicara atas nama Tuhan, sebagai kelanjutan dari misi Kristus di dunia.

Kata orang, banyak orang Yahudi yang menjadi Katolik merasa sedih sebab mereka menganggap tradisi Yahudi sebagai suatu pengkhianatan terhadap Yesus. Kami tidak pernah mengalami hal ini. Sebaliknya, saya malah mengalami ketertarikan pada tradisi Yahudi yang tak pernah saya alami sebelumnya. Saya tidak pernah mempelajari bahasa Ibrani semasa kanak-kanak, namun sekarang, saya menikmatinya setelah saya menjadi Kristen, karena dengan bahasa Ibrani, bahasa yang digunakanoleh Bangsa Pilihan, saya dapat mendaraskan Kitab Mazmur.

Dalam tahun pertama setelah Pembaptisan saya, banyak orang bertanya, mengapa saya menjadi pemeluk Kristen Katolik, kenapa bukan agama Yahudi, Buddha, Islam atau Protestan. Pertanyaan demikian sesungguhnya ada dalam kerangka religious liberalism, seolah- olah agama hanya merupakan pilihan pribadi. Namun bagi kami, bukan karena kami yang memilih, namun Tuhan yang telah memilih untuk menyelamatkan kita melalui Inkarnasi dan Penebusan dosa oleh Yesus Kristus di kayu salib, yang kini diteruskan dan dihadirkan kembali di dalam Gereja Katolik. Tuhanlah yang memanggil kami untuk memasuki bahtera keselamatan-Nya tersebut. Kita semua yang telah diberikan rahmat untuk mendengar dan menerima Dia, tanpa jasa kita sendiri, memiliki tugas untuk berdoa bagi mereka yang belum memperoleh rahmat itu…

24 COMMENTS

  1. Wah terimakasih tulisannya bagus sekali. Saya baru pertama kali ini tahu tentang dogmatic principle. Gereja yanag di bangun di atas batu karang, baru saya sadar juga.

    Saya ada satu pertanyaan.
    Pernah ada percakapan dengan teman yang beragama Protestan. Kami membicarakan tentang keselamatan. Dalam hal ini, bagaimana pandangan untuk orang yang bukan pemeluk Katolik. Saat itu, teman saya ini bilang bahwa bagaimana nasib keselamatan untuk orang yang bukan Kristiani, yang dari saat lahir sudah menjadi pemeluk agama bukan Kristiani dan selama hidupnya bukan beragama Kristen Katolik/Protestan.
    Saya mohon bantuannya atas pertanyaan ini, saya tiba2 ingat.

    Terimakasih.

    [dari katolisitas: Silakan melihat artikel ini – silakan klik]

  2. Syalom Katolisitas.org & All,

    Sy hny ingin sharing pengalaman ttg atasan di t4 kerja sy yg dari seorang Katolik ttp karena mgkin kepintaran + masalah yg dia hadapi saat itu dia berpikir Tuhan itu tidak ada. Dia hnya berpegang dlm 1 hal saja, katanya : “Kalau mmg Tuhan itu ada, kenapa begitu banyak Galaksi bserta planet2nya tidak berpenghuni ? Apa gunanya ?”. Sy tidak bisa berbantah2an karena sy karyawan baru disitu. Sy pun sdh sering melihat di TV teori2 dari Stephen Hawking. Dalam hati sy cuman pgin blg “Coba bapak sering2 buka Alkitab terlebih di Perjanjian Baru dan cari ayat2 yg berisi sabda Yesus yg menunjukkan bahwa Tuhan & Keselamatan itu ada, dan Yesus-lah jalan tsb.”

    Selain di kitab Kejadian PL, menurut sy, Tuhan menciptakan bumi agar manusia memuja Dia, juga “menyaring” setiap manusia yg bisa hidup bersama Dia kelak. Ttg Galaksi & Planet; selain untuk menunjukkan kebesaran-Nya di depan mahkluk ciptaan-Nya, Tuhan pun menghibur kita lewat itu shingga kita bisa mengagumi dan meninggikan nama-Nya.

    Dari kehendak bebas yg diberikan-Nya, Tuhan mengetahui suatu saat manusia2 ciptaan-Nya tidak bisa hidup rukun, berdampingan dan saling memaafkan sesuai perintah2-Nya. Maka tawaran utk hidup sendiri2 diberikan Tuhan sbg sebuah ujian dgn diadakannya Galaksi & Planet2 tsb. Dan mmg seperti itulah kenyataan saat ini, manusia berlomba2 berebut mjd yg pertama mndapatkan planet yg bisa ditinggali kaum-nya saja. Skrg bukan hanya USA & Rusia sja, tetapi China, Iran dan India juga.

    Ingat tujuan awal Tuhan menciptakan manusia dan segala “benda pendukung-nya” (selepas dosa Adam & Hawa), yaitu Dia ingin “menseleksi” manusia2 mana saja yg kelak bisa mendiami Kerajaan-Nya, hidup berdampingan kekal dengan Dia. Yaitu, bukan hanya mereka yg tidak melanggar perintah-Nya, tetapi juga manusia2 yg memelihara perintah-Nya untuk bisa saling memaafkan dan hidup rukun berdampingan selama masa hidup di bumi.

    Ingat kata Yesus (Yoh 14:1-3),
    1 “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.
    2 Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.
    3 Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada.”

    May God bless us.

    Duc in altum,
    Antonius +

    [dari katolisitas: Planet yang tidak berpenghuni tidak membuktikan bahwa Tuhan tidak ada. Namun, kehadiran mereka membuktikan bahwa ada yang menciptakan mereka.]

    • Lalu siapa yg menciptakan tuhan itu sendiri ?? XDDDD
      Janganlah terbalik2.

      Agama dan ketuhanan hanya utk orang2 lemah yg tidak mampu menghadapi kerasnya dunia.

      • Shalom Ayolah,

        Terima kasih atas komentarnya. Untuk menanyakan siapakah yang menciptakan Tuhan adalah kerancuan akan ‘pengertian Tuhan yang tidak diciptakan’ atau memegang asumsi awal bahwa tidak ada Tuhan. Silakan Anda memberikan satu point untuk membuktikan bahwa Tuhan tidak ada. Kalau Anda mau, silakan membaca terlebih dahulu artikel ini – silakan klik.

        Untuk memberikan pernyataan bahwa agama dan ketuhanan adalah untuk orang-orang lemah, saya pikir terlalu tergesa-gesa, apalagi kalau kita melihat kehidupan orang-orang kudus, seperti Bunda Teresa dari Kalkuta dan suster-susternya yang dengan penuh keberanian memberikan dirinya dan membantu kaum miskin; St. Maximilian Kolbe yang memberikan nyawanya untuk menggantikan tawanan lain yang akan dibunuh oleh tentara Nazi. Masih banyak cerita tentang santa-santo dalam sejarah kekristenan, yang menunjukkan bahwa karena mereka mempercayai Kristus sebagai Tuhan, maka mereka dengan berani mati demi mempertahankan imannya, rela dibunuh dengan tetap memberikan senyum di bibirnya atau bernyanyi. Dari bukti ini, secara obyektif, kita dapat melihat bahwa mereka adalah orang-orang kuat – namun kekuatan mereka didapatkan dari kasih kepada Kristus.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        stef – katolisitas.org

        • hahahaha

          Boleh juga dongeng-nya XDDDD

          [dari katolisitas: Terimakasih telah menunjukkan untuk tidak mau berdiskusi]

    • Shalom,
      Ada artikel menarik baru-baru ini buah pemikiran seorang Jesuit mengenai alam semesta. Untuk lengkapnya silahkan klik http://www.therecord.com.au/news/world/is-god-really-unavoidable/

      Sebuah caption menarik dari foto utama di artikel tersebut.
      The Whirlpool galaxy and the Companion galaxy are seen in this image taken by the Hubble Space Telescope. Recent discoveries now mean science has to acknowledge the universe had a beginning, says philosopher Fr Spitzer, a Jesuit. Problem for atheists: that means a creator too.

      The Record merupakan sebuah surat kabar cetak dan online Katollik yang bertanggung jawab kepada Uskup Agung Perth.

      Semoga berguna,
      Edwin ST

  3. Syalom Pak Stef / Bu Inggrid,

    Apakah masih ada kesaksian2 dari orang2 non katolik yang menjadi katolik? Terutama dari para teolog atau ahli alkitab?
    Karena menurut saya, para ahli alkitab khususnya yang beragama non katolik, yang mencoba mencari kebenaran2 yang ada di alkitab, akan mendapatkan bahwa kebenaran2 itu ada dalam gereja katolik. Apakah mereka kemudian beralih agama dari non katolik menjadi katolik?
    Misalnya seorang ahli alkitab protestan, apakah dia akan pindah ke katolik? ataukah dia tetap mempertahankan ajaran dari Marthin Luther? ataukah dia berhenti dan malah beralih ke agama yang lain?

    Terimakasih

    Fransiska

    • Shalom Fransiska,

      Terima kasih atas pertanyaannya. Tentang kesaksian dari umat Protestan yang berpindah ke Katolik, sebagian dapat dilihat di sini (silakan klik). Kalau seseorang telah menemukan kepenuhan kebenaran di Gereja Katolik, dia harus hidup dalam kebenaran tersebut, dan tidak akan mempertahankan pandangannya yang keliru. Dengan demikian, apakah seorang ahli Alkitab atau teolog Protestan dapat pindah ke Gereja Katolik? Tentu saja, dan ini dibuktikan dengan begitu banyak kesaksian. Anda juga mendengar kesaksian dari begitu banyak umat Kristen non-Katolik yang menjadi Katolik di EWTN (silakan klik). Dan seseorang yang berpindah ke Gereja Katolik, apalagi orang tersebut mempunyai posisi sebagai pendeta sebelumnya, maka dia telah mempertaruhkan segalanya – termasuk mata pencahariannya, teman-teman. Dengan demikian, orang seperti ini tidak akan setengah-setengah dalam menjalankan iman Katolik, melainkan akan dengan sungguh-sungguh menjalankan iman Katolik dan meninggalkan segala pengajaran yang bertentangan dengan iman Katolik. Dan pada akhirnya, kita harus menyadari bahwa Roh Kudus sendiri yang berkarya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – http://www.katolisitas.org

      • Dear Pak Stef,

        Terimakasih banyak pak Stef untuk jawaban2nya dan juga informasi2 yang diberikan.
        Sangat membantu sekali untuk penguatan dan pendalaman iman saya.

        Terimakasih juga untuk saudara “Sibejo” atas informasinya.

        GBU both

        Fransiska

  4. shalom…

    sy suka membaca di laman ni…setiap hari saya akan membaca setiap artikel dan kesaksian…dan puji TUHAN,lama kelamaan saya semakin tumbuh dalam IMAN….saya dapat mengenali kasih BAPA yang tidak terhad…. terima kasih pada semua yang memberikan kesaksian…

    semoga lebih ramai yang kembali ke RUMAH BAPA….

    amin….

  5. terima kasih atas tulisan anda… saya sekarang semakin mantap dan yakin untuk menjadi seorang Katolik… saya yakin bahwa tulisan anda dapat menjadi inspirasi bagi mereka yang dulunya sama spt saya… saya dulu percaya Tuhan tapi tidak punya agama… saya lalu mencoba banyak agama dan dibaiat di banyak tempat agama seperti masjid , kelenteng , vihara , dll. lalu saya tanpa sengaja mendengar lagu untuk worship di gereja.Tanpa sadar saya jadi merasa damai… lalu saya mencari cara u/ menjadi katolik dan saya membaca tulisan anda.. sekali lagi saya ucapkan terima kasih… God Bless You All…

  6. Saya beragama katolik. sebelumnya saya ke gereja cuma sebagai kewajiban. tapi 2 tahun terakhir ini saya aktif dalam Komunitas Katolik melalui komunitas ini iman saya bertumbuh dan timbul kerinduan setiap kali mengikuti ekristi, dan saya menyadari ternyata dalam gereja katolik begitu banyak tradisi2 yang sangat indah yang maknanya sangat dalam, dan liturgi yang sangat indah. saya ingin bertanya mengenai arti kata MISA?
    terima kasih

    • Shalom Martha,

      Terima kasih atas pertanyaan dan sharingnya. Memang kalau kita mengenal dan mengasihi Iman Katolik, maka kita akan semakin berpartisipasi di dalam kehidupan Kristus. Dan kita juga menyadari bahwa Ekaristi adalah bentuk doa dan penyembahan yang tertinggi, dimana tidak dapat digantikan dengan apapun juga. Hal ini dikarenakan misteri Paska: penderitaan, wafat, dan kebangkitan Yesus, dihadirkan kembali di dalam setiap perayaan Ekaristi. Di dalam Ekaristi, Yesus yang menjadi Korban dan Yesus juga yang menjadi Imam. Karena korban dan imamnya adalah Yesus, maka Allah Bapa akan menerima persembahan korban yang sempurna dengan kasih.
      Silakan membaca beberapa artikel tentang Ekaristi (1, 2, 3 – silakan klik).

      Ekaristi Kudus mempunyai beberapa nama. Silakan melihat Katekismus Gereja Katolik (KGK, 1328-1332): Untuk pengertian Misa ada di KGK 1332.

      1328     Kekayaan isi Sakramen ini menyata dalam aneka ragam nama. Tiap-tiapnya menunjuk kepada aspek tertentu. Orang menamakannya: Ekaristi, karena ia adalah ucapan terima kasih kepada Allah. Kata-kata "eucharistein" Bdk Luk 22:19; 1 Kor 11:24. dan "eulogein" Bdk. Mat 26:26; Mrk 14:22. mengingatkan pujian bangsa Yahudi, yang – terutama waktu makan – memuliakan karya Allah: penciptaan, penebusan, dan pengudusan.

      1329     Perjamuan Tuhan Bdk. 1 Kor 11:20., karena ia menyangkut perjamuan malam, yang Tuhan adakan bersama murid-murid-Nya pada malam sebelum sengsara-Nya. Tetapi ia juga menyangkut antisipasi perjamuan pernikahan Anak Domba Bdk. Why 19:9. dalam Yerusalem surgawi.

      Pemecahan roti, karena ritus yang khas pada perjamuan Yahudi ini, dipergunakan oleh Yesus: pada waktu makan – sebagai kepala persekutuan – Ia memberkati roti dan membagi-bagikan-Nya Bdk. Mat 14:19; 15:36; Mrk 8:6.19.; Ia melakukan ini terutama dalam perjamuan malam terakhir Bdk. Mat 26:26; 1 Kor 11:24.. Dari tindakan ini para murid mengenal-Nya kembali sesudah kebangkitan Bdk. Luk 24:13-35.. Dengan istilah "memecahkan roti" orang Kristen pertama menggambarkan perkumpulan Ekaristi mereka Bdk. Kis 2:42.46; 20:7.11.. Dengan itu, mereka hendak menyatakan bahwa semua orang yang makan satu roti yang dipecahkan – dari Kristus itu – masuk ke dalam persekutuan-Nya dan membentuk di dalam-Nya satu tubuh Bdk. 1 Kor 10:16-17..
      Perhimpunan Ekaristi (synaxis), karena Ekaristi dirayakan dalam perhimpunan umat beriman, di mana Gereja dinyatakan secara kelihatan Bdk. 1 Kor 11:17-34.

      1330     Kenangan akan kesengsaraan dan kebangkitan Tuhan.
      Kurban kudus, karena ia menghadirkan kurban tunggal Kristus, Penebus dan mencakup pula penyerahan diri Gereja. Atau juga kurban misa kudus, "Kurban Syukur" (Ibr 13:15) Bdk. Mzm 116:13.17., persembahan rohani Bdk. 1 Ptr 2:5., kurban murni Bdk. Mal 1:11. dan kudus, karena ia menyempumakan dan melebihi segala kurban Perjanjian Lama.
      Liturgi kudus dan ilahi, karena seluruh liturgi Gerej a berpusat dalam perayaan Sakramen ini dan paling jelas terungkap di dalamnya. Dalam arti yang sama orang juga menamakannya perayaan misteri kudus. Juga orang mengatakan Sakramen mahakudus, karena Ekaristi adalah Sakramen segala Sakramen. Disimpan dalam rupa Ekaristi di dalam tabernakel, orang menamakan tubuh Kristus itu Yang Maha Kudus.

      1331     Komuni, karena didalam Sakramen ini kita menyatukan diri dengan Kristus yang mengundang kita mengambil bagian dalam tubuh dan darah-Nya, supaya kita membentuk satu tubuh Bdk. 1 Kor 10:16-17.. Orang juga menamakan Ekaristi hal-hal kudus [ta hagia; sancta] (const. ap. 8,13,12; Didache 9,5; 10,6) – ini sejajar dengan arti pertama ungkapan "persekutuan para kudus" dalam syahadat apostolik. Nama-nama yang lain adalah: roti malaikat, roti surgawi, "obat kebakaan" (Ignasius dari Antiokia, Eph. 20,2) dan bekal perjalanan.

      1332     Misa kudus, karena liturgi, dimana misteri keselamatan dirayakan, berakhir dengan pengutusan umat beriman [missio], supaya mereka melaksanakan kehendak Allah dalam kehidupannya sehari-hari.

      Jadi setelah menerima Tubuh dan Darah Kristus di dalam perayaan Ekaristi, maka kita sebagai umat beriman diutus untuk membagikan Kristus yang telah kita terima kepada semua orang. Hal ini sama seperti Maria, yang menerima kabar gembira dari malaikat Gabriel dan menerima Yesus di dalam kandungannya, maka Maria tidak dapat menyimpannya sendiri. Maria dengan sukacita pergi ke saudaranya Elizabeth untuk membagikan Yesus yang ada di dalam kandungannya, sehingga Elizabeth dan bayinya dapat juga memuliakan Yesus.

      Semoga kita bersama semakin menghayati perayaan Ekaristi dan dengan setia menghadiri perayaan Ekaristi Kudus, sehingga kita juga menyadari tugas perutusan (Missio) yang diberikan oleh Gereja kepada kita untuk hidup kudus, menjadi saksi Kristus yang hidup, dan menyebarkan kabar gembira kepada semua orang yang kita jumpai.

      Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
      stef

  7. saya seorang katolik dan sangat senang untuk mencari informasi atau bacaan apa saja tentang katolik. apalagi kesaksian dari orang orang mantan non katolik. Disini ada beberapa pertanyaan saya mohon dijawab dengan bahasa indonesia karena saya kurang paham bahasa inggris.
    a. penjelsan mengenai Natal dan kenapa harus 25 desember serta segala pernak perniknya. ini pertanyaan dari agama lain yang katanya perayaan ini tidak alkitabiah. mohon penjelasan, supaya kami bisa menjawab pertanyaan mereka.
    b Apa ada kesaksian dari para mantan saksi yehuwa dalam bahasa indonesia. terima kasih. mohon maaf kalau pertanyaan ini sudah pernah dibahas tolong tunjukan alamatnya.

  8. saya memang katolik sejak lahir tetapi saya(mula2)betul-betul mengenali Tuhan hanyalah pada tahun 1999(dibaptis) semasa umur saya 21 tahun.Awal kesedaran itu datang pada 1997 bila sahaja saya lulus peperiksaan Sijil Pelajaran Malaysia(SPM)1996.Bila saya sendirian saya renungkan semula perjalanan hidup saya akhirnya saya mengakui dan menginsafi diri bahawa begitu banyak dan setianya cintakasih Tuhan untuk saya.Antaranya adalah saya kehilangan ibu semasa umur saya 8 bulan(November 1979),saya hampir mati lemas(sungai)1983 dan saya lulus peperiksaan itu(1996) semuanya kerana cintakasih Tuhan.Saya masih ingat bagaimana saya menangis seperti bayi di depan paderi yang datang melawat paroki kami seminggu sebelum saya menduduki peperiksaan dan betapa damainya hati saya bila paderi tadi menjamah dahi lalu berdoa untuk saya akhirnya dengan kuasa Tuhan saya lulus. jadi saya menyoal diri saya sendiri bagaimanakah caranya saya hendak membalas kebaikan Tuhan itu? masa itu saya belum baptis lagi akhirnya saya membuat keputusan mendaftarkan diri untuk kelas baptis. Hingga ke saat ini(2008)iman saya masih lagi mengembara mencari kekuatan jadinya saya mengucapkan terima kasih kepada saudara/i di atas jawapan yang anda telah emailkan untuk saya berkenaan dengan pertanyaan saya berkenaan dengan agama jews,Kristian dan islam minggu lepas hingga ke saat ini saya masih dapat merasakan kegembiraan di hati kerana saya telah memilih agama dan gereja yang betul iaitu Katolik,sungguh indah rasanya bila saya imagine pengembaraan gereja Katolik bermula dari St peter hinggalah ke Pope kita yang sekarang ini bahawa gereja Katolik penuh dengan Tradisi yang indah.Dan kesaksian Iman Dr.Lawrence ini sangat indah bagi saya.
    dan kesempatan ini saya ingin bertanya:
    a)kenapa Kristian Protestan ini mesti wujud/lahir di dunia ini
    b)secara generalnya apakah tradisi2 sembahyang/gereja katolik yang ditolak oleh protestan ini
    c)benarkah gereja Katolik ada dua?satu yang berpusat di Rome/Vatikan satu lagi yang disebut Katolik Timur?

    sekian,salam kasih

    • Shalom Semang,
      Memang kalau kita melihat ke belakang, ada begitu banyak hal yang perlu kita syukuri, karena rahmat Tuhan yang begitu besar telah tercurah di dalam kehidupan kita. Mari kita melihat pertanyaan-pertanyaan dari Semang.
      A. Kenapa lahir Kristen Protestan

      Saya pernah menjawab pertanyaan ini di sini (silakan klik), dimana saya membahas tentang perpecahan Gereja:

      1) Ini membawa kita kepada sejarah perkembangan Gereja. Apakah di dalam sejarah Gereja ada kesalahan yang dilakukan oleh Gereja Katolik? Tentu saja ada, namun kesalahan ini bukan merupakan kesalahan doktrin/ pengajarannya melainkan karena faktor manusia; dan ini tidak mengaburkan kebenaran bahwa Gereja Katolik adalah Gereja yang didirikan oleh Kristus. Gereja Katolik berjuang terus untuk memelihara kesatuan Gereja sesuai dengan amanat Yesus, sebelum Yesus mengalami penderitaan (Lih Yoh 17). Dalam artikel "Mengapa memilih Gereja Katolik", saya mencoba memaparkan bahwa perpecahan telah terjadi pada jemaat awal dari: Docetism (90-451), Gnosticism (100), Manichaeism (250) dan seterusnya. Ini terus berkembang dengan perpecahan gereja: Gereja Timur Orthodox (1054),Gereja Anglikan di Inggris (abad ke 16), didirikan oleh Raja Henry VIII,Lutheran dan Calvinis di Jerman (abad ke 16), didirikan oleh Luther dan Calvin,Methodis di Inggis (1739), didirikan oleh John Wesley,Kristen Baptis (1639), didirikan oleh Roger Williams, Anabaptis (1521), didirikan oleh Nicolas Stork, Presbyterian di Skotlandia (1560), Mormon di Amerika (1830), didirikan oleh Joseph Smith, Saksi Yehovah di Amerika (1852-1916), didirikan oleh Charles Taze Russell,Unification Church di Korea (1954), didirikan oleh Rev. Sun Myung Moon, dll.

      2) Perpecahan-perpecahan gereja-gereja kalau ditelusuri akan adalah karena menginterpretasikan ayat-ayat Kitab Suci, tanpa ada otoritas yang menentukan bagaimana sebenarnya arti dari ayat-ayat tersebut. Kita mengingat akan apa yang dikatakan oleh Rasul Petrus yang mengingatkan akan jemaat Kristen bahwa ada perkataan-perkataan dari Rasul Paulus yang sulit dimengerti dan dapat dibelokkan oleh orang-orang (lih. 2 Pet 3:15-17; 2 Pet 1:20-21). Menjadi bahan permenungan bagi kita semua, mengapa hanya berdasarkan Alkitab saja dapat membawa perpecahan? Apakah Gereja Katolik tidak bersalah terhadap perpecahan-perpecahan tersebut? Tentu saja ada kesalahan yang dilakukan pihak Gereja, yang pada abad-abad tertentu kurang dapat memantulkan kasih Allah. Namun hal ini tidak mengaburkan akan kebenaran bahwa Gereja Katolik didirikan oleh Kristus sendiri, dimana Kristus berjanji untuk melindungi Gereja-Nya. Tanpa Kristus, seharusnya Gereja Katolik telah punah ditengah-tengah penyalahgunaan kekuasaan di dalam Gereja. Namun Yesus setia terhadap janji-Nya, dan terbukti sampai saat ini, Gereja Katolik tetap satu, kudus, katolik, dan apostolik, dengan pengikutnya 1.13 milyard lebih. Ini dimungkinkan hanya karena perlindungan Tuhan dan kesatuan di bawah kepemimpinan Bapa Paus.

      B. Perbedaan Gereja Katolik dan gereja protestan

      Pada akhirnya semua bersumber pada otoritas. Pada saat denominasi Kristen tidak mengakui otoritas Paus, sebagai pemersatu Gereja di dunia ini, maka persatuan Gereja yang didoakan oleh Kristus tidak dapat terwujud (Lih. Yoh 17). Dari penolakan otoritas ini, kemudian berkembang isu-isu yang lain, seperti: Sola Scriptura (Hanya Alkitab), Sola Fide (Hanya Iman), isu tentang Maria, purgatory, konsep keselamatan, dll.

      C. Tentang Gereja Timur

      1) Hal ini pernah dijawab disini (silakan klik), dimana dikatakan:
      Pertama-tama perlu diketahui bahwa tidak semua Gereja Timur memisahkan diri dari Gereja Katolik. Dokumen Vatikan II mengenai Gereja Timur yang mempunyai kesatuan dengan Gereja Katolik ditulis dalam Orientalium Ecclesiarum (OE) yaitu Dekrit Tentang Gereja-gereja Timur Katolik. Istilah ‘Orthodox’ yang berarti “true believer/ orang beriman sejati” pada mulanya digunakan oleh Gereja-gereja Timur yang menolak ajaran sesat Nestorians dan Monophysites. Namun kemudian gereja-gereja Orthodox ini tergabung dalam schism Photius (abad ke 9) dan Cerularius (abad ke 11) yang kemudian memisahkan dari dari kesatuan Gereja Katolik Roma. Maka “Orthodox” ini adalah nama teknis dari Gereja-gereja Timur (di Eropa Timur, Mesir dan Asia) yang tidak mengakui kesatuan dengan Gereja Katolik. Untuk lebih lengkapnya mungkin uraian ini akan dapat kami tuliskan di artikel terpisah di waktu yang akan datang.
      Dengan demikian, terdapat 2 kelompok Gereja Timur, yang pertama masih dalam kesatuan dengan Gereja Katolik Roma, dan yang kedua tidak dalam kesatuan penuh dengan Gereja Katolik Roma (yang dikenal dengan Gereja Orthodox). Gereja Katolik mempunyai ikatan yang erat dengan Gereja-gereja Timur tersebut, termasuk Gereja Orthodox yang walaupun tidak berada dalam kesatuan penuh dengan Gereja Katolik, namun mereka mempunyai apostolik, imamat dan Ekaristi (KGK, 1399). Jadi secara prinsip Gereja Orthodox mempunyai pengajaran dan sakramen seperti yang ada dalam Gereja Katolik, namun mereka tidak mengakui otoritas Gereja Katolik Roma. Namun, melalui Vatikan II Gereja Katolik berusaha mengusahakan kesatuan kembali dengan Gereja-gerja tersebut, yang dapat dilihat misalnya dalam hal pemberian sakramen. Orientalium Ecclesiarum 27 mengatakan,”…kepada para anggota Gereja-Gereja Timur, yang tanpa kesalahan apapun terpisah dari Gereja Katolik, dapat diterimakan Sakramen Tobat, Ekaristi dan Pengurapan Orang Sakit, bila mereka sendiri memintanya dan berada dalam disposisi baik. Bahkan orang-orang Katolik pun boleh meminta Sakramen-Sakramen itu kepada pelayan-pelayan yang tidak Katolik (imam Orthodox- red), bila Gereja-Gereja mereka mempunyai Sakramen-Sakramen yang sah, setiap kali itu dibutuhkan, atau sungguh ada manfaat rohaninya, dan bila secara fisik atau moril tidak dapat ditemui seorang imam katolik (maksudnya, jika dalam keadaan darurat atau di daerah itu tidak terdapat imam Katolik- red).”

      2) Juga pernah dibahas disini (silakan klik).
      Katolik Latin adalah Western Church, atau Katolik Roma. Sedangkan Katolik Timur adalah Gereja Katolik Timur, yang tetap dalam kesatuan Gereja Katolik.

      Gereja Katolik Timur ini mempunyai pengajaran yang sama dengan Katolik Roma, dan mereka mengakui Paus sebagai pemimpin Gereja Katolik. Mereka mempunyai liturgi yang begitu indah, dimana Konsili Vatican II dalam Orientalium Ecclesiarum mengatakan bahwa mereka didorong untuk merayakan Ekaristi dengan tradisi yang sudah ada, karena Gereja ingin mempertahankan warisan ini.

      Kitab Hukum Gereja yang dipakai mereka adalah CCEO (Code of the Canons of the Eastern Church), yang dipakai oleh 21 Gereja Katolik Timur. CCEO ini disahkan oleh Paus John Paul II tanggal 18 Oktober 1990, yang mulai berlaku tanggal 1 Oktober 1991. Sedangkan Latin Church memakai Kitab Hukum Kanonik 1983, yang disahkan oleh Paus Yohanes Paulus II tanggal 25 Januari 1983, dan berlaku mulai tangal 27 November 1983 (hari pertama advent). Namun semuanya adalah Gereja Katolik yang satu, kudus, katolik dan apostolik.

      Demikian apa yang dapat saya sampaikan, semoga uraian di atas dapat menjawab pertanyaan Semang.
      Mari kita bersama-sama mensyukuri dan membangun Gereja Katolik yang kita kasihi.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – https://katolisitas.org

  9. Hallo semuanya, hallo Ali!

    Saya baru pertama kali buka website ini. :)
    Salam kenal Ali dan Stef.

    Ingin sharing sedikit saja ttg nama baptisan. Kita bisa mengambil hikmah dari kesaksian Dr. Lawrence Feingold di atas.

    Dia bingung, bergumul, tetapi dia melakukan sesuatu yang sangat bagus, yaitu BERDOA. Dengan berdoa, Tuhan menuntun dia ke jalan yang benar.

    Dalam memilih nama Baptis juga harus diterapkan seperti itu. Coba pilih max. 3 nama Baptis yang paling menyentuhmu, lalu bawalah nama2 tersebut ke hadapan Tuhan. Minta Tuhan yang memilihkannya bagimu, maka Tuhan akan memilihkan yang terbaik.

    Ingat, Tuhan yang paling tahu tentang diri kita, bahkan jauh melebihi diri kita sendiri.

    Tuhan memberkati!

    Julia

  10. Saya ikut katekumen tuk baptis jadi katolik. Sebelumnya saya tidak “beriman”. dibilang buddha juga jarang ke wihara. TETAPI saya suka membaca buku agama. dan buku2 yg menjadi inspirasi berasal dari yesuit katolik dan buddha dari biksu Thailand.
    Dulu, saya sempat dibantu seorang pastor sehingga saya bisa masuk sekolah SMA Katolik. terus entah gimana istri saya katolik.
    ternyata ke gereja mendengar kotbah pastor tidaklah cukup karena kita tidak dapat komuni. Yang mana makna dari komuni itu dimana Yesus ada di dalam kita dan kita ada di dalam Tuhan.
    Iman saya sudah teguh untuk kemuliaanNya.

    • Shalom Ali,

      Terimakasih telah menjawab panggilan Tuhan untuk masuk dalam keluarga Gereja Katolik. Memang Ekaristi menjadi puncak perayaan dan liturgi Katolik, karena Yesus sendiri (tubuh, jiwa, dan ke-Allahannya) hadir. Ali dapat melihat artikel tentang Ekaristi.

      Kita turut berdoa agar Ali dapat terus setia dalam proses katekumen, sehingga pada saat pembaptisan, Ali dapat menerima Tubuh dan Darah Kristus. Mari kita bersama-sama mengasihi Kristus yang terlebih dahulu mengasihi kita.

      Salam kasih dari https://katolisitas.org
      stef & ingrid

      • Saya seperti “orang yang jatuh cinta yang ke-2 kalinya”. karena saya betul2 ingin menjadi katolik seutuhnya.
        Saya bingung mencari buku tentang santa/santo.
        di beberapa web indonesia sedikit kurang lengkap.
        Saya ada membaca sedikit dan itu bagian dimana iman saya semakin dikuatkan.
        Saya bingung memilih nama untuk sendiri. lihat dari tgl dan bulan lahir seperti agak kurang sreg.
        jujur saja, nama apapun saya tidak masalah tapi pastor bilang agar saya mencari figur santa yang saya sukai dan terus terang saya suka semua santa/santo.
        terima kasih atas balasan dari anda. semoga segala usahamu di dunia akan berbuah kebaikan bagimu.

        • Shalom Ali,

          Mungkin Ali dapat mencarinya di sini atau disini, hanya memang dalam bahasa Inggris. Semoga Ali dapat menemukan Santo yang tepat, yang akan menemani Ali dalam perjalanan spiritualitas Ali, sampai akhirnya dapat berkumpul dengan santo yang Ali pilih di surga. Cara mencari juga bukan hanya tergantung dari tanggal, namun bisa dari karakter. Misal: kalau kurang sabar, maka dapat memilih St. Fransiskus dari Sales, dimana santo ini mempunyai karakter yang kurang sabar namun dia berjuang sedemikian rupa sehingga dia dikenal santo yang lemah lembut.

          Salam kasih dari https://katolisitas.org
          stef

Comments are closed.