Seorang pembaca menuliskan pesan “Ada satu contoh kasus keluarga Fritzl di Austria. Sang ayah menyekap anak gadisnya di gudang bawah tanah selama lebih dari 20 tahun! Di malam hari memperkosanya, selama itu di siang hari dia dan istri hidup bersosial secara wajar. Dari anak gadisnya itu, dia punya beberapa anak lagi, dan mereka semua tinggal di bawah tanah. Ketika polisi membongkar gudang itu, itulah pertama kali cucu-cucunya yang sudah besar (sudah umur belasan tahun!) melihat matahari dan bulan… dalam arti harafiah!!!. Kasus ini terbongkar oleh polisi ketika umat Katolik sedang bersiap menyambut Triduum Paskah. Ironis? Sebenarnya apakah Tuhan sama-sekali tidak mau campur tangan ? Manusia wajar yang mengetahui hal seperti itu, pasti akan segera turun tangan. Di manakah batas kejahatan bagi Tuhan? Saat kejahatan menjadi-jadi dan manusia terdiam, apakah Tuhan akan turun tangan? Berapa lama manusia mesti menunggu? Apakah selama bangsa Israel dijajah bangsa Mesir, lalu Tuhan membimbing Israel exodus? Ketika Yesus melihat kumpulan 5000 leibh orang2 yg mengikutinya dan hari menjadi sore, mereka kelaparan. Yesus pun merasa “kasihan” dan berkeputusan: “kita harus memberi mereka makan”. Padahal urusan bekal mestinya tanggung jawab kumpulan orang itu sendiri, mestinya mereka saling berbagi atau harus berusaha bersama apa gitu…Apakah Tuhan sekarang masih sama?”
Kalau dapat diringkas maka pertanyaan ini mau menyampaikan: mengapa seolah Tuhan ‘diam’ melihat kejahatan dan kesengsaraan yang terjadi di dunia sekarang ini. Atau, mengapa Tuhan membiarkan kejahatan, lalu sampai di mana atau sampai kapan? Pertanyaan serupa ini pernah dibahas , di sini, silakan klik? Pertanyaan semacam ini memang adalah pertanyaan yang sulit dijawab, karena melibatkan misteri Tuhan sendiri. Oleh karena itu, saya ingin mengutip surat apostolik dari Paus Yohanes Paulus II yang berjudul, Salvifici Doloris (SD), atau On the Christian Meaning of Human Suffering.
Bab III, dari dokumen itu berjudul :The Quest for an Answer to the Question of the Meaning of Suffering. Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa dengan adanya penderitaan- penderitaan di dunia maka manusia dapat bertanya, “Why?” (Mengapa?) Mengapa ada kejahatan di dunia? Malah kadang pertanyaan-pertanyaan semacam ini dapat menjadikan orang frustasi dan akhirnya menolak adanya Tuhan. Maka, menurut Paus, kuncinya adalah kita harus memahami apakah arti dari penderitaan itu.
Alkitab menceritakan tentang misteri penderitaan ini secara jelas di dalam kitab Ayub. Teman-teman Ayub menarik kesimpulan bahwa penderitaan yang diderita oleh Ayub disebabkan oleh dosa-dosanya. Namun Tuhan akhirnya menyatakan kepada para sahabat Ayub bahwa Ayub tidak bersalah. “Itu [Penderitaan Ayub] harus diterima sebagai misteri, yang tidak dapat dipahami oleh manusia dengan akal budinya sendiri” (SD 11). Maka dapat saja penderitaan terjadi pada orang-orang yang tak bersalah, kepada Bangsa pilihan Allah, dan bahkan Gereja-Nya sendiri. Jika demikian yang terjadi, maka hal ini merupakan undangan terhadap belas kasihan-Nya, yang mengajar manusia untuk memimpinnya kepada pertobatan. Maka penderitaan itu maksudnya adalah untuk memimpin seseorang kepada pertobatan, yaitu untuk membangun kembali kebaikan di dalam diri orang yang mengalami penderitaan (SD 12).
Misteri penderitaan hanya dapat dipahami dalam terang Kristus. Kristus menyebabkan kita memasuki misteri penderitaan dan untuk menemukan alasannya “mengapa”, sejauh kita mampu menangkap kasih ilahi-Nya. “Kasih adalah sumber yang paling penuh yang menjawab pertanyaan mengenai makna penderitaan ini. Jawaban ini telah diberikan oleh Tuhan kepada manusia di dalam salib Tuhan Yesus Kristus.” (SD 13).
1) Dengan melihat kepada kejamnya dosa dan penderitaan, kita akan semakin menyadari akan besarnya akibat dosa, namun juga besarnya kasih Allah yang datang di dalam diri Kristus untuk membebaskan kita dari penderitaan kekal akibat dosa tersebut. Tuhan Yesus dekat kepada mereka yang menderita berdasarkan kenyataan bahwa Ia mengambil penderitaan itu bagi Diri-Nya sendiri (lih. SD 14).
2) Dengan adanya realitas penderitaan di dunia ini yang sifatnya sementara, dan dorongan kita secara alami untuk menghindarinya, maka seharusnya kitapun mempunyai dorongan yang lebih besar untuk menghindari penderitaan yang sifatnya selamanya, yaitu penderitaan di neraka jika kita tidak diselamatkan karena tidak bertobat. (lih. SD 14)
3) Jika mengalami penderitaan, entah karena kita sendiri mengalami penderitaan itu, ataupun karena kita menderita melihat orang lain yang sungguh menderita, maka kita diundang untuk mengambil bagian di dalam karya keselamatan. Paus Yohanes Paulus mengajarkannya demikian, “Each one is also called to share in that suffering through which the Redemption was accomplished…..Each man, in his suffering, can also become a sharer in the redemptive suffering of Christ.” (SD 19) Ini sesuai dengan ajakan Rasul Paulus untuk melengkapi dalam daging kita, apa yang kurang dalam penderitaan Kristus, untuk Tubuh-Nya, yaitu Gereja-Nya, (Kol 1:24) karena anggota- anggota Gereja-Nya masih ada yang mengalami penderitaan sampai pada saat ini (lih. SD 24)
4) Dengan menderita bersama Kristus, maka dapat dikatakan bahwa bukan kita lagi yang hidup, tetapi Kristus yang hidup di dalam kita (Gal 2:19). Karena jika Ia mengasihi kita dengan cara ini, menderita dan wafat bagi kita, maka dengan penderitaan dan wafat-Nya ini, Ia hidup di dalam diri orang yang mengasihi Dia dengan cara yang sama (SD 20). Maka Kristus dapat dikatakan hidup di dalam diri orang itu.
5) Namun, dengan iman kita percaya bahwa salib dan penderitaan yang ada di dalam kehidupan manusia itu disertai dengan pengharapan pemenuhan janji akan kebangkitan. Rasul Paulus mengajarkan bahwa kita adalah “orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia. Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.” (Rom 8:17-18). Dan Rasul Petrus juga berkata, “Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya.” (1 Pet 4:13).
Dengan melihat uraian di atas, maka malah mungkin bukan ironi, namun memang ada maksudnya bahwa Tuhan mengizinkan pembongkaran kasus kejahatan pada keluarga Fritzl di Austria terjadi pada saat menyambut Triduum Paskah. Karena mungkin seharusnya kenyataan pahit itu membuka pikiran kita akan kejamnya akibat dosa, dan beban dosa yang harus ditanggung oleh Kristus di kayu salib-Nya. Karena baru satu dosa saja sudah demikian menyedihkan akibatnya, apalagi dosa semua umat manusia, di sepanjang sejarah manusia, yang harus dipikul oleh Yesus Kristus! Maka melalui kejadian itu, Tuhan sesungguhnya menyerukan seruan pertobatan kepada semua orang yang mau membuka hati mereka. Kita diundang juga untuk mempersembahkan penderitaan dan kesedihan kita dengan penderitaan Kristus di kayu salib, supaya kitapun dapat mengambil bagian di dalam kemuliaan-Nya kelak. Dalam keadaan ini, kita dapat mendoakan bagi pertobatan keluarga Fritzl, namun juga bagi pertobatan anggota keluarga kita, sanak saudara, teman ataupun anggota Gereja lainnya; dan juga mohon belas kasihan Tuhan Yesus atas dosa-dosa kita sendiri. Sebab penderitaan selalu dimaksudkan Tuhan untuk membawa pertobatan, dan mungkin pertobatan itulah yang dewasa ini relatif jarang ditemukan di dunia ini. Manusia hidup hanya sesuai dengan kehendaknya sendiri. Maka mungkin Tuhan membiarkan kejadian yang menyedihkan ini terjadi, agar setidak-tidaknya ada orang- orang yang tersentuh dan terdorong untuk bertobat, ataupun mendoakan bagi pertobatan orang lain.
Dalam kasus keluarga Fritzl, kita belum sampai pada akhirnya. Bisa saja sang ayah ditangkap dan dipenjara, dan di sel penjara itu dia bertobat. Tanpa terbongkarnya kasus itu mungkin ia tidak pernah bertobat sampai akhir hidupnya. Atau, mungkin terbongkarnya kasus tersebut adalah sebagai jawaban doa dari anak perempuan itu, yang telah bertahun- tahun berdoa mohon keadilan Tuhan. Dan begitu doanya dikabulkan, itu sungguh menguatkan iman perempuan itu beserta anak-anaknya (‘cucu-cucu’ keluarga Fritz). Atau mungkin ada orang yang gemar berselingkuh, dan tidak mempedulikan anak-anak hasil perselingkuhannya, lalu setelah membaca kasus tersebut ia bertobat. Atau orang- orang yang seperti anda, membaca kasus tersebut, merenungkannya dan membawanya ke hadirat Tuhan sehingga akhirnya semakin mendalami misteri salib Kristus…. Kita tidak pernah mengetahui maksud Allah, namun yang pasti Roh Kudus-Nya terus bekerja di dalam hati setiap orang. Walau kelihatannya tidak kelihatan, Allah terus bekerja, dan tidak diam. Hanya saja, caranya yang tidak kita ketahui, karena kita cenderung melihat apa yang kelihatan oleh mata, atau yang diberitakan di media masa. Kita mengharapkan pertolongan Tuhan yang instant/ segera datang, sedangkan Tuhan mempunyai kebijaksanaan waktu-Nya sendiri. Sebab cara pandang kita memang berbeda dengan cara pandang Allah.
Jadi, Tuhan tetaplah adalah Allah yang tetap sama, dahulu dan sekarang, dan selamanya. Ia adalah Allah yang peduli dan penuh belas kasihan kepada umat manusia ciptaan-Nya. Hanya saja, Ia berkarya dengan cara yang berbeda setiap waktu, dan mari kita menghormati kebijaksanaan Tuhan dalam hal ini. Jaman bangsa Israel/ Musa berbeda dengan jaman Kristus, jaman para rasul berbeda dengan jaman abad Pertengahan, dan dengan jaman sekarang. Satu hal yang pasti adalah: Allah yang penuh kasih ini adalah juga Allah yang adil, sehingga pada akhirnya nanti, Allah pasti akan menyatakan keadilan-Nya. Kejadian- kejadian yang menyedihkan terjadi mungkin dapat membuat kita prihatin, namun sebaiknya juga meningkatkan pengharapan kita, agar Tuhan memakai kejadian-kejadian yang buruk sekalipun untuk mendatangkan hal-hal yang baik kepada umat-Nya.
shalom, saya mau tanya. tempo hari ada teman saya yang mengalami kecelakaan dan patah tulang… terus ada seorang frater datang menjenguk… frater ini bilang: Allah mengijinkan bencana / musibah kepada kita karena kita pilihan Allah..seperti Yesus yang harus menderita disalib karena Dia pilihan Allah, seperti kita juga pilihan Allah sehingga kita diijinkan untuk mengalami bencana ini.
Bagi saya.. pernyataan ini kok agak asing bagi saya.. kalau Yesus memang harus menderita karena Dia memang korban silih dosa manusia… tapi kalau kita.. kan beda… kecelakaan terjadi kan karena kesalahan kita yang nggak hati2 dalam menyetir kendaraan… masa kita mengalami kecelakaan terus seolah – olah Tuhan dikambinghitamkan dengan mengatakan Tuhan ijinkan ini terjadi????
sehingga saya sekarang ini penasaran mana yang betul ini… mohon penjelasannya yang sesuai dengan ajaran gereja katholik… terima kasih romo. Tuhan memberkati.
[dari katolisitas: silakan membaca ini – silakan klik dan ini – silakan klik]
Menurut ajaran kristiani hidup adalah anugerah, tetapi kok sebagian besar manusia hidup dalam penderitaan, lantas dimana letak anugerahnya ? Ada yang bisa jelaskan ?
[dari katolisitas: silakan membaca artikel di atas terlebih dahulu – silakan klik.]
Dear Romo,
Karena tulisan ini berjudul “Mengapa Tuhan membiarkan penderitaan”.. sebelum saya bertanya kepada romo.. saya ingin menceritakan latar belakangnya..
Taun 2007 sampai dengan 2009 tepatnya di bulan nopember… saya bekerja di perusahaan swasta, yah bisa dibilang setengah gelap alias enggak resmi di mata hukum status perusahaannya…
perusahaan ini didirikan oleh 1 orang double ke-warga negaraan… WNI dan WNA australia…
Keluarga sang pemilik usaha ini, kategori pengusaha skala besar karena mempunyai pabrik… Bapak dari pemilik usaha ini berusaha menghindarkan pembayaran pajak, alias mengecilkan nilai kewajiban pajak, dengan cara mendirikan usaha baru… nah usaha baru ini, anaknya menjadi owner usahanya dan tempat saya bekerja…
berjalan waktu… usahanya cukup berkembang.. mempunyai beberapa customer baru.. dan saya adalah karyawan yang pertama kali direkrut oleh dia…
bertambah waktu… karyawan bertambah banyak, sebanyak 10 orang… kemudian awal 2009, saya melihat gelagat tidak benar dari si owner / pemilik usaha ini… sepertinya dia akan menutup usahanya secara sepihak alias PHK bubar begitu aja… seperti tutup pintu meninggalkan rumah…
Gelagat owner ini terbukti… di pertengahan Mei 2009, dia uda mulai ilang2xan.. otomatis semua operasional perusahaan saya yang handle dengan seijin dari dia…
bulan September 2009, dia memanggil saya, dan seperti dugaan saya, akan ada PHK besar-besaran…
YANG TERBURUK, bukan di PHK-nya, tetapi PESANGON-nya… owner / sang pemilik usaha ini mau PHK orang tetapi tidak mau membayar pesangon karyawannya KECUALI SAYA.. karena saya karyawan yang pertama dan dinilai oleh dia, saya pribadi yang baik…
Awal pembicaraan, saya sudah ditransfer 3 bulan gaji di muka.. kemudian dia memanggil dan diskusi kepada saya.. inti dari diskusi itu sebenarnya meminta saya untuk menutup mulut dan bersikap tidak peduli kepada karyawan lain…
Saya bisa duga akan seperti ini, mengingat perilaku sang owner bisa ditebak…
Saya berusaha untuk membela hak karyawan lain [ bukan bermaksud menyombongkan diri ].. saya bohongin dia, saya takut2xin dia.. kemudian saya per-tegas ke dia, untuk lebih manusiawi… karena para karyawannya fresh graduate.. baru lulus dan pertama kali kerja…
Sempet conflik dengan si owner tersebut… selang beberapa hari, akhirnya dia menyetujui memberikan pesangon kepada para karyawannya dengan prorata.. alias semampu dia saja.. [padahal klo dia mau bayar setiap orang 3 bulan gaji setiap karyawannya, pasti mampu, wong keluarga konglomerat.. pengusaha pabrik… bayar pajak aja kabur2xan.. sering kabur ketika diperiksa pajak ]…
Tapi ada 1 yang harus dikorbankan… saya tidak mendapatkan hak pesangon saya 3 bulan gaji.. tapi cuma dapat 1 bulan gaji saja…
Akhirnya dengan keterpaksaan, saya terpaksa menyetujuinya… saya berpikir, 1 bulan gaji saya = kegembiraan uang pesangon / uang bertahan hidup buat para karyawan lain karena mendapatkan pesangon… it’s ok
Pertanyaan saya :
1. Perihal “Mengapa Tuhan membiarkan penderitaan”, kenapa sepertinya Tuhan Yesus itu selalu memposisikan diri saya dalam kondisi yang serba dilema..? 1 sisi.. lumayan juga dpt 3 bulan gaji.. sisi lainnya saya harus berkorban sedikit yaitu 1 bulan gaji + sukacita pesangon karyawan lain… [ biasa romo, saya kan manusia biasa yang agak2x rakus juga he10x.. tp saya enggak tega ]
2. Kebohongan dan menakut-nakuti sang owner secara hukum agar dapat bernegosiasi dan mendapatkan hak pesangon orang lain, apakah saya termasuk berdosa? mengingat saya sudah menakut-nakuti dia untuk tujuan kebaikan orang lain.. yang resultnya karyawan lain mendapatkan pesangon untuk bertahan hidup..
3. Beberapa kasus pekerjaan yang saya tangani, ada beberapa pekerjaan yang menyangkut korupsi / penipuan laporan keuangan untuk pinjaman terhadap bank… saya sedang membutuhkan uang utk kebutuhan keluarga, dan saya juga disogok dengan Fee lumayan besar untuk meloloskannya.. saya MENOLAKnya dan mengembalikan Fee tersebut… saya dimaki-maki dan dicap sok suci sama ownernya… bahkan oleh keluarga saya, saya dianjurkan untuk mengambilnya karena posisi terpaksa kebutuhan… Saya tetap menolak, dan berusaha irit dari gaji saya demi kebutuhan keluarga.. Pertanyaan saya : Sepertinya sulit sekali hidup di jalan kebenaran dan sulit melaksanakan ajaran Kristus, terkesan saya munafik sekali, tapi dalam nurani ada suara hati yang mengatakan saya harus menolak itu semua, apakah benar suara hati saya ini? ato saya terlalu rajin misa, sehingga terjadi pertentangan antara iman dengan logika sebagai manusia yang rakus?
Terima kasih romo atas perhatian dan jawabannya..
Shalom Herwin,
1. Perlu kita ketahui bersama bahwa di dalam hidup ini sesungguhnya kita selalu dihadapkan dengan berbagai pilihan. Pilihan-pilihan ini bervariasi, ada yang mudah dan ada yang sulit. Maka sesungguhnya setiap orang, tidak saja anda, selalu dihadapkan dengan pilihan, yang kadangkala merupakan pilihan yang sulit. Justru melalui pilihan yang sulit ini, kita dapat membuktikan seberapa besar kasih kita kepada Allah. Pilihan yang sulit ini adalah kesempatan yang diberikan kepada Tuhan bagi kita untuk melaksanakan perintah utama ini: “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.” (Mrk 12: 30)
Maka jika anda dapat mengalahkan keinginan anda sendiri, walaupun secara akal sehat lebih ‘rugi’ di mata manusia, namun jika itu anda lakukan demi kasih kepada Tuhan, maka bersyukurlah! Sebab dengan demikian anda membuktikan bahwa anda lebih mengasihi Tuhan daripada mengasihi diri sendiri.
2. Kebohongan untuk maksud baik, bolehkah?
St. Agustinus dalam tulisannya “Against Lying” (NPNF, vol XII, iii) mengajarkan bahwa kondisi apapun tidak membenarkan kita untuk berbohong. Jadi sesungguhnya tidak ada istilah “white lies“. Yang masih dapat dibenarkan adalah jika setelah melalui pertimbangan kebijaksanaan kita, kita tidak mengatakan informasi yang selengkapnya atau diam. Sebab pengertian “bohong” adalah mengatakan informasi yang salah, sedangkan jika kita diam, atau tidak mengatakan informasi yang selengkapnya, karena pertimbangan tertentu, maka kita tidak dapat dikatakan berbohong.
Jadi kembali kepada kasus anda: jika anda berbohong, walaupun untuk tujuan yang baik, tetap saja ini tidak dapat dibenarkan di hadapan Tuhan. Sebab suatu perbuatan, untuk dapat dikatakan baik, harus memenuhi 3 syarat: 1) moral obyeknya baik, 2) keadaan/ circumstance- nya sesuai, 3) maksud/ intensinya baik. Nah pada kasus anda, mungkin keadaan dan maksudnya baik, tetapi karena moral obyeknya buruk (berbohong) maka itu termasuk perbuatan dosa.
3. Jika anda dapat menolak uang sogokan pada saat anda sebetulnya sangat membutuhkannya, itu juga dapat dikatakan sebagai tanda bahwa anda lebih mendahulukan perintah Tuhan daripada kehendak sendiri. Hal ini tentu sungguh berkenan di mata Tuhan.
Akhirnya, ya, memang adalah tantangan bagi kita untuk hidup seturut iman Katolik. Namun janganlah lupa bahwa Tuhan tidak pernah ‘kalah set’ dengan kita dalam hal kemurahan hati dan kebaikan. Jadi jangan kuatir, dengan cara-Nya sendiri, Tuhan akan memberkati anda, bahkan dengan cara yang di luar pemikiran anda. Ia adalah Allah yang Maha Baik dan Maha Adil dan Pemurah, dan pada saat-Nya, Ia akan memberikan kepada anda sesuai dengan yang semestinya, dan bahkan melampaui dari apa yang anda harapkan dan pikirkan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Menanggapi pertanyaan diatas, sebenar nya Tuhan itu tidak menghendaki manusia menderita, namun di sini Tuhan membiarkan kita untuk belajar dan bertumbuh untuk menjadi manusia yang baik. Manusia di didik untuk dapat BELAJAR menjadi dewasa dalam Iman, Pengharapan dan Kasih.
Kedewasaan itu di sini dapat di artikan sebagai pilihan, Artinya orang menjadi dewasa bukan karena usia, tetapi apakah orang mau dan rela di didik oleh kedewasaan itu sendiri. Didikan itu melalui hidup yang dialaminya dalam suatu proses yang tiada berhenti selama jiwa masih ada dalam badan. Segala kegagalan- kesuksesan, kegembiraan – kesedihan, kepunyaan – kehilangan dll. Semua itu hanyalah tinta yang melukis jiwa untuk sebuah lukisan yang indah… tentu indah di mata TUHAN.
Salam dan Doa.
KS
Saya setuju dgn mbak inggrid, semua itu adalah misteri, apapun penjelasan yg diberikan, bagi saya, manusia hanya bisa menebak2, mana yg paling mungkin “sesuai dengan kehendak / pemikiran Allah”.
Secara pribadi, saya mencoba menanggapi semua penderitaan itu dengan pemikiran yg sesederhana mungkin dan positif, krn saya tahu saya tdk akan mampu “mengintip” rencanaNya, saya hanya percaya “segala sesuatunya akan indah pada waktunya”.
Btw…I LUV THIS SITE…
Berkah Dalem
Jika dunia begitu damai, penuh dengan kebajikan…mungkin saja kita merasa bahwa kita tidak perlu Tuhan…misalnya begini: kadang kita merasa ingin bunuh diri saat dihampiri kesulitan ekonomi…tapi…jika semua orang di dunia jadi konglomerat….siapa yang mau membersihkan jalanan? siapa yg mau jadi kuli bangunan? siapa yg mau jadi pembersih sampah? bumi kita akan menjadi tempat paling kotor walau seluruh dunia penuh dengan konglomerat bahkan konglomerat tidak akan pernah punya rumah mewah karena tidak ada yg mau jadi pekerja bangunan…jadi balance itu sangat perlu…dan disini kita harusnya bijak ya…jika kita beruntung dalam hal ekonomi, ingatlah mereka yg kurang mampu, kita juga tidak boleh sombong dan menghina pekerjaan-pekerjaan yg dilakukan orang kecil….jika kita terlahir sempurna fisik, ingatlah mereka yang tidak punya anggota badan yang lengkap…balance is the key….
Kalo tiap hari panas…mata air akan kering, es akan meleleh…tsunami akan datang….kalo tiap hari hujan…banjir dimana-dimana…tsunami akan datang juga…jadi selalu diperlukan hujan dan terik matahari….keseimbangan….jika kita merasa….aduh kok hidupku penuh dengan badai ya….remember….dibalik hujan ada pelangi….dan ada tertulis…pada saat badai…Tuhan tidak pernah terlelap untuk menjaga kita melintasinya…have a look at the story: Jejak kaki Tuhan… seseorang berjalan di tepi pantai bersama Tuhan…pada saat cuaca begitu cerah dan indah (diartikan: pada saat bahagia) terlihat 2 pasang tapak kaki di pasir…pada saat cuaca sangat tidak bersahabat (diartikan: pada saat duka), orang itu marah dan berkata: Tuhan, kenapa Tuhan meninggalkan aku saat aku dilanda kesusahan? itu bukti nya…hanya ada 1 pasang tapak kaki..kenapa Kau pergi Tuhan?……Tuhan berkata: hanya ada 1 pasang tapak kaki tapi lihatlah…..itu tapak kaki ku….Aku menggendong mu saat kamu terluka…saat kamu tidak berdaya…selamanya Aku tidak akan pernah meninggalkan mu….
Justru pada saat kita di bawah, kita beruntung…karena ada pepatah: banyak orang lulus saat diuji dengan penderitaan namun banyak orang tidak lulus pada saat diuji dengan kesenangan. Lupa Tuhan saat semua begitu indah…kita punya harta, kita punya rumah, kita cantik, kita tampan…ngapain peduli Tuhan…siapa sih Tuhan….nah……
Tuhan ada dan Dia datang untuk menyelamatkan dunia ini…. terkadang kita merasa begitu perih saat penderitaan datang namun penderitaan adalah hal yg wajar terjadi…1 Petrus 4 ayat 12-15…namun satu hal yg perlu diingat…lebih baik menderita karena berbuat baik daripada menderita karena berbuat jahat…karena penderitaan oleh karena Kristus..akan mendatangkan kemuliaan Allah…..Jangan merasa lemah saat penderitaan datang…jadikan penderitaan itu sebagai teman untuk bertumbuh dalam iman…
Begitu banyak mukjisat menghampiri aku beberapa waktu ini…dan saat aku merasa aku menderita….aku percaya…tiada yang lebih indah selain berdoa…disaat aku sedang dalam kesusahan, aku selalu meminta dukungan doa kepada teman-teman, pemuka agama dan sodara-sodara….dan percayalah…mukjisat itu nyata…Tidak ada kata IMPOSSIBLE for the Lord….yang ada bagi Dia adalah I’M POSSIBLE!
Maaf karena kesibukan rutin , saya baru dapat menulis sekarang.
Terima kasih untuk jawaban atas sharing saya dan link yg Anda berikan: Salvifici Doloris.
Saya akan coba membacanya di masa Advent ini.
Di akhir bulan lalu di Indonesia sedang demam film 2012. Kebetulan hari minggunya adalah HR Kristus Raja. Pastor — setelah menonton film itu — dalam homili Misa memberi pertanyaan renungan untuk umat:
“ditengah-tengah dunia yg kadang terasa tidak pasti, di tengah berbagai macam kesulitan, apakah kita sekarang masih berani mengakui (merayakan) Kristus adalah Raja Semesta Alam?”
Dan di hari yg sama Pope BXVI dalam homilinya: “Kristus memberi dua jaminan bagi kita: joy and peace.”
Saya rasa: evil, penderitaan, dan bencana akan selalu ada dalam sejarah hidup kita. Tentunya di samping banyak sekali hal-hal positif yg juga ada dalam hidup kita. Tetapi Kristus sang Raja tentu mampu memberi kita “joy” dan “peace” melewati itu semua. Dan juga seperti kata Anda: Kristus Raja tidak akan membiarkan sesuatu hal buruk yang menimpa kita, melewati batas kemampuan kita.
Terima kasih Katolisitas.
Dear Inggrid dan Stef
Saya suka melakukan adorasi dengan buku Kunjungan kepada sakramen Mahakudus karangan St. Alphonsus Liguori. Lewat buku itu, saya benar2 mengagumi kecintaan St. Alphonsus kepada Sakramen Mahakudus dan Ibu Maria. Kemudian saya buka http://www.newadvent.org/cathen/01334a.htm karena ingin tau biografinya. Agak kaget juga setelah tahu betapa menderitanya hidup St. Alphonsus. Mengapa St. Alphonsus yang begitu mencintai Tuhan masih juga menerima begitu banyak penderitaan? Rasanya Tuhan kurang berbelas kasih. Walaupun benar yang dikatakan St Joseph of Cupertino tentang penderitaan, tapi penderitaan tetap saja menakutkan..
Shalom Thomas,
Jika kita membaca riwayat para orang kudus, memang umumnya kita melihat bahwa mereka mengalami penderitaan di dalam hidup mereka. Banyak dari mereka yang bahkan hidup sangat menderita, seperti yang dialami oleh St. Alphonsus Liguori ini. Kalau kita membaca riwayat hidup para orang kudus ini, mereka kebanyakan menerima penderitaan mereka dengan hati yang sangat lapang, bahkan mereka menerimanya dengan suka cita, sebab dengan demikian mereka dapat turut merasakan penderitaan Kristus. Mereka mempersatukan penderitaan mereka dengan penderitaan Yesus di kayu salib, sambil mendoakan pertobatan dunia. Dengan demikian, mereka mengambil bagian di dalam karya keselamatan Kristus. Mereka menjadi sahabat-sahabat Kristus yang sejati, karena mereka sungguh-sungguh menyertai Kristus dan mau mengambil bagian dalam penderitaan Kristus, dan bukan hanya mengharapkan berkat-berkat-Nya. St. Alphonsus Liguori ini memang sangat terkenal dengan devosinya kepada Yesus dalam Sakramen Maha Kudus, dan kepada Bunda Maria. Bagi saya, teladan hidupnya yang terus mengabdikan diri bagi Gereja sampai akhir hidupnya, bahkan ditengah- tengah penderitaan dan keterbatasan fisiknya, sangatlah mengagumkan.
Pada akhirnya, Tuhanlah yang mengetahui sejauh mana kita dapat mengambil bagian di dalam karya keselamatan-Nya dengan “turut menderita bersama Kristus”. Tentang pencobaan ini kita berpegang pada firman-Nya, “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu.” (1 Kor 10:13). Jadi kita dapat mempunyai pengharapan, bahwa Tuhan tidak akan membiarkan kita memikul salib di luar batas kemampuan kita, dan bahwa penderitaan yang kita alami sekarang di dunia ini masih dapat kita tanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepada kita (lih. Flp 4:13). Bahwa para Santo dan santa tertentu diberi bagian yang lebih besar dalam karya keselamatan Allah (=turut ambil bagian dalam penderitaan Kristus), itu sebanding juga dengan kemampuan mereka, dan yang akhirnya juga mendapat penghargaan yang besar di kehidupan yang kekal. Dengan ketaatan, kesetiaan dan kasih mereka kepada Tuhan, mereka dapat turut mendoakan kita semua yang masih hidup di dunia ini. Dengan melihat kepada mereka yang begitu teguh beriman di dalam penderitaan, kita dapat termotivasi untuk juga menghadapi permasalahan kehidupan ini dengan sikap positif dan penuh pengharapan.
Melihat teladan hidup para kudus, kita dapat belajar untuk mengatakan, “Jiwa kita menanti-nantikan TUHAN. Dialah penolong kita dan perisai kita!” (Mzm 33:20), terutama pada saat- saat tersulit di dalam kehidupan kita. Kenyataan bahwa Tuhan menyertai dan memberi kekuatan kepada para kudus itu, dan menguduskan mereka, menimbulkan pengharapan pada kita bahwa Iapun akan memberi kekuatan dan menguduskan kita melalui segala penderitaan yang kita alami di dunia ini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Mengapa “Mengapa Tuhan membiarkan penderitaan?” sama dengan pertanyaan “Mengapa Tuhan membiarkan kejahatan terjadi?”….dalam sebuah diskusi kami…tentang “Mengapa Tuhan membiarkan kejahatan terjadi?” yang menjadi salah satu kesimpulan dari diskusi itu adalah mengapa Tuhan membiarkan, karena Tuhan Memang tidak turut campur dalam kehidupan manusia….Tuhan telah memberikan kebebasan bagi manusia untuk berkreasi dan berbuat atas semua yang ada di dunia ini, dengan tanggung jawab dan konsekensi yang ada atas perbuatannya. sehingga akibat dari pada perbuatannya adalah penderitaan, oleh karena itu mengapa Tuhan membiarkan penderitaan terjadi, karena itu adalah buah dari perbuatan manusia, dan Tuhan tidak campur tangan dengan perbuatan dan akibat dari perbuatan.
Bagian lain dari kesimpulan kami atas diskusi itu adalah kejahatan adalah satu atau bagian dari kebaikan….karena pada awalnya adalah baik. dengan kata lain adalah kejahatan itu adalah kebaikan itu sendiri…dan kejahatan itu ada dari interprestasi manusia. Karena itu menurut saya sama hal nya dengan penderitaan, ia adalah kebahagian itu sendiri. bukankah pada awalnya menciptakan semuanya untuk kebahagiaan, dan kebahagian itu di rusak sendiri oleh manusia atas kerelaan Tuhan memberikan kebebasan atas manusia untuk menguasai dunia ini.
Sehingga saya bertanya, dengan asumsi seperti yang saya katakan diatas, apakah pertanyaan “Mengapa Tuhan membiarkan penderitaan?” atau “Mengapa Tuhan membiarkan kejahatan terjadi?” itu menjadi layak kita sampaikan, karena Tuhan telah “Merelakan” kita manusia menguasai bumi ini dengan akal dan pikiran yang ada pada kita. Atau dengan pertanyaan itu kita malah balik menyudutkan Tuhan, mengapa Tuhan memberikan kebebasan itu, karena kejahatan dan penderitaan itu timbul dari kebebasan yang diberikan oleh Tuhan kepada Manusia.
Shalom Franky,
Kelihatannya kami perlu meluruskan di sini, hasil diskusi yang anda ikuti. Karena pernyataan “Tuhan memang tidak turut campur tangan dalam kehidupan manusia” itu adalah pernyataan yang tidak benar. Silakan anda membaca rangkaian artikel doa yang ada di situs ini (silakan klik di judul- judul berikut ini) untuk mengetahui lebih lanjut:
Yaitu ada tiga kesalahan persepsi tentang doa yang dinyatakan oleh St. Thomas Aquinas. Tiga kesalahan tersebut dapat dilihat pada tulisan berikut ini: 1) Tuhan tidak campur tangan dalam kehidupan manusia, 2) Tuhan sudah menakdirkan segalanya sehingga doa tidak diperlukan, 3) Kita dapat merubah keputusan Tuhan dalam doa. Kemudian sebagai kesimpulan dijelaskan 4) konsep doa dengan mengambil definisi doa menurut St. Teresia kanak-kanak Yesus.
Nah, kelihatannya hasil kelompok diskusi anda mengacu kepada kesalahan yang pertama. Walaupun memang sering kali penderitaan itu adalah akibat dari dosa dan kesalahan manusia itu sendiri, tetapi tidak bisa dipungkiri, ada juga penderitaan yang tidak disebabkan karena dosa/ kesalahan manusia yang bersangkutan. Namun jika sampai Tuhan membiarkan penderitaan itu, kita harus melihatnya bahwa Allah dapat mendatangkan sesuatu yang baik di balik kejadian itu. Karena jika anda berpendapat bahwa Allah tidak campur tangan, itu sama dengan pendapat bahwa Tuhan itu seperti ‘seorang pembuat jam’ (a clock-maker God) yang setelah selesai membuat jam ciptaan-Nya, Ia hanya berpangku tangan melihat segalanya dari luar, dan ini bukan ajaran Gereja Katolik. Sebab di banyak kesempatan campur tangan Tuhan sungguh terjadi, mukjizat- mukjizat pertolongan Tuhan juga masih ada sampai sekarang.
Lalu, hasil diskusi yang mengatakan bahwa kejahatan adalah salah satu atau bagian dari kebaikan juga keliru. Gereja Katolik mengajarkan(berdasarkan pengajaran St. Agustinus dan St. Thomas Aquinas), memang kejahatan bukan sesuatu yang berdiri sendiri: kejahatan itu selalu tergantung kepada kebaikan dalam arti bahwa kejahatan/ evil itu artinya ketiadaan kebaikan. Atau dalam bahasa Inggris, “Evil is an absence of good”. Contohnya penyakit hanya bisa ada/ terjadi di dalam tubuh (yang diciptakan baik adanya), gelap adalah ketiadaan terang, dst. Namun kejahatan tidak sama dengan kebaikan atau merupakan bagian dari kebaikan dalam pengertian yang sebenarnya, karena arti/ hakekat keduanya yang justru bertentangan.
Jika kita memahami bahwa ada kalanya Tuhan membiarkan penderitaan, itu bukannya kita menyudutkan Tuhan, tetapi kita menerima kenyataan penderitaan tersebut sebagai suatu misteri, yang mungkin baru dapat kita pahami setelah kita melaluinya, atau bahkan baru sepenuhnya kita pahami jika kita sampai di surga kelak. Kita cukup melihat dengan jujur ke sekeliling kita atau bahkan kepada diri kita sendiri, bahwa seringkali justru melalui masalah, bencana dan penderitaan kita manusia dibawa untuk lebih dekat kepada Tuhan. Yang jika kita renungkan, barangkali jika peristiwa itu tidak terjadi, maka kita tidak bertumbuh secara rohani. Bahwa ada orang- orang yang melewati penderitaan namun memilih untuk tidak bergantung kepada Tuhan, itu adalah suatu kenyataan yang menyedihkan, namun bagi orang-orang beriman, yang melalui penderitaan itu bersama Yesus, maka mereka menerima kesempatan untuk meniru teladan Tuhan Yesus sendiri yang mencapai kemenangan kebangkitan, melalui penderitaan dan wafat-Nya di kayu salib.
Tuhan memberikan kehendak bebas kepada kita karena kasih-Nya yang besar kepada kita, karena kasih yang tulus itu adalah kasih yang tidak memaksa. Atau kasih yang memaksa pihak yang dikasihi untuk melakukan seturut kehendak kita, itu namanya bukan kasih yang tulus. Maka kasih Allah tidaklah memaksa manusia untuk jadi seperti robot yang tidak bisa berbuat lain kecuali menuruti kehendak-Nya. Allah mengasihi kita sedemikian rupa, dan menghendaki agar kita dapat dengan kehendak bebas kita memilih untuk mengasihi Dia juga. Jika kita memahami makna kasih Allah yang tulus ini maka kita tidak akan pernah menyalahkan Tuhan.
Salamkasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Shalom !
Ikut komentar dengan menambahi apa yang telah dikemukakan sdr. Franky dan jawaban sdri. Ingrid. Bilamana tetap pada pendapat bahwa ,”.. mengapa Tuhan membiarkan, karena Tuhan memang tidak turut campur dalam kehidupan manusia…”, dikarenakan memang dalam realitasnya terjadi banyak penderitaan dan kejahatan yang menimpa atau dialami oleh kehidupan manusia di dunia ini. Peristiwa penderitaan dan kejahatan terus ada sejak dulu dan berlangsung hingga kini di bumi, tidak pernah berhenti dan ini yang ditangkap oleh rasionalitas sebagai ‘Tuhan tidak turut campur’ atas perkara itu. Namun demikian, dapat dikemukakan pula argumen yang memedomi ini, yaitu: pertama, kejahatan (dan atau penderitaan) merupakan kontruksi pemikiran yang dibuat oleh manusia sendiri. Suatu hal yang dikonsepsikan (bahkan juga dirasakan) manusia sebagai derita – penderitaan, jahat – kejahatan sementara sebetulnya apa yang dimaksudkan sebagai suatu hal itu tidaklah demikian. Kedua, terkait dengan pertama bahwa suatu hal itu adalah baik – kebaikan. Yang ada di dunia ini adalah hal yang baik – kebaikan, karena itu yang memang Tuhan berikan dan adakan di bumi sejak awal sampai kini dan kemudian. Atas dasar semua ini, maka dapat di simpulkan bahwa penderitaan, kejahatan sebenarnya hanyalah hal yang minus (kurang) dari yang baik – kebaikan itu sendiri sebagaimana dipersepsikan oleh manusia saja. Dengan demikian dapatlah dimengerti bilamana dikatakan: “…oleh sebab itu Tuhan membiarkan penderitaan (dan atau kejahatan)”. Apalagi Tuhan sendiri juga telah meletakkan tanggungjawab kepada manusia atas perbuatan (atau tindakan)-nya berdasarkan kehendak bebas di dalam kondisi ‘kebebasan manusia’ menentukan pilihannya (yang benar – baik).
Salam Kasih dalam Tuhan Yesus Kristus ! GBU !
krishna.
Shalom Krishna,
Gereja Katolik mengajarkan agar kita mendekati kebenaran dengan akal budi (rationalitas) dan iman, sehingga tidak dapat kita hanya mengambil kesimpulan akan sesuatu kenyataan hanya atas pertimbangan akal budi saja. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan demikian:
KGK 156: "Alasan untuk percaya tidak terdapat dalam kenyataan bahwa kebenaran yang diwahyukan itu kelihatan benar dan jelas dalam cahaya budi kodrati kita. Kita percaya "karena otoritas Allah yang mewahyukan, yang tidak dapat keliru dan tidak dapat menyesatkan" (Konsili Vatikan I: DS 3008). Namun, "supaya ketaatan iman kita sesuai dengan akal budi, maka Allah menghendaki agar bantuan batin Roh Kudus dihubungkan dengan tanda bukti lahiriah bagi wahyu-Nya" (DS 3009). Maka mujizat Kristus dan para kudus (Bdk. Mrk 16:20; Ibr 2:4), ramalan, penyebaran dan kekudusan Gereja, kesuburannya dan kelanjutannya, "dengan sesungguhnya adalah tanda-tanda wahyu ilahi yang jelas dan sesuai dengan daya tangkap semua orang" (DS 3009), alasan-alasan bagi kredibilitas (Bdk. DS 3013.), yang menunjukkan bahwa "penerimaan iman sekali-kali bukanlah suatu gerakan hati yang buta" (DS 3010)."
KGK 157: "Iman itu pasti, lebih pasti dari setiap pengertian manusiawi, karena ia berdasarkan Sabda Allah yang tidak dapat menipu. Memang kebenaran-kebenaran yang diwahyukan dapat kelihatan gelap bagi budi dan pengalaman manusiawi, tetapi "kepastian melalui cahaya ilahi itu lebih besar daripada kepastian melalui cahaya akal budi alamiah" (Tomas Aqu., s.th. 2-2,171,5 obj.3). "Ribuan kesukar-sulitan tidak sama dengan kebimbangan" (J.H. Newman, apol.)."
KGK, 158: "Iman berusaha untuk mengerti (Anselmus prosl.prooem). Orang yang benar-benar percaya, berusaha untuk mengenal lebih baik dia, kepada siapa ia telah memberikan kepercayaannya, dan untuk mengerti lebih baik apa yang telah dinyatakannya. Pengertian yang lebih dalam pada gilirannya akan membangkitkan iman yang lebih kuat, iman yang semakin dijiwai oleh cinta. Rahmat iman membuka "mata hati" (Ef 1:18) menuju suatu pengertian yang hidup mengenai isi wahyu, artinya, mengenai keseluruhan rencana Allah dan misteri iman, demikian juga hubungannya antara yang satu dengan yang lain dan dengan Kristus, pusat misteri yang diwahyukan. "Supaya semakin mendalamlah pengertian akan wahyu, Roh Kudus itu juga senantiasa menyempurnakan iman melalui karunia-karunia-Nya" (DV 5). Maka, benar apa yang dikatakan santo Agustinus: "Aku percaya supaya mengerti, dan aku mengerti supaya percaya lebih baik" (serm. 43,7,9)."
KGK, 159: "Iman dan ilmu pengetahuan. "Meskipun iman itu melebihi akal budi, namun tidak pernah bisa ada satu petentangan yang sesungguhnya antara iman dan akal budi: karena Allah sama, yang mewahyukan rahasia-rahasia dan mencurahkan iman telah menempatkan di dalam roh manusia cahaya akal budi; tetapi Allah tidak dapat menyangkal diri-Nya sendiri, dan tidak pernah yang benar bisa bertentangan dengan yang benar" (Konsili Vatikan I: DS 3017). "Maka dari itu, penyelidikan metodis di semua bidang ilmu, bila dijalankan dengan sungguh ilmiah dan menurut kaidah-kaidah kesusilaan, tidak akan pernah sungguh bertentangan dengan iman karena hal-hal profan dan pokok-pokok iman berasal dari Allah yang sama. Bahkan barang siapa dengan rendah hati dan dengan tabah berusaha menyelidiki rahasia-rahasia alam, kendati tanpa disadari pun ia bagaikan dituntun oleh tangan Allah yang melestarikan segala sesuatu dan menjadikannya sebagaimana adanya" (GS 36,2)."
Dari sini, maka terlihat jelaslah hubungan antara akal budi (reason) dan iman (faith). Keduanya memang diperlukan manusia untuk memahami Wahyu Ilahi. Iman dan akal budi (rasio) tidak mungkin bertentangan, namun iman lebih besar tingkatannya daripada akal budi (KGK, 159).
Maka pertama-tama, dalam menyikapi kenyataan bahwa terdapat penderitaan dan kejahatan yang ada sejak dahulu sampai sekarang, kita tidak dapat mengambil kesimpulan hanya dari rasio/ pemikiran kita saja, dan lalu mengambil kesimpulan bahwa Allah tidak turut campur atas kehidupan dan masalah yang dihadapi manusia. Dengan iman, kita harus melihat makna penderitaan itu di dalam hidup umat beriman, sehingga kita dapat mengetahui mengapa Allah mengizinkan adanya penderitaan terjadi di dunia ini ataupun penderitaan di dalam hidup kita masing-masing. Jangan lupa bahwa Kristus dulu juga menderita, walaupun Allah, sesungguhnya bisa saja memilih untuk tidak menderita seperti itu untuk menyelamatkan kita. Tetapi justru penderitaan itu yang dipilih-Nya untuk menunjukkan kasih-Nya yang tak terbatas, dan untuk menunjukkan kepada kita agar mengikuti teladan-Nya, yaitu tiap-tiap harinya mau berusaha ‘mati’ terhadap dosa dan ‘bangkit’ dan hidup bersama Yesus, baik ditengah- tengah keadaan susah maupun senang.
Kedua, penderitaan ataupun kejahatan memang mengacu kepada kebaikan dalam artian bahwa kejahatan merupakan ketiadaan kebaikan. Artinya kalau kondisi yang baik tidak ada, maka, dapat dikatakan bahwa yang ada adalah kejahatan. Walaupun kejahatan dapat didefinisikan sebagai ‘hilangnya kebaikan’ namun bukan berarti bahwa hilangnya kebaikan itu hanya karena persepsi manusia saja. Kejahatan tidak saja terbatas pada konstruksi pemikiran/ persepsi manusia, sebab kejahatan bisa sungguh-sungguh nyata terwujud dalam perbuatan. Misalnya, membunuh adalah suatu perbuatan kejahatan. Ini bertentangan dengan hukum Tuhan (bukan hanya persepsi manusia saja), dan hukum kodrat yang sudah Tuhan tuliskan di dalam hati setiap manusia. Atau contoh lain, misalnya ada orang mencuri uang anda, tentu saja anda tidak menganggap itu hanya soal ‘persepsi’, sebab sudah terjadi realitas ketidakadilan di sini. Yaitu, ada orang yang mengambil sesuatu yang bukan miliknya sendiri. Maka, hukum Tuhan ini sifatnya obyektif, sedangkan kalau dikatakan bahwa kejahatan itu hanya ‘persepsi’ manusia ini dapat beresiko mengarah kepada penilaian yang sifatnya relatif, dan ini akhirnya dapat bertentangan dengan akal sehat. Relativisme ini bukan ajaran Gereja Katolik. Gereja Katolik mengajarkan bahwa kebenaran sifatnya obyektif, yang dapat dicapai/ dipahami dengan akal budi dan iman. Keseluruhan hukum moral yang Tuhan tanamkan di hati setiap orang, dan yang masih berlaku sampai saat ini, tercantum dalam kesepuluh Perintah Allah (lih. Kel 20).
Tuhan memang memberikan kepada kita akal budi dan kehendak bebas untuk menentukan pilihan di dalam hidup ini, yang bisa menghasilkan perbuatan baik atau jahat. Namun bukan berarti bahwa jika manusia mempunyai kehendak bebas, lalu Tuhan tidak bisa menggerakkan hati nurani manusia untuk melakukan yang baik. Tuhan tetap dapat mendorong manusia ke arah kebaikan; dan dorongan untuk melakukan yang baik ini adalah karya Roh Kudus. Karya Roh Kudus memberikan rahmat kepada seseorang untuk kembali ke jalan Tuhan atau untuk bertekun di jalan Tuhan, walaupun pada akhirnya keputusan juga ada pada orang itu mau berkerjasama dengan rahmat Tuhan atau tidak. Namun, hal campur tangan Allah dalam hidup manusia ini tidak dapat diabaikan. Pengabaian adanya rahmat/ dorongan Allah atas manusia ini dapat menghantar seseorang kepada pemikiran, bahwa kalau ia bertobat atau bertumbuh menjadi lebih baik secara rohani dan jasmani, adalah hasil usahanya sendiri. Pandangan ini keliru, dan dapat beresiko mengarah kepada kesombongan rohani. Sebagai umat beriman, kita selayaknya menyadari bahwa ada campur tangan Allah di dalam setiap langkah hidup manusia. Dan bagi orang yang percaya dan mengasihi Tuhan, maka segala sesuatu, baik hal-hal yang baik maupun yang kurang baik, kelimpahan ataupun kekurangan, dalam keadaan sehat ataupun sakit, semuanya dapat mendatangkan kebaikan, sebab Allah turut bekerja di dalam segala sesuatu (lih. Rom 8:28).
Demikian tanggapan saya, semoga dapat berguna bagi kita semua.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
When the oceans rise and thunder roar, I will soar with You above the storm. Father You are King over the flood, I will be still know You are God.
Mazmur 84:7-8 mengatakan :
“Apabila MELINTASI lembah Baka, mereka membuatnya menjadi tempat yang bermata air; bahkan hujan pada awal musim menyelubunginya dengan berkat. Mereka berjalan makin lama makin kuat, hendak menghadap Allah di Sion.”
Lembah Baka adalah gambaran sebuah tempat yang menakutkan, tidak enak untuk dilewati, dan penuh rintangan serta masalah. Walaupun demikian, Tuhan tidak mengatakan bahwa kita akan terhindar darinya melainkan Ia berkata bahwa kita akan MELINTASINYA! Kita akan dimampukan untuk melewatinya dan berjalan makin lama makin kuat.
Ada sebuah tulisan yang sangat memberkati:
When GOD leads you to the edge of the cliff
only one of these two things will happen:
He will catch you when you fall, or
He will teach you how to FLY!
Ketika Tuhan membawamu ke tepian jurang
hanya satu dari dua hal ini yang akan terjadi;
Dia akan menangkapmu ketika engkau jatuh, atau
Dia akan mengajarmu bagaimana caranya terbang.
Comments are closed.