Sumber gambar: https://2.bp.blogspot.com/-u9d6pg7Nua4/V3I7nyCVXSI/AAAAAAABAoM/8e5WgXH_UmksM8OXctGgn0OzIlq9uOKUQCLcB/s1600/Par%25C3%25A1bola%2Bservo%2Bque%2Bn%25C3%25A3o%2Bperdoa.jpg

[17 September 2017. Hari Minggu Biasa ke-XXIV. Sir 27:33-28:9. Rm 14:7-9. Mat 18:21-35]

21. Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” 22. Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.

23. Sebab hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. 24. Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. 25. Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isterinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. 26. Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan. 27. Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya.

28. Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! 29. Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. 30. Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya.

31. Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. 32. Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. 33. Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? 34. Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya.

35. Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.”

 


Teman-teman,

Injil hari ini mengajak kita untuk mengampuni. Kita perlu belajar mengampuni karena Allah yang penuh kasih telah terlebih dahulu mengampuni kita, terutama melalui sakramen-sakramen.

Allah mengampuni kita, pertama-tama, melalui sakramen Baptis. Ketika kita menerima sakramen Baptis dengan iman dan penyesalan akan dosa-dosa kita, Allah menghapus dosa asal dan pribadi kita (baik berat maupun ringan). Lebih dari itu, Allah juga menghapus segala hukuman (duniawi dan kekal) yang dijatuhkan kepada kita ketika kita berdosa. Dalam sakramen Baptis, apa yang dikatakan sang raja dalam perumpamaan Injil hari ini menjadi kenyataan: “Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya” (27). Betapa indahnya sakramen Baptis yang telah kita terima! Hendaklah kita senantiasa bersyukur dan mengingat Baptisan kita (misalnya, dengan menggunakan air suci).

Selain melalui sakramen Baptis, Allah juga mengampuni kita melalui sakramen Tobat setiap kali kita jatuh dalam dosa setelah kita menerima sakramen Baptis. Sakramen Tobat adalah sebuah sakramen yang mengagumkan: segala macam dosa, betapa beratnya pun, diampuni oleh Allah hanya dengan penyesalan, pengakuan, dan—setelah imam memberikan absolusipenitensi kita.[1] Apakah kita bersedia menerima kerahiman Allah melalui sakramen ini secara rutin?

Yesus mengundang kita untuk mengampuni sesama kita seperti Allah yang senantiasa mengampuni kita. Mengampuni, sesuai dengan ajaran Joseph Kardinal Ratzinger, bukanlah sekadar melupakan. Mengampuni adalah menghadapi kesalahan orang lain dan membakar kesalahan tersebut dalam diri kita sehingga kita dan orang yang kita ampuni diperbarui oleh kasih Allah.[2] Sungguh kasih adalah dasar pengampunan: ia yang mengasihi sesamanya akan mengampuni sesamanya.[3]

Allah, setelah mengalami kasih dan pengampunan-Mu dalam sakramen-sakramen Gereja, bantulah kami agar kami senantiasa mampu “mengampuni orang yang bersalah kepada kami” (Mat 6:12).

 


[1] Katekismus Gereja Katolik, §1448.

[2] Ratzinger, Joseph, Jesus of Nazareth: From the Baptism in the Jordan to the Transfiguration, (New York, USA: Double Day, 2007) hal: 158-159. “What is forgiveness, really? […] Guilt is a reality, an objective force; it has caused destruction that must be repaired. For this reason, forgiveness must be more than a matter of ignoring, of merely trying to forget. Guilt must be worked through, healed, and thus overcome. Forgiveness exacts a price—first of all from the person who forgives. He must overcome within himself the evil done to him; he must, as it were, burn it interiorly and in so doing renew himself. As a result, he also involves the other, the trespasser, in this process of transformation, of inner purification, and both parties, suffering all the way through and overcoming evil, are made new.”

[3] Josemaría Escrivá, Furrow, §804: “That friend of ours with no false humility used to say: ‘I haven’t needed to learn how to forgive, because the Lord has taught me how to love.’”