[Hari Minggu Prapaska IV: 1Sam 16:1,6-13; Mzm 23:1-6; Ef 5:8-14; Yoh 9:1-41 ]
Tayangan Kick Andy di Youtube itu benar-benar menyentuh hatiku. Kisahnya adalah tentang seorang yang bernama Taufik Effendi. Ia lahir normal, namun di usia 6 tahun mengalami kecelakaan. Akibatnya, berangsur-angsur ia kehilangan penglihatan-nya. Hingga akhirnya di usia 15 tahun ia menjadi seorang difabel, tuna netra. Walau awalnya sempat terpukul, akhirnya Taufik bangkit dan memutuskan untuk berjuang keras kembali ke bangku sekolah dan kuliah. Perjuangannya yang luar biasa itu membuahkan hasil: ia hampir selalu mencapai prestasi yang terbaik. Meski tak dapat melihat, Taufik berhasil memenangkan 8 beasiswa di luar negeri. Kini ia sukses bekerja sebagai seorang guru bahasa Inggris, konsultan dan motivator. Kisah ini menunjukkan bahwa kebutaan fisik bukanlah halangan bagi seseorang untuk meraih cita-cita, asalkan ditopang oleh kemauan yang keras, perjuangan dan dukungan dari keluarga, sahabat dan orang-orang di sekitarnya. Kisah tersebut juga menggugah kita semua yang secara fisik tidak buta. Yaitu, untuk tidak cepat lelah berjuang dalam hidup ini dan untuk secara khusus mensyukuri bahwa kita dapat melihat dengan mata kita. Sebab di tengah kesibukan dan keseharian kita, bisa jadi, kita tidak ingat untuk secara khusus berterima kasih kepada Tuhan tentang hal ini. Dan juga mungkin kita lupa untuk mendoakan saudara-saudari kita yang difabel dan memberikan perhatian khusus kepada mereka.
Demikianlah, kisah Taufik menghantar kita untuk menangkap makna yang lebih dalam yang dapat kita peroleh dari Bacaan Injil hari ini. Kisahnya adalah tentang seorang yang buta sejak lahir. Tiga puluh delapan tahun sudah ia tak dapat melihat. Gelap. Ketika Yesus melewatinya, hati Yesus tergerak oleh belas kasihan kepadanya. Yesus bahkan tidak menunggu orang itu untuk berseru kepada-Nya. Yesus lah yang membuat langkah pertama untuk menyembuhkan orang itu. Setelah mengatakan kepada para murid-Nya bahwa Ia adalah Terang dunia, Yesus meludah ke tanah, mengaduknya dan mengoleskannya pada mata orang buta itu tadi. Kemudian Ia menyuruh orang itu untuk membasuh diri di kolam Siloam, yang artinya “Yang diutus.” Dan orang buta itu pun dapat melihat. Mukjizat yang luar biasa ini dilakukan Yesus untuk meneguhkan ajaran-Nya bahwa Ia adalah Terang dunia yang menghalau kegelapan. Mukjizat itu juga menunjukkan kuasa ilahi-Nya, sebagaimana dikatakan oleh orang yang tadinya buta itu, “Dari dahulu sampai sekarang tidak pernah terdengar, bahwa ada orang yang memelekkan mata orang yang lahir buta. Jikalau orang itu [Yesus] tidak datang dari Allah, Ia tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 5:32). Orang tersebut mengalami kuasa penyembuhan Yesus dan ini membuatnya percaya bahwa Yesus adalah Seorang yang istimewa. “Ia seorang nabi!” katanya (Yoh 5:17) Dan setelah perjumpaannya kembali dengan Tuhan Yesus, orang itu mengakui Yesus sebagai Anak Manusia dan Tuhannya (lih. Yoh 5:35-38).
Kita perlu bertanya kepada diri sendiri, apakah kita ini juga sebenarnya “buta”? Sebab jangan sampai kita memang tidak buta secara fisik, tetapi buta secara rohani. Kalau kita masih belum dapat meninggalkan dosa-dosa kita, sebenarnya kita pun “buta”, karena jiwa kita masih berada dalam kegelapan, atau bahkan “mati” menurut Rasul Paulus. Jika demikian, Rasul Paulus mengingatkan, “Bangunlah, hai kamu… dan bangkitlah dari antara orang mati, maka Kristus akan bercahaya atas kamu” (Ef 5:14). Kita tak perlu berpikir jauh-jauh tentang dosa atau kejahatan apa yang dapat membuat kita buta secara rohani. Sebab, kalau kita menganggap segala yang baik yang ada pada kita sebagai hasil jerih payah kita sendiri, kita pun sebenarnya sudah “buta”. Atau, kalau dalam melakukan segala sesuatu kita hanya mengindahkan kehendak diri sendiri seolah memakai kacamata kuda, kita pun “buta”. Atau kalau kita “take everything for granted”, menganggap berkat Tuhan itu “sudah layak dan sewajarnya” sehingga kita lupa bersyukur, kita pun “buta”; karena tak dapat melihat besarnya pertolongan dan penyertaan Tuhan dalam hidup kita. Kita cenderung menganggap sepele, keadaan baik yang kita alami. Sebab bukankah umumnya kita lebih menghargai kesehatan, setelah kita jatuh sakit? Atau lebih merasakan pentingnya kehadiran orang yang kita kasihi, setelah ia sudah tidak lagi bisa bersama dengan kita? Sungguh, Bacaan Injil hari ini mengingatkan kita untuk menjadi orang-orang yang melek akan berkat-berkat yang Tuhan berikan kepada kita. Dan bersyukur kepada Tuhan karenanya. Jangan tunggu sampai perkawinan dan keluarga kita berantakan baru kita menyadari pentingnya kebersamaan dengan pasangan hidup kita dan keluarga kita. Mari sekarang ini, kita tunjukkan kasih dan perhatian kita kepada suami atau istri kita, orangtua, anak-anak, saudara saudari, kerabat, para sahabat dan orang-orang di sekitar kita. Mari bersyukur kepada Tuhan untuk mereka semua yang telah hadir dalam perjalanan hidup kita. Mari kita biarkan Tuhan Yesus—yang mengambil langkah pertama untuk menyembuhkan orang buta itu—pun kini menyembuhkan kita dari kebutaan rohani kita. Supaya jika kita bertobat dan mata rohani kita dicelikkan, kita dapat menjadi orang-orang yang senantiasa bersyukur dan bersukacita.
Di Minggu Laetare, yaitu pertengahan masa Prapaska ini, kita bersukacita karena rahmat pertobatan dan rahmat pengampunan Allah yang mengalir melalui Misteri Paska-Nya, yang sebentar lagi akan kita rayakan. Layaklah kita tak putus bersyukur untuk kasih dan pengurbanan Kristus, demi menebus dosa-dosa kita. Pantaslah kita memuji Tuhan atas segala rahmat dan kebaikan-Nya kepada kita: karunia iman, keluarga, pekerjaan dan segala pertolongan-Nya yang telah kita terima. Tuhan Yesus yang adalah Gembala kita, senantiasa memelihara kita dan tak akan membuat kita berkekurangan. Ia tetap adalah Tuhan yang sama, yang dapat menyembuhkan kita dari segala dosa, penyakit dan “kebutaan” kita. Sebelum menerima Tuhan Yesus dalam Komuni Kudus, mari kita mendaraskan doa yang diajarkan oleh St. Thomas Aquinas:
“Tuhan yang Mahabesar dan kekal,
aku menghadap sakramen Putera Tunggal-Mu,
Tuhan kami Yesus Kristus.
Aku datang sebagai orang yang sakit
kepada Sang Tabib Kehidupan,
sebagai orang yang berdosa ke hadapan mata air belas kasih,
sebagai orang buta ke hadapan Terang yang kekal,
sebagai orang miskin dan papa kepada Tuhan langit dan bumi.
Karena itu, aku memohon kelimpahan rahmat-Mu yang tak terbatas
agar Engkau berkenan memulihkan penyakitku,
mencuci noda dosaku,
menerangi kebutaanku,
memperkaya kemiskinanku,
sehingga aku dapat menerima Roti para malaikat,
Raja dari segala raja,
dengan segala penghormatan dan kerendahan hati,
dengan kasih yang besar,
dengan kemurnian dan iman,
dengan tujuan dan maksud
yang dapat berguna bagi keselamatan jiwaku.
Berikankah kepadaku, kumohon,
rahmat untuk menerima
tidak saja sakramen Tubuh dan Darah Tuhan kami,
tetapi juga rahmat dan kuasa dari sakramen ini.
O, Tuhan yang Maha Pemurah,
dengan menerima Tubuh Putera-Mu yang Tunggal,
Tuhan kami Yesus Kristus yang dilahirkan oleh Perawan Maria,
karuniakanlah kepadaku rahmat
untuk boleh digabungkan dengan Tubuh Mistik-Nya
dan terhitung sebagai anggota- anggota Tubuh-Nya.
O Tuhan yang Maha Pengasih,
berikanlah kepadaku rahmat
untuk memandang wajah sesungguhnya
dari Putera-Mu terkasih selamanya di Surga,
yang kini akan kuterima dalam rupa yang terselubung.
Amin.”