Pertanyaan:

Pak Stef & Bu Inggrid,

saya pernah membaca di katolisitas tentang perikop roti hidup di Yohanes yang digunakan sebagai dasar dari ekaristi (benar tidak ya?)

kemudian saya juga membaca perikop roti hidup di injil Yohanes dari buku Tafsir Alkitab Perjanjian Baru terbitan LBI. dimana perikop itu dibagi menjadi 3 bagian. bagian ke 3 adalah tentang ekaristi (Yoh 6:48-59) dimana berubahnya kata kerja operatif dari percaya menjadi makan dan minum.

saya juga menyadari bahwa perikop roti hidup ini hanya ada di injil Yohanes. sedangkan di injil yang lain tidak ada (kurang) penjelasan mengenai perkataan Yesus diperjamuan terakhir tentang roti dan anggur, tubuh dan darah.

Di Lukas :
Lukas 22:19 Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya: “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.”
Lukas 22:20 Demikian juga dibuat-Nya dengan cawan sesudah makan; Ia berkata: “Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu.

Begitu juga dengan :
Markus 14:22 Dan ketika Yesus dan murid-murid-Nya sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: “Ambillah, inilah tubuh-Ku.”
Markus 14:23 Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka, dan mereka semuanya minum dari cawan itu.
Markus 14:24 Dan Ia berkata kepada mereka: “Inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang.

Maupun :
Matius 26:26 Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: “Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku.”
Matius 26:27 Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: “Minumlah, kamu semua, dari cawan ini.
Matius 26:28 Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.

apakah perikop roti hidup di Yohanes adalah untuk menjelaskan maksud perjamuan terakhir Yesus di ketiga injil yang lainnya?

sedangkan dari si B (pandangan dari Protestan) mengatakan [dari Katolisitas: diedit]

….. bahwa Yoh 6:48-59 tidak berhubungan dengan Perjamuan Kudus.

————————————————————————————————————————————–
Alasannya:

• Tak mungkin Yesus membicarakan Perjamuan Kudus yang pada saat itu belum ada.

• Kalau ini menunjuk pada Perjamuan Kudus, maka:

* ay 50,51,54,57b,58b menunjukkan bahwa orang harus ikut Perjamuan Kudus untuk mendapatkan hidup yang kekal.

* ay 53 menunjukkan bahwa orang yang tidak ikut Perjamuan Kudus tidak akan mendapatkan hidup yang kekal.

Dengan kata lain, kalau ini menunjuk pada Perjamuan Kudus, maka Perjamuan Kudus adalah satu-satunya jalan untuk mendapatkan hidup yang kekal. Ini menjadi ajaran sesat Salvation by works!

• Yesus menggunakan istilah ‘daging’ (Inggris: flesh; Yunani: SARX) bukan ‘tubuh’ (Inggris: body; Yunani: SOMA). Padahal dalam membicarakan Perja­muan Kudus, selalu digunakan kata ‘tubuh’ (body / SOMA). Bdk. Mat 26:26 Mark 14:22 Luk 22:19 1Kor 11:24,27.

• Kata-kata ‘makan’ dan ‘minum’ dalam ay 50,51,53 dalam bahasa Yunaninya menggunakan aorist tense yang menunjuk pada satu tindakan tertentu di masa lampau. Kalau menunjuk pada Perjamuan Kudus, yang merupakan tindakan makan dan minum secara berulang-ulang, maka seharusnya digunakan bentuk present tense.

Catatan:

Tetapi ay 54,56,57 menggunakan bentuk present participle, sehingga terjemahannya adalah: ‘the one (who is) eating / drinking My flesh / blood’.
————————————————————————————————————————————–

Sekarang pendapat saya adalah mungkin saja dan bisa saja, memang Yesus membicarakan Perjamuan Kudus/Terakhir/Ekaristi meskipun saat itu belum ada. Karena setelah perjamuan itu, Yesus mengalami masa sengsara sehingga tidak bisa mengajar tentang Perjamuan Kudus/Terakhir/Ekaristi jika tidak mengajarkan pada waktu itu (waktu itu ya waktu di Yoh 6:48-59). Juga karena Yesus adalah Tuhan, meskipun saat itu belum ada Perjamuan Kudus/Terakhir/Ekaristi tetapi Yesus sudah merencanakan-Nya sehingga perikop roti hidup itu membicarakan tentang Perjamuan Kudus/Terakhir/Ekaristi.

Sekarang pertanyaan saya adalah :
1. Haruskah mengikuti perjamuan Ekaristi agar bisa hidup kekal?
2. Bagaimana dengan penjahat yang di Lukas 23:43 (Kata Yesus kepadanya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.”)
Apakah ini berarti penjahat itu cukup dengan iman saja tanpa ekaristi dan perbuatan baik (memperjuangkan keselamatan) untuk mendapatkan keselamatan?

Si B membuat kesimpulan :
Kesimpulannya, keselamatan hanya dari iman. Baptisan, perjamuan kudus, pertobatan, perbuatan baik, dll itu ga perlu disuruh, karena semua akan timbul dari iman yang benar. Semuanya itu adalah manifestasi dari iman yang benar. Segala hal itu tidak akan manifestasi dari iman yang salah.

Kemudian untuk istilah ‘daging’ dan ‘tubuh’ serta ‘makan’ dan ‘minum’ menurut Pak Stef & Bu Inggrid, bagaimana pengajaran Gereja Katolik?

Seperti biasa, jika berguna untuk ditampilkan, silakan saja.

Alexander

Jawaban:

Shalom Alexander,

Kita ketahui bahwa di antara ke-empat Injil, kitab Injil Yohanes merupakan kitab yang terakhir ditulis, yaitu sekitar tahun 90- 100 an, sedangkan ketiga kitab lainnya dituliskan sekitar tahun 50-60 an. Maka memang ada beberapa kisah/ perikop yang sudah dijabarkan pada ketiga Injil, tidak lagi diulangi secara persis oleh Rasul Yohanes dalam Injilnya, namun Yohanes menyampaikannya dari sisi yang berbeda, atau melengkapinya. Salah satu kisah yang dilengkapi oleh Rasul Yohanes adalah pengajaran tentang Roti Hidup (Yoh 6), dan kisah Perjamuan Terakhir yang dilengkapi oleh Yohanes dengan peristiwa pembasuhan kaki para murid oleh Yesus (lih. Yoh 13)

Gereja Katolik selalu menginterpretasikan suatu ayat Kitab Suci, dengan memperhatikan arti literal dan spiritual, tanpa dilepaskan dari konteks keseluruhan pesan dalam Kitab Suci. Dengan prinsip inilah, maka kita mengetahui bahwa istilah Roti Hidup yang diajarkan oleh Yesus berkaitan dengan Perjamuan Kudus, di mana dalam kedua ajaran tersebut Ia menyatakan diri-Nya sebagai “roti” untuk dimakan.

1. Tak mungkin dibicarakan jika belum terjadi/ ada?

Alasan yang mengatakan bahwa “tak mungkin Yesus membicarakan Perjamuan Kudus yang pada saat itu belum ada,” itu mengingkari arti literal yang jelas- jelas tertulis di sana. Sebab di ke-empat Injil jelas dijabarkan bahwa Perjamuan Kudus itu benar- benar diadakan oleh Yesus dan murid- murid-Nya, pada malam sebelum sengsara-Nya. Kalau dikatakan bahwa Yesus tidak mungkin membicarakan tentang Perjamuan Kudus sebelum Ia mengadakannya, [karena khotbah tentang Roti hidup terjadi sebelum Perjamuan Kudus], maka itu juga tidak berdasar. Karena justru kalau seorang pemimpin ingin mengadakan sesuatu event yang penting, maka sangat umum, jika ia mempersiapkan para muridnya untuk memahaminya terlebih dahulu. Kita melihat di sini, peristiwa Perjamuan Kudus merupakan salah satu ajaran inti dari Kristus, karena merupakan satu kesatuan dengan pengorbanan-Nya di kayu salib. Ia hadir dalam rupa roti, untuk dimakan oleh kita para murid-Nya, agar kita mengenang kasih-Nya yang terbesar yang rela wafat di salib untuk menebus dosa- dosa kita (lih. Mat 26:26-28; Luk 22:19-20; Mrk 14: 22-24). Oleh sebab itu, ke-empat Injil menuliskan tentang Perjamuan Kudus ini, yang didahului oleh kisah mukjizat perbanyakan roti, yang juga dicatat oleh ke-empat Injil.

Argumen yang mengatakan kalau belum terjadi tidak mungkin dibicarakan, itu bertentangan dengan fakta yang terjadi yang tercatat dalam Kitab Suci. Misalnya, sebelum wafat dan kebangkitan Kristus terjadi, Kristus sudah membicarakannya dengan para murid; misalnya dalam perikop Tanda Yunus (lih. Mat 12: 38-42; Luk 11: 29-32), atau pemberitaan tentang sengsara-Nya (lih. Mat 16: 21-18; 17: 22-23; 18:31-34). Bahkan peristiwa- peristiwa tersebut juga sudah dinubuatkan oleh para nabi, seperti telah dibahas di sini, silakan klik. Justru karena merupakan inti dari rencana keselamatan Allah, maka peristiwa- peristiwa itu diajarkan, sebelum hal-hal tersebut terjadi, agar kita semua dapat memahami maknanya dan menghayatinya.

2. Jika Roti Hidup mengacu pada Perjamuan Kudus maka “Salvation by works”?

Argumen teman anda demikian:

Kalau ini [Roti Hidup Yoh: 6] menunjuk pada Perjamuan Kudus, maka:

– ay 50,51,54,57b,58b menunjukkan bahwa orang harus ikut Perjamuan Kudus untuk mendapatkan hidup yang kekal.

– ay 53 menunjukkan bahwa orang yang tidak ikut Perjamuan Kudus tidak akan mendapatkan hidup yang kekal.

…. maka Perjamuan Kudus adalah satu-satunya jalan untuk mendapatkan hidup yang kekal. Ini menjadi ajaran sesat Salvation by works!

Argumen ini keliru, karena tidak melihat kaitan ayat ini dengan ayat- ayat lainnya dalam Kitab Suci, bahkan dalam perikop Roti hidup itu sendiri. Sebab, orang yang mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus itu juga harus mengimani Kristus. Percaya kepada Kristus yang diutus Allah ini merupakan ‘pekerjaan yang dikehendaki Allah’ (Yoh 6: 29); dan oleh kepercayaannya kepada Kristus inilah maka orang itu diselamatkan (Yoh 6: 40, 47). Sekarang, mari kita lihat ayat 47 dan ayat 50, yang menyebutkan kedua hal yang paralel, yaitu:

ay. 47 menyebutkan bahwa barangsiapa percaya [mempunyai iman akan Kristus] ia mempunyai hidup yang kekal.

ay. 50, 51, 54 menyebutkan bahwa barangsiapa makan roti ini [Roti Hidup] ia mempunyai hidup yang kekal.

Maka kita ketahui bahwa Kristus menghendaki bahwa hal percaya tersebut berhubungan atau bahkan identik dengan makan Roti Hidup tersebut, agar seseorang memperoleh hidup yang kekal. Kedua hal tersebut, yaitu mengimani/ percaya kepada Kristus berkaitan erat juga dengan: 1) mengimani apa yang diajarkan-Nya tentang kehadiran-Nya dalam rupa roti dan anggur dalam Perjamuan Kudus, dan 2) menyantapnya, sesuai dengan pesan Kristus, sebagai bukti bahwa kita mengimani ajaran Kristus ini.

Jadi tepatlah yang diajarkan oleh Rasul Paulus, bahwa untuk mengambil bagian/ menyantap Perjamuan Kudus, seseorang harus mengimaninya, sebab jika tidak, malah mendatangkan hukuman atas dirinya sendiri (lih 1 Kor 11: 27-30). Dari sini kita ketahui bahwa “perbuatan” menyantap Perjamuan Kudus, tidak terpisah dari iman. Maka ini bukan “salvation by works” seperti yang dituduhkan, sebab memang kalau seseorang hanya makan roti itu tanpa mengimaninya, maka bukan keselamatan yang didapatkannya.

Gereja Katolik mengajarkan pentingnya mengambil bagian dalam Perjamuan Ekaristi, karena tidak memisahkan iman dengan perbuatan, sebab itulah yang diajarkan oleh Kristus baik dalam perikop Roti Hidup, maupun juga ajaran para rasul, seperti yang jelas diajarkan oleh Rasul Yakobus (lih Yak 2:24,26). Perbuatan saja memang tidak menyelamatkan, seperti dikatakan oleh Rasul Paulus, sebab kita diselamatkan oleh kasih karunia/ rahmat Allah (lih. Rom 11:6; Tit 3:5), oleh iman (Flp 2:8). Namun tentu saja, iman ini harus disertai perbuatan, sebab tanpa perbuatan, iman itu mati (Yak 2:26). Maka menyambut Kristus dalam Perayaan Ekaristi bukan merupakan perbuatan semata, namun perbuatan menerima kasih karunia Allah, atas dasar iman, sebab dengan imanlah kita menyambut Kristus yang hadir dalam rupa roti tersebut; dan dengan imanlah kita melakukan apa yang diperintahkan oleh Kristus agar dapat memperoleh kehidupan yang kekal seperti yang diajarkan oleh Kristus (Yoh 6).

3. Mengenai istilah daging dan (Inggris: flesh; Yunani: SARX) ‘tubuh’ (Inggris: body; Yunani: SOMA)

Hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

Justru dengan digunakannya istilah “sarx”/ flesh dalam perikop Roti Hidup ini, maka semakin menguatkan arti literalnya bahwa memang kehendak Yesus adalah agar kita menyantap/ mengunyah makanan rohani tersebut, yaitu Diri-Nya sendiri, sebab Ia adalah Sang Roti Hidup yang memberi hidup kepada dunia. Jadi “tubuh” ini tidak untuk diartikan simbolis, sebab Yesuspun tidak mengatakan “Inilah lambang tubuh-Ku” tetapi, “Inilah tubuh-Ku.” Kata “sarx“/ flesh ini yang juga dipakai pada Yoh 1:14, yang mengatakan, “The Word became flesh and dwelt among us” [diterjemahkan oleh LAI: Firman itu telah menjadi manusia].

4. Mengenai masalah tenses.

Tata bahasa Ibrani dan Yunani memang tidak sama dengan tata bahasa Inggris, sehingga pemahamannya tidak dapat disamakan dengan pengertian tata bahasa Inggris. Dalam tata bahasa Yunani bentuk lampau (past tense) dapat diartikan sebagai sesuatu yang sudah terjadi maupun sesuatu yang pasti terjadi (with certainty). Maka bentuk lampau yang ada pada ay. 50, 51, 53 tersebut adalah untuk menyatakan sesuatu yang pasti terjadi.

Pemikiran anda benar, yang mengatakan bahwa mungkin dan bisa saja Tuhan Yesus membicarakan tentang Perjamuan Kudus/ Ekaristi (dalam Yoh 6) meskipun hal itu belum terjadi karena Yesus adalah Tuhan, dan Ia sudah merencanakan tentang Perjamuan Kudus, dan Ia harus mengajarkan maknanya terlebih dahulu kepada para murid-Nya.

5. Jawaban pertanyaan anda:

a) Haruskah mengikuti perjamuan Ekaristi agar bisa hidup kekal?
Dari perikop Roti Hidup, kita ketahui bahwa Tuhan Yesus menghendaki agar kita makan roti hidup yang turun dari sorga ini, yaitu Kristus sendiri, untuk memperoleh hidup yang kekal. Ini dikatakan dengan jelas dalam Yoh 6: 51, 53, 54. Maka jika kita mengimani Kristus, selayaknya kita mengimani pula apa yang diajarkan-Nya ini. Memang Tuhan Yesus tidak mengatakan secara literal bahwa seseorang “harus” mengikuti perjamuan Ekaristi agar memperoleh hidup kekal, tetapi kita mengetahui bahwa Ia menghendaki demikian; dan Ia sangat menghendaki agar kita memakan roti hidup ini [yaitu Kristus sendiri]; sebab kita melihat Ia mengulangi firman ini sampai tiga kali. Angka “tiga” sendiri menunjukkan kesempurnaan, sehingga kita mengetahui bahwa firman ini merupakan sesuatu yang sangat penting; dan sangat dikehendaki oleh Kristus.

Kata “harus” sendiri tidak muncul dalam perintah Kristus yang terutama, yaitu “Kasihilah Tuhan Allahmu dan sesamamu manusia” (lih. Mat 22:37-39; Mrk 12:30-31; Luk 10:27), maka tidaklah mengherankan kalau kata “harus” juga tidak muncul dalam perikop Roti Hidup ini. Tuhan Yesus tidak pernah memaksa seseorang untuk percaya kepada-Nya ataupun kepada apa yang diajarkan-Nya. Yang dilakukan-Nya adalah mengajarkan dan menyatakan kehendak-Nya, dan memang tiap- tiap manusia mempunyai kebebasan untuk menaatinya atau tidak. Tentu jika kita mengaku percaya dan mengasihi-Nya, selayaknya kita menaati dan memenuhi apa yang menjadi kehendak-Nya. Dan inilah yang dilakukan oleh Gereja Katolik dalam hal perayaan Ekaristi.

b) Bagaimana dengan penjahat yang di Lukas 23:43 (Kata Yesus kepadanya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.”)

Dalam pengajaran Gereja Katolik, penjahat tersebut memang diselamatkan, karena dia telah menerima baptisan rindu (baptism of desire). Selanjutnya tentang baptisan rindu ini silakan klik di sini. Penjahat itu telah bertobat dengan sungguh-sungguh dengan mengatakan “40 Tetapi yang seorang menegor dia, katanya: “Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama? 41 Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah.” (Lk 23:40-41) Dan dia mempunyai iman, dengan mengatakan “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.” (Lk 23:42). Dan iman ini memang menyenangkan hati Allah (lih. Ibr 11:6). Dan sampai mati dia menunjukkan pertobatan dan iman, serta menunjukkan kasih kepada Yesus, karena sang penjahat tersebut mengalami semuanya pada waktu yang singkat. Oleh karena itu, keselamatan yang merupakan suatu proses terlihat merupakan satu kejadian, yang melibatkan iman dan kasih. Namun, tetap saja keselamatan adalah suatu proses, hanya dalam kasus ini, prosesnya begitu cepat.

Keselamatan penjahat tersebut tidak terikat oleh Sakramen Baptis, karena pada waktu itu Sakramen Baptis belum sepenuhnya diinstitusikan oleh Yesus, dalam pengertian bahwa rahmat dari Sakramen Baptis adalah bergantung dari misteri Paskah: penderitaan, kematian, kebangkitan, dan kenaikan Tuhan Yesus. Hal ini sama seperti orang-orang yang meninggal di dalam Perjanjian Lama. Mereka tidak mungkin dituntut untuk mempertanggungjawabkan iman mereka berdasarkan iman kepada Yesus, karena mereka tidak tahu. Namun, kalau mereka diberitahu akan Yesus, mereka akan percaya. Demikian juga dengan penjahat tersebut, kalau seandainya dia diterangkan bahwa baptisan adalah mutlak untuk keselamatan, maka dia akan mau menerimanya. Dan inilah prinsip dari baptisan rindu. Jadi, tetap saja penjahat tersebut menerima baptisan – yaitu baptisan rindu -, namun bukan secara sakramental. Tentang apakah seseorang menerima baptisan rindu, hanya Tuhan saja yang tahu, karena Tuhanlah yang menilik hati setiap orang.

Bahwa si penjahat yang bertobat itu tidak “mengikuti Perjamuan Kudus” namun diselamatkan, itu bukan untuk dijadikan patokan bagi setiap orang, karena kasusnya yang khusus. Lagipula, hal keselamatan memang bukan hanya terbatas oleh Perjamuan Kudus; melainkan oleh iman kepada Kristus, perbuatan kasih yang membuktikannya, dan terutama oleh kasih karunia/ rahmat Tuhan yang diterima, dan ini diterima pertama- tama melalui Baptisan, dan sakramen- sakramen lainnya, khususnya Perjamuan Ekaristi.

Dengan demikian, tidak benar kalau dikatakan hanya oleh iman saja seseorang diselamatkan. Kitab Sucipun tidak pernah menyatakan bahwa hanya iman saja yang menyelamatkan seseorang. Hal ini sudah pernah dibahas panjang lebar dalam dialog di sini, silakan klik, dan juga Paus Benediktus XVI dan Sola Fide, silakan klik.

Maka walaupun “makan” dan “minum” dalam Perjamuan Kudus merupakan suatu tindakan/ perbuatan, namun hal itu tidak terpisah dari kasih karunia/ rahmat Allah yang mengalir di dalam-Nya [karena yang disambut adalah Kristus sendiri], dan tak terpisah dari iman akan Kristus, karena dilakukan atas perintah Kristus, “perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.” (Luk 22:19). Tentu ini menjadi sangat berbeda konteksnya dengan perbuatan melakukan hukum taurat yang tanpa didasari iman akan Kristus, dan perbuatan inilah yang dimaksud oleh Rasul Paulus, pada saat mengatakan bahwa manusia tidak diselamatkan oleh perbuatan (lih. Rom 3:20).

Demikian jawaban saya untuk pertanyaan anda, semoga berguna.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

4 COMMENTS

  1. Dear Team Pengasuh Katolisitas
    Shalom,
    Saya mau bertanya berkaitan dengan sakramen.
    Saya pernah mendengar dari teman saya, bahwa pada saat Sakramen yang kita santap tidak boleh tersentuh oleh gigi..!!
    Bagaimana menyantap Sakramen yang kita sambut & kita santap setiap Liturgi Ekaristi dengan dikunyah atau dibasahi dengan air liur (dalam mulut) berlahan hancur dengan sendirinya..???
    Mohon Pencerahannya.

    Salam Damai Yesus Kristus
    Apriady

    [Dari Katolisitas: Kristus mengatakan, “Terimalah dan makanlah ….” maka tidak dilarang untuk mengunyah hosti kudus. Yang terpenting lakukanlah dengan sopan dan penuh hormat.]

  2. mohon maaf karena saya bertanya dengan menggunakan perikop pertanyaan diatas.
    langsung saja, saya hanya ingin menanyakan tentang masalah puncak karya keselamatan kristus di dunia ini apakah pada waktu peristiwa penyaliban di kalvari atau pada saat perjamuan malam terakhir ?.
    karena sebagai orang katolik kita selalu mengatakan bahwa dengan memerima komuni kudus (ekaristi) lah yang merupakan Tuhan sendiri kita diselamatkan, (tentunya di barengi dengan perbuatan). sedangkan tidak sedikit pula saya sering mendengar bahwa puncak karya keselamatan manusia adalah pada saat penyaliban Kristus di kalvari.bagaimanakah hubungan / adakah kesamaan atau perbedaan makna diantara kedua peristiwa tersebut. karena kedua peristiwa tersebut sama2 menggambarkan penyerahan diri total Yesus bagi keselamatan umat manusia.

    mohon maaf jika saya dengan segala hormat memohon jawaban dari para pembimbing katolisitas karena saya pribadi sangat prihatin atas ketidak pahaman orang2 muda katolik tentang ajaran gereja nya sendiri dan malah mengagung2kan tata cara ibadah orang lain yang dianggap lebih menyentuh perasaan dibandingkan dengan tata cara liturgi katolik yang cenderung monoton dan membosan kan itu.
    ada satu saran dari saya untuk katolisitas, mohon agar memuat bahasan / ulasan tentang makna-makna dari setiap bagian tata cara liturgi gereja katolik dengan bahasa-bahasa yang sederhana yang bisa dimengerti oleh orang2 muda yang masih awam tentang ajaran gereja.

    sekali lagi mohon maaf karena pertanyaan saya juga dibarengi dengan curhat saya atas keprihatinan saya terhadap iman orang muda katolik sekarang ini……. ^_^

    Terima kasih banyak……Tuhan memberkati…………..

    • Shalom Sang JMV,

      Puncak karya keselamatan Kristus di dunia ditunjukkan di dalam Misteri Paskah Kristus. Magisterium Gereja Katolik, melalui Konsili Vatikan II, mengajarkan demikian dalam Konstitusi tentang Liturgi Suci, Sacrosanctum Concilium 5:

      “Adapun karya penebusan umat manusia dan permuliaan Allah yang sempurna itu telah diawali dengan karya agung Allah di tengah umat Perjanjian Lama. Karya itu diselesaikan oleh Kristus Tuhan, terutama dengan misteri Paska: sengsara-Nya yang suci, kebangkitan-Nya dari alam maut, dan kenaikan-Nya dalam kemuliaan. Dengan misteri itu Kristus “menghancurkan maut kita dengan wafat-Nya, dan membangun kembali hidup kita dengan kebangkitan-Nya”[12] . Sebab dari lambung Kristus pada saat Ia wafat di salib muncullah Sakramen seluruh Gereja yang mengagumkan[13].”

      Nah, kita mengetahui bahwa oleh kuasa Roh Kudus-Nya, maka Allah menghadirkan kembali Misteri Paskah yang Satu- satunya itu di dalam setiap Perayaan Ekaristi yang dirayakan oleh Gereja-Nya. Inilah cara untuk mengenang Tuhan Yesus, yang dipilih dan dikehendaki oleh Tuhan Yesus sendiri, seperti yang diperintahkan-Nya kepada para rasul dalam Luk 22:19. Dengan demikian, maka peristiwa Perjamuan Terakhir Yesus dengan para murid-Nya menjadi kesatuan yang tidak terpisahkan dengan kisah sengsara dan wafat-Nya. Peristiwa inilah yang kemudian dirayakan di dalam setiap Misa Kudus/ perayaan Ekaristi. Kesatuan antara kedua peristiwa ini (penjamuan terakhir dan korban salib Yesus) digambarkan dengan sangat baik di dalam film the Passion of the Christ- nya Mel Gibson. Karena roti yang terpecah dan anggur yang ditumpahkan bagi para murid-Nya itu adalah Tubuh Kristus yang tersalib dan Darah Kristus yang tercurah dari salib, demi penebusan dosa umat manusia.

      Maka Misteri Paska Kristus menjadi peristiwa yang sentral/ sangat penting bagi setiap umat Kristiani, seperti diajarkan oleh Konsili Vatikan II:

      “…. Demikianlah melalui baptis orang-orang dimasukkan kedalam misteri Paska Kristus : mereka mati, dikuburkan dan dibangkitkan bersama Dia[16] ; mereka menerima Roh pengangkatan menjadi putra, dan dalam Roh itu kita berseru : Abba, Bapa (Rom 8:15); demikianlah mereka menjadi penyembah sejati, yang dicari oleh Bapa[17]. Begitu pula setiap kali mereka makan perjamuan Tuhan, mereka mewartakan wafat Tuhan sampai Ia datang[18]. Oleh karena itu pada hari Pantekosta, ketika Gereja tampil di depan dunia, mereka yang menerima amanat Petrus “dibaptis”. Dan mereka “bertekun dalam ajaran para Rasul serta selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa … sambil memuji Allah, dan mereka disukai seluruh rakyat” (Kis 2:41-47). Sejak itu Gereja tidak pernah lalai mengadakan pertemuan untuk merayakan misteri Paska; disitu mereka membaca “apa yang tercantum tentang Dia dalam seluruh Kitab suci (Luk 24:27); mereka merayakan Ekaristi, yang menghadirkan kejayaan-Nya atas maut”[19] , dan sekaligus mengucap syukur kepada “Allah atas karunia-Nya yang tidak terkatakan” (2Kor 9:15) dalam Kristus Yesus, “untuk memuji keagungan-Nya” (Ef 1:12) dengan kekuatan Roh Kudus.

      Selanjutnya, silakan membaca lebih lanjut tentang makna ketujuh sakramen di sini, silakan klik :

      Ada 7 sakramen dalam Gereja Katolik. Dari tujuh sakramen Gereja, 3 yang pertama – Baptis, Ekaristi (bagian 1, 2, 3, 4), Penguatan – adalah sakramen inisiasi yang menjadi sakramen-sakramen dasar bagi kehidupan orang Kristen. Sakramen Urapan Orang Sakit dan Sakramen Tobat (bagian 1, 2, 3, 4), diberikan untuk kesembuhan baik fisik maupun rohani. Dan akhirnya, Sakramen Perkawinan (bagian 1, 2) dan Imamat diberikan untuk menguatkan kita dalam menjalankan misi di dunia ini dalam mencapai tujuan akhir, yaitu Kristus.

      Kami akan meneruskan permohonan anda untuk mengulas tentang makna tata cara liturgi kepada Romo Boli. Semoga nanti akan ada ulasan tentang hal ini di situs Katolisitas. Namun jika sekilas ulasan tentang cara mempersiapkan diri menyambut Ekaristi dalam Misa, sudah pernah diulas di sini, silakan klik.
      Ya, adalah keprihatinan kita bersama sebagai umat Katolik bahwa ada banyak orang terutama kaum muda Katolik yang tidak ataupun kurang menghargai tata cara ibadah dalam Gereja Katolik. Agaknya mereka lupa bahwa sesungguhnya dalam hal menyembah dan mengenangkan kebaikan Tuhan, kita pertama- tama harus mencari apa yang menjadi kehendak Tuhan dan bukan kehendak kita sendiri. Jika Tuhan Yesus sudah memilih cara-Nya, maka bagian yang harus kita lakukan adalah menerima, berusaha memahaminya dan melaksanakannya dengan hati penuh syukur. Apakah ada sesuatu yang lain, yang lebih berharga daripada kehadiran Yesus sendiri secara istimewa dalam rupa Roti dan Anggur dalam perayaan Ekaristi? Kristus ingin dikenang dengan cara demikian, dan berbahagialah kita jika kita melakukannya dalam kesatuan dengan Tubuh-Nya, yaitu Gereja Katolik.

      Mari, dengan cara yang sederhana, kita usahakan penghayatan akan dalamnya makna Misteri Paska Kristus dalam kehidupan kita, sehingga semoga dengan kesaksian hidup ini, kita dapat membawa pengaruh yang baik kepada orang- orang di sekitar kita.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  3. Pak Stef & Bu Inggrid,

    saya pernah membaca di katolisitas tentang perikop roti hidup di Yohanes yang digunakan sebagai dasar dari ekaristi (benar tidak ya?)

    ……..
    [Dari Katolisitas: kami edit, pertanyaan selengkapnya dan jawabannya telah tertera di atas]

Comments are closed.