Umumnya orang yang tidak percaya pada Tuhan berargumen, “Jika memang ada Tuhan yang Maha Baik, Maha Tahu, Maha Kuasa, maka tidak mungkin ada kejahatan dan penderitaan di dunia ini.”
Pertama-tama, sebelum membahas lebih lanjut, kita perlu berhenti sejenak, sebab jika kejahatan dan penderitaan dianggap sebagai bukti bahwa Tuhan tidak ada, bagaimana jika kita melihat sebaliknya, bahwa di samping segala kejahatan, kita juga melihat banyak kebaikan, keindahan alam, keteraturan alam (pergantian musim pada waktunya, gravitasi yang konsisten, pergantian siang dan malam, ketersediaan O2, keteraturan, keindahan dan proporsi tubuh manusia, dst); bukankah ini malah membuktikan adanya ‘Tuhan’ yang mengatur segala sesuatunya ini? Sebab hal keteraturan dan keindahan alam itu sudah ada tanpa campur tangan manusia.

Memang, problem kejahatan dan penderitaan bukan hal yang mudah. Namun, kita tidak dapat dengan gegabah mengatakan bahwa dengan adanya kejahatan dan penderitaan maka artinya Tuhan tidak ada. Sebab:
1. Kesimpulan tersebut diambil tidak atas fakta yang menyeluruh, karena terdapat fakta yang jauh lebih besar dari alam di sekitar kita sendiri yang menyatakan keberadaan Tuhan sebagai Pencipta. Maka adanya penderitaan dan kejahatan tidak dapat dijadikan alasan yang meyakinkan untuk membuktikan bahwa Tuhan tidak ada.
2. Kenyataan bahwa ada orang yang tadinya tidak percaya kepada Tuhan namun bertobat menjadi percaya, membuktikan adanya kehendak bebas dalam diri manusia, sebab dalam prosesnya, tidak ada yang memaksa. Bayangkan juga bahwa kehendak bebas dapat pula digunakan untuk perbuatan yang jahat, dan inilah sesungguhnya yang mengakibatkan adanya kejahatan dan penderitaan di dunia.
3. Tidak semua penderitaan mengakibatkan hal yang buruk. Ada pula penderitaan yang bahkan menghasilkan karakter positif tertentu pada orang yang menderitanya, yang dapat menjadikannya hidup lebih baik dan bijaksana.
4. Melalui Kitab Suci umat beriman, kita mempunyai penjelasan, mengapa sampai terjadi penderitaan dan kejahatan di dunia ini. Hal ini akan menjadi semakin jelas nanti pada hari Penghakiman Terakhir.
5. Baik orang yang tidak percaya kepada Tuhan maupun orang beriman, keduanya menghadapi masalah penderitaan dan kejahatan di dunia ini. Bedanya adalah, orang yang tidak percaya kepada Tuhan, tidak mempunyai penjelasan dan tidak mempunyai pengharapan dalam menghadapi problem ini. Sedangkan orang beriman mempunyai jawabannya yang kita temukan di dalam Yesus Kristus.

Beberapa butir pengajaran Gereja Katolik mengenai hal ini:
1.Dari Kitab Suci:

Penderitaan merupakan akibat dari kejatuhan manusia pertama (Adam dan Hawa) ke dalam dosa. Setelah mereka berdosa, Allah berfirman kepada Hawa, “Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak dan dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu…” (Kej 3: 16); dan kepada Adam, “…Dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu…seumur hidupmu…” (Kej 3:18).

Penderitaan dan pencobaan tak terpisahkan dari kehidupan manusia, dan Tuhan menjanjikan  bahwa mereka yang bertahan dan tahan uji, akan menerima penghargaan di kehidupan yang akan datang. “Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia” (Yak 1:12).

Penderitaan dan kesengsaraan adalah jalan yang menghantar kita pada pengharapan dan dicurahkannya kasih Allah ke dalam hati kita. “Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Rom 5:3-5).

Penderitaan seharusnya menghantar kita lebih dekat kepada Kristus, karena dengan mengambil bagian dalam penderitaan Kristus, maka kitapun akan mengambil bagian dalam kebangkitan-Nya. “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (Mat 16:24). “Janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu. Sebaliknya bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya” (1Ptr 4: 12-13). Maka kita sebagai orang yang percaya, adalah “orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.” (Rom 8: 17).

2. Dari Katekismus Gereja Katolik:

KGK 54Allah, yang menciptakan segala sesuatu melalui Sabda-Nya (lih. Yoh 1:3) serta melestarikannya dalam makhluk-makhluk, senantiasa memberikan kesaksian tentang diri-Nya kepada manusia (lih. Rm 1:19-20).
Di sini kita melihat bahwa segala sesuatu yang tak nampak dari Allah, yaitu kekuatan-Nya, keindahan-Nya, dst., dapat kita tangkap oleh pikiran kita melalui karya ciptaan Allah, sehingga manusia sesungguhnya tidak dapat berdalih (lihat Rm 1:20). Dengan menggunakan prinsip logika, bahwa “Sebab selalu lebih besar/sempurna dari akibat, dan seseorang tidak dapat memberi sesuatu yang dia tidak punya” maka kita mengetahui bahwa ada ‘Sesuatu’ atau tepatnya ‘Seseorang’ yang menjadi Sebab dari segala sesuatu, yang sifatnya lebih kuat daripada segala kekuatan alam, lebih pandai dan mengagumkan daripada manusia, dst; dan itulah yang kita sebut Tuhan. Karena tidak mungkin manusia diciptakan atau berasal dari sesuatu yang lebih rendah dari manusia, seperti pada teori evolusi Darwin. Lebih lanjut tentang jawaban kami tentang Teori Evolusi, silakan baca di sini (silakan klik).

KGK 412 Tetapi mengapa Allah tidak menghalangi manusia pertama berdosa? Santo Leo Agung menjawab: “Lebih bernilailah apa yang kita terima melalui rahmat Tuhan yang tidak terlukiskan, daripada kehilangan yang kita alami karena iri hati setan” (serm. 73, 4). Dan Santo Thomas Aquinas: “Juga sesudah dosa masih terdapat kemungkinan pengangkatan kodrat. Allah hanya membiarkan yang jahat itu terjadi, untuk menghasilkan darinya sesuatu yang lebih baik: ‘Di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah’ (Rm 5:20). Karena itu waktu pemberkatan lilin Paskah dinyanyikan: ‘O kesalahan [Adam] yang membahagiakan… yang mendatangkan bagi kita seorang Penebus yang sekian besar”’ (Summa Theologiae III,1,3 ad 3).
Jadi di sini penderitaan diizinkan Tuhan terjadi di dunia ini untuk mendatangkan kebaikan yang lebih besar. Kejatuhan manusia pertama (Adam) dalam dosa membuka jalan untuk kedatangan Adam yang baru yaitu Kristus.

3. Dari Pengajaran Bapa Paus

Salvifici Doloris (Surat Apostolik Bapa Paus Yohanes Paulus II, tentang Arti Penderitaan Manusia menurut pandangan Kristiani), 7, “Manusia menderita karena adanya kejahatan/ keburukan, yang artinya kekurangan atau keterbatasan atau distorsi dari suatu kebaikan … Manusia menderita karena ia tidak mengalami sesuatu hal yang baik, sehingga dalam hal ini ia sepertinya tersingkirkan…. Ia menderita ketika ia seharusnya mengalami sesuatu yang baik menurut keadaan normal, tetapi kenyataannya ia tidak mengalami atau mengambil bagian dalam keadaan yang baik tersebut.  Jadi menurut pandangan Kristiani, kenyataan penderitaan dapat dijelaskan melalui keadaan keburukan, yang selalu, berkaitan dengan keadaan kebaikan.”
Jadi definisi kejahatan (evil)  adalah ‘privation of good‘, sehingga adanya ‘evil‘/ keburukan selalu ada kaitannya dengan ‘good‘/ kebaikan. Sesuatu disebut ‘jahat’/ buruk karena hal itu tidak ‘baik’.

Salvifici Doloris 12, “Maka di dalam penderitaan yang diizinkan Allah terjadi pada Umat Pilihan, di situ terkandung undangan tentang belas kasihan Tuhan, yang memimpin kepada pertobatan…’ hukuman-hukuman ini direncanakan untuk mengantar pada pertobatan. Penderitaan harus mendukung pertobatan, yaitu untuk membangun kembali kebaikan yang ada di dalam orang tersebut, yang dapat mengenali belas kasihan ilahi yang memimpin kepada penyesalan.”
Hal ini begitu nyata dalam kehidupan kita karena seringkali manusia bertobat setelah mengalami penderitaan, sakit penyakit, pengalaman yang kurang baik, dst.
Salvifici Doloris 13, “Kasih adalah adalah sumber yang terkaya tentang arti penderitaan, yang memang tetap merupakan suatu misteri… Kristus menyebabkan kita memasuki misteri ini untuk menemukan alasan mengapa kita menderita… saat kita menangkap keagungan kasih ilahi…. Kasih adalah sumber yang terlengkap akan jawaban arti penderitaan. Jawaban ini telah diberikan oleh Tuhan yang menjelma menjadi manusia Yesus Kristus, yang disalibkan [demi kasih-Nya pada kita].”
Dengan mengalami penderitaan kita mempertanyakan arti hidup ini, dan kita hanya dapat menemukan artinya di dalam Kristus yang telah terlebih dahulu menderita, demi membebaskan kita dari kuasa dosa, agar kita dapat diselamatkan.
Salvifici Doloris 15, “Penderitaan tak dapat diceraikan dengan dosa asal… [Namun] dengan karya keselamatan-Nya, [Yesus] Putera Allah membebaskan manusia dari dosa dan kematian…. Sebagai hasil karya keselamatan Kristus, manusia yang hidup di dunia memiliki pengharapan akan hidup kekal dan kekudusan… Kemenangan Kristus [atas dosa dan maut] memberikan terang keselamatan kepada setiap penderitaan.”
Salvifici Doloris 18, “Kristus memberi jawaban terhadap pertanyaan tentang arti penderitaan tidak hanya dengan pengajaranNya, yaitu Injil, tetapi pertama-tama dengan penderitaan-Nya sendiri… Penderitaan manusia mencapai puncaknya pada penderitaan Yesus di kayu salib…. hal itu telah dikaitkan-Nya dengan kasih, [sebab] kebaikan utama dari Penyelamatan dunia diperoleh dari salib Kristus… Salib Kristus menjadi sumber air kehidupan.”
Di sini kita melihat bahwa keselamatan manusia diperoleh dari penderitaan Yesus.
Lihat Salvifici Doloris 20, 21, 24 Melihat bahwa manusia hidup tak lepas dari penderitaan, maka Alkitab mengajak manusia untuk mengambil bagian dalam penderitaan Kristus, agar kita memperoleh penghiburan yang melimpah di dalam-Nya. Partisipasi dalam penderitaan Kristus mempunyai 2 arti: Dengan penderitaan-Nya di salib, Kristus telah mengambil bagian dalam penderitaan manusia, namun manusia yang telah menemukan arti penderitaan Kristus akan menemukan arti penderitaannya sendiri. Penderitaannya memiliki arti yang baru, sebab siapa yang mengambil bagian dalam penderitaan Kristus,  menderita untuk Kerajaan Allah. Pada saat kita mempersatukan penderitaan kita dengan Kristus, maka kita “menggenapkan apa yang kurang di dalam penderitaan Kristus untuk TubuhNya, yaitu Gereja” (Kol 1:24).
Memang, ‘apa yang kurang’ dalam penderitaan Kristus adalah yang berhubungan dengan anggota Tubuh-Nya yaitu kita semua yang masih hidup di dunia ini. Maka penerapannya dalam hal ini adalah, saat mengalami penderitaan kita dapat berdoa memohon pengampunan atas dosa-dosa kita dan mendoakan untuk keselamatan orang lain. Karena pada saat itu Tuhan Yesus mengajak kita mengambil bagian dalam karya Keselamatan.  Ia yang mengetahui segala sesuatu dan menginginkan yang terbaik terjadi pada kita, mengizinkan penderitaan itu terjadi pada kita, karena Ia mengetahui bahwa Ia dapat memakai cara demikian untuk mendatangkan kebaikan bagi kita, terutama secara rohani. Betapa kita semua harus jujur melihat, bahwa di banyak kesempatan, orang akan datang lebih dekat kepada Tuhan setelah mengalami penderitaan/ kesusahan. Melalui penderitaan kita diarahkan oleh Tuhan untuk mengatur prioritas hidup kita, mengubah jalan pikiran kita yang salah, bertobat dan akhirnya menggantungkan perngharapan kita kepada-Nya.
Kesimpulannya, Salvifici Doloris, 26, 27, 30 “Penderitaan adalah suatu pengalaman akan kejahatan/ keburukan. Tetapi Kristus telah mengubah penderitaan menjadi dasar yang kuat untuk memperoleh kebaikan yang pasti, yaitu keselamatan abadi. ” Penderitaan yang terjadi di dunia adalah sarana untuk menyalurkan kasih, untuk melahirkan perbuatan-perbuatan baik kepada sesama manusia, yang dapat mengubah budaya manusia menjadi budaya kasih. Contoh yang diberikan adalah kisah Orang Samaria yang baik hati Luk 10: 25-36. Penderitaan sesamanya, mengakibatkan orang Samaria itu melakukan perbuatan kasih. Setiap anggota Gereja dipanggil untuk mengikuti teladan ini, dengan berbuat kasih kepada sesama yang menderita.
Salvifici Doloris, 31, “Maka penderitaan sudah pasti adalah bagian dari misteri manusia. Misteri ini dijelaskan melalui misteri Kristus menjelma menjadi manusia.” Di dalam diri Yesus, kita melihat pernyataan kasih Allah yang tak terbatas, dan pernyataan bagaimana manusia harus hidup, dan memenuhi panggilan hidupnya, yaitu dengan memberikan diri kita kepada orang lain. Misteri Keselamatan berakar di dalam kenyataan penderitaan, dan penderitaan ini menemukan jawaban yang mengagumkan dalam misteri Keselamatan.

Akhirnya, harus kita akui bahwa makna penderitaan adalah suatu misteri, dan tak dapat sepenuhnya dijelaskan secara tuntas dengan akal, namun kita memperoleh pengertian secara lebih mendalam dalam terang iman di dalam Kristus Yesus. Dia yang telah mencapai kebangkitan dengan penderitaan, akan memampukan kita yang berlindung kepada-Nya, mencapai hal yang sama, bersama dan di dalam Dia. Maka bagi orang Katolik, penderitaan tidak pernah sia-sia, karena jika dilalui bersama Kristus dan di dalam iman kepada-Nya, akan menghantar kita kepada keselamatan kekal.

4 COMMENTS

  1. Pada kenyataannya binatang buas seperti macan juga susah waktu melahirkan. Apakah macan pada jaman itu juga memakan buah terlarang?

    [Dari Katolisitas: Larangan untuk memakan buah dari pohon pengetahuan tentang hal yang baik dan buruk, itu ditujukan untuk manusia yang mempunyai akal budi untuk membedakan yang baik dan buruk. Maka hal ini tidak ada kaitannya dengan binatang, yang tidak berakal budi.]

  2. Syalom Tim Katolisitas,

    Kalau saya menelaah atribut TUHAN, salah satunya adalah bahwa DIA mahakuasa, alias bisa menciptakan SEGALA SESUATU. nah pertanyaan saya, apakah TUHAN bisa menciptakan KETIADAAN ?
    ( can GOD create nothingness )

    Terima kasih atas bantuan jawabannya. Tuhan memberkati

    • Shalom Budi,

      Terima kasih atas pertanyaannya yang menarik, apakah Tuhan dapat menciptakan ketiadaan. Ketiaadaan adalah “ketidakadaaan dari sesuatu“, yang berarti bukan sesuatu yang positif. Sebagai contoh, gelap adalah ketidakadaaan dari terang. Contoh yang lain adalah “evil” adalah bukan sesuatu yang positif namun ketidakadaan dari “good” atau “privation of good“. Inilah sebabnya Tuhan tidak mungkin menciptakan dosa, karena dosa adalah ketidakadaan dari sesuatu yang baik. Jadi, Tuhan dapat menciptaan sesuatu dari yang tidak ada, namun Dia tidak menciptakan ketidakadaan, karena ketidakadaan tidak perlu diciptakan, namun cukup mengambil dari “sesuatu yang ada (dalam contoh di atas terang dan good)” sehingga “tidak ada”. Atau contoh yang mungkin lebih jelas adalah kita tidak dapat menciptakan lapar, namun kita dapat memberikan efek lapar, dengan cara tidak memakan makanan atau minuman. Semoga jawaban ini dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

    • bisa….,,,
      tuhan itu maha kuasa…
      jadi apapun yg dibuatnya..,,pasti akan terjadi..seturut kehendaknya…
      Tetapi sungguh RENCANA TUHAN KITA TIDAK TAHU…,,,

Comments are closed.