“Aku telah mempersiapkannya sepanjang hidupku….”

Namanya adalah Sr. Rosemary Smith, OSF. Ia adalah seorang pensiunan biarawati Fransiskan, yang tinggal tak jauh dari rumah tempat saya dan suami saya tinggal. Di usianya yang sudah 86 tahun itu, ia masih sangat aktif dalam kegiatan pelayanannya sebagai seorang biarawati. Ia mengajar katekisasi, memimpin koor anak-anak di gereja dan mengajar anak-anak ‘home-school‘ dan ia selalu bersemangat memberitakan Kristus. Sekitar sebulan yang lalu kami mendengar bahwa ia mengalami serangan aortic aneurysm, yaitu pembengkakan pembuluh aorta yang dapat beresiko pecah. Jika itu terjadi, maka ia dapat meninggal seketika. Hari itu, seharusnya kami berencana makan siang bersama, namun kami malah menerima telepon, bahwa Sr. Rosemary sedang dilarikan ke rumah sakit. Sore harinya kami besuk di rumah sakit, dan melihat Sr. Rosemary terbaring dengan slang infus menembus tangannya. Ia mengatakan bahwa ada kemungkinan ia akan dioperasi, walaupun kemungkinan berhasilnya sangat tipis, mengingat usianya yang sangat lanjut. Namun tanpa operasipun, keadaan juga sudah sangat parah, sebab cepat atau lambat pembuluh aortanya itu pasti pecah. Mendengar hal itu kami sangat sedih, membayangkan bahwa malam itu mungkin adalah pertemuan kami yang terakhir dengannya di dunia ini. Akhirnya kami bersama berdoa devosi Kerahiman Ilahi, sambil memohon belas kasihan Tuhan kepadanya. Di akhir kunjungan kami, ia berkata, dengan cerianya seperti biasa, “Don’t worry. I’ve been living my whole life preparing for death that I may see Jesus. Perhaps this is my time, and I am ready.” (“Jangan kuatir. Sepanjang hidupku aku telah mempersiapkan diri untuk mati, agar aku dapat melihat Yesus. Mungkin ini saatnya bagiku, dan aku sudah siap.)

Atas kemurahan dan mukjizat Tuhan, ternyata operasi yang dilakukan terhadap Sr. Rosemary berhasil. Ia masih diberi kesempatan hidup oleh Tuhan, atau diberi “extra- time” untuk melayani Tuhan, menurut Sr. Rosemary. Namun perkataannya menjelang operasi itu sungguh membekas di hati saya. Ya, seharusnya memang kita hidup seperti Sr. Rosemary; yaitu hidup memberikan diri kepada Tuhan dan sesama, dan dengan demikian, mempersiapkan diri untuk kematian kita, di mana kita akan bertemu dengan Tuhan Yesus yang mengasihi kita, dan yang kita kasihi.

Sudahkah kita berpikir tentang kematian?

Mungkin tak banyak dari antara kita yang senang berpikir tentang kematian. Perkataan kematian dapat membawa pikiran kita kepada liang kubur, atau tubuh kita akan membusuk dan berubah menjadi abu ataupun debu tanah. Melalui kematian, dipenuhilah firman Allah ini, “… sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu” (Kel 3:19). Hidup kita memang semata-mata adalah karunia Tuhan. Tuhanlah yang membentuk kita manusia dan memberikan nafas kehidupan kepada kita (lih. Kej.2:7). Dalam kehidupan ini kita bertumbuh, berjuang dalam suka dan duka. Namun semua ada waktunya, semua ada akhirnya.  Nafas akan berhenti, umur kita tergenapi. Segalanya akan habis, barang apapun yang kita punyai di dunia ini tak ada sedikitpun yang dapat kita bawa. Semuanya berakhir, hanya jiwa kita saja yang masih hidup, dan menghadap kepada Tuhan, dengan membawa iman, pengharapan dan kasih. Jika kita merenungkan semua ini, tentu kita akan lebih bijaksana dalam menghadapi dan mengisi kehidupan. Sebab kita akan dapat melihat, mana yang penting bagi kehidupan kita selanjutnya di surga, dan mana yang tidak. Kita akan menjadi bijaksana menggunakan waktu yang ada, untuk semakin mengenal, mengasihi dan memuliakan Tuhan. Sebab Dia-lah yang akan kita jumpai setelah kehidupan ini. Dia-lah yang merupakan segala-galanya bagi kita, dan yang menjadi sumber dan puncak  kebahagiaan kita yang sejati dan kekal selamanya!

Dasar Kitab Suci

Kitab Suci mengisahkan kepada kita mengapa sampai kita mengalami kematian, dan bagaimana seharusnya kita menyikapinya sebagai orang beriman.

1. Manusia mati karena dosa, dan tak seorangpun yang dapat berkuasa atas hari kematian.

Dari kisah Adam dan Hawa kita ketahui bahwa manusia mati karena dosa pertama yang dilakukan (lih. Kej 2:16).  Menurut pengajaran Rasul Paulus, “Upah dosa ialah maut.” (Rom 6:23a). Semua orang yang berdosa, pada akhirnya akan mati (lih. Mzm 89: 48) dan tak ada seorangpun yang berkuasa atas hari kematian (Ams 11:19).
Maka kita melihat banyak contoh di dalam Kitab Suci bagaimana dosa, terutama dosa menghujat Tuhan, memimpin seseorang kepada maut, seperti pada banyak contoh dalam Perjanjian Lama. Atau mungkin yang paling jelas dalam Perjanjian Baru adalah kematian Yudas (lih. Kis 1:18) dan Herodes (Kis 12:19-23). Dosa yang inilah yang memisahkan kita dengan Allah.

2. Kematian Kristus membuka pintu perdamaian antara kita dengan Allah dan oleh kurban Kristus kita dapat memperoleh keselamatan dan hidup yang kekal.

Ketika kita masih berdosa dan menjadi seteru Allah, Kristus wafat bagi kita untuk mendamaikan kita dengan Allah; sehingga oleh darah-Nya kita dibenarkan (lih. Rom 5:9-10). Maka oleh Adam, kita manusia jatuh dalam dosa, sedangkan oleh Kristus kita memperoleh hidup yang kekal (lih. Rom 5:12-18). Oleh ketidaktaatan Adam kita semua jatuh dalam dosa, namun oleh ketaatan Yesus kita semua dibenarkan (lih. Rom 5:19). Kita menerima rahmat kehidupan kekal pada saat kita dibaptis di dalam kematian Kristus, untuk dibangkitkan bersama-sama dengan Dia dan memiliki kehidupan yang baru bersama Dia (lih. Rom 6:1-4).

3. Kematian ini dikalahkan oleh kebangkitan Kristus.

Kebangkitan Kristus dari kematian menjadi bukti bahwa kematian tidak berkuasa atas diri-Nya (lih. Rom 6:9). Ketika tubuh kita yang fana ini mengenakan Kristus, maka maut telah ditelan dalam kemenangan (lih. 1 Kor 15:53-57). Dengan kebangkitan Kristus dari kematian, Ia mengalahkan belenggu dosa dan maut, sehingga bahkan kematian sekalipun tidak dapat memisahkan kita dari kasih-Nya (lih. Rom 8:38-39). Oleh jasa Kristus ini, maka ketika kita tubuh kita mati, artinya kemah tempat kediaman kita di bumi dibongkar, Allah telah menyediakan tempat kediaman di sorga yang kekal (lih. 2 Kor 5:1).

4. Atas jasa Kristus itu, maka bagi orang percaya, kematian adalah seperti jatuh tertidur (fallen asleep), sebab kita mempunyai pengharapan akan kebangkitan dan hidup yang kekal.

Dengan Roh Kudus yang sudah diberikan kepada kita, maka Roh Kudus itu yang telah membangkitkan Yesus dari kematian, akan juga membangkitkan kita (lih. Rom 8: 11). Maka dengan demikian, kita yang “mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia” (2 Tim 2:11). Pada akhirnya, kita yang telah meninggal dalam Kristus akan dibangkitkan oleh Kristus, seperti Kristus bangkit setelah kematian-Nya. Kebangkitan badan ini akan terjadi di akhir jaman, saat Kristus turun dari sorga diiringi sangkakala (lih. 1 Tes 4:13-18).

5. Namun demikian, sebelum kita memperoleh kehidupan kekal, segera setelah kematian kita akan diadili.

Seperti yang kita ketahui dari kisah Lazarus dan orang kaya setelah kematian mereka (lih. Luk 16:19-31), kita mengetahui,  bahwa manusia “ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi.” (Ibr 9: 27). Pada saat inilah kita diminta untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita (lih. Luk 16:2) dan akan diadili sesuai dengan perbuatan kita (lih. 1 Pet 1:17, Rom 2:6). Lalu jiwa kita menerima akibat dari keputusan pengadilan ini. Inilah yang disebut Pengadilan Khusus.

Sedangkan pada akhir dunia nanti, kita akan kembali diadili di hadapan semua mahluk, dan segala perbuatan baik dan jahat akan dinyatakan, “Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak diketahui dan diumumkan.”(Luk 8: 17). Pada saat itu, seluruh bangsa akan dikumpulkan di hadapan tahta Kristus, dan Dia akan mengadili semua orang: yang baik akan dipisahkan dengan yang jahat seperti memisahkan domba dan kambing (lih. Mat 25: 32-33). Pengadilan ini merupakan semacam ‘pengumuman’ hasil Pengadilan Khusus setiap orang di hadapan segala mahluk. Inilah yang disebut Pengadilan Umum/ Terakhir. Hasil ini Pengadilan Umum ini akan memberikan penghargaan ataupun penghukuman terhadap jiwa dan badan. Selanjutnya tentang Pengadilan Khusus dan Umum, silakan klik di sini.

6. Kematian juga dapat berarti mati secara rohani karena dosa, dan kita membutuhkan pengampunan dari Tuhan untuk menghidupkan kita kembali secara rohani.

Rasul Paulus mengatakan bahwa kita telah mati secara rohani karena pelanggaran kita, namun kemudian dihidupkan kembali sesudah Allah mengampuni kita (lih. Kol 2 :13, Ef 2:1-5). Kita adalah orang- orang yang dahulu mati karena dosa, tetapi sekarang hidup oleh Allah, sehingga perlu menyerahkan anggota-anggota tubuh kita kepada Allah (Lih. Rom 6:12-13). Kita tidak selayaknya hidup menuruti keinginan daging, bermewah- mewah dan berlebihan, karena jika demikian artinya kita sudah mati selagi masih hidup (lih. 1 Tim 5:6). Dari keadaan seperti inilah kita semua harus bangkit, untuk mengikuti terang Kristus (lih. Ef 5:14).

7. Kematian terhadap diri sendiri adalah jalan menuju kekudusan.

Rasul Paulus mengajarkan kepada kita agar kita mematikan segala sesuatu yang duniawi di dalam diri kita, agar kita dapat hidup sebagai manusia baru (Kol 3:5). Dengan hidup sebagai manusia baru, kita mempunyai Kristus yang menjadi pusat hidup kita. Sehingga, kita tidak lagi hidup untuk diri kita sendiri tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk kita (lih. 2 Kor 5:14-15). Dan hidup bagi Kristus dan di dalam Kristus ini adalah kekudusan, di mana kita dimampukan untuk mengasihi Tuhan dan sesama.

8. Jika kita hidup di dalam Kristus, maka kematian adalah suatu keuntungan.

Karena jika kita hidup menurut segala perintah-Nya, maka kita akan hidup untuk Kristus. Bagi umat beriman, kita tidak hidup untuk diri kita sendiri, dan juga tidak mati untuk diri kita sendiri. Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan (Rom 14:8). Maka dengan selalu tinggal di dalam Dia, tidak menjadi soal apakah kita hidup atau mati. Rasul Paulus mengatakan, “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan,” (Flp 1:21) karena melalui kematian kita pergi untuk bertemu dengan Kristus dan diam bersama- sama dengan Dia (lih. Flp 1:23). Pada saat itulah, kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya (1 Yoh 3:2). Maka dalam arti kehidupan kekal ini, maka dapat dikatakan, “hari kematian lebih baik dari hari kelahiran” (Pkh 7:1).

9. Kematian orang dikasihi Tuhan berharga di mata Tuhan.

“Berharga di mata Tuhan kematian semua orang yang dikasihi-Nya” (Mzm 116:15). Jiwa orang benar ada dalam tangan Allah, dan tidak ada siksaan yang menimpa mereka. Walau kematian mereka nampak sebagai malapetaka menurut pandangan orang bodoh, namun mereka sesungguhnya berada dalam ketentraman…. Sebab kasih setia Tuhan dan belas kasihan-Nya menjadi bagian orang-orang pilihan-Nya (lih. Keb 3:1-9).

10. Yesus berpesan agar kita tidak takut menghadapi kematian.

Yesus berkata, “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada” (Yoh 14:1-3).

Menurut Bapa Gereja

1. St. Klemens dari Roma (96): “Ketika kita masih di dunia, mari kita bertobat dengan sepenuh hati… sehingga kita dapat diselamatkan oleh Tuhan…. Sebab, setelah kita meninggalkan dunia ini, kita tidak dapat mengaku dosa atau bertobat lagi.” ((St. Clement of Rome, Second  Letter to the Corinthians, 8:2))

2. St. Ignatius dari Antiokhia (98- 117 ): “Lebih baiklah bagiku untuk mati karena Kristus, daripada hidup sebagai raja atas segala ujung bumi. Aku mencari Dia, yang wafat untuk kita; aku menghendaki Dia, yang bangkit demi kita. …” ((St. Ignatius of Antioch, Rom 6:1-2))

3. Tertullian (abad ke 2): Kematian mengacu kepada sesuatu yang kehilangan prinsip vital yang membuatnya hidup. Maka tubuh yang kehilangan hidup ini menjadi mati…. Karena tubuh kita telah mati di dalam Adam, maka tubuh kita akan dibuat hidup di dalam Kristus. ((Lihat Tertullian, Against Marcion, Bk.5, Chap.9))

4. Aphraates (270-345): Ketika manusia meninggal dunia…. Hakim itu [Kristus] akan duduk, dan buku-buku kehidupan akan dibuka; dan perbuatan- perbuatan baik dan buruk akan dibacakan, maka mereka yang berbuat baik akan menerima penghargaan, dan mereka yang melakukan perbuatan- perbuatan jahat akan menerima hukuman dari Hakim yang adil. ((Aphraates, Demonstrations, 8:20)).

5. St. Agustinus (354-430): Setelah meninggalkan tubuh, jiwa diadili, sebelum ia dihadapkan pada penghakiman terakhir, saat tubuh dibangkitkan untuk bersatu dengan jiwa itu. Ini seperti pada kisah Lazarus yang miskin yang dibawa ke pangkuan Abraham, sedangkan orang kaya itu ke neraka; segera setelah kedua orang itu meninggal dunia (Luk 16:22-). ((St. Augustine, On the Soul and its Origin, Bk. 2, Chap. 4)) Semua jiwa yang meninggalkan dunia ini mempunyai penerimaan yang berbeda-beda, yang baik menerima suka cita, yang jahat menerima neraka. Setelah kebangkitan badan terjadi, baik suka cita mereka yang baik akan menjadi lebih penuh, dan siksa mereka yang jahat juga semakin besar, sebab mereka juga tersiksa dengan badan mereka…. ((St. Augustine, On the Gospel of John, 49:10))

6. St. Teresa Avilla: “Aku ingin melihat Tuhan, dan untuk melihat-Nya, aku harus mati.” ((St. Teresa of Avilla, Life, Ch.1))

7. St. Therese dari Lisieux: “Aku tidak mati, aku memasuki kehidupan.” ((St. Therese of Lisieux, The Last Conversations))

Pengajaran Gereja Katolik tentang Kematian

KGK 1006 ….. “Dan untuk mereka yang mati dalam rahmat Kristus, kematian adalah “keikut-sertaan” dalam kematian Kristus, supaya dapat juga mengambil bagian dalam kebangkitan-Nya (Lih. Rm 6:3-9, Flp 3:10-11).

KGK 1007, 1013    Kematian adalah akhir dari kehidupan di dunia; Kematian adalah akhir dari perziarahan menusia di dunia.

KGK 1008    Kematian adalah konsekuensi dari dosa:… kematian telah masuk ke dalam dunia, karena manusia telah berdosa (Bdk DS 1511).

KGK 1009    Kematian diubah oleh Kristus: Ketaatan Yesus telah mengubah kutukan kematian menjadi berkat (Lih. Rom 5:19-21).

KGK 1010    Oleh Kristus kematian Kristen mempunyai arti positif. “Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” (Flp 1:21) “Benarlah perkataan ini: jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup dengan Dia”(2 Tim 2:11)….

KGK 1011    Dalam kematian, Allah memanggil manusia kepada diri-Nya. Karena itu, seperti Paulus, warga Kristen dapat merindukan kematian: “Aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus” (Flp 1:23) Dan ia dapat mengubah kematiannya menjadi perbuatan ketaatan dan cinta kepada Bapa, sesuai dengan contoh Kristus (lih Mat 23:46)

KGK 1014    Gereja mengajak kita, supaya kita mempersiapkan diri menghadapi saat kematian (“Luputkanlah kami dari kematian yang mendadak ya Tuhan” – Litani semua orang kudus), supaya mohon kepada Bunda Allah agar ia mendoakan kita “pada waktu kita mati” (doa “Salam Maria”) dan mempercayakan diri kepada santo Yosef, pelindung orang-orang yang menghadapi kematian:
Dalam segala perbuatanmu, dalam segala pikiranmu, hendaklah kamu bertindak seakan-akan hari ini kamu akan mati. Jika kamu mempunyai hati nurani yang bersih, kamu tidak akan terlalu takut mati. Lebih baik menjauhkan diri dari dosa, daripada menghindari kematian. Jika hari ini kamu tidak siap, apakah besok kamu akan siap?” (Mengikuti Jejak Kristus 1,23, 1)….

Sudahkah kita siap?

Akhirnya, mari bersama-sama kita merenungkan, sudahkah kita siap menghadapi kematian kita? Ini merupakan pertanyaan yang mudah dijawab dengan mulut namun sebenarnya tidak semudah itu, jika itu melibatkan segala konsekuensinya. Sebab walaupun kita telah memperoleh janji keselamatan dan kehidupan kekal, namun kita harus memperjuangkannya selama kita masih hidup di dunia ini, agar kita dapat menerimanya (lih. Flp 2:12). Apakah kita telah sungguh mengenal Allah dan mengimani Kristus? Apakah kita telah mengasihi Tuhan dengan segenap hati kita? Dan mengasihi sesama demi kasih kita kepada Tuhan? Apakah kita telah merindukan persatuan dengan Tuhan dan kehidupan surgawi yang Tuhan janjikan? Apakah kita mau hidup dalam pertobatan terus menerus sampai pada akhir hidup kita?

Ada baiknya pertanyaan- pertanyaan terus kita renungkan dalam hati kita, agar kita mengingat bahwa hidup kita di dunia ini adalah sementara. Namun, Tuhan telah mempersiapkan kehidupan yang kekal bagi kita orang-orang percaya. Mari kita senantiasa berdoa agar kita setia dalam iman, pengharapan dan kasih, sehingga pada saatnya nanti, kita melihat penggenapan firman ini:

“Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia” (1 Kor 2:9).

43 COMMENTS

  1. Shalom, saya mengenal katolisitas secara kebetulan dan saya amat tertarik dengan setiap artikel2 di situs ini dapat membantu mendalami iman katolik saya. Artikel kesaksian Bu Ingrid dan Pak Stefmerupakan artikel pertama saya kenali dan begitu menyentuh perasaan saya serta membuatkan saya membaca lebih banyak artikel lagi dalam situs ini. Tahniah kepada team katolisitas. Saya ingin mengemukakan persoalan yang telah lama bermain dibenak saya. Adakah diperbolehkan dalam gereja katolik mengkristiankan orang yang telah lama meninggal dunia sedangkan si mati telah beragama kristian dari denominasi kristian lain. Saya pernah melihat upacara mengkristiankan si mati menjadi katolik dan mereka memberikannya nama baru. Saya bingung sebab ini merupakan pengalaman pertama saya melihat upacara seumpama ini dan setahu saya apabila seseorang ingin menjadi katolik seharusnya menerima sakramen pembaptisan terlebih dahulu. Terima kasih.

    • Shalom Hadi,

      Terima kasih atas dukungan Anda untuk karya kerasulan katolisitas. Di dalam Gereja Katolik tidak ada mengkristenkan orang yang telah meninggal, karena Gereja Katolik percaya “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi” (Ibr 9:27) Dengan demikian, segera setelah orang meninggal, maka akan terjadi penghakiman khusus. Penghakiman ini berdasarkan perbuatan mereka (lih. Why 20:12). Jadi, tidak ada gunanya melakukan upacara pengkristenan setelah meninggal. Kalau arwah tersebut berada di Api Penyucian, maka doa-doa kita dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  2. Apakah boleh di sore hari nyekar saat 40 harian org meninggal, akan tetapi mengadakan perkumpulan doa di malam hari? Atau harus nyekar besoknya sesudah didoakan di rumah? Terima kasih

    • Salam NN,

      “Nyekar” ialah kata kerja dalam bahasa Jawa yang merupakan bentukan dari kata dasar “sekar” yang berarti “bunga”. Nyekar berarti memberikan bunga tabur di atas makam. Boleh saja Anda melakukannya kapanpun sesuai waktu yang Anda luangkan untuk kegiatan itu. Motivasinya ialah dengan kasih mengenang almarhum/ah untuk mengambil inspirasi hidup dari sikapnya semasa hidup dan mendoakannya.

      Salam
      RD. Yohanes Dwi Harsanto

  3. Ketika seseorang meninggal dan kerabat orang tersebut mengatakan bahwa “orang tersebut telah dijemput oleh Kristus ke Surga” atau bahwa “orang tersebut telah berpulang ke Surga” atau bahwa “orang tersebut telah berdamai dengan Tuhan di Surga”. Apakah pernyataan pernyataan seperti itu bertentangan dengan ajaran Katolik?

    [dari katolisitas: Hanya Tuhan saja yang tahu bahwa seseorang masuk ke Sorga atau Api Penyucian atau neraka. Namun, sebagai umat beriman kita harus menaruh pengharapan kepada Tuhan, bahwa iman dan pengharapan kita kepada-Nya tidaklah sia-sia. Jadi, mari kita percayakan kepada belas kasih Allah semata. Kalau Tuhan memandang bahwa orang yang dipanggil masih belum sempurna dalam kasih namun dalam kondisi berdamai dengan Allah, maka dia akan masuk ke Api Penyucian terlebih dahulu.]

  4. yang terkasih, tim katolisitas

    saya mau bertanya, kenapa sih orang Katolik yg meninggal, dalam petinya kok dibawakan baju-baju, rosario, dan perlengkapan yg lain?
    trims

    [Dari Katolisitas: Rosario dan crucifix disertakan di dalam peti jenazah, sebagai tanda imannya sebagai seorang Katolik. Sedangkan baju-baju jika disertakan, itu tidak menjadi ketentuan. Yang menjadi prinsip adalah kita menghormati orang yang meninggal, sehingga jika disertakan barang-barang yang menjadi kesukaannya selama hidupnya, itu adalah dalam rangka menghormatinya.]

  5. Dalam kematian manusia pengertiannya apakah daging berpisah dengan roh atau bagaimana ? Tidak bisa didapat didalam Beibel Perjan Baru maupun Beibel Perajan Baru.

    Seperti yang kita ketahui dari kisah Lazarus dan orang kaya setelah kematian mereka (lih. Luk 16:16-31), kita mengetahui, bahwa manusia “ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi.” (Ibr 9: 27). Pada saat inilah kita diminta untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita (lih. Luk 16:2) dan akan diadili sesuai dengan perbuatan kita (lih. 1 Pet 1:17, Rom 2:6). Lalu jiwa kita menerima akibat dari keputusan pengadilan ini. Inilah yang disebut Pengadilan Khusus.

    Kalau kita sebagai anak Tuhan dan orang percaya serta Dosa kita sudah ditebus dikayu Salib, apakah kita masih dihakimi lagi. Lalu yang dihakimi itu apakah daging, tulang berserta roh kita ? Atau terpisah hanya roh yang dihakimi. Ayatnya dimana dalam Beibel untuk mendukung argumentasi ini ? Kalau hanya perkataan Rasul Paulus itu hanya pendapat manusia bernama Paulus tidak menguatkan argumentasi.

    • Shalom Pendet Aliane,

      Hal Penghakiman oleh Tuhan, itu diajarkan bukan hanya oleh Rasul Paulus, tetapi pertama-tama oleh Allah sendiri, yang sudah mengatakannya dalam Perjanjian Lama, dan Kristus juga mengajarkannya dalam Injil, dan karena itu para Rasul juga mengajarkannya. Penghakiman Allah itu, maksudnya adalah akan ada konsekuensi dari segala perbuatan kita. Allah akan membalas kepada manusia menurut perbuatannya. Dalam Perjanjian Lama, ayat-ayat yang mengajarkan hal ini, ada cukup banyak (lih. Ams 24:12, 29; Mzm 62:12, Sir 16:12.

      Kristus sendiri mengajarkan tentang penghakiman ini:

      “Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” (Mat 7:2)

      “Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari penghakiman, tanggungan Tirus dan Sidon akan lebih ringan dari pada tanggunganmu.” (Mat 11:22, lih. juga ay. 24, 10:15, 12:42, lih. Luk 10:14, 11:31,32)

      “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. (Mat 12:36)

      “Dan kalau Ia [Roh Kudus] datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman…” (Yoh 16:8)

      “Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya.Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya…. (Mat 25:31-46)

      Karena itu, para Rasul (Rasul Petrus, Paulus, Yohanes) juga mengajarkan adanya Penghakiman ini:

      “Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya….” (1 Ptr 1:17)

      “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi… “(Ibr 9:27)

      “Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah.” (Ibr 13:4)

      “Ia [Allah] akan membalas setiap orang menurut perbuatannya (Rm 2:6).

      “Akulah yang menguji batin dan hati orang, dan bahwa Aku akan membalaskan kepada kamu setiap orang menurut perbuatannya.” (Why 2:23)

      “…. mereka dihakimi masing-masing menurut perbuatannya.” (Why 20:13)

      “Sesungguhnya Aku [Kristus] datang segera dan Aku membawa upah-Ku untuk membalaskan kepada setiap orang menurut perbuatannya.” (Why 22:12)

      Maka ajaran ini bukan ajaran manusia. Tentang Penghakiman ini dan dasar Kitab Sucinya, sudah pernah diulas di artikel ini, silakan klik.

      Bahwa Kristus telah menebus dosa manusia, itu benar. Tetapi untuk memperoleh buah penebusan Kristus, tetap ada bagian yang harus kita laksanakan, yaitu pertobatan, dan iman yang ditandai dengan Baptisan, dan iman itu dibuktikan dengan perbuatan kasih (sebagai satu kesatuan), untuk melakukan semua perintah Tuhan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  6. Mengenai tulisan tentang St. Therese dari Lisieux: “Aku tidak mati, aku memasuki kehidupan”, minta tolong beri tahu tentang penerbit, judul buku, tahun terbit, edisi, karena saya ingin mencantumkan referensi dari quotes tersebut untuk bahan paper saya, trimakasih

    • Shalom Moses,

      Kutipan tersebut ada dalam catatan riwayat hidup St. Therese of Liseux (St. Teresia Kanak- kanak Yesus) di link Vatikan, yang dapat anda baca di link ini, silakan klik.

      Berikut kutipan alineanya:

      “While her health declined and the time of trial continued, she began work in the month of June on Manuscript C, dedicated to Mother Marie de Gonzague. New graces led her to higher perfection and she discovered fresh insights for the diffusion of her message in the Church, for the benefit of souls who would follow her way. She was transferred to the infirmary on 8 July. Her sisters and other religious women collected her sayings. Meanwhile her sufferings and trials intensified. She accepted them with patience up to the moment of her death in the afternoon of 30 September 1897. “I am not dying, I am entering life“, she wrote to her missionary spiritual brother, Father M. Bellier. Her final words, “My God…, I love you!”, seal a life which was extinguished on earth at the age of twenty-four; thus began, as was her desire, a new phase of apostolic presence on behalf of souls in the Communion of Saints, in order to shower a rain of roses upon the world.”

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Yth katolisitas,
        seringkali orang-orang kristiani (katolik dan kristen) menjalankan: doa 40 hari, doa 100 hari setelah kematian orang yg meninggal, atau bahkan 210 hari gitu ya…kira-kira jumlah hari dan jumlah-jumlah hari lainnya, atau bahkan juga pada masa-masa: kehamilan, yaitu: tiga bulanan, nujuh bulanan, masa kehamilan, dan serangkaian tradisi tradisi dan budaya.
        yang mana: juga dari Keturunan Tionghoa, juga keturunan Arab, Jawa, Sunda, dll….dll……Bahkan juga Kristiani termasuknya.

        Tanya saya:
        1) sebenarnya apakah itu sejalan dengan ajaran Yesus Kristus ?
        2) Apakah Gereja Katolik (Magisterium) dan Injil, lalu menjadi menyesuaikan diri dengan adat istiadat atau budaya, shg: akhirnya terlaksana seperti tadi saya sebutkan di atas, atau sebenarnya gimana ??
        Ataukah telah tercampur baur antara: Keaslian ajaran Yesus kristus dengan adat istiadat dan budaya, supaya diterima masyarakat ?
        3) bahkan tidak jarang: dalam masa misal setelah kelahiran anak, atau setelah pemakaman selesai, ada upacara-upacara tertentu, seperti: Kurban (qurban) syukur, kurban ini…itu dsb..dsb, dengan: penyembelihan domba jantan, domba betina, dsb…( seperti: dijelaskan di PL ( Perjanjian Lama/Taurat) di Surat Ulangan), lalu: apakah orang kristiani juga harus melakukannya pula ?? Kalau iya, lalu…siapa yg akan menggorok leher hewan tsb u.darahnya dicucurkan ?? (sbb: sering kali di surat Ulangan, di PL, Injil, kan bicara: ttg Qurban/Kurban penyembelihan sbg: ucapan syukur, ucapan belasungkawa/tobat, dsb..)), bahkan : pelepasan burung merpati. dsb…

        Mungkin Katolisitas dapat mengemukakan penjelasannya. Terima kasih.
        Salam Kristus,Tuhan.

        Terima Kasih.

        • Salam Sartika,

          Jawaban atas pertanyaan no 1 dan 2: Gereja Katolik menghargai apa yang baik yang sudah ada dalam kebiasaan suatu wilayah kebudayaan tertentu, lalu memasukinya dengan Injil. Gereja Katolik menolak unsur-unsur budaya yang tidak baik yang bertentangan dengan ajaran Kristus. Mendoakan orang meninggal ialah pekerjaan sehari-hari Gereja Katolik dalam perayaan Ekaristi harian. Karena itu, kebiasaan mendoakan arwah pada hari ke 3, ke 7, ke 40, ke 100, dan ke 1000 setelah meninggalnya sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran Katolik, karena Gereja Katolik sendiri menyediakan waktu mendoakan arwah setiap hari.

          Jawaban atas pertanyaan no 3: Hewan korban versi Perjanjian Lama sudah dipenuhi dalam kurban penebusan Kristus di kayu salib yang selalu dikenangkan dalam Perayaan Ekaristi. Karena itu penyembelihan kurban tidak lagi dilakukan oleh orang Katolik. Jika dimaknai lain, asalkan maknanya sesuai dengan iman Katolik, maka tetap boleh saja. Mengenai menerbangkan burung merpati tergantung pada bagaimana memaknainya atau memaksudkannya. Jika menyimbolkan pelepasan dan keikhlasan, menyimbolkan perdamaian dan Roh Kudus, maka boleh saja dipakai.

          Salam
          RD. Yohanes Dwi Harsanto

  7. Shaloom

    bapak atau ibu,

    saya mau bertanya lagi:

    apa yang menjadi pendasaran sebuah ajaran tentang hal-hal yang terjadi seputar kematian (mulai dari gejala sampai setelah kematian) ? Karena kita semua belum pernah mengalami kematian? Setiap agama mempunyai ajarannya masing-masing tentang sesuatu setelah kematian, seperti dalam Kitab Suci, disebut kelompok yang percaya dengan kebangkitan orang mati dan yg lain tidak percaya. Bagaimana posisi ilmu-ilmu modern seperti antropologi, kedokteran, psikologi, yang juga memberi perhatian tentang pandangan manusia terhadap sesuatu di balik kematian. Bagaimana kekristenan mendefinisikan sebuah kematian? Apakah berbeda dengan kedokteran?

    Ilmu psikologi / kedokteran juga meneliti beberapa pandangan / gejala orang yang mau meninggal, juga untuk kasus-kasus orang yang mati suri. Apakah itu bisa dikatakan sebagai pengalaman akan kematian? Bagaimana itu dikaitkan dengan ajaran kekristenan?

    Dalam tradisi nenek moyang, ada cerita tentang meraga sukma, keluar dari dirinya dan berkelana, apakah ini bisa dikatakan sebagai pengalaman akan kematian? Bagaimana ajaran ini berkaitan dengan iman Kristen?

    Intinya, apa pendasaran ajaran tentang kematian dalam kekristenan dan bagaimana peran ilmu-ilmu modern atau ajaran agama lain berkenaan dengan kematian atau jiwa.

    • Shalom Feliz,

      Kematian menurut iman Kristiani, sudah pernah dibahas di artikel di atas, silakan klik.

      Sedangkan untuk mati suri, sudah pernah sekilas dibahas di jawaban ini, silakan klik.

      Situs ini adalah situs Katolik, sehingga yang kami bahas di sini adalah topik- topik menurut pengajaran iman Katolik. Maka kami tidak dalam posisi untuk membahas hal mati suri/ near death experience menurut ilmu kedokteran, psikologi ataupun menurut agama lain. Mohon dapat dipahami.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  8. Perut saya mulas membaca ini, mungkin karena saya takut dan tidak siap. Oh Tuhan bantu aku menghadapi peristiwa perjumpaanku dengan Dikau dengan baik…

  9. apa kita akan bertemu kembali dengan orang2 yang tinggal di bumi bersama kita? apakah nantinya kita masih akan mengenali mereka? dan bagaimana wujud kita nanti disana? apakah kita masih akan mengingat tentang kehidupan kita di bumi? berapa lama kekekalan tersebut dan berapa lama kita hidup seperti itu?
    jujur banyak sekali pertanyaan di benak saya bahkan saya takut untuk membayangkannya. terima kasih. Tuhan memberkati

    • Shalom Pri,

      Di surga kelak kita akan berjumpa kembali dengan orang- orang yang tinggal bersama kita (dan orang- orang lain juga) yang sama- sama masuk ke surga. Karena di Surga segala sesuatunya sempurna, termasuk seluruh keberadaan kita (termasuk akal budi dan perasaan) maka besarlah harapan kita, bahwa di surga kita akan mengenali orang- orang yang kita kenal di dunia ini. Tentang bagaimana keadaan kita nantinya, sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

      Jika dikatakan bahwa di kehidupan di Surga adalah kekal, maka di Surga tidak ada batas waktunya, atau selama- lamanya. Surga tidak lagi terbatas oleh waktu seperti di bumi yang diukur berdasarkan jangka waktu perputaran bumi mengelilingi matahari. Sebab Surga dibatasi oleh ruang dan waktu, maka kita tidak dapat mengukur berapa lamanya kekekalan itu. Jika kita menghayati betapa kecilnya prosentase waktu kita hidup di dunia ini dengan kekekalan yang menunggu kita, maka sudah selayaknya kita memusatkan perhatian kepada hal- hal surgawi, mengarahkan pandangan kita ke sana, dan bagaimana untuk dapat sampai ke sana. Sebab sesungguhnya di Surgalah kehidupan kita mencapai kesempurnaannya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  10. setelah membaca beberapa komentar dari sesama saudara , saya sanagt terkesan denga tanya jawab yang dilakukan oleh mereka sebab menambah pengetahuan bagi saya mengenai apa arti dari pada yang akan kita akhiri dengan senyum. diakahir kata saya inigin mengajukan satu pertanyaan bt yang sempat membaca situs ini. tlg jelaskan apa perbedaan, antara BAPA PUTERA DAN ROH KUDUS dengan BAPA ROH KUDUS PUTERA. saya tunggu jawabannya.

    • Shalom Kasianus,
      Mohon maaf saya tidak begitu paham akan pertanyaan anda. Maka saya menjawab berdasarkan pemahaman saya akan apa yang anda tanyakan, dan sekiranya belum menjawab, silakan bertanya kembali.

      Ketiga Pribadi Allah dalam Trinitas adalah Allah Bapa, Allah Putera, dan Allah Roh Kudus, sehingga jika ingin disingkat, disebut sebagai Allah Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Urutannya memang adalah Bapa terlebih dahulu, lalu Putera yang berasal dari Bapa; baru kemudian Roh Kudus yang berasal dari Bapa dan Putera. Namun tidak ada dimensi waktu yang membatasi Allah, sehingga ketiga hubungan asal ini terjadi sekaligus sebagai awal dari segala sesuatu: tidak ada yang lebih dulu ada, atau yang lebih akhir diciptakan. Ketiganya ada bersama- sama dalam satu hakekat, sehingga disebut sebagai Allah yang Satu dalam tiga Pribadi. Silakan membaca lebih lanjut tentang topik ini di sini, silakan klik.

      Sejujurnya, saya jarang menemui cara penulisan ‘Bapa Roh Kudus Putera’, dan saya juga tidak begitu paham mengapa ada orang menuliskan demikian. Sebab Kristus mengajarkan urutan Trinitas, yang ke dalam nama-Nya kita semua dibaptis, sebagai “Bapa, Putera (Anak) dan Roh Kudus” (Mat 28:19). Itulah sebabnya, setelah Kristus bangkit dari mati, Ia naik ke Surga, untuk bersama- sama dengan Allah Bapa, mengutus Roh Kudus-Nya turun ke atas para murid- murid-Nya pada hari Pentakosta. Demikian, maka urutannya menjadi jelas bagi kita sebagai Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus, walaupun sebenarnya ketiganya Satu dan sama hakekatnya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  11. Salam Tim Katolisitas,

    Terima kasih buat informasinya. Saya mempunyai pertanyaan mengenai pedoman menguruskan jenazah orang mati menurut aturan Gereja Katolik. Untuk mempermudahkan tim menjawab soalan ini,saya sempitkan kepada soalan soalan berikut:

    i. Apakah doa doa yang boleh di doakan menjelang sekaratnya seseorang yang sakit?
    ii. Pada saat kematian seorang katolik, bagaimanakah caranya menguruskan jenazah si mati menurut cara yang MURNI Katolik?

    Sekian dari saya,

    Linda Miriam

    • Shalom Linda Miriam,

      1. Yang terbaik untuk dilakukan pada orang yang menjelang ajal adalah memanggil Pastor/ imam untuk menerimakan kepadanya Sakramen Pengurapan orang sakit.

      Jika sudah dilakukan, lalu pada saat ajalnya kita dapat menghantarnya dengan doa- doa, sesungguhnya doa apapun dapat didoakan demi keselamatan jiwa orang yang kita doakan. Sebagai contohnya adalah doa Rosario atau doa Kerahiman Ilahi. Tuhan Yesus berjanji kepada St. Faustina Kowalska, bahwa jika kita mendoakan doa ini menjelang ajal, maka Tuhan Yesus akan datang sebagai pembela. Sedangkan doa rosario memang merupakan doa yang indah menjelang ajal, karena memang itulah didoakan pada setiap butir Salam Maria, agar Bunda Maria mendoakan dan menyambut kita anak- anaknya pada saat ajal kita, untuk membawa kita kepada Tuhan Yesus: “Santa Maria, Bunda Allah, Doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan waktu kami mati, Amin.”

      2. Jenazah umat Katolik umumnya dikuburkan, atau jika diinginkan untuk dikremasi, namun abunya tidak boleh dibuang ke laut, namun dikubur, ataupun di masukkan seluruhnya ke dalam kolumbarium. Hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik, dan pada tanya jawab di bawahnya.
      Hari (-hari) menjelang penguburan, diadakan perayaan ekaristi untuk mendoakan arwah yang meninggal. Keluarga juga dapat mengajukan ujud Misa Kudus untuk mendoakan keselamatan jiwa yang meninggal, pada peringatan hari meninggalnya, misalnya pada hari ketujuh/ hari ke-empatpuluh, setahun kemudian, ataupun pada bulan November di mana Gereja memperingati bulan untuk mendoakan para arwah.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • dear Ingrid,

        Terima kasih atas jawapan dan tanggapannya. Sungguh membantu

        Lin Miriam

  12. Bagaimana perbedaan antara tubuh orang mati yang dibangkitkan pada hari penghakiman, tubuh Lazarus yg dibangkitkan Yesus, tubuh Bunda Maria dan beberapa nabi yg diangkat langsung ke surga tanpa melalui kematian dan akhirnya Tubuh Yesus yg bangkit dari maut dan naik ke surga ?

    • Shalom Andryhart,

      Berikut ini adalah jawaban yang diberikan oleh pembimbing Theologis situs Katolisitas, Dr. Lawrence Faingold, STD, tentang tubuh kebangkitan yang anda tanyakan:

      1. Lazarus dibangkitkan oleh Yesus untuk kembali hidup, sehingga tubuhnya kembali seperti sedia kala, namun kemudian Lazarus ini juga meninggal dunia. Dan dalam hal ini ia masih harus menunggu sampai kebangkitan badan di akhir jaman.

      2. Kebangkitan badan para orang- orang yang dibenarkan oleh Tuhan di akhir jaman akan merupakan tubuh yang mulia, seperti tubuh yang dimiliki oleh Tuhan Yesus dan Bunda Maria. Walaupun demikian, akan terdapat tingkatan- tingkatan kemuliaan; di mana Kristus mempunyai kemuliaan yang sempurna (maksimum), diikuti oleh Bunda Maria, dan baru kemudian diikuti oleh para orang kudus lainnya.

      3. Tentang Henokh dan Elia.
      St. Thomas Aquinas mengajarkan bahwa karena Henokh dan Elia tidak mati, maka di akhir jaman nanti mereka akan kembali ke dunia di jaman Antikristus dan kemudian mereka akan mati. Henokh dan Elia, menurut St. Thomas, kemudian akan dibangkitkan bersama- sama dengan semua orang lain pada masa kebangkitan badan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  13. Pax Christi,

    Saya Raymund, terkait dengan artikel ini, saya ingin menanyakan perihal mati suri, bagaimanakah hal ini dipandang secara katolik? Kemudian saya juga ingin menanyakan perihal makam, adakah aturan khusus mengenai hal-hal yang terkait dengan makam dalam katolik seperti : mengapa harus di dalam peti, mengapa mengenakan pakaian tidak kain kafan seperti yang dicontohkan yesus, dll? Juga mengenai peristiwa sebelum meninggal, dalam beberapa kasus, bagi mereka yang akan meninggal seolah-olah melihat sesuatu seperti kerabatnya yang sudah lebih dulu meninggal. Bagaimanakah ini dipandang secara Katolik? Ada lagi, apakah ada malaikat tertentu yang menjemput manusia di kala kita meninggal nanti? Adakah siksa kubur? Saya sudah berusaha menjawab kepada mahasiswa yang menanyakan hal ini, tetapi nampaknya mereka belum puas juga. Jadi, mohon bantuannya.

    • Shalom Raymundus,

      1. Mengenai mati suri.

      Sepanjang pengetahuan saya, Gereja Katolik tidak pernah secara khusus menjelaskan tentang mati suri ini. Kalaupun ada ayat yang mengindikasikan adanya pengalaman ini, itu disebutkan tanpa secara jelas menjelaskan bagaimana secara persisnya hal itu terjadi (lih. 2 Kor 12: 2-4), dan mengapa hal itu terjadi.

      Namun berdasarkan beberapa kesaksian, bahkan dari kalangan Katolik sendiri, kemungkinan memang hal itu dapat terjadi, seperti yang dialami oleh Fr. Steven Scheier, seperti yang pernah dituliskan di link ini, silakan klik; atau oleh Dr. Gloria Polo, silakan klik.

      Terus terang, hal mati suri atau yang mungkin dalam bahasa Inggris dikenal dengan Near Death Experience (NDE) merupakan fenomena yang tidak mudah dijelaskan dan bahkan para pakar sendiri masih memperdebatkan, apakah NDE atau mati suri itu benar- benar sudah mati (jiwanya sudah meninggalkan badannya, namun kemudian kembali lagi) atau baru dalam tahap jiwa itu hampir/ nyaris meninggalkan badannya. Namun apapun kondisinya, keotentikan pengalaman mati suri/ NDE umumnya dibuktikan dengan bukti record kesehatan pasien yang bersangkutan, (dari detak jantung, tingkat kesadaran, keadaan koma, dst), namun yang yang lebih jelas sebenarnya adalah kehidupan rohani sesudahnya. Karena orang yang sudah pernah mengalaminya, umumnya mengalami pertobatan/ perubahan kontras secara rohani, tentu ke arah kebaikan; justru karena seolah memperoleh ‘kesempatan kedua’ untuk hidup di dunia ini.

      2. Mengenai hal mengapa jenazah dalam pemakaman dimasukkan ke dalam peti, sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

      3. Mengenai peristiwa sebelum meninggal, bahwa konon ‘dijemput’ oleh kerabat lain yang sudah lebih dahulu meninggal, itu memang kita dengar. Sepanjang pengetahuan saya tidak ada dokumen Gereja Katolik yang khusus menjelaskan tentang hal ini; namun sebenarnya prinsip ini tidak bertentangan dengan prinsip persekutuan orang kudus. Gereja Katolik percaya bahwa ikatan kasih antara orang beriman tidak terputuskan oleh maut, sehingga mungkin saja sebelum seseorang meninggal dunia, yang artinya berpindah dari dunia ini kepada kehidupan di alam berikutnya, maka sesama saudara seiman [misalnya jiwa kaum kerabat orang itu] dapat diijinkan oleh Kristus untuk menampakkan diri kepadanya ataupun menjemputnya; walaupun tentu saja, akhirnya orang yang meninggal itu akan berhadapan dengan Kristus sendiri untuk diadili. Prinsip persekutuan orang kudus ini mengajarkan kepada kita bahwa di Surga, Kristus itu dikelilingi oleh para kudus-Nya dan para malaikat-Nya yang bersama- sama memuliakan Allah.

      Maka karena kesatuan Kristus dengan para kudus dan para malaikat-Nya, tidak menjadi masalah akan siapa yang menjemput seseorang di saat ajalnya. Yang terpenting pada akhirnya orang itu akan berhadapan dengan Yesus Kristus.

      4. Menurut ajaran Gereja Katolik, tidak ada yang disebut dengan “siksa kubur”. Yang ada adalah Api Penyucian, yang sudah pernah ditulis dalam artikel berikut ini, silakan klik.

      Demikian yang dapat saya tuliskan tentang pertanyaan anda, semoga berguna.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  14. Salam damai sejahtera

    Dear pengasuh Katolisitas.

    Kita semua tau bahwa setiap orang satu kali nanti akan mati.

    Ada seorang kawan yang bertanya pada saya sbb :

    JIKA SAYA MATI HARI INI, apa yang harus dipersiapkan untuk menghadap Tuhan ?
    Apa reaksi kita jika hari ini disuruh menghadap Tuhan ?
    Apa penilaian kita jika harus mati hari ini ?

    Barangkali Pengasuh bisa menolong untuk men-jawabnya.

    Terima kasih
    Salam
    mac

    • Shalom Machmud,

      1. Pertama- tama yang dapat dipersiapkan jika kita wafat hari ini, adalah pertobatan yang tulus.

      Karena hanya dosalah yang memisahkan kita manusia dari Tuhan. Oleh karena itu, kita perlu bertobat, menyesali dosa- dosa kita dan memohon rahmat pengampunan Allah. Kita harus kembali kepada Allah Bapa seperti kisah anak yang hilang yang kembali kepada bapanya (lih. Luk 15:11-32).

      Maka, karena kita tidak tahu kapan saatnya ajal menjemput kita; kita harus selalu mempunyai sikap tobat ini setiap hari. Itulah sebabnya, setidak-tidaknya, sekali pada waktu malam hari, kita memeriksa batin dan memohon ampun kepada Tuhan atas segala dosa dan kesalahan yang kita lakukan sepanjang hari itu. Tentang contoh doa malam hari, silakan klik di sini. Jika kita menyadari bahwa kita telah melakukan dosa berat, selekas mungkin kita mengaku dosa di hadapan imam-Nya untuk menerima rahmat pengampunan Allah.

      Bagi kita umat Kristiani, kematian bukan akhir dari segalanya, sebab kematian hanyalah suatu awal dari kehidupan yang berikutnya bersama dengan Tuhan. Silakan kembali membaca makna kematian bagi kita orang percaya di sini, silakan klik. Maka memang selayaknya kita memohon rahmat Tuhan agar setiap hari kita dapat mempersiapkan diri terhadap kematian. Tentang doa untuk menghadapi kematian, silakan klik di sini.

      Maka alangkah lebih baik untuk mempersiapkan kematian kita setiap hari, sehingga jika saatnya tiba, Tuhan mendapatkan kita siap menghadapinya. Hal ini memang lebih mudah diucapkan daripada dilaksanakan; tetapi hendaknya kita usahakan tiap- tiap hari. Hanya dengan kesadaran ini, bahwa hidup kita di dunia ada dalam tangan Tuhan, dan sewaktu- waktu dapat berakhir; maka kita harus selalu berjuang untuk hidup kudus. Artinya, kita harus hidup dalam kasih dan perdamaian dengan semua orang; sebab tanpa kekudusan itu, tak seorangpun dapat melihat Allah (Ibr 12:14) dan bersatu dengan-Nya dalam kerajaan Surga.

      Akhirnya, bagi umat Katolik, sakramen merupakan sesuatu yang sangat penting untuk diterima sebelum kematian. Sebab melalui sakramen, umat beriman menerima dari Allah bekal rohani bagi perjalanan yang menghantarnya sampai kepada kehidupan yang kekal. Sakramen Tobat, Ekaristi, dan Perminyakan Suci / Pengurapan Orang Sakit adalah sakramen yang diperlukan sebelum kita berpulang ke rumah Bapa. Sebagai umat Katolik, kita berdoa, semoga oleh rahmat dan belas kasihan-Nya, Tuhan mengizinkan kita untuk menerima sakramen tersebut sebelum ajal menjemput kita. Lebih lanjut tentang sakramen Pengurapan Orang sakit/ Perminyakan Suci, silakan klik di sini.

      2. Jika segala persiapan ini sudah dilakukan, maka reaksi kita terhadap kematian adalah menerimanya dengan kepasrahan dan iman.

      Kita bersyukur atas karunia kehidupan yang Tuhan berikan, demikian juga atas karunia iman akan Yesus Kristus. Sebab oleh wafat dan kebangkitan Kristus kita dapat memperoleh pengampunan atas dosa- dosa kita, sehingga kita dapat diselamatkan dan memperoleh hidup yang kekal.

      Kita perlu meneladani St. Fransiskus dari Asisi yang mengajarkan agar kita menyambut kematian sebagaimana kita menyambut saudara kita. Ia menyebut kematian sebagai “kakak”. Di tempat tidur menjelang kematiannya, Ia memuji Tuhan, sambil mengatakan, “Terpujilah Engkau, O Tuhan, atas kakak kami, Kematian.” (“Be praised, O Lord, for our Sister Death”). St. Fransiskus menyambut ajalnya sambil menyanyikan Mazmur 141, dengan mata tertuju kepada Allah menaruh pengharapan kepadaNya, bahwa Allah tidak akan mencampakkannya.

      3. Anda bertanya, “Apa penilaian kita jika harus mati hari ini?” Menurut hemat saya, mungkin lebih tepat jika kita merenungkan “Apa penilaian Allah atas kita jika kita mati hari ini?”

      Sebab sesungguhnya, kita tidak akan dihakimi menurut penilaian kita sendiri atas diri kita, tetapi kita akan dihakimi oleh Kristus. Sehingga bukan penilaian kita yang menjadi tolok ukur dari penghakiman ini, tetapi penilaian Allah, yaitu sejauh mana kita telah hidup seturut dengan iman kita, dengan melakukan perbuatan- perbuatan yang sesuai dengan perintah- perintah-Nya (lih. Why 20:13).

      Namun jika kita hidup dekat dan bergaul dengan Tuhan, maka Roh Kudus-Nya akan membimbing kita untuk dengan jujur menilik kepada diri kita sendiri. Roh Kudus akan menginsyafkan kita akan dosa- dosa kita, menyatakan kebenaran dan penghakiman (Yoh 16:8). Dengan demikian, kita akan dapat menghadap pengadilan Tuhan dengan penuh pengharapan, namun juga dengan kerendahan hati untuk menerima keadilan Tuhan, jika ternyata pada saat dipanggil oleh Tuhan, ternyata kita belum sempurna dalam kasih, sehingga belum sepenuhnya siap untuk bersatu dengan-Nya di surga. Jika demikian, meskipun kita telah meninggal dunia dalam kondisi rahmat; sehingga tujuan akhir kita adalah Surga, namun terdapat kemungkinan bahwa kita masih perlu dimurnikan terlebih dahulu oleh Api Kasih Allah dalam Api Penyucian; sampai tiba saatnya kita siap memasuki kesempurnaan kehidupan kekal di Surga. Lebih lanjut tentang Api Penyucian, klik di sini.

      Demikianlah yang dapat saya tuliskan mengenai pertanyaan anda tentang apa yang dapat dipersiapkan menjelang kematian, menurut ajaran Gereja Katolik. Saya menyadari bahwa kemungkinan anda mempunyai pandangan yang berbeda tentang hal ini, namun karena anda menanyakannya kepada kami di situs Katolik, maka kami menyampaikan apa yang menjadi ajaran Gereja Katolik, tentu berdasarkan Kitab Suci dan pengajaran Bapa Gereja.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Dear Machmud & Bu Ingrid serta rekan 2 Katolisitas .

        Saya ingin menuliskan apa yang saya pernah dengarkan soal mati dan hidup dari sudut spiritualitas . Beberapa hal yang jadi pertanyaan adalah sbb :
        1. Apakah yang tersisa dari diri kita saat kita mati . Yang jelas , tubuh beserta otak akan musnah menjadi debu , dengan demikian ada pendapat kuat semua yang ada dalam benak (pikiran , memory ,kepandaian ) kita juga akan musnah ( mungkin ini artinya Tuhan berkata ; semua nya akan musnah kecuali sabda Ku .), lalu yang tertinggal untuk nantinya menghadap Tuhan adalah hanya Jiwa dan Hati Nurani . Apakah kedua ini menjadi satu ? dan seperti apa , biasanya kita tidak menyadarinya (menyadari keberadaannya ) , kecuali orang 2 tertentu .
        2. Ada pendapat bahwa Hati kita semula putih bersih dan lemah lembut ( pada manusia 2 , baru – bayi , sehingga Tuhan pun bersabda kepada murid 2nya (para Rasul yang hebat ),: Kalau kamu tidak seperti anak ini , kamu tidak bakal masuk kedalam kerajaan surga . Nah , anak kecil kan belum ada kepintaran , belum juga mengenal Yesus sebagai Tuhan , belum dibaptis secara Katolik . Kenapa jadi langsung lolos masuk surga ( baru 2 ini 2007 ; Paus Benediktus menyatakan setelah suatu pendalaman dari Team Theology di vatikan ; bahwa Bayi , meskipun belum di Baptis akan Direct masuk kedalam Surga , tidak perlu mampir dulu kedalam api pencucian ) ,
        3. Terdapat pendapat , justru pada wakltu kita hidup dari kecil , terdapat resiko besar kita kehilangan hati nurani kita yang semula putih bersih dan lemah lembut . bahkan terdapat pendapat bahwa bagi mereka yang sudah tidak mampu melakukan kehendak Tuhan , sudah dinyatakan Tuhan sebagai orang mati ( Bagi Tuhan , orang hidup adalah orang yang hidup dalam kasih Allah , yang hidup sebagai manusia sesuai citra Allah ). Bukankah Tuhan pernah berkata begini kepada yang memberikan alasan akan menguburkan orang tuanya dulu setelah Tuhan meminta dia untuk meninggalkan semuanya , lalu memanggul salib mengikuti Dia ;

        Biarkanlah Orang Mati yang menguburkan Orang mati , tetapi kamu , panggulah salibmu dan ikutilah Aku .
        Nah , orang yang menguburkan orang mati itu kan pastilah masih bernafas ( dalam pikiran kita adalah orang hidup ; tetapi Tuhan berkata sebaliknya ).
        Nah , kita mestinya bertanya : Masih hidupkah saya ini ?
        Lebih baik kita bertanya tanya dan merenungkan , sudahkah kita mempunyai Damai sejahtera Allah?? , sudahkan kita mempunyai Kasih ?? .

        Saya mendengar beberapa pendapat yang indah , untuk itu dibutuhkan Kesadaran dan dari situ suatu perjalan panjang dalam pelayanan dng kasih . yang akan membawa kita menjadi seperti kehendak Tuhan . dan itu pasti sesuatu yang memerlukan waktu demikian panjang . Kalau sehari saja , bagaimanakah kita bisa bertobat dalam waktu sehari , kalau dalam waktu bertahun 2 tidak bisa , bertobat kan perlu kesadaran kalau kita bersalah ? .

        Ada yang mengatakan , terlebih baik kita hidup tiap hari dengan pemikiran bahwa kita akan mati hari ini .

        Terima kasih .

        Paulus

        • Shalom Paulus,

          1. Agaknya ada yang kurang tepat dalam pandangan yang anda tuliskan. Sebab pada saat kita mati, yang musnah adalah tubuh jasmani kita, tetapi jiwa tetap hidup, beserta dengan segala kemampuan jiwa, yaitu pikiran, memori, akal budi. Jadi jiwa yang tetap hidup itu juga bukan jiwa yang kosong dan tidak tahu apa- apa, tetapi jiwa yang memiliki kemampuan (faculty of the soul).

          St. Thomas Aquinas membedakan dua unsur dalam diri manusia, yaitu tubuh dan jiwa, dan dengan demikian tidak membedakan antara jiwa dengan hati, ataupun antara jiwa dengan roh. Sebab yang dimaksudkan di sini adalah jiwa yang rohani, sehingga keduanya adalah satu. Silakan membaca lebih lanjut di sini, silakan klik.

          2. Yang dimaksud oleh Yesus saat mengajarkan bahwa anak- anak adalah yang empunya Kerajaan Surga (lih. Mat 19:14), dan bahwa kita harus menyambut Kerajaan Surga seperti seorang anak kecil (lih. Luk 18:17) adalah, bahwa kita harus mempunyai sikap terus terang, kesederhanaan dan kepolosan seperti yang ada pada anak- anak, untuk menyambut Kristus dan Kerajaan-Nya.

          Hal tentang diskusi tentang apakah anak- anak yang wafat sebelum dibaptis dapat langsung masuk surga, merupakan topik diskusi para ahli teologi, dan belum secara final ditetapkan sebagai pengajaran/ doktrin Gereja Katolik. Yang tertulis dalam Katekismus adalah:

          KGK 1261    Anak-anak yang mati tanpa Pembaptisan, hanya dapat dipercayakan Gereja kepada belas kasihan Allah, seperti yang ia lakukan dalam ritus penguburan mereka. Belas kasihan Allah yang besar yang menghendaki, agar semua orang diselamatkan (Bdk. 1 Tim 2:4), cinta Yesus yang lemah lembut kepada anak-anak, yang mendorong-Nya untuk mengatakan: “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku; jangan menghalang-halangi mereka” (Mrk 10:14), membenarkan kita untuk berharap bahwa untuk anak-anak yang mati tanpa Pembaptisan ada satu jalan keselamatan. Gereja meminta dengan sangat kepada orang-tua, agar tidak menghalang-halangi anak-anak, untuk datang kepada Kristus melalui anugerah Pembaptisan kudus.

          KGK 1283    Mengenai anak-anak yang mati tanpa dibaptis, liturgi Gereja menuntun kita, agar berharap kepada belas kasihan ilahi dan berdoa untuk keselamatan anak-anak ini.

          Selanjutnya tentang topik ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik

          3. Ya, dalam Luk 9:60 Yesus mengatakan, “Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana.”

          Menurut A Catholic Commentary on Holy Sripture, orang- orang yang tidak memikirkan Kerajaan Allah adalah orang- orang yang secara rohani telah mati (lih. Yoh 5:21-29). Namun ungkapan ini juga dapat berarti sebagai tuntutan yang diberikan oleh Tuhan yesus kepada para murid-Nya untuk meninggalkan ikatan keluarga bagi pewartaan Injil.

          Maka benar, perkataan Yesus itu menjadi permenungan bagi kita, apakah kita ini sudah sungguh- sungguh “hidup bagi Allah di dalam Kristus” (Rom 6:11).

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- katolisitas.org

           

  15. Dear Ibu Inggrid,

    Maaf jika pertanyaan saya agak melenceng dari topik ini. Saya mau tanya mengenai ziarah kubur. Seringkali kita melakukan ziarah ke makam keluarga dan juga leluhur kita. Banyak kebiasaan yang dilakukan oleh orang ketika berziarah.

    Belum lama ini juga saya bersama suami pergi ke tempat asal suami di luar Jawa. Kita memang berbeda budaya, jadi saya ikut saja selama kunjungan ke tanah kelahirannya. Setiap kali ke makam yang dilakukan adalah membawakan bunga, makanan, rokok, daun sirih dsb. Dalam kepercayaan mereka sepertinya orang yang sudah meninggal tetap bisa berhubungan dengan orang yang masih hidup. Yang jadi pertanyaan saya :
    1. Sesajen (makanan, rokok, sirih dsb.) apakah sesuai dengan ajaran GK? hemat saya, biskuit, minuman2 dan jenis makanan lain sepertinya tidak ada gunanya, bukankah lebih baik diberikan pada yang masih hidup? Meskipun ada maksud juga sebagai tanda bakti kepada orang tua yang sudah meninggal.
    2. Apakah orang yang sudah meninggal masih bisa berhubungan dengan kita. Misalkan kita berbicara di kubur, mereka juga mendengar?

    Terimakasih sebelumnya..

    Terimakasih sebelumnya atas jawabannya.

    • Shalom Monika,
      1. Sebenarnya, kebiasaan sesajen tidaklah sesuai dengan ajaran Gereja Katolik. Sebab orang yang sudah meninggal dunia itu sudah tidak lagi dapat menikmati makanan- makanan ataupun minuman. Namun jika makanan- makanan kesukaan orang yang meninggal itu dibuat hanya untuk mengenang orang yang meninggal (misalnya sengaja dibuat pada hari peringatan meninggalnya orang tersebut), lalu dimakan oleh anggota keluarga, itu boleh- boleh saja, namun tidak perlu ada ritus sembayangan atau apapun untuk ‘menghantar’ makanan tersebut kepada jiwa orang yang meninggal. Karena tubuh orang yang meninggal sudah bersatu dengan tanah, dan jiwanya sudah tidak dapat menikmati makanan.
      Jadi bakti yang terbaik, menurut ajaran Gereja Katolik, adalah mendoakan jiwa- jiwa orang yang meninggal, melalui doa- doa pribadi, dan terutama melalui ujud Perayaan Ekaristi. Silakan anda mempersembahkan ujud Misa Kudus, terutama pada hari Arwah tgl 2 November (tgl 1-8 November dan sebetulnya sepanjang bulan November, dikhususkan untuk mendoakan jiwa- jiwa orang yang sudah meninggal dunia) dan inilah cara yang terbaik untuk mendoakan jiwa – jiwa kerabat kita yang telah mendahului kita pulang ke rumah Bapa.
      2. Sebagai sesama umat beriman kita terikat dalam persekutuan di dalam Kristus. Maka kita dapat mendoakan mereka di kubur, dengan iman dan pengharapan bahwa mereka telah berada lebih dekat di hadirat Allah Bapa. Dalam keadaan ini, maka doa kita tetap terarah kepada Tuhan, dengan memohon agar Tuhan berbelas kasihan kepada jiwa- jiwa mereka yang masih dimurnikan di Api Penyucian, atau agar jika mereka telah sampai di surga, agar Tuhan mengijinkan mereka mendoakan kita yang masih berziarah di dunia ini. Maka komunikasi dalam doa ini tetap berpusat pada Tuhan, di dalam hadirat Tuhan, dan tidak langsung kepada mereka.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  16. Salam buat ibu Ingrid,

    Aku hanya ingin bertanya tentang kematian, dari berbagai argument yang dipaparkan oleh beberapa bapa gereja mula-mula, bahwa, menurut St. Paulus, bahwa “upah dosa adalah maut” tetapi saya membaca kitab Suci PL, bahwa Nabi Henok dan Nabi Elia tidak mati, tetapi diangkat ke seruga, karena kesetiaan mereka.

    Apakah mereka tidak berdosa? atau Allah mempunyai rencana tersendiri kepada kedua orang itu?

    ini sekedar untuk mengetahui mengapa mereka diangkat ke surga? kenapa santo Petrus tidak dan Paulus tidak demikian?
    mohon penjelasan, semoga dengan jawaban atau tanggapan ibu dapat memperkuat iman saya akan gereja katolik.
    Amin

    Aku hanya berdoa kepada Allah Trinitas (Trinity)
    Amin.

    • Shalom Aquilino,
      Ya, benar, bahwa upah “dosa asalah maut” (Rom 6:23). Namun Alkitab menunjukkan bahwa Allah dapat membuat perkecualian terhadap orang-orang tertentu, seperti terhadap nabi Henokh dan nabi Elia yang tidak mati, tetapi diangkat ke surga. Alkitab tidak mengatakan bahwa mereka tidak berdosa, sebab akibat dosa asal dari Adam telah turun juga atas mereka, sebab dikatakan, “dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang [yaitu Adam], dan oleh dosa itu juga maut.” (Rom 5:12) Namun meskipun mereka mempunyai dosa asal, namun karena kehidupan yang akrab dengan Allah seumur hidupnya, maka nabi Henokh diangkat oleh Allah (Kej 5:24) dan demikian juga dengan nabi Elia (2 Raj 2:11).

      Justru karena Allah dapat membuat perkecualian ini, kita dapat menjadi semakin yakin bahwa Allah dapat membuat perkecualian terhadap Bunda Maria yang melahirkan Tuhan Yesus, Sang Allah Putera. Dengan tugasnya sebagai Bunda Tuhan yang menjelma menjadi manusia, maka Bunda Maria mempunyai kekhususan jika dibandingkan dengan nabi Henokh dan Elia, sebab biar bagaimanapun, mereka tidak sampai membawa Kristus ke dunia. Lagipula, jika kita melihat ketaatan Maria, dari sejak menerima kabar dari malaikat Gabriel sampai dengan kesetiaan mendampingi Yesus Sang Putera di kaki salib-Nya, maka kita mengetahui bahwa Bunda Maria-pun pasti memiliki kehidupan yang akrab dengan Allah, bahkan bersatu dengan Allah. Maka para Bapa Gereja mengajarkan kepada kita bahwa Bunda Maria dikuduskan dan dibebaskan dari dosa asal oleh Kristus sendiri, oleh jasa pengorbanan Kristus: Sebab Kristus tidak terbatas oleh ruang dan waktu, maka Ia telah dapat memberikan buah/ hasil pengorbanan-Nya ini kepada Maria, Ibu-Nya, [yaitu penebusan dosa] sebelum korban salib-Nya itu terjadi di dalam ruang dan waktu, yaitu di akhir hidupnya di dunia.
      Selanjutnya tentang Bunda Maria, silakan anda membaca artikel- artikel tentang Bunda Maria di situs ini.

      Jadi, dapat saja memang Allah mempunyai rencana yang khusus untuk nabi Henokh dan Elia, yang tidak harus sama dengan rencana Allah bagi nabi-nabi yang lain ataupun para rasul. Namun bukan berarti Santo Petrus dan Paulus menjadi lebih “rendah” jika dibandingkan dengan nabi Henokh dan Elia. Sebab dengan Tuhan mengizinkan mereka mati dengan cara sedemikian, (Petrus disalib terbalik dan Paulus dipenggal kepalanya), kita dapat belajar banyak hal. Kita mengetahui baik Santo Petrus maupun Paulus, mempunyai kisah pertobatan mereka sendiri-sendiri, yang mencerminkan perubahan hidup yang total, antara sebelum ‘mengenal’ Kristus dengan baik dan sesudahnya. Ini mendorong kita juga untuk selalu bertobat dan kembali kepada Allah. Demikian pula, akhir hidup mereka menjadi teladan bagi kita. Kita mengetahui, mereka menanggapi kasih Allah yang mereka terima dengan kasih yang sempurna. Betapa sempurnanya mereka meniru teladan Kristus, sehingga mereka tidak menyayangkan nyawa mereka sendiri untuk memberitakan Kristus dan menjadi saksi Kristus. Maka kitapun dipanggil untuk meniru teladan mereka, yaitu untuk selalu mencari dan mendahulukan kehendak Tuhan dalam hidup kita, dan tidak ragu mengorbankan kehendak kita sendiri. Dengan demikian kitapun menjadi saksi Kristus.

      Ya benar, doa kita tertuju kepada Allah Tritunggal. Semoga Allah membimbing kita semua untuk bertumbuh di dalam iman kepada-Nya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

    • Maaf kalau sudah pernah ditanyakan. Jadi, sebenarnya, apa ziarah ke makam itu dilarang?

      Terima Kasih…

      Shalom,

      Monica

      • Shalom Lay Monica,

        Gereja Katolik mengajarkan umatnya untuk berdoa bagi jiwa- jiwa orang-orang yang sudah meninggal dunia. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

        Maka, Gereja Katolik tidak melarang umatnya mengunjungi kubur, malahan mengajarkan umatnya untuk mengunjungi kubur dan berdoa bagi jiwa- jiwa orang-orang yang sudah wafat tersebut, dengan mendoakan doa Bapa Kami dan doa Aku Percaya (lihat Konstitusi Apostolik Indulgentiarum Doctrina, n. 16); dan jika kita melakukan hal ini malah dapat memperoleh indulgensi penuh, demikian kutipannya, (untuk membaca dokumen tersebut selengkapnya, klik di sini):

        n.16—The work prescribed for acquiring a plenary indulgence connected with a church or oratory consists in a devout visit and the recitation of an “Our Father” and “Creed.”

        Sedangkan persyaratan yang harus dipenuhi agar indulgensi penuh diperoleh adalah pada hari yang sama kita mengaku dosa dalam sakramen Pengakuan Dosa, menerima Komuni kudus dan berdoa bagi intensi Bapa Paus (Bapa Kami, Salam Maria dan Kemuliaan), dan segala keterikatan kita kepada dosa, bahkan dosa ringan, tidak ada. Jika syarat yang terakhir ini tidak dipenuhi, maka yang diperoleh adalah indulgensi sebagian. Hal ini disebutkan dalam Enchiridion of Indulgences yang dikeluarkan tanggal 29 Juni 1968, point 26, untuk membaca selengkapnya klik di sini.

        Selanjutnya tentang dasar ajaran Gereja Katolik tentang Indulgensi, sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- katolisitas.org

  17. Shallom Bpk Stephanus,

    Maaf atas angka saya yg salah, maksud saya, jumlah 144.000 orang itu adalah orang orang selamat pilihan Allah dari manusia yg masih hidup dan bangkit bersama badan yg masih utuh, pada saat akhir zaman ( kedatangan Kristus ke-2 ), yg naik dan masuk surga ( ini sesuai dengan pengertian bapak di artikel & penjelasan terkait ), bukan maksud saya bagi orang orang yang telah duluan meninggal….Saya pernah mendapat penjelasan bahwa di surga itu telah ada dan akan ada kelompok kelompok :
    1. Tuhan Yesus, dan Bunda Maria
    2. para malaikat
    3. para nabi & orang kudus ( zaman sebelum Yesus )
    4. para rasul & orang kudus ( zaman Yesus )
    5. para orang kudus ( zaman sesudah Yesus ) —> santo dan santa
    6. orang orang kudus ( termasuk suster, pastor, dan lainnya yang telah meninggal ) —> zaman modern sekarang
    7. kelompok 144.000 orang ini, yang bangkit dan naik ke surga ( saat Yesus datang ke-2 kali )

    Oleh karena itu, saya bertanya tentang kesempatan bagi kita yang masih hidup ini, keselamatan hanya bagi orang orang pilihan ( karena tertulis : materai ada di dahi mereka )…Mungkin mohon penjelasan lanjutan, terima kasih.

    Salam kasih, damai & sukacita,
    Lucia Yanti

    • Shalom Yanti,

      Terima kasih atas pertanyaannya. Mari kita membahasnya satu persatu-satu.

      1) Tentang 144,000: Kalau diartikan bahwa 144,000 orang adalah orang-orang pilihan Allah dari manusia yang masih hidup, maka pertanyaannya sejak mulai tahun berapa perhitungan 144,000 dimulai? Apakah tahun ini, apakah 10 tahun sebelumnya, 100 tahun atau berabad-abad sebelumnya? Oleh karena itu, dalam artikel "Saksi Yehuwa bukan saksi Kristus", saya mencoba untuk memberikan argumentasi bahwa hanya 144,000 yang masuk Sorga menyalahi logika dan tidak konsisten dalam menginterpretasikan Alkitab.

      Kalau 144,000 diartikan sebagai kelompok orang yang naik ke Sorga saat Yesus datang kedua kali, maka pengertian ini tidak mempunyai dasar Alkitab yang kuat, karena mengartikan bahwa 144,000 secara literal sedangkan persyaratan yang lain, seperti laki-laki yang hidup selibat dan dari suku Israel diartikan secara simbolik. Di artikel Saksi Yehuwa bukan saksi Kristus (silakan klik), saya menuliskan:

      a) Kalau mereka ingin konsisten dengan pengertian harafiah 144,000 di ayat 3 (Why 14:3), maka seharusnya mereka juga mengartikan ayat empat secara harafiah. Karena ayat 4 mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak mencemarkan dirinya dengan perempuan-perempuan, karena mereka murni sama seperti perawan, maka 144,000 orang yang masuk Sorga adalah laki-laki yang hidup selibat. Namun yang terjadi adalah mereka mengatakan jumlahnya harus diartikan secara harafiah, namun siapa yang masuk Sorga dapat diartikan secara simbolik (tidak hanya laki-laki yang hidup selibat). Oleh karena itu, penafsiran ini menjadi tidak konsisten.

      b) Hal ini juga terjadi pada penafsiran berikut ini "Dan aku mendengar jumlah mereka yang dimeteraikan itu: seratus empat puluh empat ribu yang telah dimeteraikan dari semua suku keturunan Israel." (Why 7:4). Terlihat bahwa Saksi Yehuwa tidak konsisten dalam menafsirkan ayat ini, karena jumlah 144,000 diartikan secara harafiah, namun suku keturunan Israel diartikan secara simbolik, yakni tidak terbatas pada suku Israel saja – termasuk anggota Saksi-saksi Yehuwa dari bangsa Amerika.

      2) Tentang kelompok-kelompok di dalam Sorga: Menurut St. Thomas Aquinas, di dalam Sorga memang semuanya telah mempunyai kesempurnaan kasih, namun dalam derajat yang berbeda-beda. Perbedaan ini ditentukan dari apa yang kita lakukan (dan juga derajat tiga kebajikan ilahi: iman, pengharapan dan kasih) selama kita hidup di dunia ini. Oleh karena itu, kita tahu bahwa Maria dan para murid, dan santa-santo mempunyai bagian yang khusus dalam Kerajaan Sorga, karena secara nyata mereka telah menunjukkan kasih, iman dan pengharapan yang begitu tinggi selama mereka hidup di dunia ini. Kita tidak tahu secara persis bagaimana pembagian kelompok di Sorga, namun yang jelas semuanya, dari yang terkecil (lih. Mt 11:11; Lk 7:28) sampai yang terbesar (lih. Mk 10:40) memuji dan memuliakan Tuhan dan memperoleh kebahagiaan sejati. Kalau Sorga adalah Gereja yang mencapai kemuliaan, maka ibaratnya tubuh, setiap anggota – dari yang terkecil sampai yang terbesar – mempunyai bagian masing-masing dan bekerjasama secara harmonis berdasarkan kesempurnaan kasih. 

      3) Tentang kita yang masih hidup: Kita jangan sampai dibingungkan dengan ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan pengajaran dari Gereja Katolik. Kita semua mempunyai kesempatan yang sama dengan orang lain untuk dapat masuk ke dalam Kerajaaan Sorga. Bahkan kita yang telah menjadi umat Katolik mempunyai keuntungan karena kita dapat dikuatkan dan disegarkan oleh rahmat Tuhan melalui sakramen-sakramen (seperti Ekaristi dan Pengakuan Dosa), sehingga memungkinkan kita untuk dapat terus bekerjasama dengan rahmat Allah. Namun keuntungan ini juga menuntut tanggung jawab besar, yaitu untuk senantiasa menjadi saksi Kristus yang baik. Sebagai umat Katolik, kita telah menerima materai pada waktu kita menerima Sakramen Baptis, sehingga kita berkenan di hadapan Allah (karena kita menerima rahmat kekudusan / sanctifying grace), pengampunan dosa, karunia Roh Kudus sehingga kita menjadi anak-anak Allah, yang dapat memanggil Allah sebagai Abba, serta kita menerima tiga kebajikan Ilahi: iman, pengharapan dan kasih. Selama kita terus bekerja sama dengan rahmat Allah dan terus menerapkan hukum kasih, maka kita menaruh pengharapan yang besar akan keselamatan kita.

      Dengan demikian, mari kita berfokus untuk mempersiapkan kedatangan Kristus yang kedua dengan terus berjaga-jaga – yaitu dengan hidup kudus – , dan tidak usah terlalu kuatir dan bingung dengan begitu banyak pengajaran tentang akhir zaman yang tidak sesuai dengan pengajaran dari Gereja Katolik. Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – http://www.katolisitas.org

  18. Shallom….

    Sampai saat ini, saya masih sedikit bingung tentang argumen ini : keselamatan setelah kematian, karunia / anugrah dari Bapa, atau hasil usaha kita sendiri ? Mengapa saya berkata & bertanya demikian, karna menurut orang Kristen dan Kitab Suci, setelah pengadilan terakhir, yang terselamatkan dan tinggal di surga hanya 200.000 orang saja, artinya hanya orang orang pilihan saja yang dikaruniakan keselamatan kekal, dan kalau begitu bagaimana orang orang Katolik yang sungguh percaya Yesus dan hidup dalam Kristus ( maksud saya : berusaha hidup kudus selama masa hidup )…..jadi apa maksudnya pengertian tersebut di Alkitab ? Seolah olah usaha kita hidup dalam kasih dan kudus menjadi sia sia ? Mohon bimbingan, petunjuk dan penjelasan nya, terima kasih banyak sebelum dan sesudahnya.

    Salam kasih, damai, dan sukacita
    Lucia Yanti

  19. Tolong bantu saya menemukan kajian, ulasan tentang kematian dari sudut pandang alkitab. Adakan buku-buku literatur tentang hal ini? Di situs ini pun artikel atau bahasan-bahasan tentang kematian tidak saya jumpai. Mohon bisa dibantu. Terima kasih.

    [Dari Admin Katolisitas: Pertanyaan ini telah dijawab di atas, silakan klik]

    • [Dari Admin Katolisitas: Tulisan berikut ini adalah dari Machmud, kami gabungkan dengan tulisan berikutnya yang satu topik, dan kami edit karena terlalu panjang, dan karena ada beberapa bagian yang tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik]

      Salam damai sejahtera
      Dear Sdr.Markus Sargani
      ……..
      APA YANG TERJADI PADA WAKTU KEMATIAN
      Mazmur 116 : 15 = Berharga dimata Tuhan kematian semua orang yang dikasihi-Nya
      ………..
      Kita semua antri , tidak tahu siapa yang akan berangkat lebih dahulu, tidak tahu nomor antriannya. Sebab itu kita harus siap.

      Kemana sesudah mati ?
      Kalau seorang tidak tahu kapan mati juga tidak tahu ke mana sesudah mati, itu betul2 meresahkan, sebab perjalanan sesudah mati itu panjang sekali, kekal, di Sorga atau di Neraka.
      ………….
      Orang yang percaya Tuhan, selamat jiwanya….[namun] Memang keselamatan bisa hilang kalau seorang berbuat dosa dan tidak mau bertaubat kembali, ia undur dan keselamatannya lenyap. Sebab itu kita harus memelihara keselamatan kita lebih dari apa pun jua sebab nilainya tidak terhingga….
      Orang beriman masih bisa keliru jalan atau jatuh dalam dosa, tetapi kalau ia tetap mau selamat, tidak sulit, ia bertaubat sungguh2 dan membereskan dosanya, maka ia disucikan dan dipulihkan kembali, meskipun biasanya ada akibat2 dosanya.
      Sebab itu lebih baik jangan sampai berdosa, jangan harap dipulihkan tetapi tumbuh dalam kesucian.

      Siap menghadap Tuhan
      berarti harus beres dan yakin kalau se-waktu2 hari ini mati, tetap selamat.
      Kalau kita hidup dalam kesucian, hati kita tidak menyalahkan kita, kita tidak perlu ragu2, kita tetap di dalam keselamatanNya, siap se-waktu2 pulang kerumah Bapa Surgawi.

      Kapan Mati ?
      Ini ditentukan oleh Tuhan.
      Tuhan akan memetik putra2 Allah pada waktu yang tepat dan terbaik sebab Dia cinta pada kita dan pasti akan memberi kesempatan yang terbaik dan terpanjang, sebab hidup di dunia ini adalah kesempatan emas untuk tumbuh dalam tingkatan yang se-tinggi2nya dan mendapatkan pahala sebanyak mungkin. Sesudah mati tidak ada pertambahan tingkat atau pahala.
      Sebab itu mati di hadapan Allah itu seperti tidur (Yohanes 11 : 11)
      …….
      Kita tidak tahu kapan kita mati kecuali beberapa orang, tetapi pasti setiap hari kita lebih dekat satu hari pada kematian. Sebab itu selagi masih hidup, pakailah kesempatan ini baik2, malam akan datang dan tidak seorangpun bisa ber-buat apa2 (Yohanes 9 :4 = Kita harus mengerti pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang: akan datang malam, dimana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja).

      Mati itu berarti malam, tetapi kadang2 belum mati sudah tidak bisa berbuat apa2, hidupnya sia2 dan masuk neraka, celaka se-lama2nya dan tidak bisa berubah.

      Malaikat maut.
      Dalam Alkitab beberapa kali diceriterakan bahwa pada waktu kematian terjadi, malaikat maut yang melakukannya, misalnya dalam Ibrani 11 : 28. Anak2 sulung Mesir dibunuh, anak2 Israel tidak sebab mereka membuat paskah, terlindung oleh darah domba Paskah; malaikat2 ini rupanya tidak pandang bulu, melakukan perintah Allah. Kita sama sekali tidak perlu takut akan malaikat maut ini, sebab ia taat sepenuhnya pada perintah Allah.

      Mengapa perlu ada malaikat yang datang ?
      Rupa2nya ia harus mengumumkan siapa yang berhak atas orang ini (tentu atas perintah Allah) sebab pada waktu Musa mati, mayatnya juga jadi rebutan antara iblis dan Michael

      (Yud 1:9 = Tetapi penghulu malaikat, Michael, ketika dalam suatu perselisihan bertengkar dengan iblis mengenai mayat Musa, tidak berani menghakimi iblis itu dengan kata2 hujatan, tetapi berkata : “ Kiranya Tuhan menghardik engkau” ).

      Tetapi bagi orang beriman pasti tidak ada kesukaran sebab Tuhan Yesus menerima kita seperti yang dikatakan dalam 1 Tesalonika 4 : 14 = Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah ber-sama2 dengan Dia.
      ………
      Pada waktu mati.
      Pengkhotbah 12 : 7 = dan debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya, mengatakan bahwa rohnya lepas, jiwanya (nyawanya) melayang atau hilang dan tubuhnya mati, menjadi seperti benda mati.
      Meskipun sudah mati, Tuhan masih mempunyai rencana yang indah2 bagi tubuh ini.
      Yang paling indah dan penting yaitu akan terjadi penebusan tubuh pada sisa2 tubuh dari semua orang yang sudah ditebus oleh darah Yesus, dan tubuh ini akan menjadi seperti benih (biji) yang ditanam lalu keluar pohon baru dari biji ini.
      Begitu juga dengan tebus tubuh sisa2 tubuh yang tertanam ini akan bangkit menjadi suatu tubuh kemuliaan yang indah seperti yang terjadi pada tubuh Putra Manusia Yesus waktu bangkit dari kubur. Ini tubuh yang tidak bisa mati lagi, tidak berjenis kelamin, tidak bisa berdosa dst, sangat indah.
      …………
      Roh yang lepas dari tubuh kasar ini kembali kepada Allah.
      …………
      Orang yang hidup sia2 itu orang yang sangat bodoh.
      Kalau seorang banting tulang mencari uang (bahkan beberapa menjadi gila kerja), mereka merasa tidak sia2 sebab mendapat uang, padahal itu hanya sebentar lalu mati.
      Belum tentu dengan uang, orang menjadi bahagia. Tetapi kalau kita kerja buat Tuhan, tumbuh dalam iman dan melakukan semua kehendak Allah sehingga penuh dengan pahala, itu hidup yang paling beruntung.
      Jangan hidup sia2, apalagi hidup dalam dosa, itu menghabiskan segala tingkatan2 kemuliaan yang sudah didapat dan bisa2 menyeret orang itu masuk Neraka.
      Oleh karena itu hati2 dengan hidup ini, sebab ini menentukan seluruh kekekalan kita dalam Sorga atau Neraka.
      Saat mati lebih menentukan daripada saat permulaan. Sebab itu harus setia sampai mati. Permulaan yang baik itu modal yang sangat berharga, tetapi jangan berakhir dengan daging.
      ………….
      Jangan makin berani main2 dalam dosa, tetapi makin takut dan cinta akan Tuhan, makin meningkat, sebab ini akibatnya untuk kekal, tidak berubah.

      Orang yang mati itu mulai menikmati hasil keselamatannya yaitu :
      1. Melihat Tuhan muka dengan muka, suatu pengalaman yang sangat indah untuk selamanya, suatu kebahagiaan yang tidak terhingga.
      2. Melihat Sorga. Sekarang kita hanya bisa membayangkan saja, tetapi orang yang mati dalam Kristus mulai menikmati Sorga.
      Sungguh orang tebusan Tuhan yang mati sangat untung, setelah selesai melaksanakan rencana Allah yang dibebankan atas kita.
      3. Perhentian yang kekal.
      Tidak ada lagi pergumulan, tidak ada kejatuhan atau kemungkinan berdosa, sebab setiap pergumulan itu berat, lebih2 kalau jatuh itu sangat pahit dan getir.
      Di dunia kita tidak bisa lepas dari pergumulan, kadang2 ada duri yang tajam terus menerus mengikuti sepanjang umur hidup kita, sangat sakit, menekan dan menyiksa, memang salib itu sakit, tetapi disini semua penderitaan dan pergumulan berhenti, ada perhentian yang kekal.
      Sesudah mati mulailah hidup bebas, sukacita tanpa dikurangi apapun, bebas dan gembira yang sesungguhnya. Salib diganti mahkota, lebih banyak salib, lebih banyak mahkota dan pahala. Sekarang bagi kita salib itu sama dengan sakit dan derita. Biarpun orang rohani, kalau pikul salib tetap sakit. Mematikan daging menyangkal diri itu tetap sakit.
      Tetapi pada waktu ini lebih banyak salib lebih indah.
      Pada waktu ini semua akan mengerti mengapa Tuhan se-olah2 kejam, sampai hati menyiksa YUSUF begitu dahsyat, PETRUS yang sudah tua dianiaya sampai mati, STEFANUS dirajam tidak ada yang menolong, Tuhan se-olah2 tak berdaya, tetapi jelas sekali sekarang harga dari salib itu. Sekarang jelas sekali indahnya salib itu, seberapa banyak salib, sebegitu banyak kemuliaan kita dapatkan dari Tuhan. Sebab itu orang2 yang mengerti dan sudah tahu lebih dahulu itu suka akan salib, biarpun sakit.
      Sama seperti pekerjaan yang menghasilkan banyak uang, disukai orang sekalipun mungkin berat. Apalagi kemuliaan ilahi yang kekal. Sebab itu jangan alergi terhadap salib, jangan enggan apalagi menolak, itu sama dengan menolak rejeki abadi.
      4. Bertemu semua orang yang mati lebih dahulu. Orang yang mati lebih dahulu itu termasuk kloter yang terdahulu.
      Semua sudah sampai di Sorga, disini bertemu kembali. Sebab itu kekasih2 kita yang telah mendahului kita, akan kita temui kembali, luar biasa indah dan senangnya.
      Betapa senang pertemuan2 para kekasih di Sorga dan tidak lagi ada salah paham, pertengkaran,marah, dll. Yang ada hanya pertemuan dalam kasih, sukacita, syukur dan bergembira bersama2. Sekarang orang2 mati itu betul2 bisa menyanyi dengan senang dan gembira buat se-lama2nya. Mati dalam Tuhan berarti kembali ke rumah tempat yang senang, bukan rumah tangisan. Sebab itu orang beriman kalau mati tidak perlu terlalu berduka cita tetapi tetap bersuka cita paling sedikit penuh dengan syukur.
      Masih bisa menangis ? Masih, sebab kesedihannya lain, tetapi untuk diri sendiri sudah aman 100%, sudah terjamin tidak mungkin salah masuk ke tempat jahanam (Neraka) , karena Tuhan sudah menyediakan buat kita hamba2Nya tempat kediaman yang indah di dalam Sorga.
      Kalau kita sekarang menanggung beban orang lain, kita sendiri masih harus hati2, harus pikul salib, harus menyangkal diri, harus ber-jaga2, sebab kalau lalai bisa tergelincir dan jatuh dalam dosa dan itu susah dan pahit yang sangat getir, sebab susahnya dosa itu erat hubungannya dengan Neraka! Tetapi disini susah yang datang pada kita itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan Neraka, 100 % sudah putus hubungan dengan Neraka.
      Sekalipun susah melihat orang2 beriman yang masih hidup dalam dunia yang jatuh bangun, tetapi kita bebas dari Neraka untuk selamanya. Sebab itu susah disini bisa ditanggung, tidak menekan berat, tidak menyeret ke dalam Neraka.
      ………
      Jangan lupa, kita juga akan bertemu dengan para Nabi2 Tuhan yang sudah berada disana seperti : MUSA, IBRAHIM, DANIEL YUSUF dll di dalam suatu persekutuan yang begitu manis. Bukan saja dengan para kekasih,tetapi juga dengan orang2 ini semua, sangat indah, manis dan saling cinta sehingga di Sorga semua kerasan (betah) tidak ada yang mau keluar dari sana dan memang tidak bisa keluar lagi. Bukankah ini negeri yang senang dan negeri yang tidak berzaman.

      Betapa senang, indah, bahagia, mulia dan ajaib matinya orang2 suci, kekasih2 Allah. Sungguh tidak tampak dari luar, tetapi kalau mata kita celik, kita bisa melihat begitu banyak sukacita dan bahagia yang asli ada dibalik kematian. Sebab itu orang2 yang sudah ditebus, bebas dari dosa, tidak lagi takut menghadapi kematian. (lih. 1 Kor 15 : 54)
      ………..
      Orang yang masih takut itu sebab tidak yakin akan keselamatannya dan tidak mengerti.
      Kalau mengerti, sangat indah, tetapi jangan lekas2 minta mati, sebab hanya di dunia ini kita mempunyai kesempatan besar untuk menentukan kekekalan tsb didalam Sorga atau didalam Neraka..
      Sebaliknya kalau orang mati di luar Tuhan, itu yang benar2 celaka, sedikitpun tidak ada sukacitanya ……… Sungguh betul2 celaka, sama sekali tidak ada untungnya, jangan tertipu oleh iblis, semua yang manis itu hanya umpan untuk menjerat dan menarik ke Neraka menjadi milik iblis dan setan2 untuk dianiaya sampai kekal.

      Kesimpulan :
      Betapa indah dan bahagia serta ajaib orang beriman yang mati di dalam Tuhan.
      Semua yang dilakukan di dunia mengikut menyertainya dalam kekekalan.
      Pakai kesempatan di dunia, nikmati kemuliaan kekal di Sorga,jangan tertipu iblis dengan umpan2 manisnya, tetap setia dan hidup suci sampai pada saat yang terakhir hidup didunia, Sorga sudah menantikan saudara dan saya untuk tinggal disana buat se-lama2nya AMIEN.

      Note : Kalau boleh tahu , apakah sdr Markus Sargani mengalami hal2 yang menakutkan sehingga perlu untuk mengetahui tentang kematian.
      Jika tulisan saya ini dirasa masih belum cukup membantu, saya akan berusaha untuk menuliskannya lagi dalam satu atau dua hari mendatang.

      Salam, M A C : 12.November.2009

      Salam damai sejahtera

      Dear Markus Sargani,

      Sesuai dengan janji saya, berikut ini saya tuliskan lagi tentang kematian semoga bermanfaat

      APA YANG DIBAWA , APA YANG DITINGGALKAN

      Tanggal 09.Oktober.2009 yang lalu seorang teman sekantor dimana saya bekerja telah dipanggil pulang, dalam usianya yang masih muda 38 tahun dengan badan yang sehat dia harus meninggalkan segala yang dimiliki, yang dicintai dan keluarganya untuk pergi guna mempertanggung jawabkan semua perbuatannya pada Tuhan yang sudah memberikan kehidupan bagi kita semua. Bagi keluarga yang ditinggalkan ini merupakan suatu kesedihan yang datang begitu mendadak, tidak pernah dibayangkan dan juga tak pernah di sangka2. Bercermin dari kejadian ini saya ingin mengajak semua saudara untuk merenungkan tentang kehidupan ini, agar supaya apabila giliran kita tiba kita sudah ber-jaga2 untuk menghadapinya.

      APA UNTUNGNYA BEKERJA DI DUNIA ?
      Semua orang tahu bahwa malas itu jelek dan merugikan. Semua sadar bahwa kita harus bekerja dengan rajin, apakah yang kita miliki, apakah yang kita peroleh dari semua hasil kerja kita? Raja Sulaiman melakukan banyak hal, bahkan membangun bait Allah, istananya, negerinya dan banyak hal2 yang lainnya.
      Ia dapat dikatakan seorang yang sukses, tetapi pada akhirnya ia bingung, apakah yang diperolehnya dari semua ini ? Apakah ada keuntungan yang utuh ?

      Kita juga perlu menanyakan hal ini supaya jangan kita bekerja keras, tetapi akhirnya sia2, tidak ada keuntungan apa2, istimewa waktu mati !
      Masihkah ada keuntungannya ? Atau hanya habis dimakan sewaktu kita masih hidup.
      Ada yang merasa puas sebab hasilnya cukup dimakan selama hidup, meskipun sesudah mati tidak ada kelebihannya atau sisanya. Betulkah ini ? Kalau sesudah mati hasilnya nol, bukankah itu hidup dengan sia2 ?
      Kita harus mempunyai dua hasil sesudah mati yaitu :
      • Hasil yang ditinggalkan pada anak cucu atau orang2 yang kita cintai
      • Hasil yang bisa dibawa dalam kekekalan yang bisa kita nikmati selamanya.

      HASIL YANG DITINGGALKAN SESUDAH MATI
      Ada ber-macam2 variasinya.

      1. Harta yang dihabiskan sendiri.
      Ada orang yang mengumpulkan banyak harta, tetapi sesudah tua ia sakit2an dan semua harta yang dikumpulkannya habis untuk berobat sehingga waktu mati hampir2 tidak ada sisanya, malahan ada yang sakit keras dan lama, harta anak2nya juga banyak dihabiskan untuk pengobatan penyakitnya. Secara medis, kalau dokter sudah berkata tidak ada harapan, kalau tidak punya kelebihan harta yang bisa dihambur2kan, jangan mengejar kesembuhan yang mustahil (menurut ilmiah) dengan segala macam obat dan alat2 canggih yng identik dengan mahal!
      Orang beriman, lebih baik berdoa, ber-tanya2 pada Tuhan dan kalau yakin masih ada umurnya, berdoalah sungguh2 supaya Tuhan sembuhkan. Kalau tidak ada sisa umurnya, persiapkanlah baik2 supaya kalau Tuhan panggil, ia berlabuh di Sorga.

      2. Harta dan lain-lainnya.
      Ada orang mati meninggalkan banyak harta untuk anak cucunya. Harta peninggalan ini seperti pisau, bisa menguntungkan, bisa mematikan.Ada orang lebih senang ditinggali kepintaran dan sifat kepribadian yang baik, sebab dengan demikian bisa menghasilkan nafkah dll.dengan baik. Warisan besar tanpa nilai2 rohani bisa cepat habis dan membuatnya tenggelam dalam dosa, dan kalau diteruskan tujuannya hanya satu yaitu Neraka.
      Sebab itu orang2 beriman harus sadar bahwa meninggalkan anak2 (jasmani,rohani) dengan Kristus didalamnya itu lebih menguntungkan dari hanya sekedar harta yang bisa baik bisa juga jelek. Ini amat indah dan ini yang harus diusahakan oleh orang2 beriman, supaya waktu ia mati, ia sendiri indah dihadapan Tuhan dan semua anak2 yang ditinggalkan, berada dalam keadaan rohani yang se-tinggi2nya. Inilah hidup yang tidak sia2, tetapi berhasil dihadapan Tuhan.

      Jangan hanya memikirkan meninggalkan warisan harta benda, tetapi warisan iman yang mulia dan kekal, bahkan se-banyak2nya. Ada ceritera tentang seorang petani yang menanam tiga biji jagung dalam setiap lubang, satu untuk dimakan cacing tanah, satu mungkin rusak, maka masih ada satu biji untuk tumbuh sehingga tidak gagal.
      Sebab itu berikan hal2 rohani sebanyak mungkin untuk ditinggalkan sehingga menjadi berkat yang besar bagi semua orang.

      HASIL YANG BISA DIBAWA DALAM KEKEKALAN.
      …………
      Kita harus selalu siap menghadap Tuhan sebab kita tidak tahu kapan saatnya.
      Kalau kita sudah siap, baru kita bisa membawa apa2 sampai kekal. Kalau masuk Sorga saja tidak bisa, maka semua yang lain sia2 ! Kita harus selalu siap menghadap Tuhan dan kemudian berbuat se-banyak2nya, se-baik2nya untuk Tuhan, karena itu tidak sia2.
      Cara yang paling baik dan efisien adalah dengan terus menerus berjalan dalam Roh, ini termasuk siap menghadap Tuhan dan melakukan kehendak Allah dalam pimpinan Roh, sesuai dengan rencana Allah yang terindah sehingga kita bisa menghasilkan yang maksimal selama (sisa) hidup kita, itu adalah kemuliaan yang tertinggi yang akan terus mengikut kita dan bisa dinikmati sampai kekal. Orang yang berjalan dalam Roh itu hidup dalam kesucian, bertekun dalam doa, Firman Tuhan, pelayanan dan selalu mendengar dan taat akan suara Tuhan.
      Belajar hidup seperti ini, itu sangat indah. Kalau kita hanya aktif dan sibuk cara sendiri, bisa ditipu Iblis, sehingga tampaknya banyak pelayanan dan berbuat yang baik, tetapi ternyata mati rohani dan tidak sampai di Sorga, tetapi masuk ke Neraka, sangat celaka.
      Kita harus hidup dan terus dipimpin Roh sampai bertemu Tuhan, cara ini yang paling tepat.
      Cara2 yang lain sangat berbahaya, dikira selamat, tahu2 ditolak. Sebab itu belajar terus dipimpin Roh, tumbuh dalam pengertian yang betul dan terus menerus berdoa dalam Roh dan Kebenaran, melakukan kehendak Allah maka kita akan mulia di dalam Sorga.
      Dengan cara hidup seperti ini kita tidak bekerja dengan sia2, tetapi membawa hasil yang kekal dan menjadi berkat bagi semua yang kita tinggalkan.

      Apakah saudara sudah siap jika mati hari ini? Dan apakah yang akan kita tinggalkan bagi anak cucu kita? Serta apa yang akan kita bawa masuk ke dalam kekekalan ?

      Kiranya sedikit renungan ini bisa bermanfaat bagi kita semua yang saat ini sedang menunggu giliran untuk dipanggil menghadap di hadiratNya.

      M A C : 16.November.2009

      • Shallom,

        Jika kita ingin mengalami bagaimana perasaan seseorang ketika menghadapi kematiannya, kita bisa menciptakan suatu keadaan yang menyerupai saat-saat menjelang kematian. Caranya adalah dengan berenang dalam kegelapan malam pada sebuah kolam renang yang besar (tentunya dengan syarat kita harus pandai berenang). Jika kita percaya pada apa yang kita miliki (kepandaian berenang) dan bisa menyerahkan diri sepenuhnya pada air (di malam hari, air terasa lebih hangat karena menyerap panas siang), maka kita akan dapat terapung tanpa menggerakan badan kita. Kita dapat menikmati kenyamanan ini karena kita bisa berdoa, bermeditasi atau berkontemplasi dalam situasi yang tenang, damai kendati gelap pekat tanpa cahaya setitik pun… Saya merasakan seperti janin yang berenang dalam air ketuban di dalam rahim Ibu yang penuh kasih kepada janinnya. Tidak bisa melihat, mendengar, atau bersuara tetapi bisa merasakan kedamaian…

        Akan tetapi, saya kemudian membayangkan jika saya tidak yakin akan apa yang saya miliki (kepandaian berenang) dan merasa takut akan kegelapan, barangkali saya merasa gelisah dan khawatir. Kenyamanan itu tidak dapat saya rasakan dan saya tidak bisa berdoa, bermeditasi atau berkontemplasi tetapi merasa gelisah dan khawatir kalau-kalau terbenam ke dalam kegelapan abadi. Saya akan cepat-cepat berupaya untuk keluar dari dalam air…

        Saat-saat menjelang kematian, menurut hemat saya, mirip dengan keadaan di atas. Mereka yang beriman (memiliki keyakinan bahwa Yesus telah menebus dosanya dan akan menyelamatkan dirinya), mereka yang hatinya penuh dengan kasih (tidak ada kebencian, dendam dan semua perasaan negatif) dan mereka yang memiliki pengharapan bahwa mereka akan kembali kepada Sang Pencipta yang penuh dengan kasih, akan menghadapi saat-saat kematian dengan penuh ketabahan. Bahkan saya pernah menyaksikan seorang pimpinan biara penderita kanker payudara tahap-lanjut yang dengan penuh kegembiraan mengatakan bahwa Yesus sudah datang menjemputnya dan bahkan dia berpamitan dengan kami yang hadir di sampingnya ketika kematian akan menjemputnya…

        Kegelapan memang mengerikan. Penderitaan Yesus sendiri yang paling besar mungkin bukan pada saat diriNya disiksa atau disalibkan tetapi ketika Dia berada sendirian di kayu salib dan menghadapi kegelapan menjelang kematian-Nya. Karena rasa tersiksa yang begitu luar biasa, Yesus berseru, “Bapa … mengapa Engkau meninggalkan Aku…” Dengan penebusan Yesus, saya yakin bahwa Dia akan menemani diri kita pada saat kita berada dalam kegelapan menjelang kematian.

        andryhart

Comments are closed.